Wednesday, March 31, 2010

Perang Ekonomi

Medan Bisnis, 29 Maret 2010
Saat ini, industri di Amerika Serikat terancam angkrut digerogoti oleh krisis. Pasar AS juga dibanjiri produk-produk dari China yang dituding debagai biang keladi defisit neraca perdagangan AS-China. Isu proteksionisme berhembus kian kencang. AS sepertinya berusaha sekuat tenaga untuk mengatasinya.

Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri dengan cara membatasi masuknya komoditi-komoditi dari luar negeri. Proteksionisme bisa terwujud dalam berbagai bentuk. Bentuk utama proteksionisme adalah pembatasan impor melalui pemberlakuan tariff, kuota, atau sanksi dagang.

Mulai dari program stimulus seperti keputusan pengesahan American Recovery and Reinvestment Act oleh Kongres AS. Undang-undang tersebut tidak hanya menjadi payung hukum paket stimulus ekonomi Amerika Serikat sebesar US$825, melainkan juga memuat langkah-langkah penting yang ditujukan untuk melindungi industri Amerika Serikat. “Buy American” menjadi salah satu indicator proteksionisme ala AS. Program stimulus fiskal 2009 yang dilakukan AS secara tersirat menetapkan “Buy American” bagi warga negaranya.

Sebagai sponsor WTO (World Trade Organization) Amerika sepertinya tidak berkomitmen penuh terhadap liberalisasi pasar yang mereka ciptakan sendiri. Kebijakan yang diambil sangat konservatif. Keadaan seperti ini bisa merugikan Negara lain termasuk Indonesia. Karena program tersebut tentunya akan mengurangi ekspor Indonesia ke AS.

Selain Indonesia, negara-negara seperti China, India, dan Brazil juga tentunya merasa dirugikan dengan adanya “Buy American”. Negara-negara ini tidak mempunyai pakta perdagangan dengan AS, maka perusahaan-perusahaannya yang di AS harus tunduk terhadap aturan AS. Konsekuensinya adalah perusahaan-perusahaan mereka yang ada di AS bisa dipaksa untuk menggunakan bahan baku dari AS.

Tidak sampai disitu. AS sepertinya tengah menyiapkan langkah selanjutnya guna menyelamatkan perekonomiannya. Lihat saja seperti yang baru dilakukannya, menjadikan nilai tukar Yuan sebagai biang keladi lambatnya proses pemulihan ekonomi dunia saat ini. Tekanan bahkan muncul dari kongres. Kenapa? Karena AS mengalami defisit neraca perdagangan dengan China.

Benarkah demikian? Ketidak seimbangan ekonomi saat ini merupkan kesalahan China yang tidak membiarkan mata uangnya diperdagangkan secara liberal. Sehingga surplus yang dialami oleh China tidak bermanfaat karena mengendap dinegara tersebut. Kalau melihat sudut pandang dari mereka yang menyalahkan China.

Namun, pihak otoritas ekonomi China menyatakan bahwa, bukan masalah mata uang Yuan. Bahkan, mereka mengklaim bahwa kebijakan mata uang Yuan yang stabil mampu menyelamatkan perekonomian China dan Dunia. Wajar, tentunya China juga berhak melindungi perekonomian mereka. Selain itu, China juga mendapatkan dukungan dari PBB. Dimana PBB menyatakan China harus menolak desakan Barat untuk membiarkan mata uangnya mengambang, karena Beijing terunggul dalam stimulasi permintaan domestik dan perekonomian global.

Entah apalagi yang akan dilakukan AS untuk mengembalikan perekonomiannya. Dan tentunya China tidak akan berhenti untuk terus memacu ekonominya yang bertujuan mensejahterakan masyarakatnya. Namun, melihat sepak terjang dari kedua Negara terlihat dengan sangat jelas kalau mereka sebenarnya sedang dalam “pertempuran” hebat.

China berpeluang menggantikan AS sebagai adikuasa dibidang ekonomi. China yang saat ini menjadi ekonomi terbesar ke dua setelah AS berpeluang menyalip ekonomi AS. China punya penduduk yang banyak sebagai pasar yang menarik. Demikian juga mata uang Yuan berpeluang menggantikan $AS sebagai mata uang internasional. Namun, maukah China melepas mata uangnya dan membiarkan transaksi perdagangannya menjadi defisit? Entahlah, semoga “perang” ini berakhir dengan pulihnya perekonomian Dunia.

Inginkan Nilai Tukar Yang Stabil

Medan Bisnis, 22 Maret 2010
Beberapa hari terakhir nilai tukar Rupiah menguat secara signifikan terhadap US Dolar. Penguatan tersebut didorong oleh masuknya dana asing ke pasar Indonesia. Ini sekaligus merupakan prestasi bagi mata uang Rupiah, karena sebagai indikator ekonomi merealisasikan kinerja yang baik. Namun, tidak semua orang akan menyambut dengan hal yang serupa. Tetap akan menyisahkan pro dan kontra terhadap fluktuasi nilai tukar.

Gejolak nilai tukar Rupiah sebenarnya telah kita lihat belasan tahun silam. Ditahun 1997, disaat masa krisis moneter sedang berlangsung, fluktuasi nilai tukar Rupiah telah membawa bencana yang luasr biasa bagi negeri ini. Gejolak nilai tukar Rupiah yang sempat terjungkal hingga dikisaran Rp.16.000/$ merupakan akar permasalahan yang tersisa dan masih terasa dampaknya hingga saat ini.

Pergerakan nilai tukar uang dinegara manapun dapat berubah dengan sangat cepat. Akibat dari suatu sistem perekonomian dunia yang kian terbuka. Pergerakan nilai tukar yang sangat dinamis dan dapat terjadi dalam dua arah : bisa naik, bisa turun. Kalau naik (menguat) maka mata uang yang menguat akan membuat mata uang lawannya melemah. Kalau melemah dapat menganggu kegiatan ekonomi negara tersebut terganggu.

Namun, yang perlu dikhawatirkan adalah apabila nilai tukar itu bergerak bukan karena dinamika perekonomian negara tersebut, akan tetapi karena ulah spekulan. Aksi spekulasi oleh para spekulan pernah dijadikan kambing hitam krisis di era 1997-an. Mereka masuk ke hampir semua negara berkembang yang belum memiliki fundamental ekonomi yang kuat serta menganut perdagangan nilai tukar yang liberal. Hingga kebijakan yang dinilai tidak memegang prinsip kehati-hatian.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, maka kondisi di saat nilai tukar Rupiah seperti sekarang ini sebenarnya tidak semuanya akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian kita. Menguatnya nilai tukar Rupiah berpeluang meningkatkan impor serta menekan ekspor. Dan membuka ruang untuk defisit neraca yang lebih besar.

Para eksportir tentunya tidak begitu menghendaki nilai tukar yang terus menguat. Demikian juga sebaliknya, importir juga akan terbebani dengan nilai tukar yang berfluktuasi dengan kecenderungan melemah. Untuk itu dibutuhkan sebuah nilai tukar yang stabil. Bagaimana cara untuk mewujudkannya?. Bukankah nilai tukar yang stabil berarti membutuhkan banyak cadangan devisa untuk mengontrolnya?.

Landasan yang paling mendasar untuk merealisasikan kurs mata uang yang stabil adalah fundamental ekonomi yang kokoh. Perekonomian kita harus mandiri yaitu mampu memenuhi kebutuhan sendiri serta lebih banyak menghasilkan atau memproduksi lebih banyak daripada mengkonsumsi. Ini bukan pekerjaan yang mudah. Ekspor kita dituntut lebih banyak daripada impor. Sumber daya alam negara kita harus mampu dikelola secara maksimal untuk mengurangi resiko yang diakibatkan oleh defisit neraca berjalan atau current account yang besar hingga melewati batas toleransi terhadap PDB (produk domestik bruto).

Kalau hal-hal mendasar tersebut bisa dipenuhi maka dengan sendirinya cadangan devisa kita akan semakin gemuk. Dengan mudah kita akan mengontrol perubahan nilai tukar Rupiah dengan cara melakukan intervensi untuk menstabilkannya. Intervensi yang dilakukan bisa dua arah, yakni menjual mata uang kita di pasar apabila mata uang kita menguat, dan membeli mata uang kita pada saat melemah terhadap mata uang asing (US Dolar).

Nilai tukar Rupiah yang menguat belakangan ini menggirukan para spekulan untuk menjual rupiah dan membeli US$. Oleh karena itu, pihak regulator harus terus mengawasi transaksi finansial baik yang dilakukan oleh spekulan dari luar mulai dari yang sekelas George Soros, hingga para institusi maupun pengusaha lokal. Karena spekulasi tidak hanya menjangkiti para pemodal luar, namun hampir semua orang bisa terjangkit karena dibutakan oleh keuntungan yang menggiurkan dan melanggar azas keadilan.

Nilai Tukar Sebagai Stimulus Pertumbuhan

Medan Bisnis, 15 Maret 2010
Di saat krisis sedang terjadi seperti saat ini. Ada fakta besar dimana Negara besar seperti AS mengalami defisit neraca perdagangan dengan China. Dimana impor AS ke China lebih besar dibandingkan dengan Ekspor AS ke China itu sendiri. Hal ini di klaim sebagai salah satu biang keladi kenapa AS sulit untuk bangkit dari keterpurukan. Defisit yang besar menjadi penghalang AS dalam memasarkan barang-barangnya ke mitra dagang AS khususnya China.

Alasan tersebut sangat masuk akal. Sebagai contoh, Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan berlebih, namun tidak bisa dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan diluar, maka barang tersebut akan membanjiri pasar domestik dan akan membuat harga barang tersebut turun. Ada implikasi lain yang harus diterima yakni semakin sulit Negara kita untuk menciptakan lapangan kerja.

Salah satu yang menyebabkan adanya defisit adalah nilai tukar mata uang. Defisit neraca yang dialami AS tidak lebih karena kebijakan China yang tidak mengizinkan mata uang Yuan menguat lebih jauh lagi terhadap US Dolar. Padahal, China sejauh ini mengalami surflus perdagangan terhadap AS. Apabila China membiarkan mata uangnya diperdagangkan sesuai dengan mekanisme pasar, maka diperkirakan mata uang Yuan akan terapresiasi secara signifikan terhadap US Dolar.

Namun, kebijakan China kalau membiarkan mata uangnya menguat, berarti China siap dibanjiri oleh produk-produk luar. China yang memiliki populasi penduduk paling besar di dunia serta mempekerjakan tenaga kerja murah diuntungkan dalam banyak hal seperti kemampuan ekspor yang lebih baik. Nilai tukar Yuan yang stabil menjadi salah satu alasannya.

Seperti halnya dengan semua Negara tak terkecuali Indonesia. Disaat nilai tukar Rupiah menguat terhadap US Dolar, maka akan berdampak pada kinerja Impor yang tumbuh dengan baik. Sebaliknya, apabila nilai tukar Rupiah melemah terhadap US Dolar maka akan memicu kinerja ekspor yang meningkat. Nilai tukar yang kuat biasanya akan membuat pasar akan dibanjiri produk luar sehingga produktivitas manufaktur lokal akan turun. Dan mata uang yang melemah akan membuat ekspor meningkat namun dapat memicu inflasi.

Kebijakan mata uang yang stabil merupakan pilihan yang harus di ambil. Namun tidak mudah untuk memuat mata uang dalam kestabilan. Karena dibutuhkan intervensi Bank sentral untuk mengatur lalu intas devisa tersebut. Dan berkorelasi langsung terhadap cadangan devisa Negara tersebut.

Inilah yang sedang diperjuangkan AS untuk berebut simpati pasar di China. AS yang kesulitan menggenjot kinerja ekspor karena produk yang kalah bersaing dari China, mengklaim bahwa kebijakan China yang tidak membiarkan mata uang Yuan menguat menjadi biang keladi kenapa krisis tidak bisa diatasi secara cepat. AS mengklaim bahwa laju pertumbuhan Dunia bisa di tingkatkan apabila Yuan terapresiasi.

Benarkah?, tidak selamanya tepat. China tentunya merasa diuntungkan dengan kondisi seperti ini. Kinerja ekspor yang naik tajam jelas menjadikan China sebagai Negara yang mencetak laju pertumbuhan paling cepat di dunia. AS masih tetap menjadi perekonomian terbesar di Dunia, meski demikian apabila AS mampu mengatasi defisit neraca perdagangannya dengan China bukan serta merta akan membuat perekonomian Dunia akan pulih dengan segera.

Negara kita juga bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan China. Membiarkan mata uang kita lebih murah terhadap US Dolar guna menggenjot ekspor. Namun tidak sedemikian mudah tentunya. Dibutuhkan cadangan devisa yang cukup serta kesiapan dunia industri. Semoga Negara kita mampu memanfaatkan perjanjian ACFTA dengan sebaik-baiknya, dan terhindar dengan defisit neraca perdagangan yang besar dengan China.

Sentimen Pansus dan Eksternal Mereda

Medan Bisnis, 8 Maret 2010
Investor kembali masuk ke pasar keuangan setelah selama sepekan sebelumnya IHSG dan nilai tukar Rupiah berada di bawah tekanan internal. Saat ini, kepastian itu sudah mulai berkurang seiring dengan langkah yang akan diambil oleh DPR terkait dengan kasus Bank century. Meskipun hasil dari pansus diluar dari apa yang diharapkan. Namun setidaknya ketidakpastian sudah hilang.

Fokus investor selanjutnya akan tertuju pada laporan keuangan emiten yang direncanakan akan membagikan deviden dipertengahan tahun ini. Investor kembali memburu saham-saham dengan mengacu pada analisis fundamental emiten. Selain itu, nilai tukar Rupiah juga berpeluang melanjutkan tren penguatan ditengah membaiknya fundamental ekonomi kita.

