Saturday, January 23, 2010

Pansus Bank Century Rumit, Pasar Keuangan Tetap Melejit

Medan Bisnis, 18 Januari 2010
Keributan kembali mewarnai pasus yang saat sedang memeriksa tokoh-tokoh penting negeri ini. Sebut saja Sri Mulyani, Raden Pardede hingga mantan wakil presiden Jusuf Kalla. Saling lempar bola panas pun terjadi, seperti Sri Mulyani yang merasa ditipu karena data dari Bank Indonesia yang ia terima sewaktu menjabat sebagai ketua KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) tidak akurat dan berubah-ubah.

Kemelut yang terjadi dihadapkan pada sidang DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) tersebut mencerminkan rentannya kondisi politik dalan negeri kita. Etika setiap anggota pansus dalam menyelidiki masalah Bank Century dituding menjadi biang kerok terhadap kisruhnya masalah penyelesaian Bank Century yang dinilai sangat lambat. Kondisi-kondisi ini sebenarnya juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para pelaku pasar keuangan di negeri ini.

Beruntung kita masih memiliki kondisi fundamental yang lebih baik dibandingkan dengan negeri lain. Sehingga Negara kita masih dinilai lebih menarik sebagai tempat investasi. Permasalahan Bank Century yang dinilai kontroversial mentok pada permasalahan dampak sistemik serta faktor psikologis yang dihadapai sewaktu membuat keputusan (bailout century).

Sebagian anggota DPR meyakini bahwa Bank Century sebenarnya dirampok. Dan bukan karena dampak krisis global pada saat itu. Krisis di AS kemarin memang sangat berpengaruh pada dunia industry perbankan global. Kalau Lehman & Brothers yang menyandang predikat Bank besar kelas dunia dan terlalu sulit untuk bangkrut, justru di tahun 2008-2009 kita telah melihat kebangkrutannya. Dan bagaimana dengan Bank sekelas century.

Dampak sistemik yang terjadi juga sangat luar biasa di Amerika dan dunia. Industri perbankan menjadi sangat rentan dan terancam bangkrut. Krisis tersebut dinilai sebagai krisis yang paling buruk yang pernah terjadi. Nah kalau Bank Century yang kalah kliring langsung dijadikan Bank pesakitan oleh BI tentunya sangat beralasan dengan kondisi perbankan global yang mengkhawatirkan. Namun, fakta yang terjadi seperti jumlah bailout yang berubah-ubah pada saat rapat KKSK menjadi alasan utama dan perlu untuk diusut sampai tuntas.

Dan bayangkan pula apa yang akan terjadi misalkan pada saat itu Bank Century dinyatakan bangkrut dan ditutup. Yang pasti adalah kepanikan yang luar biasa yang berpotensi membuat terjadinya pembalikan modal ke luar negeri. Ini akan berdampak pada melemahnya nilai tukar Rupiah serta Indeks Bursa Saham. Kalau Rupiah melemah tajam maka dengan sangat menyesal kita akan kembali ke kondisi tahun 1997-1998 silam.

Secara psikologis kalau kita berada pada kondisi tersebut tentunya bingung untuk memposisikan diri serta kebijakan apa yang akan diambil. Dan kebijakan yang akan diambil tentunya harus cepat karena Bank Century ibarat pasien yang telah diinapkan di ruang ICU. Pertanyaan yang menonjol adalah bagaimana menyelamatkan Bank Century sehingga tidak menular ke Bank Lainnya, dan bukan kepermasalahan bagaimana Bank Century bisa sakit maupun kronologis lainnya. Kalaupun muncul pertanyaan demikian maka sebaiknya diusut setelah semuanya kembali normal.

Kita juga telah memiliki mekanisme untuk menyelesaikan masalah dugaan korupsi seperti KPK. Nuansa politis sangat kental pada saat dilakukannya rapat Pansus Bank Century. Dimana setiap anggota saling tuding ke penguasa partai berkuasa maupun yang pernah berkuasa sebelumnya dan dianggap sebagai orang yang dinilai pantas bertanggung jawab terhadap Bank Century. Bahkan permasalahan yang pernah terjadi sebelumnya seperti proses merger yang dinilai juga dengan banyak masalah.

Pansus Bank Century yang sangat lamban dalam mengungkap motif utama bailout Bank Century secara psikologis akan mempengaruhi pelaku pasar dalam membuat kebijakan. Apalagi kalau sampai menyeret para penguasa negeri ini. Momen penguatan di pasar finansial kita juga terancam hilang. Namun sejauh ini pasar finansial kita tetap menarik meskipun dibayangi kemelut politik. Semoga cepat berakhir.