Rekomendasi pansus sudah tidak menjadi fokus utama lagi, meskipun terjadi pemakzulan terhadap wapres Budiono maupun reshuffle terhadap menteri keuangan Sri Mulyani. Pasar sepertinya lebih meyakini dan fokus terhadap fundamental ekonomi Indonesia itu sendiri dibandingkan dengan isu-isu penting lainnya termasuk politik.

Pasar akan melihat adanya booming komoditas yang akan mengangkat harga saham meskipun akan memberikan sedikit tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Terlebih perekonomian AS yang diperkirakan akan membukukan data perekonomian AS yang lebih baik. Perekonomian AS akan menjadi pemicu eksternal terhadap pasar keuangan dunia termasuk Indonesia.

Akhir pekan kemarin, data ketenagakerjaan AS tidak merubah posisi tingkat penangguran di AS yang tetap berada di angka 9.7%. Kedepan tingkat pengangguran AS perlahan diperkirakan akan turun seperti terlihat dalam grafik.

Tingkat pengangguran di AS
Actual merupakan angka realisasi, forecast merupakan perkiraaan ke depan.



Sumber : The Financial Forecast Center

Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa kedepan salah satu data keuangan AS akan terus mengalami perubahan penting yang dapat menentukan arah perubahan pasar keuangan dunia nantinya. Proyeksi ini dapat dijadikan acuan kemana arah pergerakan bursa dan mata uang juga.

Saat ini meruapakan momen yang sangat tepat untuk membuat keputusan. Selain dikarenakan dengan musim panen deviden di bulan juni sampai Agustus. Bursa akan diwarnai dengan realisasi data keuangan yang menggiurkan. Selain itu harga minyak mentah dunia yang sudah mulai merangkak naik di kisaran $80/barel juga memicu booming harga saham komoditas. Kenaikan harga minyak tersebut tidak terlepas oleh ekspektasi membaiknya laju perekonomian AS.

Meskipun kenaikan harga minyak berpotensi menekan nilai tukar Rupiah. Namun, kondisi ini akan mendapat kontrol penuh dari Bank Sentral untuk membuat nilai tukar tetap stabil. Selain itu, pernyataan Presiden SBY terkait isu yang berkembang juga memberikan rasa aman bagi investor untuk berinvestasi di pasar keuangan kita.

Monday, March 01, 2010

Pasar Modal Syariah

Medan Bisnis, 1 Maret 2010
Dari berbagai macam efek yang tersedia di Pasar Modal kita. Terdapat banyak produk keuangan syariah yang tidak diketahui oleh masyarakat. Mungkin karena sosialisai yang kurang serta kurangnya pemahaman tentang produk keuangan syariah itu sendiri di masyarakat. Efek-efek syariah di bursa kita terdiri dari banyak produk. Mulai dari obligasi syariah (SUKUK), Reksadana, hingga saham syariah.

Efek-efek syariah itu sendiri ditentukan oleh fatwa DSN – MUI (Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia). Fatwa tersebut mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal yang meliputi bahwa suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari DSN-MUI.

Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh calon emiten untuk mendapatkan sertifikat / predikat syariah adalah bahwa calon emiten harus mempresentasikan terlebih dahulu struktur bagi hasilnya dengan investor, struktur transaksinya, bentuk perjanjiannya seperti perjanjian perwali amanatan dll.

Para ahli fiqih berpendapat bahwa suatu saham dapat dikatergorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal-hal yang dilarang dalam syariah islam, seperti : Alkohol, Pejudian, Produksi yang bahan bakunya berasal dari babi (makanan haram), Pornografi, Jasa keuangan yang bersifat konvensional serta Asuransi yang bersifat konvensional.

Dengan ketentuan tersebut kita dapat menentukan saham-saham syariah. Sebagai contoh jasa perbankan konvesional yang banyak kita ketahui, diluar jasa perbankan syariah seperti Bank Mualamat, Bank SUMUT Syariah, Bank Mandiri Syariah, dll. Apabila saham dari perbankan yang tidak termasuk syariah terdaftar di Bursa Efek Indonesia, maka saham tersebut tidak termasuk dalam efek syariah.

Bagi masyarakat yang ingin melakukan perdagangan efek yang masuk kategori halal, investor hanya bisa melakukan transaksi efek syariah lewat sekuritas yang sudah mendapat izin dari DSN (Dewan SyariahNasional). Selanjutnya DSN akan mengawasi segala transaksi syariah oleh sekuritas dimaksud. Sedang Manajer investasi yang mengelola dana syariah diwajibkan membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi agar pengelolaan dana sesuai dengan prinsip syariah.

BAPEPAM dan DSN menentukan aturan rinci mengenai transaksi dan mekanisme perdagangan efek syariah. Sebab ada yang lazim di bursa konvensional dan menjadi haram di pasar modal syariah. Seperti margin trading, short selling, semua transaksi derivatif, praktek penggorengan saham dan jual beli right (hak prioritas bagi pemegang saham untuk membeli saham baru).

Sementara itu, pola transaksi di pasar modal syariah digabungkan dengan pasar modal konvensional. Sama seperti yang dilakukan juga oleh pemerintah Malaysia. Efek-efek yang masuk dalam kategori halal (syariah) meliputi : Obligasi Syariah, Reksadana Syariah, Saham yang masuk dalam kategori JII (Jakarta Islamic Index) dan LII (List Islamic Index – kumpulan 274 saham).

Untuk itu ada rambu-rambu yang jelas apabila investor ingin melakukan transaksi saham di pasar modal yang sesuai dengan prinsip syariah. Tidak perlu takut untuk terjun di pasar modal, karena selain memiliki efek yang masuk dalam kategori syariah juga memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dari produk keuangan perbankan.

Bahkan dari sekian banyak saham yang diperdagangkan di pasar saham. Ada banyak saham yang termasuk dalam kategori JII yang memiliki kapitalisasi pasar, dan masuk dalam 45 kategori saham paling liquid (LQ45). Saham-saham tersebut yaitu Astra International (ASII), Bumi Resources (BUMI), Telkom (TLKM), Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) dan banyak lagi.

Thursday, February 25, 2010

Pansus Century Juga Menentukan IHSG

Medan Bisnis 22 Februari 2010
Pansus Bank Century masih menjadi berita hangat hingga saat ini. Pengumuman keputusan Pansus terkait Bank Century yang diperkirakan akan selesai dalam waktu dekat ini menjadi fokus pelaku pasar yang ada di lantai bursa. Hingga saat ini permasalahan tersebut masih menjadi pemicu kenapa pasar masih wait & see di lantai bursa.

Pansus Bank Century menjadi satu-satunya sentiment lokal dimana arah pembuat kebijakan menjadi salah satu kunci yang berkontribusi terhadap pergerakan saham di lantai bursa. Pertama, permasalahan century yang berlarut-larut berpotensi membuat kekhawatiran tersendiri di kalangan pelaku pasar. Isu-isu yang berkembang seolah-olah dapat membuat kinerja pemerintahan tidak efektif , sehingga program-program pemerintahan tidak tercapai.

Kedua, isu-isu yang berkembang seperti isu pemakzulan dan reshuffle juga memperburuk keadaan di lantai bursa. Pembangunan koalisi yang sebelumnya dinilai sebagai bentuk koalisi yang sangat kuat di parlemen seolah-olah menemui jalan buntu karena koalisis justru terpecah belah hingga memicu perdebatan di ranah yang lain.

Ketiga permasalahan pajak emiten milik grup Bakrie yang mencuat seiring dengan retaknya koalisi. Ical begitu sebutan untuk Aburizal Bakrie yang menjabat sebagai ketua umum partai Golkar, juga memiliki beberapa perusahaan yang terdaftar di lantai bursa. Pergerakan saham grup Bakrie menjadi emiten yang memberikan kontribusi besar terhadap IHSG (indeks harga saham gabungan).

Sehingga setiap perubahan pada harga saham grup Bakrie seperti BUMI Resources akan diikuti oleh saham emiten yang lainnya. Retaknya koalisi serta penunggakan pajak oleh emiten grup Bakrie membuat kinerja saham grup bakrie juga menurun. Hal tersebut juga disinyalir sebagai masalah bagi terkoreksinya indeks harga saham gabungan. Dan sekaligus menjadi pendorong IHSG bergerak anomali dan tidak sesuai dengan pergerakan bursa regional.

Padahal dari sisi eksternal, IHSG seharusnya telah menemui momentum penguatan. Krisis di Yunani yang sebelumnya sempat memicu kekhawatiran dunia internasional. Saat ini, Yunani sedang dalam proses recovery setelah Negara yang tergabung dalam Uni Eropa melakukan sejumlah langkah konkrit dalam penyelamatannya. Indeks bursa di eropa pun berangsur-angsur membaik serta merealisasikan kenaikan dalam transaksi hariannya.

Demikian juga Dow Jones, dimana inflasi di AS telah menjadi isu serius bagi Bank Sentral AS The FED. Sehingga membuat The FED menaikan suku bunga acuan di negeri tersebut. Sejumlah indikator eksternal tersebut seharusnya mampu menjadi stimulus bagi bursa dunia lainnya untuk terus menguat termasuk IHSG. Apalagi mata uang kita Rupiah diperkirakan akan terus mengalami penguatan seiring dengan laju PDB (produk domestic bruto) kita yang cukup fantastis.

Banyak indikator yang sebenarnya mendorong bursa agar terus menguat. Tugas rumah Pansus Century memang bukan untuk mengurusi permasalahan bursa yang terseok-seok saat ini. Namun, implikasi dari setiap statemen, arah kebijakan serta perkembangan Pansus Century itu sendiri juga sangat berpengaruh bagi IHSG. Tidak melulu kita berharap dari data-data keuangan yang dihasilkan emiten maupun ekonomi secara keseluruhan. Karena saham pada dasarnya juga dipengaruhi oleh kondisi politik suatu Negara.

Kita mengharapkan bahwa semua orang yang berada di pansus tahu benar masalah yang mereka hadapi sebenarnya berimplikasi signifikan bagi permasalahan lainnya. Bahwa apapun yang mereka tentukan nantinya akan menjadi barometer tidak hanya untuk mengukur seberapa kondusifnya kondisi politik negeri ini, namun bagaimana kebijakan mereka nantinya dapat menjadi barometer untuk kenyamanan investasi di negeri ini.

Semoga saja, apa yang berkembang saat ini di Pansus bukanlah barometer untuk mengukur arah kebijakan pansus nantinya. Namun, tidak lebih merupakan dinamika dari sekumpulan pendapat yang memiliki perbedaan dalam melihat permasalahan yang terjadi. Sehingga, koalisi tetap utuh dan mampu mengeluarkan kebijakan yang win win solution.

Bearish Membayangi Pasar

Medan Bisnis, 15 Februari 2010
Pimpinan Bank Sentral (Federal Reserves) Amerika Serikat Ben S. Bernanke menyampaikan bahwa AS siap untuk menaikkan suku bunga acuan, meskipun tidak merinci kapan tepatnya. Namun yang pasti tidak dalam waktu segera. Apabila suku bunga acuan dinaikkan maka akan terjadi kenaikan serupa terhadap bunga kartu kredit maupun kredit property.

Menimang pernyataan Ben S. Bernanke tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa tanda-tanda ekonomi AS membaik telah muncul, namun sejauh ini ekonomi AS belum sangat kuat untuk mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga. Ben S. Bernanke sepertinya hanya berupaya memulihkan keyakinan investor global dan juga Kongres AS. Jika perekonomian AS cukup kuat maka The Fed memiliki instrumen untuk meningkatkan suku bunga acuan serta menarik stimulus dari perekonomian.

Kebijakan suku bunga AS yang hampir mendekati 0% tentunya mampu menjadi pendorong membaiknya daya beli masyarakat AS. Meski demikian kebijakan tersebut masih harus ditopang dengan stimulus untuk menggiatkan kembali perekonomian. Ditengah memburuknya di Eropa khususnya Yunani, tentunya telah menyebarkan aura negatif dan memunculkan spekulasi bagaimana pemulihan bisa akan tetap berjalan.

Bukankah stimulus juga mengakibatkan likuiditas membanjiri masyarakat ditambah dengan tingkat suku bunga yang rendah. Dan terbayangkan, bagaimana kalau likuiditas tersebut nantinya tidak dapat berputar alias macet. Krisis yang lebih parah tentunya menjadi hal yang sesuai dengan perkiraan sebelumnya.

Kebijakan menaikkan suku bunga ditujukan untuk mencegah terjadinya asset bubble pada pasar saham dan komoditi serta untuk mengendalikan inflasi. Kekhawatirab serupa juga muncul di pasar bursa kita (BEI), dimana koreksi yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir disinyalir sebagai gelembung ekonomi yang berpotensi pecah.

Dengan keluarnya pernyataan tersebut akan membawa angin segar pada mata uang US Dollar. Spekulasi akan bermunculan. Sejauh ini pasar saham dan komoditi sedang dilanda penyakit sentimen fundamental yang negatif. Seiring dengan masih belum adanya kejelasan pada permasalahan utang publik di Yunani.

Proses pemulihan yang sebelumnya menebarkan optimisme, kini menjadi tidak stabil prosesnya. Banyak Negara yang kustru mengalami penurunan pertumbuhan seperti kebanyakan Negara eropa. China, yang diharapkan mampu menggantikan perekonomian AS justru memperketat likuiditas serta menambah cadangan devisa. Ini merupakan sinyal kehati-hatian yang bisa membumi hanguskan pasar saham.

Kalau mengandalkan data perekonomian dalam negeri. Solidnya data yang ditunjukan oleh perekonomian nasional sepertinya tidak akan mampu menahan derasnya arus/sentiment negatif eksternal. IHSG juga membukukan kinerja yang paling buruk dalam 2 pekan terakhir jika dibandingkan dengan kinerja indeks regional.
Ancaman lain juga muncul dari lembaga pemeringkat yang bisa saja menurunkan peringkat Indonesia seiring dengan permasalahan Bank Century. Saat ini investor dan lembaga pemeringkat (rating agency) masih wait and see terhadap hasil akhir pansus hak angket bank Century oleh DPR-RI.

Permasalahan Bank Century bisa saja menimbulkan polemik politik, yang secara umum adalah politisasi kebijakan ekonomi dan corporate action yang bisa mengganggu kepastian bisnis di Indonesia. Kalau semua sentimen yang tidak dapat diterima tersebut belum bisa membelikan arah penyelesaian yang jelas, maka saatnya telah datang bahwa koreksi di pasar saham, komoditas dan keuangan di depan mata.

Saturday, February 06, 2010

Indonesia Ditengah Gunjang Ganjing Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 01 Februari 2010
US Dolar kembali menguat terhadap mata uang dunia termasuk Rupiah. Negeri para dewa - Yunani yang dilanda krisis membuat orang semakin ragu dengan prospek pemulihan ekonomi global, dan kembali memburu US Dolar sebagai safe heaven. Sehingga membuat mata uang US$ mengalami penguatan paling signifikan terhadap Euro.

Yunani sejauh ini belum meminta bantuan Negara sekawasan – Uni Eropa untuk menyelamatkan perekonomiannya dari keterpurukan. Yunani menuding masalah krisis dinegaranya disebabkan oleh aksi spekulan yang memanfaatkan yunani. Hal tersebut terjadi karena yunani merupakan Negara yang paling lemah diantara Negara eropa lainnya.

Pasar juga merespon negatif pasar modal diseluruh dunia. Dalam beberapa hari perdagangan terakhir indeks bursa global tertekan yang diakibatkan oleh krisis yang masih melanda sejumlah Negara tersebut. Hal ini sangat memukul pasar keuangan dunia, akibat permasalahan di seputar dunia keuangan yang begitu kompleks. Kebijakan China dan negeri paman sam baru-baru ini sebenarnya juga masih menjadi sentimen negatif yang dapat membuat keuangan global terkoreksi.

Keadaan tersebut diperburuk dengan krisis di Yunani serta penurunan harga minyak mentah secara tajam. Nilai tukar Rupiah dan IHSG juga mengalami pukulan kuat, nilai tukar Rupiah kembali melemah di atas Rp.9.300/US$, sementara IHSG juga berkutat dikisaran 2.600 dengan kecenderungan turun. Minimnya sentimen pasar serta permasalahan politik dalam negeri membuat fluktuasi pasar finansial di Indonesia bergerak liar.

Seperti peringatan 100 hari kinerja kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh presiden susilo bambang yudhoyono. Beberapa hari sebelum dilaksanakan demo besar-besaran tersebut (28/01), telah membuat panik para pelaku pasar sebelumnya. Dan sekalipun aksi demo tetap berjalan lancar, namun keadaan tersebut tidak mampu membuat pasar finansial kita menggeliat. Sejmlah faktor eksternal masih tetap saja menghantui pasar keuangan kita.

Ada begitu banyak sentimen negatif yang akan membanjiri pasar keuangan kita dalam beberapa minggu kedepan. Permasalahan Bank Century yang berlarut-larut menjadi salah satu contohnya. Sementara itu, ekspektasi rendahnya laju inflasi selama tahun 2010 yang diperkirakan akan berada di kisaran 6%, sebenarnya merupakan angin segar, setidaknya BI rate akan tetap sama sepanjang tahun 2010 ini.

Namun perkiraan tersebut tidak selamanya benar, kenapa? Fluktuasi harga minyak mentah dunia yang berkutat pada harga $80/Barel saat ini yang menjadi salah satu indikatornya. Selain itu, kebijakan China yang membatasi penyaluran kredit perbankan juga akan menahan laju pertumbuhan ekonomi China yang akan mempengaruhi konsumsi minyak negara tersebut.

Melihat kejadian Yunani, Harga Minyak serta kebijakan yang sangat hati-hati dari 2 negara ekonomi besar seperti AS dan China, seakan memberi kesan bahwa tahun 2010 sebagai tahun pemulihan masih sebatas wacana saja.

Pasar masih melihat bahwa gunjang-ganjing di pasar keuangan dunia masih akan tetap terjadi. Ketidakpastian arah pemulihan ekonomi global juga masih terlihat. Ekonomi dunia masih berkutat mencari titik keseimbangan baru. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa Negara justru bertolak belakang.

Dari yang sebelumnya untuk melakukan pemulihan, menjadi kebijakan yang dibuat untuk mengurangi resiko akan terjadinya krisis yang lebih besar lagi. Indikator ekonomi negara kita sebenarnya masih cukup solid. Namun tidak menggaransi bahwa pasar finansial tetap bullish.

Ditopang dengan konsumsi dalam negeri yang signifikan, Pasar keuangan kita seharusnya tetap menjadi pilihan menarik bagi investor. Akan tetapi, dengan ketidak pastian arah pergerakan ekonomi global, sepertinya tren bullish yang dibentuk akan lebih banyak dibanjiri oleh dana jangka pendek (Hot Money) sehingga belum dapat menghindarkan kita dari gunjang ganjing di pasar keuangan yang akan datang.

Ketika Pertumbuhan Harus Dibatasi

Medan Bisnis, 25 Januari 2010
Raksasa ekonomi Amerika Serikat melalu presidennya Barack Obama menyatakan pentingya membatasi resiko di sektor perbankan. Batasan yang dimaksud adalah pengambilan resiko yang bisa saja pengetatan pengucuran kredit perbankan. Langkah presiden Barrack Obama tersebut langsung mendapatkan respon.

Setidaknya harga saham-saham di Amerika terjun bebas dan mengantarkan indeks Standard & Poor’s 500 mengalami koreksi yang paling besar sejak bulan oktober tahun lalu. Seiring dengan rencana gedung putih yang mengajukan proposal pembatasan dalam resiko keuangan AS serta rencana China yang akan menekan laju pertumbuhan ekonominya.

Langkah yang diambil pemerintah AS diyakini presiden AS untuk mencegah terjadinya krisis keuangan lainnya. Seiring dengan hal itu, pengetatan kebijkan moneter sepertinya mutlak dilakukan guna membatasi pengucuran dana masyarakat ditengah ketidak pastiaan pemulihan ekonomi global. Apa yang terjadi setelah langkah pemerintah AS tersebut?

Hampir semua saham perbankan AS mengalami koreksi yang cukup signifikan dan sangat memukul kejatuhan indeks bursa global tanpa terkecuali Indonesia. Saham-saham perbankan Indonesia justru mengalami koreksi yang diakibatkan oleh faktor internal seperti pembobolan kartu ATM.

Memang sangat mengkhawatirkan manakala kondisi keuangan yang belum stabil harus mengucurkan dana maupun stimulus guna meningkatkan konsumsi dan daya beli. Kenapa? Karena dengan keuangan yang sedang bermasalah dan tetap menjalankan stimlus sebenarnya memberikan ruang untuk menciptakan peluang krisis lanjutan, terlebih stimulus tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Dan juga berdampak pada tingginya inflasi. Dan bayangkan apa yang akan terjadi pada saat stimulus ternyata tidak begitu efektif sehingga mengangkat inflasi ke level yang lebih tinggi lagi. Yang ada adalah seperti bola salju yang menggelinding dan semakin besar sebelum akhirnya menghancurkan semua yang dilewatinya.

China sepertinya juga mengalami hal yang sama. Kekhawatiran terhadap perkembangan perekonomian global harus diikuti dengan pengetatan kebijakan penyaluran kredit oleh negeri panda tersebut. Kekhawatiran tersebut sepertinya akan memicu masalah lainnya khususnya di dunia keuangan.

Diantara sekian banyak sentiment negative tersebut. Secara fundamental perusahaan di AS pada dasarnya membukukan keuntungan dalam laporan keuangan triwulan ke empat yang justru lebih baik dari estimasi para analis sebelumnya. Diantara 62 perusahaan yang melaporkan pendapatan dan tergabung dalam S&P 500, terdapat 46 perusahaan yang merealisasikan keuntungan melebihi rata-rata dari data Bloomberg.

Apa yang terjadi?. Ini menggambarkan bahwa ekspektasi pasar sangat berlebihan dalam merespon kebijakan gedung putih meskipun dalam jangka waktu tertentu memang akan berdampak buruk dalam perekonomian khususnya sektor perbankan. Penulis melihat ada peluang kenaikan pada emiten perbankan yang mengalami koreksi pada saat ini.

Bukan hanya itu. Ada sekitar 130 perusahaan lagi yang juga tergabung dalam S&P 500 dan berencana untuk memberikan laporan keuangannya. Termasuk perusahaan Apple Inc. Sehingga tidak menutup kemungkinan adanya pembalikan arah pergerakan pasar yang membentuk tren bullish.

Saturday, January 23, 2010

Pansus Bank Century Rumit, Pasar Keuangan Tetap Melejit

Medan Bisnis, 18 Januari 2010
Keributan kembali mewarnai pasus yang saat sedang memeriksa tokoh-tokoh penting negeri ini. Sebut saja Sri Mulyani, Raden Pardede hingga mantan wakil presiden Jusuf Kalla. Saling lempar bola panas pun terjadi, seperti Sri Mulyani yang merasa ditipu karena data dari Bank Indonesia yang ia terima sewaktu menjabat sebagai ketua KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) tidak akurat dan berubah-ubah.

Kemelut yang terjadi dihadapkan pada sidang DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) tersebut mencerminkan rentannya kondisi politik dalan negeri kita. Etika setiap anggota pansus dalam menyelidiki masalah Bank Century dituding menjadi biang kerok terhadap kisruhnya masalah penyelesaian Bank Century yang dinilai sangat lambat. Kondisi-kondisi ini sebenarnya juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para pelaku pasar keuangan di negeri ini.

Beruntung kita masih memiliki kondisi fundamental yang lebih baik dibandingkan dengan negeri lain. Sehingga Negara kita masih dinilai lebih menarik sebagai tempat investasi. Permasalahan Bank Century yang dinilai kontroversial mentok pada permasalahan dampak sistemik serta faktor psikologis yang dihadapai sewaktu membuat keputusan (bailout century).

Sebagian anggota DPR meyakini bahwa Bank Century sebenarnya dirampok. Dan bukan karena dampak krisis global pada saat itu. Krisis di AS kemarin memang sangat berpengaruh pada dunia industry perbankan global. Kalau Lehman & Brothers yang menyandang predikat Bank besar kelas dunia dan terlalu sulit untuk bangkrut, justru di tahun 2008-2009 kita telah melihat kebangkrutannya. Dan bagaimana dengan Bank sekelas century.

Dampak sistemik yang terjadi juga sangat luar biasa di Amerika dan dunia. Industri perbankan menjadi sangat rentan dan terancam bangkrut. Krisis tersebut dinilai sebagai krisis yang paling buruk yang pernah terjadi. Nah kalau Bank Century yang kalah kliring langsung dijadikan Bank pesakitan oleh BI tentunya sangat beralasan dengan kondisi perbankan global yang mengkhawatirkan. Namun, fakta yang terjadi seperti jumlah bailout yang berubah-ubah pada saat rapat KKSK menjadi alasan utama dan perlu untuk diusut sampai tuntas.

Dan bayangkan pula apa yang akan terjadi misalkan pada saat itu Bank Century dinyatakan bangkrut dan ditutup. Yang pasti adalah kepanikan yang luar biasa yang berpotensi membuat terjadinya pembalikan modal ke luar negeri. Ini akan berdampak pada melemahnya nilai tukar Rupiah serta Indeks Bursa Saham. Kalau Rupiah melemah tajam maka dengan sangat menyesal kita akan kembali ke kondisi tahun 1997-1998 silam.

Secara psikologis kalau kita berada pada kondisi tersebut tentunya bingung untuk memposisikan diri serta kebijakan apa yang akan diambil. Dan kebijakan yang akan diambil tentunya harus cepat karena Bank Century ibarat pasien yang telah diinapkan di ruang ICU. Pertanyaan yang menonjol adalah bagaimana menyelamatkan Bank Century sehingga tidak menular ke Bank Lainnya, dan bukan kepermasalahan bagaimana Bank Century bisa sakit maupun kronologis lainnya. Kalaupun muncul pertanyaan demikian maka sebaiknya diusut setelah semuanya kembali normal.

Kita juga telah memiliki mekanisme untuk menyelesaikan masalah dugaan korupsi seperti KPK. Nuansa politis sangat kental pada saat dilakukannya rapat Pansus Bank Century. Dimana setiap anggota saling tuding ke penguasa partai berkuasa maupun yang pernah berkuasa sebelumnya dan dianggap sebagai orang yang dinilai pantas bertanggung jawab terhadap Bank Century. Bahkan permasalahan yang pernah terjadi sebelumnya seperti proses merger yang dinilai juga dengan banyak masalah.

Pansus Bank Century yang sangat lamban dalam mengungkap motif utama bailout Bank Century secara psikologis akan mempengaruhi pelaku pasar dalam membuat kebijakan. Apalagi kalau sampai menyeret para penguasa negeri ini. Momen penguatan di pasar finansial kita juga terancam hilang. Namun sejauh ini pasar finansial kita tetap menarik meskipun dibayangi kemelut politik. Semoga cepat berakhir.

Data Ketenaga Kerjaan AS, Nilai Tukar dan Indeks Bursa

Medan Bisnis, 11 Januari 2010Mata uang AS US$ kembali tertekan terhadap sejumlah mata uang utama dunia seperti Yen Jepang. Pelemahan tersebut dipicu oleh memburuknya data sektor ketenaga kerjaan AS yang dirilis lebih buruk dari ekspektasi sebelumnya. Sebelumnya banyak analis yang memperkirakan bahwa hanya akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 3.000 hingga 11.000 jiwa.

Namun, data yang telah dirilis menunjukan bahwa telah terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 85.000 jiwa. Kondisi tersebut membuat pasar keuangan AS baik mata uang dan Indeks Bursa Dow Jones (DJIA) diperdagangkan turun selama sesi perdagangan. Hanya saja DJIA mampu menguat menjelang sesi penutupan perdagangan.