Data Ketenaga Kerjaan AS, Nilai Tukar dan Indeks Bursa

Medan Bisnis, 11 Januari 2010Mata uang AS US$ kembali tertekan terhadap sejumlah mata uang utama dunia seperti Yen Jepang. Pelemahan tersebut dipicu oleh memburuknya data sektor ketenaga kerjaan AS yang dirilis lebih buruk dari ekspektasi sebelumnya. Sebelumnya banyak analis yang memperkirakan bahwa hanya akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 3.000 hingga 11.000 jiwa.

Namun, data yang telah dirilis menunjukan bahwa telah terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 85.000 jiwa. Kondisi tersebut membuat pasar keuangan AS baik mata uang dan Indeks Bursa Dow Jones (DJIA) diperdagangkan turun selama sesi perdagangan. Hanya saja DJIA mampu menguat menjelang sesi penutupan perdagangan.

Data tersebut sekaligus tetap membuat tingkat pengangguran AS tidak banyak berubah di angka 10.2%. Padahal di bulan desember kemarin seharusnya lebih sedikit tenaga kerja yang tidak terserap seiring dengan perayaan natal dan tahun baru. Tingkat pengangguran AS diperkirakan akan tetap berada di atas 10% setidaknya hinga bulan juli mendatang. Sebuah kondisi dimana tidak akan berpengaruh banyak pada kinerja keuangan AS.

Sementara itu, stimulus yang pernah digelontorkan pemerintah AS sepertinya akan menuai inflasi di tahun 2010 ini. Oleh karena itu, suku bunga di AS akan mulai beranjak naik meskipun dalam angka yang tidak signifikan. Ini merupakan kesempatan buat Negara yang tergolong emerging market (berkembang) untuk menerima dana yang akan mengalir masuk termasuk Indonesia.

Para investor sudah mulai untuk masuk ke pasar yang lebih beresiko karena memberikan imbal hasil yang lebih baik dibandingkan dengan AS. Indeks bursa Indonesia misalnya, diperkirakan akan mengalami penguatan seiring dengan masuknya investor asing. Selain itu, nilai tukar rupiah bahkan diprediksi akan menguat tajam mendekati level Rp.9000/US$.

Namun, penguatan Rupiah diperkirakan akan tertahan, karena BI (Bank Indonesia) diperkirakan akan melakukan stabilisasi terhadap nilai tukar Rupiah agar tidak berfluktuasi secara tajam. Dengan penguatan nilai tukar Rupiah yang cukup signifikan nantinya akan memperbesar peluaang BI untuk menambah cadangan devisa. Namun, Rupiah yang kuat juga akan berdampak pada laju inflasi yang tinggi, karena impor justru akan naik.

Terlebih apabila dikaitkan dengan ACFTA (Asean China Free Trade Area), maka akan lebih banyak barang dari luar khususnya China yang masuk kepasar kita. Untuk itu perlu stabilisasi nilai tukar sehingga memberikan ketenangan kepada pelaku industri yang sangat bergantung pada perubahan nilai tukar Rupiah.

Yang paling terpukul adalah ekspor Negara kita apabila Rupiah terus saja menguat tanpa ada intervensi pemerintah. Pasar ekspor berpotensi akan turun turus dan membuat harga barang kita kurang bisa bersaing dipasar internasional. Sehingga kendati Rupiah menguat bukan berarti selamanya akan menjadi berita bagus buat kita. Tetap ada konsekuensi yang akan kita terima.

Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah juga akan membuat banyak spekulan yang mulai membeli US Dolar. Untuk dijual nanti pada saat US$ kembali perkasa terhadap mata uang dunia. Namun, masih banyak faktor lain seperti harga minyak dunia yang cenderung naik yang nantinya akan menekan nilai tukar Rupiah. Kalau dicermati sebenarnya kita hanya berputar-putar bagaimana menyeimbangkan ekonomi kita ditengah perubahan peradaban yang sedang kita lalui.

Tahun 2010, Tahun Berinvestasi Saham

Medan Bisnis, 4 Januari 2010
Tahun 2009 telah berlalu. Pasar keuangan Indonesia kembali memasuki babak baru di tahun 2010 ini. Dimana masih menyisakan permasalahan dari tahun 2009 yang berpeluang membuat pasar keuangan Indonesia di tahun 2010 ini kurang bergairah. Diantaranya adalah permasalahan kasus Bank Century.

Walaupun di akhir tahun 2009 kemarin IHSG justru menorehkan kinerja positif, Rupiah juga stabil. Namun anomali yang terjadi di akhir tahun kemarin bukan jaminan akan diteruskan di tahun 2010 ini. Meskipun banyak yang menilai bahwa tahun 2010 tahun yang pas untuk berinvestasi di saham maka sebenarnya momentum itu bisa dimanfaatkan di akhir tahun 2009 kemarin.

Koreksi yang tajam di bulan desember tahun 2009 kemarin, sebenarnya menjadi momen yang tepat untuk mengkoleksi saham. Dan cukup berpeluang untuk membeli US Dolar. Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang justru naik meskipun di asia justru bergerak sebaliknya. Menandakan bahwa investor percaya tahun 2010 ini IHSG akan menorehkan kinerja positif.