Data tersebut sekaligus tetap membuat tingkat pengangguran AS tidak banyak berubah di angka 10.2%. Padahal di bulan desember kemarin seharusnya lebih sedikit tenaga kerja yang tidak terserap seiring dengan perayaan natal dan tahun baru. Tingkat pengangguran AS diperkirakan akan tetap berada di atas 10% setidaknya hinga bulan juli mendatang. Sebuah kondisi dimana tidak akan berpengaruh banyak pada kinerja keuangan AS.

Sementara itu, stimulus yang pernah digelontorkan pemerintah AS sepertinya akan menuai inflasi di tahun 2010 ini. Oleh karena itu, suku bunga di AS akan mulai beranjak naik meskipun dalam angka yang tidak signifikan. Ini merupakan kesempatan buat Negara yang tergolong emerging market (berkembang) untuk menerima dana yang akan mengalir masuk termasuk Indonesia.

Para investor sudah mulai untuk masuk ke pasar yang lebih beresiko karena memberikan imbal hasil yang lebih baik dibandingkan dengan AS. Indeks bursa Indonesia misalnya, diperkirakan akan mengalami penguatan seiring dengan masuknya investor asing. Selain itu, nilai tukar rupiah bahkan diprediksi akan menguat tajam mendekati level Rp.9000/US$.

Namun, penguatan Rupiah diperkirakan akan tertahan, karena BI (Bank Indonesia) diperkirakan akan melakukan stabilisasi terhadap nilai tukar Rupiah agar tidak berfluktuasi secara tajam. Dengan penguatan nilai tukar Rupiah yang cukup signifikan nantinya akan memperbesar peluaang BI untuk menambah cadangan devisa. Namun, Rupiah yang kuat juga akan berdampak pada laju inflasi yang tinggi, karena impor justru akan naik.

Terlebih apabila dikaitkan dengan ACFTA (Asean China Free Trade Area), maka akan lebih banyak barang dari luar khususnya China yang masuk kepasar kita. Untuk itu perlu stabilisasi nilai tukar sehingga memberikan ketenangan kepada pelaku industri yang sangat bergantung pada perubahan nilai tukar Rupiah.

Yang paling terpukul adalah ekspor Negara kita apabila Rupiah terus saja menguat tanpa ada intervensi pemerintah. Pasar ekspor berpotensi akan turun turus dan membuat harga barang kita kurang bisa bersaing dipasar internasional. Sehingga kendati Rupiah menguat bukan berarti selamanya akan menjadi berita bagus buat kita. Tetap ada konsekuensi yang akan kita terima.

Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah juga akan membuat banyak spekulan yang mulai membeli US Dolar. Untuk dijual nanti pada saat US$ kembali perkasa terhadap mata uang dunia. Namun, masih banyak faktor lain seperti harga minyak dunia yang cenderung naik yang nantinya akan menekan nilai tukar Rupiah. Kalau dicermati sebenarnya kita hanya berputar-putar bagaimana menyeimbangkan ekonomi kita ditengah perubahan peradaban yang sedang kita lalui.

Tahun 2010, Tahun Berinvestasi Saham

Medan Bisnis, 4 Januari 2010
Tahun 2009 telah berlalu. Pasar keuangan Indonesia kembali memasuki babak baru di tahun 2010 ini. Dimana masih menyisakan permasalahan dari tahun 2009 yang berpeluang membuat pasar keuangan Indonesia di tahun 2010 ini kurang bergairah. Diantaranya adalah permasalahan kasus Bank Century.

Walaupun di akhir tahun 2009 kemarin IHSG justru menorehkan kinerja positif, Rupiah juga stabil. Namun anomali yang terjadi di akhir tahun kemarin bukan jaminan akan diteruskan di tahun 2010 ini. Meskipun banyak yang menilai bahwa tahun 2010 tahun yang pas untuk berinvestasi di saham maka sebenarnya momentum itu bisa dimanfaatkan di akhir tahun 2009 kemarin.

Koreksi yang tajam di bulan desember tahun 2009 kemarin, sebenarnya menjadi momen yang tepat untuk mengkoleksi saham. Dan cukup berpeluang untuk membeli US Dolar. Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang justru naik meskipun di asia justru bergerak sebaliknya. Menandakan bahwa investor percaya tahun 2010 ini IHSG akan menorehkan kinerja positif.

Kinerja IHSG yang menjadi bursa terbaik di Asia sepertinya akan tetap menjadi yang terbaik di tahun 2010 ini. Selain akan diperbanyak oleh jumlah emiten yang IPO (initial public offering), penerbitan obligasi yang dikeluarkan pemerintah juga turut meramaikan perdagangan efek tahun 2010 ini. Aksi korporasi serta kebutuhan pembiayaan pemerintah untuk APBN maupun korporat.

Diantara efek-efek yang ramai diperdagangkan, obligasi memiliki resiko yang lebih besar karena ancaman inflasi di tahun 2010 ini. Sementara saham memiliki kecenderungan membaik seiring dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik pula. Inflasi akan menjadi ancaman serius karena akan tumbuh seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Inflasi pada dasarnya akan mengerek suku bunga ke atas, dan secara substansial akan membuat harga saham terkoreksi. Namun, booming komoditas di tahun 2010 ini sepertinya akan lebih mengendalikan laju penguatan harga saham dibandingkan dengan laju tekanan inflasi. Berbeda dengan harga saham, obligasi yang memberikan imbal hasil tidak jauh dari BI Rate berpeluang diperdagangkan at discount atau lebih kecil dari nilai par (100%) nya.

Untuk itu, obligasi baik yang dikeluarkan pemerintah maupun koporat harus mempertimbangkan laju tekanan inflasi di tahun 2010 ini. Posisi BI rate di 6.5% sepertinya akan tergiring keatas. Kupon obligasi harus mampu diatas laju tekanan inflasi di tahun 2010 ini. Kalau tidak mau diperdagangkan at discount. Namun, karakter investor yang tidak melulu melihat faktor fluktuasi harga yang diakibatkan oleh inflasi, namun lebih pada investasi hingga jatuh tempo. Tetap akan memilih produk-produk obligasi.

Selain itu di tahun 2010 ini, akan banyak emiten yang akan melakukan Go Public. Bahkan beberapa emiten tersebut berstatus milik Negara atau BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Emiten BUMN tersebut diantaranya PT. Pembangunan Perumahan, PT. Perkebunan Nusantara III dan IV, Garuda Indonesia dan Krakatau Steel. Dan masih ada emiten BUMN Lainnya yang belum disebutkan.

Banyaknya emiten yang akan terdaftar di Bursa akan menambah jumlah transaksi saham nantinya. Baik dari sisi volume, frekuensi hingga nilai transaksi. Proses penjamin emisi saham sebelum terdaftar di lantai bursa nantinya akan dilakukan oleh perusahaan sekuritas. Sehingga sebagai investor kita dapat melakukan proses pembelian pertama di sekuritas tersebut.

Diantara sekuritas yang menjadi penjamin emisi, PT. Danareksa Sekuritas merupakan salah satu penjamin emisi terbesar bagi emiten yang akan melantai di tahun 2010 ini. Dengan statusnya sebagai BUMN, pengalaman, dan yang paling tua di Indonesia, maka wajar jika dipercaya untuk menjadi penjamin emisi baik saham dan obligasi.

Tahun 2010 merupakan tahun pemulihan perekonomian dunia. Setidaknya optimisme tersebut muncul dari para analis. Pertengahan tahun selalu menjadi momentum bagi emiten untuk membagikan deviden, sebelum deviden dikeluarkan, investor akan memburu saham-saham emiten tersebut. Jangan tunggu lagi, momentum pemulihan ekonomi, IPO, dan diramaikan dengan penerbitan obligasi, IHSG sepertinya akan merangkak naik terus.

Minggu Kelabu Menjelang Tahun Baru

Medan Bisnis, 28 Desember 2009
Sudah menjadi sesuatu yang dinanti dimana Bulan Desember hingga dibulan januari selalu menjadi momentum yang dinanti kebanyakan orang untuk menangguk untung dari investasi di pasar modal khususnya saham. Bulan desember yang selalu digunakan oleh hedge fund atau para manager investasi untuk melakukan penyesuaian portofolio agar terlihat bagus di laporan akhir tahun.

Kondisi ini biasanya membuat para pengelola dana memburu saham-saham yang dinilai mempunyai fundamental yang bagus. Biasanya saham-saham yang masuk dalam kategori LQ45atau saham bluechips yang menjadi primadona menjelang tutup tahun. Sementara itu, efek libur panjang di bulan desember juga memberikan berkah tersendiri di bulan januari. Kebanyakan investor yang libur akan terpancing untuk membeli efek di awal kerja mereka di awal tahun. Istilah ini biasa disebut dengan January effect.

Momentum January effect sangat tepat kiranya kalau kita membeli efek disaat harga sedang turun seperti yang terjadi saat ini. Penyelesaian kasus Bank Century yang belum berujung pada peyelesaian serta menyeret beberapa nama penting beberapa penguasa negeri ini. Juga diperparah dengan aksi beberapa emiten yang menerbitkan right issue membuat saham yang terkait turun sangat signifikan.

Ditambah pula minimnya transaksi karena investor sepertinya masih wait and see terhadap permasalahan yang berkembang. Menurut penulis ini merupakan momen yang tepat untuk masuk kepasar. Kenapa? Karena ada beberapa momentum yang belum terlewati dalam waktu dekat ini. Kalau merujuk ke permasalahan Bank Century maka kita bisa memperkirakan seberapa jauh permasalahan ini kedepan.

Panitia khusus yang dibentuk oleh DPR bekerja dalam kurun waktu 2 bulan saja. Apabia kita berhitung maka di bulan januari akhir nanti permasalahan century diperkirakan akan selesai. Dan menurut penulis, dengan mencermati perkembangan kasus century sepertinya beberapa penguasa negeri ini seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Budiono akan mampu melewati semua permasalahan ini.

Alasannya adalah menurut penulis argumen yang disampaikan Mantan Gubernur BI Budiono cukup beralasan dan minim akan adanya penyalahgunaan kekuasaan. Memang, kondisi pasar yang kurang mendukung di tahun 2008 lalu memposisikan pembuat kebijakan dalam posisi dilematis. Sehingga kebijakan apapun yang dikeluarkan pada saat itu tetap akan menimbulkan polemik tentunya. Sekalipun tidak mem-bail out Bank Century yang dinilai sudah bobrok. Pasar yang lebih pro terhadap kebijakan pemerintah saat ini tidak perlu khawatir berlebihan.

Selain itu, Penerbitan saham baru atau Right Issue beberapa emiten juga banyak yang akan masuk ke masa exercise (eksekusi) di bulan januari. The Seven Brothers yang merupakan grup emiten Bakrie yang paling banyak menerbitkan saham bari di bulan januari nanti. Sehingga diharapkan dapat memicu efek kembali menguat setelah melewati masa eksekusinya.

Oleh karena itu, meskipun mayoritas harga saham turun signifikan menjelang akhir tahun ini, namun tidak perlu khawatir karena di bulan januari momen pembalikan arah mulai terlihat. Banyak yang mengalami kerugian menjelang akhir tahun ini. Bahkan ini adalah minggu kelabu karena pasar keuangan kita tidak mampu melewati momen penguatan yang diharapkan dikarenakan banyak faktor.

Meski demikian, penulis yakin bahwa indeks tidak akan beranjak jauh dari level saat ini di 2.500-an hingga tutup akhir tahun ini. Minggu kelabu ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menhkoleksi saham-saham yang memiliki fundamental yang baik. Jangan lewatkan momentum seperti ini.

Harga Komoditas Di Tahun 2010

Medan Bisnis, 21 Desember 2009
Setelah sempat naik dilevel yang tertinggi dan turun tajam pada tahun 2008 silam. Komoditas diperkirakan akan kembali memulai kejayaannya di tahun 2010 nanti. Komoditas seperti CPO, Minyak, Emas, Nikel, Timah dan Batubara serta komoditas lainnya diyakini akan masuk ke babak baru seiring dengan proses pemulihan kondisi perekonomian dunia.

Seperti di tahun 2008 silam, kenaikan harga komoditas seperti minyak mentah dunia dan CPO telah menghantarkan indeks bursa melesat di kisaran level 2.800. Booming harga komoditas sebenarnya juga memberikan dampak lain seperti defisit anggaran pada Negara yang amat tegantung pemenuhan komoditasnya dari Negara lain.

Namun, akan sangat menguntungkan bagi Negara yang mengekspor komoditas tersebut seperti Negara di kawasan timur tengah. Oleh karena itu, apabila kita mengharapkan ada kenaikan pada kinerja indeks bursa, maka sebenarnya kita juga harus mengikuti tren kenaikan harga komoditas. Karena booming harga komoditas selalu diikuti booming harga saham di lantai bursa.

Selain itu, komoditas juga sering dijadikan instrument nvestasi untuk menghindarkan dari tingginya laju tekanan inflasi serta menurunnya nilai tukar suatu mata uang. Biasanya komoditas tersebut bernama emas. Emas merupakan komoditas yang dinilai paling aman diantara komoditas lain sebagai wadah investasi. Selain harganya yang terus naik, kenaikan harga komoditas seperti minyak juga bisa menggiring harga emas ke level yang lebih tinggi.

Selain itu, seper ti yang terjadi beberapa minggu kemarin. Emas sempat bertengger di level tertingginya di kisaran $2.200/troy once, setelah nilai tukar US$ melemah sangat signifikan. Investor yang sebelumnya sempat mengkhawatirkan nilai tukar US$ karena turun tajam dilanda krisis, beralih ke Emas sebagai alternatif investasi yang dinilai mampu menggantikan US$ serta dinilai paling aman.

Investor didunia ini memiliki kecenderungan untuk mengalihkan asset-aset berharga ke dalam suatu portofolio yang memberikan tingkat keamanan yang paling baik. Aset dalam US$ dan Emas merupakan salah satu alternatif yang paling utama yang sering digunakan. Sehingga apabila ada penurunan atau naik disalah satu instrumen tersebut maka akan terjadi sebaliknya pada instrumen yang lain, dan begitu seterusnya.

Dengan perekonomian dunia yang saat ini sedang mengalami proses pemulihan, maka komoditas yang diperkirakan akan mengalami kenaikan harga paling signifikan adalah Minyak Dunia. Minyak mentah selalu menjadi indikator pemulihan ekonomi dunia. Misalkan saja apabila ada suatu Negara yang mengklaim bahwa mereka sedang mengalami pertumbuhan, maka bisa dilihat dari pola konsumsi minyaknya. Kecenderungan pola konsumsi yang naik akan menjadi tolak ukur laju pertumbuhan Negara tersebut sekaligus tolak ukur kenaikan harga minyak mentah dunia.

Dan apabila minyak dunia mengalami kenaikan harga yang signifikan maka biasaya akan diikuti oleh kenaikan pada harga komoditas lain sebagai penyeimbang seperti emas. Sementara CPO, Batubara, nikel dan komoditas lainnya akan mengalami kenaikan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi serta urgensi dari setiap komoditas tersebut dalam menopang proses laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

Meskipun pada umumnya komoditas akan naik secara bersamaan, namun kenaikannya akan bergerak dengan proporsinya masing-masing. Dan kenaikan harga komoditas itu tidak melulu akan berdampak positif bagi perekonomian. Ada dua sisi dampak yang timbul. Akan berdampak positif bagi pasar keuangan dan sekaligus akan menjadi tolak ukur laju pertumbuhan.

Namun, akan menjadi masalah serius apabila lamban dalam penanganannya seperti tekanan inflasi. Negara yang masih memberikan stimulus berupa subsidi untuk konsumsi BBM seperti Indonesia. Diyakini akan menerima beban yang lebih berat karena kenaikan komoditas itu sendiri.

Menjelang Tutup Akhir Tahun dan Tahun Baru

Medan Bisnis, 14 Desember 2009
Kinerja pasar keuangan kita di tahun 2009 ini cukup baik jika diandingkan dengan ditahun sebelumnya. Beberapa indikator ekonomi makro berhasil keluar dari masa resesi yang terjadi menjelang akhir tahun 2008 kemarin. Nilai tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan, laju inflasi, PDB serta beberapa indkator ekonomi lainnya memberikn kinerja yang lebih baik meskipun dibayangi oleh resesi global.

Selain itu, tahun 2009 sekaligus menjadi tahun penuh dengan gejolak politik seperti Pemilu dan Pilpres yang secara substansial bisa saja mengganggu kinerja perekonomian bangsa. Namun, bersyukur pada tuhan kita mampu melewatinya sehingga memicu kita lebih semangat di tahun yang akan datang. Booming awal harga komoditas, daya beli masyarakat yang lebih baik diyakini akan terjadi di tahun 2010 nanti.

Dengan semangat tahun 2009 maka di tahun 2010 sepertinya kita akan mengalami masa dimana kita dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan angka yang lebih tinggi lagi. Optimisme di tahun 2010 juga lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009 ini. Ada 2 faktor utama, yakni Internal dan Eksternal.

Faktor eksternal yang dimaksud adalah proses pemulihan perekonomian dunia yang dimulai dari AS sudah menunjukan proses perubahan ke arah yang lebih baik. Ekonomi AS yang selalu menjadi lokomotif ekonomi dunia merupakan posisi yang sangat vital dalam menentukan arah ekonomi dunia kedepan. Oleh karena itu, perubahan ada indicator ekonomi AS akan menjadi pemicu perubahan indikator ekonomi dunia. Dan kita harapkan akan lebih baik lagi.

Dari sisi internal, Negara kita mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional kendati mengalami kendala karena dunia justru masih dilanda resesi. Laju pertumbuhan yang tercipta telah mengangkat nilai tukar Rupiah serta IHSG yang menjadi terbaik kedua untuk tingkat dunia. Meski demikian ekonomi kita tidak sepenuhnya tahan terhadap guncangan krisis Negara lain seperti yang terjadi pada Dubai baru-baru ini.

Laju tekanan inflasi yang relatif rendah telah membuat Bank Sentral Indonesia memangkas suku bunga secara bertahap (saat ini tetap 6.5%). Pemangkasan tersebut dilakukan tanpa membuat Rupiah bergejolak hebat, karena memang selisih antara BI Rate dan The FED Fund Rate yang masih relatif lebar. Akan tetapi, masa kebijakan moneter yang cukup longgar ini akan berakhir di tahun 2010 nanti. Seiring dengan tekanan laju inflasi yang diperkirakan meningkat di tahun 2010 mendatang.

Nilai tukar rupiah juga akan mengalami tekanan apabila nantinya AS benar-benar mampu keluar dari resesi saat ini. Stimulus yang digelontorkan pemerintah AS harus dibayar dengan tekanan inflasi di tahun 2010 nanti. Dampaknya akan signifikan tatkala investor kembali ke AS dan menarik modalnya dari Indonesia. Penguatan nilai tukar Rupiah serta penguatan IHSG menjadi tolak ukur utama untuk mengetahui arus dana asing yang keluar masuk di negeri kita ini.

Hanya saja, harga minyak yang paling mengkhawatirkan. Proses pemulihan ekonomi dunia akan kembali menyeret harga minyak ke level yang lebih tinggi lagi. Sehingga diperkirakan kenaikan komodotas tersebut akan berdampak signifikan bagi perekonomian kita kedepan. Defisit karena beban subsidi dan kenaikan harga BBM akan menambah laju tekaan inflasi yang berbuntut pada melemahnya nilai tukar Rupiah.

Akan tetapi, Booming komoditas justru akan memberikan dampak positif bagi perdagangan saham. IHSG berpeluang menguat sangat besar karena ada Booming komoditas tersebut. Harga CPO dan minyak mentah akan menjadi katalis baru bagi perburuan saham di lantai bursa. Meskipun akan ada banyak peluang di tahun 2010 namun akan ada banyak tantangan yang menjadi PR bagi pemerintah untuk diselesaikan.

Kemungkinan Reversal Di Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 7 Desember 2009
Bursa amerika kembali menghijau, setelah beberapa hari sebelum pengumumam data ketenaga kerjaan sempat membuat indeks DJIA (Dow Jones Industrial Average) diperdagangkan di teritori negatif. Ekspektasi sebelumnya bahwa tingkat pengangguran akan naik sekitar 119.000 jiwa di AS ternyata tidak terbukti.

Kejutan besar terjadi pada US Dolar. Dengan dikeluarkannya data ketenaga kerjaan (Non Farm Payroll) yang menunjukkan perkembangan luar biasa, Dollar AS terpantau menekan dengan sangat kuat mata uang Euro pada perdagangan hari jumat kemarin. Perdagangan EUR/USD berada pada kisaran 1.5042. Ini merupakan respon pasar yang lebih memilih Dollar AS.

Data ketenaga kerjaan AS membukukan penurunan jumlah tenaga kerja hanya sebesar 11.000 jiwa, sangat jauh berbeda dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya akan terjadi penurunan sebanyak 119.000 jiwa. Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 10% dari sebelumnya 10.2%.

Penguatan US Dolar karena data tersebut diperkirakan akan terus menekan laju mata uang dunia lainnya. Tanpa terkecuali nilai tukar Rupiah. Selain itu, fokus terhadap permasalahan krisis di dubai sepertinya akan tertutupi dengan dirilisnya berita tersebut hingga ada perkembangan isu yang serupa di masa yang akan datang.

Penguatan DJIA dan US Dolar sepertinya akan berjalan mulus setidaknya hingga Natal dan Tahun Baru nanti. Namun, kondisi sebaliknya bisa saja terjadi bagi nilai tukar Rupiah dan mata uang Rupiah. Karena stimulus yang di jalankan pemerintah AS nantinya akan berujung pada meningkatnya laju tekanan inflasi.

Laju inflasi akan berimbas pada kenaikan The FED Fund Rate (Bunga The FED). Mewaspadai kemungkinan kenaikan suku bunga tersebut akan membuat pasar keuangan Indonesia bergejolak. Pembalikan modal atau reversal di pasar keuangan kita bisa saja terjadi, karena US Dolar sebagai mata uang paling aman di dunia ini.

Sehingga penguatan US Dolar nantinya akan menekan nilai tukar Rupiah serta berpotensi membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi. Ada kemungkinan pemulihan ekonomi di AS bisa saja berdampak sebaliknya terhadap Rupiah dan IHSG. Walaupun akan tetap bagus untuk perdagaangan saham dalam jangka panjang.

Meski demikian akan tetap ada hal positif yang mampu menahan pembalikan modal keluar dari Indonesia. Kembali kepada tingkat pertumbuhan yang terjadi selama tahun 2009 dan diperkirakan akan terus meningkat di tahun 2010 mendatang. Laju pertumbuhan yang akan dipertahankan secara konsisten tersebut diyakini akan menjadi daya tarik tersendiri dalam memikat investor.

Selain itu, tekanan laju inflasi di masa yang akan datang akan tetap membuat Bank Indonesia menyesuaikan tingkat suku bunga. Dalam hal ini, BI Rate diperkirakan akan terus naik dan tetap menjaga spread (selisih) antara BI Rate dan The FED Fund Rate dalam angka yang wajar.

Sehingga kalaupun terjadi reversal sepertinya akan hanya sesaat dan tidak akan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Secara historis, pengalaman Indonesia untuk lepas dari keterpurukan di pasar keuangan relatif dapat diatasi, walaupun terkadang kebijakan yang diambil tidak pro dengan sector riil.

Aksi Korporasi dan Krisis Timur Tengah

Medan Bisnis, 30 November 2009
Lagi, pasar modal kita dibayangi oleh sentimen negatif. Sentimen yang muncul salah satunya dari aksi korporasi emiten grup bakrie kembali menggiring IHSG terkoreksi tajam. Aksi yang dimaksud dilakukan oleh emiten PT. Energi Mega Pesada, Tbk (ENRG) dan PT. Darma Henwa, Tbk (DEWA). Kedua emiten tersebut sama-sama menerbitkan right issue (menerbitkan saham baru) dengan harga yang jauh lebih kecil dari harga pasar saham tersebut.

Harga saham ENRG misalnya, yang semula bertengger dikisaran Rp. 270 hingga Rp. 300 per lembar saham harus turun dikisaran Rp. 210 hingga Rp. 230 Per Lembar saham. Hal tersebut dikarenakan oleh penerbitan right issue saham ENRG di harga Rp. 185 per lembar. Hal serupa juga terjadi pada saham DEWA. Dimana sempat bertengger dikisaran Rp. 180 hingga Rp. 200 per lembar, harus turun diharga Rp. 150 per lembar seiring dengan rencana right issue dari emiten tersebut-DEWA di harga Rp. 100 per lembar.

Mengapa penerbitan saham baru (right issue) tersebut membuat harga turun?. Tak lain adalah karena harga nominal dari right tersebut yang lebih kecil dari harga pasar. Selain itu, keengganan investor untuk menyetor sejumlah dana guna menebus right sehingga menimbulkan aksi jual besar-besaran.

Selain aksi korporasi tersebut, pelemahan IHSG juga dipicu oleh melemahnya sejumlah indeks bursa di asia. Dimana kekhawatiran muncul dari Emirat Dubai, yang memiliki beban hutang sebesar $60 Milyar yang dimiliki oleh Dubai World milik pemerintahan setempat.

Penjadwalan hutang tersebut telah menyeret sejumlah indeks bursa asia melemah. Banyak kalangan yang menyebutnya sebagai krisis timur tengah. Dubai yang memiliki proyek besar dibidang property seperti proyek Dubai Burj, Palm Jumeirah. Meminta agar hutangnya dinyatakan standstill, dimana kewajibannya tidak dijalankan minimal selama enam bulan atau hingga Mei 2010.

Penjadwalan tersebut langsung berdampak signifikan bagi bursa di Inggris. Kenapa? Karena Ingris menjadi kreditur terbesar untuk mega proyek yang dijalankan di Dubai. Saham-saham perbankan akan menjadi sasaran dan berpotensi untuk terkoreksi dalam. Hal ini setidaknya akan membuat IHSG terkoreksi hingga beberapa hari kedepan.

Pasar akan diwarnai aksi jual secara besar-besaran. Panic selling hingga perdagangan akhir minggu kemarin masih mewarnai lantai bursa kita. Muncul sebuah pertanyaan, hingga kapan kondisi ini akan berlangsung?. Kalau menurut hemat penulis hingga pemerintah dubai benar-benar serius dalam menyelesaikan permasalahan hutang itu sendiri.

Sehingga dibutuhkan sejumlah langkah konkret serta komitmen pemerintah dubai itu sendiri. Apabila nantinya ada pernyataan yang mampu meyakinkan pasar. Maka, besar kemungkinan adanya tren pembalikan arah.

Pernyataan yang dimaksud adalah merupakan sebuah keyakinan pasar, bagaimana krisis di Timur Tengah diselesaikan, dengan harapan bahwa krisis tersebut tidak berlangsung lama. Sejauh ini, krisis Dubai masih menjadi berita hangat dan akan terus membayangi bursa. Sekaligus menjadi pilihan berita yang tidak baik setidaknya selama sepekan ini.

Menebak Arah Pergerakan Pasar

Medan Bisnis, 23 November 2009
Akhir-akhir ini pasar saham bergerak sangat dengan volatilitas yang cukup tajam. Indeks Harga Saham Gabungan kembali bergerak anomali, namun dengan kecenderungan menguat meskipun indeks bursa regional justru bergerak sebaliknya. Anomali yang terjadi saat ini justru berbeda dengan anomaly yang pernah terjadi sebelumnya. Mungkinkah tren penguatan IHSG dalam beberapa hari terakhir akan dianjutkan dimasa yang akan datang?.

Ada beberapa hal yang menjadi pemicu kenapa indeks kembali menguat beberapa terakhir ini. Pertama tren kenaikan harga saham BUMI yang kembali diincar oleh pemodal asing. Kedua, secara teknikal indeks bursa kita sudah mulai menunjukan titik jenuh jual. Dan ketiga, Tren pemulihan ekonomi global yang terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan III yang naik diatas ekspektasi pasar. Keempat, rencana dari banyak Negara yang masih memberikan stimulus bagi pemulihan ekonomi.

Saham dari emiten PT. Bumi Resources merupakan salah satu saham dengan kapitalisasi pasar terbesar. Pergerakannya memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi IHSG. Manuver kembali dilakukan oleh emiten BUMI tersebut dengan memindahkan hutang sebesar $1.9 Milyar ke BUMI Netherands B.V. Selain itu, kondisi jenuh jual serta ekspektasi pemulihan indeks bursa menyambut tahun baru 2010, membuat pasar kembali melakukan aksi beli saham BUMI karena memang sudah turun cukup signifikan dalam beberapa minggu sebelumnya.

Sehingga, kita bisa saja mengasumsikan bahwa tren kenaikan pada saham BUMI akan berdampak bagi kenaikan sejumlah saham yang berujung pada kenaikan IHSG. Kita juga melihat tren perubahan indeks bursa yang naik beberapa hari terkahir juga ditopang oleh kenaikan harga saham BUMI. Dan pasar sepertinya lebih mempercayai bahwa kenaikan saham BUMI akan lebih bnyak berpengaruh daripada kenaikan indeks bursa regional itu sendiri.

Pada saat indeks bursa global mulai bergairah. Yang ditandai oleh kinerja indeks bursa Dow Jones (DJIA). Maka ekspektasi kedepan adalah pemulihan ekonomi AS sepertinya akan keluar dari masa resesi. Namun, apabila mengutip pernyataan Bapak Purbaya Yudhi Sadewa – Analis Danareksa, bahwa angka pengangguran yang masih tinggi di AS, membuat sulit mengharapkan belanja rumah tangga akan terus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa pemulihan ekonomi AS sudah mulai tampak. Hanya saja akan tetap mengalami kendala selama proses pemulihan tersebut. Terlebih, pemulihan tersebut lebih banyak ditopang oleh dana stimulus dari pemerintah AS. Yang mengindikasikan bahwa pemulihan perekonomian AS belum sepenuhnya ditopang oleh belanja masyarakat, sehingga belum meyakinkan 100% bahwa perekonomian AS akan benar-benar pulih menyongsong tahun 2010 mendatang.

Meskipun perekonomian yang didorong dengan banyak stimulus akan mengalami kerentanan. Akan tetapi Bapak Purbaya meyakini bahwa proses pemulihan akan sulit terjadi tanpa stimulus yang cukup. Oleh karena itu, pasar langsung bereaksi positif tatkala Negara yang tergabung dalam APEC menyatakan akan melanjutkan program stimulusnya untuk menyelamatkan ekonomi.

Pemulihan ekonomi AS dipastikan akan tetap berkesinambungan. Yang akan memberikan keyakinan bagi pelaku pasar akan pemulihan indeks bursa global. Selain itu, keuntungan juga bagi ekonomi Indonesia apabila ekonomi AS mengalami perbaikan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedepan pasar akan terus menggeliat seiring dengan proses pemulihan ekonomi global.

Hukum vs Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 9 November 2009
Akhir-akhir ini, media disibukan dengan pemberitaan mengenai perseteruan antara KPK melawan POLRI. Atau dianalogikan dengan Cicak vs Buaya. Berita tersebut mampu membuat membuat asyarakat Indonesia lupa akan masalah di Padang terkait Gempa. Bahkan lupa akan prioritas program 100 hari kerja kabinet yang baru dibentuk oleh Presiden terpilih SBY.

Kekisruhan hukum yang terjadi di dua institusi penegak hukum di Indonesia, juga sempat diisukan menjadi alasan utama melemahnya nilai tukar Rupiah dan IHSG belakangan ini. Memang salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu Negara dapat menjadi Negara tujuan investasi adalah bahwa Negara tersebut mampu memberikan jaminan hukum.

Namun, benarkah permasalahan Cicak vs Buaya menjadi alasan utama keluarnya dana asing yang mengendap di Indonesia?. Jawaban dari pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab oleh investor itu sendiri. Dinamika pergolakan hukum di Indonesia baru-baru ini, menurut hemat penulis belum sampai pada titik nadir. Dimana pergolakan yang terjadi belum memicu adanya permasalahan sosial yang mengancam keberlangsungan kehidupan bangsa.

Dan permasalahan tersebut juga tidak berpengaruh terhadap perubahan indikator ekonomi nasional. Melemahnya nilai tukar Rupiah dan IHSG menurut hemat penulis masih mengikuti pola pergerakan Indeks global serta penguatan mata uang US Dolar terhadap mata uang utama dunia. Belum ditemukan adanya korelasi yang kuat antara permasahan KPK vs POLRI dengan kinerja pasar keuangan Indonesia.

Memang sejak dibebaskannya ketua non aktif KPK Bibit dan Chandra oleh POLRI. Indeks menguat dan bergerak anomali terhadap pergerakan indeks bursa regional. Namun, anomali tersebut bukan hanya terjadi baru-baru ini. Anomali serupa sering terjadi sebelumnya. Sehingga, kisruh KPK vs POLRI hanya menjadi kambing hitam di pasar keuangan.

Minimnya sentimen pasar serta pergerakan pasar keuangan yang membentuk tren bearish memungkinkan untuk memasukan isu-isu yang berkembang. Akan tetapi, permasalahan itu juga berpotensi menjadi isu fundamental yang dapat meng”goyang” pasar keuangan Indonesia. Apabila permasalahan KPK dan POLRI tidak kunjung usai dan menjadi polemik dikalangan masyarakat dan berpotensi mengganggu kestabilan bangsa.

Sehingga tepat kiranya permasalahan ini harus diselesaikan dengan memenuhi asas keadilan bagi semua serta keberlangsungan pasar keuangan Indonesia kedepan. Harkat dan Martabat bangsa Indonesia harus mampu ditonjolkan didunia Internasional, dan menunjukan bahwa kepastian hukum di Indonesia layak dipertimbangkan dan memenuhi syarat sebagai Negara yang demokratis dan layak untuk investasi.

Untuk pasar keuangan Indonesia sendiri masih akan terus berfluktuasi dengan kecenderungan melemah dalam jangka pendek. Permasalahannya bukan hanya pada pergolakan hukum yang terjadi di Indonesia. Namun, hal yang lebih penting adalah pergerakan harga komoditas seperti minyak, tren pergerakan suku bunga global serta pergerakan indeks bursa global.

Sementara itu, dalam jangka panjang IHSG dan Rupiah memiliki peluang menguat. Setidaknya karena window dressing maupun january effect setelah liburan natal dan tahun baru. Momen tersebut akan menjadi keuntungan tersendiri bagi saham-saham unggulan khususnya BUMN. Dengan dinamika hukum yang bergolak seperti sekarang ini, semoga tidak menghilangkan kesempatan bagi saham untuk membentuk tren naik.

Uang Berkembang “Biak” di Tempat Yang Aman

Medan Bisnis, 26 Oktober 2009
IHSG dan mata uang Rupiah bergerak dengan volaitilitas yang cukup tinggi dalam minggu kemarin. Secara keseluruhan fluktuasi yang terlihat menunjukan bahwa IHSG dan Rupiah bergerak dengan kecenderungan melemah. Pelemahan terjadi justru di saat Indeks bursa global menguat. Anomali di pasar keuangan Indonesia terjadi dikarenakan penguatan IHSG dan Rupiah yang sangat signifikan dalam kurun waktu setahun terakhir.

Rupiah dan IHSG seperti sudah kemahalan dan sangat wajar bila terkoreksi. Meskipun pasar global justru sebagian mengalami euphoria, IHSG dan Rupiah justru masih berjibaku apakah melanjutkan tren penguatan atau justru bergerak berlawanan. Namun, kondisi ini sepertinya tidak berlangsung lama.

Ada beberapa alasan kenapa IHSG dan Rupiah kembali terkoreksi. Pertumbuhan ekonomi AS yang biasa diperlihatkan dengan indikator GDP (Gross Domestic Product) akan dirilis dalam waktu dekat. Ekspektasinya ekonomi AS akan mengalami pertumbuhan selama kuartal 3 tahun ini. Ini merupakan sebuah ekspektasi yang menggembirakan. Sumber dari Bloomberg menyatakan bahwa akan ada pertumbuhan GDP sebesar 3.3% selama kuartal ketiga.

Meskipun berita positif, namun dalam jangka pendek hal tersebut bisa saja berpengaruh negatif bagi IHSG dan Rupiah. Pertumbuhan GDP yang baik selalu diikuti dengan laju inflasi pula. Laju inflasi yang tinggi akan memaksa Bank Sentral AS menaikan suku bunga. Nah, ekspektasi kenaikan suku bunga tersebut akan menggiring dana Asing lari dari Indonesia.

Kebanyakan dana yang masuk melalui Indeks Bursa dan Rupiah berupa dana jangka pendek. Atau biasa diistilahkan dengan Hot Money. Uang tersebut dapat saja pindah dari satu Negara ke Negara lain yang dinilai aman dan lebih menguntungkan. Terlebih Bank Indonesia diperkirakan tidak akan menurunkan BI rate hingga akhir tahun ini. Meskipun Inflasi di Indonesia masih relatif terkendali.

Beberapa alasan lain seperti kenaikan harga minyak dunia yang saat ini berada di kisaran $80/barel. Kenaikan minyak tersebut akan memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Hal ini terjadi karena Negara kita harus membeli minyak mentah dari luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Harga komoditas lainnya juga sudah mulai merangkak naik seperti CPO (crude palm oil).

Kondisi tersebut sebenarnya juga menguntungkan bagi beberapa emiten. Namun, potensi tekanan bagi IHSG dan Rupiah dalam waktu dekat bisa saja terjadi. Setidaknya hingga data ekonomi AS dirilis. Dan telah terbentuk persepsi yang akan membuat pasar lebih realisitis.

Kenapa keterpurukan Rupiah dan IHSG tidak dalam jangka waktu yang lama?. Economic Outlook Indonesia sebenarnya masih sangat bagus. Dan Kepercayaan investor bisa dimulai dari kian membaiknya peringkat Indonesia di mata Internasional. Standard & Poor’s yang merupakan lembaga pemeringkat internasional memberikan perubahan outlook positif untuk Indonesia. Ini juga akan berimbas pada antusias investor asing untuk memburu asset-aset lokal. Nantinya juga akan berimbas pada penguatan IHSG dan Rupiah.

Apabila pemerintah yang baru saat ini mampu mengelola kebijakan fiskal dan moneter dengan sangat hati-hati. Maka kedepan peringkat kredit Indonesia dengan sendirinya juga akan membaik. Kesempatan Indonesia masuk dalam jajaran Negara yang tergolong dalam invesment grade (negara layak investasi) semakin dekat. Karena uang akan berkembang “biak” di tempat yang benar-benar aman dan menguntungkan.

Sejarah Akan Terulang

Medan Bisnis, 19 Oktober 2009History repeats itself, atau sejarah akan terulang. Begitulah istilah yang banyak digunakan oleh para analis teknikal yang mempercayai bahwa pergerakan saham dengan pola tertentu akan terjadi lagi dimasa yang akan datang. Indeks bursa Dow Jones atau DJIA (Dow Jones Industrial Average) telah menembus level 10.000, setelah beberapa tahun sebelumnya juga pernah menembus level tersebut, namun berbalik turun di hantam krisis.

Setelah DJIA menembus level tersebut, keesokan harinya tren penguatan di Dow Jones terus berlanjut. Kenaikan tersebut mengabaikan fundamental ekonomi AS yang dinilai belum sepenuhnya terlepas dari krisis. Tren naik atau Up Trend atau biasa disebut juga dengan Bullish sedang mewabah di beberapa bursa global.

Investor saat ini sangat percaya diri dan mempercayai bahwa DJIA akan sulit untuk turun kebawah level 10.000. Sehingga Dow Futures yang merupakan indikator untuk mengukur pergerakan DJIA pada saat dibuka hingga penutupan pun terus menorehkan angka berwarna hijau yang berarti kecenderungan DJIA tetap keatas.

Keadaan tersebut nantinya akan membuat harga saham relatif mahal dan akan memicu aksi profit taking. Secara teknikal indeks harga saham akan menemui titik jenuh beli yang akan menggiring Indeks menemui titik resisten dan akan menjadi titik balik bagi terkoreksinya indeks. Keadaan serupa juga sedang dialami oleh IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). IHSG bahkan memiliki kinerja yang terbaik di bursa asia. Dan yang terbaik kedua didunia setelah Peru.

IHSG dalam waktu dekat juga akan mengulang sejarah. Dimana IHSG pernah menyentuh level tertingginya di sekitar 2.800 (sebelum krisis melanda AS tahun 2008). Sekarang indeks sudah berada di level 2.500-an. Hingga akhir bulan ini IHSG nantinya akan mampu berada di atas 2.600. Dan akan terus bergerak menguat hingga menembus level 2.700 di bulan November.

Kepercayaan investor akan DJIA salah satu menjadi pemicunya. Selain itu, pembentukan kabinet (terlebih kabinet yang diinginkan pelaku pasar), pelantikan presiden SBY juga akan menjadi sentimen positif bagi IHSG. Meskipun rawan aksi profit taking, namun IHSG sepertinya tidak akan memperdulikan hal tersebut. Membaiknya sentiment positif global serta ekspektasi akan membaiknya perekonomian Indonesia menjadi tulang punggung yang akan membuat IHSG membentuk Bullish Trend.

Kinerja saham emiten BUMI sebenarnya juga sangat potensial merubah arah pergerakan pasar. BUMI yang sedang di-expose karena memiliki hutang yang banyak berpeluang membuat tekanan untuk IHSG. Namun, sejauh ini BUMI mampu mengurangi kerugian yang diakibatkan turunnya harga saham BUMI yang terhitung mulai 2 minggu yang lalu.

Dengan kondisi pasar global yang diperkirakan akan membentuk Bullish Trend, IHSG sepertinya akan membentuk pola yang sama. Meskipun kinerja IHSG dinilai terlalu cepat pulih dibandingkan dengan indeks bursa global. IHSG memang sangat rawan koreksi saat ini. Namun, fundamental ekonomi yang baik akan menjadi landasan yang kokoh dalam jangka panjang. Sehingga meskipun nantinya terkoreksi, IHSG akan cepat menutup kerugiannya.

Perdagangan saham merupakan sebuah seni. Dimana sulit bagi kita untuk merubah persepsi pasar. Namun, setidaknya kita dapat bergerak sesuai dengan persepsi kita masing-masing. Oleh karena itu, pemahaman pasar dari sisi teknikal seharusnya juga diiringi dengan pemahaman fundamental yang memamadai. Sangat mungkin, History Doesn’t Repeat Itself (sejarah tidak akan terulang) apabila pasar tidak didukung oleh fundamental yang mendukung.

BUMI Bergoncang di Ranah Politik

Medan Bisnis, 13 Oktober 2009
Dalam beberapa hari terkahir ini, IHSG bergerak anomali. Yakni melemah meskipun bursa asia kebanyakan menguat. Pelemahan IHSG dipicu oeh turunnya saham emiten group bakrie ata biasa dikenal dengan The Seven Brothers. Ketujuh saham grup bakrie tersebut antara lain : BUMI (Bumi Resources), DEWA (Darma Henwa), TRUB (Truba Alam Manunggal), UNSP (Bakrie Sumatera Plantations), BTEL (Bakrie Telecom), BNBR (Bakrie And Brothers) dan ELTY (Bakrie Development).

Saham BUMI merupakan saham dengan kapitalisasi transaksi paling besar yang diperdagangkan di bursa efek Indonesia. Dan BUMI menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan harga saham yang lain bahkan juga IHSG. Penurunan saham Bakrie minggu kemarin telah memicu saham yang lain ikut turun dan membuat IHSG ditutup turun.

Kenaikan harga komoditas energy dunia belum mampu mengangkat harga saham pertambangan, tatkala BUMI sedang di”goyang” dengan isu membengkaknya hutang emiten BUMI setelah masuknya investor dari China sebagai pemberi pinjaman. Alhasil, dari olah isu yang berkembang ternyata terkuak bahwa BUMI memiliki hutang dengan bunga yang tinggi (19%) dalam mata uang US$.

Isu fundamental tersebut menjadi pemicu ambruknya saham BUMI. Terpilihnya Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar juga tidak banyak menolong saham BUMI yang sedang terjun bebas. Banyak analis bahkan sekelas analis asing yang memperkirakan bahwa BUMI berpotensi turun mulai dari Rp. 2.350/lembar hingga Rp. 1.100/lembar dari harga sebelumnya dikisaran Rp. 3.000/lembar. Tak urung, itu membuat investor takut dan berbondong-bondong menjual saham BUMI.

IHSG ditutup minus karenanya. Padahal biasanya IHSG mampu mencetak gain yang lebih baik apabila indeks bursa Asia naik. Seolah-olah merupakan bentuk koreksi teknikal. IHSG yang telah naik kencang sebelumnya turut disinyalir sebagai pemicu melemahnya IHSG. Dan memang sangat wajar apabila itu yang menjadi alasannya. Koreksi tersebut merupakan sebuah reaksi, karena IHSG dinilai telah jenuh beli (overbought).

Yang menjadi permasalahannya adalah apabila saham BUMI terus terkoreksi seiring dengan isu fundamental yang negatif, sementara sentiment positif baru belum ada. Maka, ada kemungkinan BUMI akan terus turun. Namun, perlu dicermati, terpilihnya Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar berpotensi membuat Partai tersebut berkoalisi dengan Pemerintah.

Apa keuntungannya?. Bakrie yang dikenal dekat dengan Presiden RI saat ini SBY berpeluang kembali duduk dipemerintahan. Posisi strategis kemungkinan akan dimiliki oleh Abu Rizal Bakrie dan akan memberikan peluang naik bagi saham grup Bakrie. Itulah menjadi salah satu alasan utama kenapa investor masih berani mengkoleksi saham BUMI.

Terbukti meskipun sempat turun dalam perdagangan minggu kemarin, namun BUMI kembali menguat pada perdagangan jum’at akhir minggu kemarin. Meskipun penguatan tersebut belum mengembalikan kerugian saham BUMI. Terkesan bahwa BUMI di “goreng”, padahal dengan kapitalisasi pasar yang besar BUMI seharusnya sulit untuk di “goreng”.

Pergerakan saham BUMI minggu kemarin memang kental dengan aksi spekulasi yang berlebihan. Fundamental perusahaan yang sedang jelek didramatisir, sehingga muncul kepanikan yang berujung pada tekanan jual saham BUMI. Namun, begitu harga dinilai sudah rendah, BUMI pun menjadi primadona dan sahamnya naik meskipun IHSG justru ditutup minus (perdagangan jum’at minggu kemarin).

Momen yang digunakan juga sangat tepat, sebelum pemilihan Ketua Umum Golkar saham BUMI sudah mulai bergerak minus. Terlebih pada saat Suya Paloh dijagokan menjadi ketua umum Golkar dalam sebuah survey yang ditayangkan di salah satu stasiun TV. Saat ini, pemilihan tersebut telah usai. Ical begitu sapaan untuk Abu Rizal Bakrie terpilih untuk memimpin Partai Golkar. Dengan Fundamental Ekonomi RI yang solid saat ini, sudah semestinya semua saham memiliki kecenderungan untuk menguat.

Sigap (Gempa) Inflasi

Medan Bisnis, 6 Oktober 2009
Bank sentral AS (The FED) kembli mencabut stimulus yang selama ini diagendakan untuk mengatasi krisis yang terjadi di AS. Kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa Amerika sudah tidak membutuhkan dana stimulus untuk menyeaatkan perekonomian AS kedepan. Mungkinkah ini bertanda bahwa perekonmian AS sudah mulai pulih?.

Sejauh ini, hingga pertengahan minggu kemarin data klaim pengangguran di AS masih terus meningkat, dan diperkirakan akan terus berlangsung hingga awal tahun 2010 mendatang. Ini menjadi salah satu indikator yang belum menggambarkan perekonomian AS benar-benar keluar dari resesi. Atau mungkinkah kebijakan AS mencabut stimulus adalah untuk menahan laju inflasi?

Seperti yang dikemukakan oleh kebanyakan Gubernur Bank Sentral AS yang mengiginkan adanya kenaikan suku bunga untuk menahan laju inflasi. Kemungkinan kebijakan tersebut sepertinya akan tetap menarik untuk diperbincangkan. AS yang sebelumnya terjerembab oleh gagal bayar para debitur di sektor perumahan, kini dihadapkan oleh tekanan laju inflasi yang meningkat dan belum dibarengi dengan daya beli masyarakat yang baik.

Daya beli masyarakat yang tercermin dalam consumer spending terkadang memang menyuguhkan data dengan perubahan lebih baik dalam kurun waktu tertentu. Namun, peranan stimulus AS diyakini sebagai pemicu membaiknya daya beli masyarakat AS. Ini menggambarkan bahwa meskipun ada sinyal perekonomian AS akan pulih, namun kondisinya tidak akan jauh berbeda di awal 2010 mendatang dengan yang terjadi saat ini.

Apabila melihat indeks bursa Dow Jones dalam sesi perdagangan minggu kemarin. Maka DJIA (Dow Jones Industrial Average) masih dibawah tekanan. Indeks Dow Jones membukukan penurunan yang cukup signifikan seiring dengan memburuknya data perekonomian di AS, terutama klaim pengangguran yang terus meningkat. Di bulan oktober ini, bahkan masih muncul pertanyaan akankah Dow Jones Naik atau justru membentuk tren penurunan (bearish).

Korelasinya dengan Indonesia
Tidak begitu berpengaruh mungkin. Indonesia yang masih membukukan pertumbuhan plus diatas 4% justru menerima berkah dari memburuknya perekonomian AS. Capital inflow yang masuk ke Indonesia sebagai salah satunya. Investor justru mengalihkan investasinya ke Indonesia seiring dengan ekspektasi dengan perekonomian Indonesia yang mencatatkan pertumbuhan dibandingkan dengan Negara sekawasan (regional)
Nilai tukar Rupiah terus menguat dan saat ini terus bertahan di kisaran harga Rp. 9.700,- per US$. Penguatan nilai tukar Rupiah akan menahan laju tekanan inflasi. Selain itu, inflasi yang relatif rendah belakangan ini juga akan memberikan ruang bagi penurunan suku bunga lagi.

Seiring dengan penguatan Rupiah, harga minyak dunia juga bergerak dengan fluktuasi yang rendah. Ini akan mempermudah pemerintah dalam mengatur APBN yang memang sangat rentan dan banyak dipengaruhi oleh harga minyak. Dengan begitu ruang kenaikan harga BBM setidaknya mengecil hingga pertengahan tahun 2010 nanti.

Namun pemerintah harus tetap waspada terhadap suku bunga acuan global yang diperkirakan akan kembali naik. Kebijakan Bank Sentral AS yang masih mungkin menaikkan suku bunga berpotensi membuat aliran dana berbalik dari Indonesia. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan, mengingat dana yang masuk ke Indonesia masih berupa dana jangka pendek.

Pelarian modal akan membuat nilai tukar Rupiah melemah. Dan berpotensi membuat inflasi kembali naik. Cadangan devisa juga berpotensi terkuras apabila nantinya pemerintah menilai pelemahan Rupiah sudah sangat mencemaskan. Selain itu, gempa yang terjadi di Sumatera Barat juga berpotensi menambah laju tekanan inflasi.

Indikator-indikator ekonomi masih bisa berubah dan tidak sesuai dengan ekspektasi. Imu pengetahuan manusia tidak sepenuhnya mampu menjawab permasalahan yang kompleks di Bumi ini. Laju inflasi yang sejauh ini mampu diprediksikan analyst ternyata selalu akan berubah tatkala ada variabel yang tidak diketahui seperti terjadinya gempa.

Dicari Obat Krisis

Medan Bisnis, 29 September 2009
Bank Sentral AS atau The FED akan tetap mengelontorkan $1.25 Triliun ke dalam pasar perumahan serta tetap focus pada penyelamatan perekonomian AS. Sumber Bloomberg mengatakan bahwa Amerika Serikat telah membeli asset-asset di sektor perumahan (moortgage backed securities) sebesar $ 694 Milyar sejak bulan januari.

Tidak hanya disitu, Bank Sentral AS atau The FED masih akan menggelontorkan uang sebanyak $ 556 Milyar hingga april 2010 untuk tetap mempertahankan suku bunga rendah. Kebijakan tersebut setidaknya akan memberikan angin segar bagi pasar keuangan global serta menyelamatkan wajah perekonomian dunia dari resesi.

Kebijakan stimulus ini akan tetap menjadi solusi yang dijagokan oleh AS untuk menyelamatkan perekonomian dari resesi yang buruk ini. Dan dalam banyak solusi yang dimiliki pemerintah AS, pembelian asset-aset bermasalah di sektor perumahan menjadi yang paling banyak menghabiskan uang dibandingkan dengan pemulihan di sektor lainnya.

Kebijakan yang dikeluarkan negeri paman sam tersebut, telah menekan suku bunga rata-rata 30 tahun untuk KPR menjadi sekitar 5.04% atau telah mengalami penurunan sebesar 9.4% sejak bulan mei. Kebijakan menyelamatkan perekonomian AS dengan cara menyelamatkan sektor perumahan memang akan menjadi indikator kuat bagi pemulihan ekonomi AS.

Perekonomian AS yang sejauh ini memang diperburuk oleh membengkaknya kredit macet di sektor perumahan AS menjadi biang keladi bagi terpuruknya perekonomian Global. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah AS memang belum menunjukan hasil yang berdampak signifikan bagi pemulihan perekonomian global.

Dampak sistemik yang dihasilkan juga cukup parah. Salah satunya adalah pelemahan nilai tukar US Dolar, hingga sebuah solusi yang berujung pada pengurangan pendapatan para bankir di AS. Para pemimpin dunia bahkan mengusung agar nilai tukar US Dolar dibiarkan tetap melemah guna mengurangi ketidakseimbangan perdagangan global.

Bahkan yang lebih ekstrim adalah munculnya ide agar US Dolar diganti dalam melakkan transaksi perdagangan internasional. Dalam pertemuan kelompok G-20 di AS, ketidakseimbangan perdagangan tersebut akan berganti dengan semakin memburuknya nilai tukar US Dolar di pasar global. Dengan semakin terpuruknya US Dolar, maka untuk Indonesia nilai tukar Rupiah diperkirakan akan terus menguat.

Pelemahan nilai tukar US$ tersebut membuat sejumlah petinggi di Bank Sentral AS berencana untuk menaikkan suku bunga acuannya. Implikasi yang akan didapat adalah meningkatnya tekanan inflasi di AS, meskipun tidak dibarengi oleh laju pertumbuhan yang signifikan. Sangat ironis sekali.

Pada saat suku bunga nantinya dinaikan maka akan menjadi pemicu bagi kenaikan suku bunga acuan global. Inflasi akan mengerek industri ke permasalahan yang baru lagi. Apabila stimulus yang direncanakan AS tetap berjalan. Maka AS perlu banyak uang lagi guna menyelamatkan perekonomiannya.

Semakin tidak efektif stimulus yang digelontorkan maka peluang masuk ke jurang yang lebih dalam semakin besar. Diawali dari sektor perumahan AS yang kacau balau. Mungkinkah penyelesaian masalah juga dilakukan dengan memperbaiki sektor tersebut. Atau adakah solusi lain yang tepat yang dapat mengatasi semua masalah. Satu yang pasti tidak ada obat untuk semua penyakit.

Berharap Inflasi Rendah Di Bulan Ramadhan

Medan Bisnis, 15 September 2009
Sejak kecil hingga hari ini, penulis memperhatikan perilaku konsumtif masyarakat muslim selama bulan Ramadhan. Dimana belum ada perubahan paradigma baru yang merubah pola pikir masyarakat, yang hingga saat ini menjadikan Bulan Ramadhan sebagai bulan untuk mensucikan diri sekaligus untuk mengkoleksi baju baru, tradisi pulang kampung maupun menyantap makanan sedap. Sepertinya ini sudah menjadi sebuah tradisi.

Sebagai umat muslim, penulis menemukan perilaku berlebih-lebihan dan boros pada saat menyantap makanan sahur dan berbuka. Meskipun berperilaku boros tidak sepenuhnya berdampak negatif bagi perekonomian nasional. Namun, ada hal negatif yang ditimbulkan dari perilaku boros yang berdampak pada perekonomian kita bahkan untuk waktu yang sangat lama.

Di saat Ramadhan, masyarakat muslim biasanya akan meningkatkan konsumsi lebih dari 20% di awal ramadhan, kondisi tersebut akan terus meningkat hingga perayaan Idul Fitri. Dan pada 10 hari menjelang lebaran tingkat konsumsi akan berada di titik tertinggi, dimana THR (Tunjangan Hari Raya) menjadi pemicu utama tingginya konsumsi masyarakat.

Fenomena tersebut akan membentuk suatu pola konsumsi yang akan memutar roda perekonomian. Perusahaan akan terus menggenjot penjualan barang yang bersifat fast moving seperti sembako dan sandang. Promosi gencar dilakukan, iklan di TV juga tak ketinggalan memanfaatkan bulan penuh berkah ini.

Semua punya peranan dan semua dapat bagiannya masing-masing. Ibu rumah tangga akan mendapatkan barang-barang yang diinginkannya, perusahaan mendapat omset penjualan dan keuntungan yang naik tajam, bahkan ustadz kebanjiran order memberikan ceramah di masjid-masjid maupun di rumah-rumah warga. Sayang, pola konsumsi ini tidak dilanjutkan di bulan yang lain, kalau bisa maka pertumbuhan ekonomi dan PDB (produk domestik bruto) sudah pasti melewati target pemerintah yang tertuang di APBN sebesar 5.5%.

Namun, ada yang perlu diwaspadai yakni Inflasi. Sejauh ini banyak analis yang memperkirakan bahwa inflasi hingga di tahun 2010 mendatang tidak lebih dari 5%. Sangat masuk akal memang, dan penyumbang inflasi paling besar adalah selama di bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Selain itu, Inflasi akan menjadi indikator bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikan atau menurunkan suku bunga.

Nah andai saja masyarakat kita selama bulan ramadhan tidak menunjukan pola konsumsi yang meningkat, maka seharusnya inflasi jauh lebih kecil lagi. Ingat semakin kecil laju inflasi maka semakin besar ruang penurunan suku bunga. Bukankah sektor riil membutuhkan bunga rendah untuk terus bertahan hidup. Bukankah UMKM juga membutuhkan stimulus bunga yang rendah agar tetap bertahan. Karena sektor rill yang hidup akan mengurangi jumlah pengangguran.

Dan pengangguran yang turun akan mengurangi angka kemiskinan. Bukankah ini menunjukan bahwa dengan tetap berperilaku hemat, bukankah kita pada dasarnya juga turut membantu mengurangi angka kemiskinan!. Seperti dua buah mata pisau, secara ekonomi boros juga memiliki 2 sisi dimana yang satu menguntungkan dan yang satu sangat merugikan.

Fenomena Ramadhan di Indonesia tentunya memiliki perbedaan dengan yang terjadi di Negara lainnya. Kalau di Indonesia masih dapat ditemukan aparat keamanan yang menggusur pedagang kaki lima yang memanfaatkan bulan penuh berkah untuk mengais rezeki. Sangat berbeda dengan beberapa negara Arab, yang masih mampu menunjukan keberpihakan kepada masyarakat miskin.

Hidangan sang pengasih yang meyuguhkan berbagai makanan sahur dan berbuka puasa secara massal, khususnya untuk mereka yang kurang mampu, adalah budaya dan pemandangan yang belum banyak dilakukan di masyarakat kita. Penulis mengucapkan Minal Aidin Wal Fa’Idzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

PHK Di AS Masih Berlanjut

Medan Bisnis, 8 September 2009
Data ketenaga kerjaan AS kembali merilis bahwa selama bulan agustus terdapat sekitar 216.000 orang yang di PHK. Jumlah tersebut lebih kecil dari perkiraan semula, dimana sebelum data tersebut dikeluarkan banyak yang memperkirakan bahwa jumlah yang di PHK di AS selama bulan Agustus sebesar 225.000 orang.

Proses pemulihan ekonomi AS sudah menunjukkan indikasi yang positif dalam dua kuartal 2009, namun pemulihan akan masih tak menentu hingga tahun depan. Yang jadi perkaranya adalah bahwa tingkat pengangguran di AS masih akan terus meningkat, setidak-tidaknya hingga akhir tahun 2009 dan dan awal tahun 2010 mendatang.

Program stimulus yang digelontorkan AS sebelumnya masih belum memberikan jaminan sepenuhnya terhadap pemulihan ekonomi AS kedepan. Dengan pertumbuhan tenaga kerja baru, namun belum diiringi dengan laju pertumbuhan GDP (gross domestic product) yang signifikan maka tingkat penganggurn di AS masih akan naik. Seperti yang pernah dikemukan penulis dalam tulisan sebelumnya, dimana tingkat pengangguran AS akan menjadi 10% menjelang akhir tahun ini.

Beberapa langkah pemberian stimulus oleh presiden Barack Obama seperti stimulus pembelian kendaraan dan rumah belum sepenuhnya berdampak signifikan. Pemerintah AS yang mengelontorkan dana sebesar $ 3 Milyar untuk program "cash for clunkers" yang mendorong warga AS untuk menukar mobil tua mereka dengan $ 4.500 untuk mobil baru memang mampu meminimalisir kebangkrutan sektor otomotif AS.

Tingginya tingkat pengangguran, output ekonomi yang masih stagnan serta pendapatan masyarakat yang juga masih stagnan akan menjadi masalah serius bagi perekonomian AS kedepan. Belum ada perubahan wajah ekonomi di AS yang menunjukan perubahan signifikan. Yang ada hanyalah perubahan data ekonomi yang masih memberikan gambaran buram. Hanya saja masih lebih baik dari perkiraan banyak orang, itu saja.

Sejauh ini, belum ada yang mengetahui sampai sejauh mana tingkat pengangguran di AS akan terus meningkat. Kehawatiran serupa juga akan mewarnai pasar financial AS. Dengan belum ada kepastian yang menjamin bahwa proses recovery akan mulai berjalan cepat, maka masih akan ada kehawatiran yang muncul pada pasar keuangan AS.

Sejauh ini, pemerintah AS telah menggelontorkan $787 Milyar untuk menyelamatkan ekonomi. Wapres AS Joe Biden menyatakan bahwa pada 100 hari pertama menjabat, AS telah mempertahankan 150.000 pekerja dan akan menambah lebih dari 600.000 pekerja pada 100 hari kedua. Sejauh ini, penyumbang tertinggi bagi tingginya PHK ada di sektor penghasil barang AS, dimana ada sekiar 136.000 pekerja kehilangan pekerjaan di sektor tersebut.

Paket stimulus versi AS dan Inggris sepertinya masih akan terus diberlakukan untuk menyelamatkan perekonomian. Banyak kekhawatiran yang timbul apabila paket stimulus tersebut dihentikan. Harapan adanya kiblat ekonomi baru dari Negara AS ke Negara yang lebih menjanjikan seperti China dan India, sepertinya belum mampu menjadi pengganti “ketidakmampuan” AS saat ini.

Berkaca dengan kondisi perekonomian luar yang masih semrawut, Indonesia justru memiliki peluang untuk terus tumbuh. Laju inflasi di Indonesia hingga tahun 2010 mendatang diperkirakan tidak lebih dari 5%, sebuah angka yang relatif kecil. Laju pertumbuhan Indonesia tahun 2010 mendatang direvisi naik menjadi 5.5%.

Namun, pasar finansial Indonesia seperti saham dan nilai tukar Rupiah masih sangat dipengaruhi faktor eksternal. Sejauh ini, grafik pergerakan Indeks Bursa Indonesia memiliki kemiripan dengan DJIA (dow jones industrial average). Sehingga tren DJIA yang masih mengkhawatirkan akan terus membayangi IHSG yang justru memiliki fundamental yang lebih baik.

Bayang-bayang buram tersebut mudah-mudahan tidak berpengaruh banyak bagi IHSG yang diperkirakan akan kembali mencatatkan kenaikan hingga akhir tahun ini. Pada hari ini, penulis perkirakan IHSG akan kembali naik seiring dengan lonjakan pada indeks bursa di AS. Namun apakah nantinya penurunan bursa di AS juga akan berakhir serupa pada IHSG?. Semoga saja tidak.

Mengukur Pemulihan Ekonomi Dari Harga Komoditas (Minyak)

Medan Bisnis, 1 September 2009
Resesi yang dalam di Amerika Serikat saat ini turut dibarengi dengan anjloknya harga komoditas seperti Minyak. Pada pertengahan tahun 2008, harga minyak dunia sempat menyentuh level tertingginya $147/barel. Dan sempat anjlok diharga $35/barel di akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009. Penurunan harga minyak tersebut terjadi seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi global yang dimotori oleh Amerika Serikat.

Pada saat ini, harga minyak dunia mulai menunjukan penguatannya dan relatif stabil di harga $70/barel. Minyak merupakan “makanan utama” bagi mesin agar terus berputar. Perputaran mesin yang semakin cepat mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi sedang bergerak keatas. Jika permintaan minyak selalu dibarengi dengan laju pertumbuhan, maka penurunan permintaan minyak mengindikasikan sebaliknya.

Dan saat ini kita sedang berada di persimpangan, apakah harga minyak akan naik terus atau justru kian terpuruk dan kembali menuju resesi. Berdasarkan data historis, harga minyak selalu memiliki kecenderungan menurun di bulan akhir setiap tahunnya hingga 2 bulan pertama di tahun selanjutnya. Apa yang mempengaruhi penurunan harga minyak tersebut?.

Ada banyak faktor, iklim merupakan salah satunya. Iklim dingin yang terjadi di benua Amerika dan Eropa pada saat akhir tahun akan meningkatkan permintaan akan minyak oleh Negara-negara yang dinilai lebih kaya dan maju dibandingkan Negara di benua lain (selain eropa dan amerika). Permintaan minyak yang tinggi akan mengangkat harga minyak dunia, Ini merupakan kenaikan minyak secara musiman.

Kalau kenaikan minyak dilihat dari pertumbuhan ekonomi, maka China dan India akan menambah daftar Negara yang haus akan minyak untuk memenuhi kebutuhan negerinya yang dibarengi dengan laju pertumbuhan ekonomi yang saat ini tercepat di dunia. Ada potensi harga minyak akan naik diluar ekspektasi apabila kedua Negara tersebut terus mengalami laju pertumbuhan yang cepat secara konstan.

Penulis memperkirakan di bulan September nanti merupakan bulan dimana harga minyak akan mencapai titik tertingginya. Karena di bulan tersebut Negara-negara kaya akan mengumpulkan minyak guna mengantisipasi pergantian musim, sehingga ini akan menjadi pendorong naiknya permintaan, dan menjadi pemicu kenaikan harga minyak. Dan setelah musim dingin di awal tahun 2010 nanti baru harga minyak akan kembali merangsek keatas.

Seiring dengan ekspektasi bahwa pemulihan ekonomi global akan dimulai ditahun 2010 mendatang. Apabila proyeksi tersebut tepat, maka di pertengahan tahun 2010 nanti kita baru akan melihat harga minyak merangkak naik dan mendekati harga $100/barel. Hingga akhir tahun ini, harga minyak dunia sepertinya akan mencapai titik tertinggi pada range harga $75 - $80/barel.

Pemerintah Indonesia sepertinya akan melakukan perubahan dalam APBN (anggaran pendapatan belanja Negara), karena memprediksikan bahwa rata-rata harga minyak di tahun 2010 sebesar $65/barel. Jika proses pemulihan ekonomi global berjalan lambat, maka pemerintah masih bisa bernafas. Namun, melihat indikator ekonomi yang dikeluarkan oleh Negara adidaya (wak sam). Seperti data ekonomi di sektor manufaktur, property dan ritel yang terus membaik.

Meskipun belum menunjukan adanya perubahan yang signifikan, namun data tersebut kian hari dirilis membaik apabila dibandingkan pada saat ekonomi AS hancur pada titik terendahnya menjelang akhir tahun 2008 silam. Sehingga ini merupakan pertanda bahwa proses pemulihan memang benar telah dimulai.

Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah harus siap menghadapi kemungkinan bahwa harga BBM kemungkinan besar akan naik kembali. Konversi energy dari penggunaan minyak tanah menjadi gas harus lebih digiatkan dan tepat sasaran. Memanfaatkan sumber energy lain yang dapat dihasilkan dari tumbuhan (sawit, Jagung, Kacang kedelai). Menaikan produksi (lifting) minyak, memprioritaskan penggunaan minyak dalam negeri, hingga kebijakan dalam menerapkan kebijakan hemat energy.

Seperti sebelumnya, kenaikan harga minyak selalu menjadi pemicu besarnya defisit APBN, karena pemerintah masih terus melakukan kebijakan subsidi. Kenaikan harga minyak nantinya juga akan membawa Indeks bursa naik tinggi. Ingat booming harga minyak selalu diikuti dengan kenaikan pada indeks bursa. Jika kita tidak siap mengantisipasi kenaikan harga minyak, maka kita lupa bahwa Indonesia memiliki peluang besar mengukir laju pertumbuhan seperti Negara China.