Kinerja IHSG yang menjadi bursa terbaik di Asia sepertinya akan tetap menjadi yang terbaik di tahun 2010 ini. Selain akan diperbanyak oleh jumlah emiten yang IPO (initial public offering), penerbitan obligasi yang dikeluarkan pemerintah juga turut meramaikan perdagangan efek tahun 2010 ini. Aksi korporasi serta kebutuhan pembiayaan pemerintah untuk APBN maupun korporat.

Diantara efek-efek yang ramai diperdagangkan, obligasi memiliki resiko yang lebih besar karena ancaman inflasi di tahun 2010 ini. Sementara saham memiliki kecenderungan membaik seiring dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik pula. Inflasi akan menjadi ancaman serius karena akan tumbuh seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Inflasi pada dasarnya akan mengerek suku bunga ke atas, dan secara substansial akan membuat harga saham terkoreksi. Namun, booming komoditas di tahun 2010 ini sepertinya akan lebih mengendalikan laju penguatan harga saham dibandingkan dengan laju tekanan inflasi. Berbeda dengan harga saham, obligasi yang memberikan imbal hasil tidak jauh dari BI Rate berpeluang diperdagangkan at discount atau lebih kecil dari nilai par (100%) nya.

Untuk itu, obligasi baik yang dikeluarkan pemerintah maupun koporat harus mempertimbangkan laju tekanan inflasi di tahun 2010 ini. Posisi BI rate di 6.5% sepertinya akan tergiring keatas. Kupon obligasi harus mampu diatas laju tekanan inflasi di tahun 2010 ini. Kalau tidak mau diperdagangkan at discount. Namun, karakter investor yang tidak melulu melihat faktor fluktuasi harga yang diakibatkan oleh inflasi, namun lebih pada investasi hingga jatuh tempo. Tetap akan memilih produk-produk obligasi.

Selain itu di tahun 2010 ini, akan banyak emiten yang akan melakukan Go Public. Bahkan beberapa emiten tersebut berstatus milik Negara atau BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Emiten BUMN tersebut diantaranya PT. Pembangunan Perumahan, PT. Perkebunan Nusantara III dan IV, Garuda Indonesia dan Krakatau Steel. Dan masih ada emiten BUMN Lainnya yang belum disebutkan.

Banyaknya emiten yang akan terdaftar di Bursa akan menambah jumlah transaksi saham nantinya. Baik dari sisi volume, frekuensi hingga nilai transaksi. Proses penjamin emisi saham sebelum terdaftar di lantai bursa nantinya akan dilakukan oleh perusahaan sekuritas. Sehingga sebagai investor kita dapat melakukan proses pembelian pertama di sekuritas tersebut.

Diantara sekuritas yang menjadi penjamin emisi, PT. Danareksa Sekuritas merupakan salah satu penjamin emisi terbesar bagi emiten yang akan melantai di tahun 2010 ini. Dengan statusnya sebagai BUMN, pengalaman, dan yang paling tua di Indonesia, maka wajar jika dipercaya untuk menjadi penjamin emisi baik saham dan obligasi.

Tahun 2010 merupakan tahun pemulihan perekonomian dunia. Setidaknya optimisme tersebut muncul dari para analis. Pertengahan tahun selalu menjadi momentum bagi emiten untuk membagikan deviden, sebelum deviden dikeluarkan, investor akan memburu saham-saham emiten tersebut. Jangan tunggu lagi, momentum pemulihan ekonomi, IPO, dan diramaikan dengan penerbitan obligasi, IHSG sepertinya akan merangkak naik terus.

Minggu Kelabu Menjelang Tahun Baru

Medan Bisnis, 28 Desember 2009
Sudah menjadi sesuatu yang dinanti dimana Bulan Desember hingga dibulan januari selalu menjadi momentum yang dinanti kebanyakan orang untuk menangguk untung dari investasi di pasar modal khususnya saham. Bulan desember yang selalu digunakan oleh hedge fund atau para manager investasi untuk melakukan penyesuaian portofolio agar terlihat bagus di laporan akhir tahun.

Kondisi ini biasanya membuat para pengelola dana memburu saham-saham yang dinilai mempunyai fundamental yang bagus. Biasanya saham-saham yang masuk dalam kategori LQ45atau saham bluechips yang menjadi primadona menjelang tutup tahun. Sementara itu, efek libur panjang di bulan desember juga memberikan berkah tersendiri di bulan januari. Kebanyakan investor yang libur akan terpancing untuk membeli efek di awal kerja mereka di awal tahun. Istilah ini biasa disebut dengan January effect.

Momentum January effect sangat tepat kiranya kalau kita membeli efek disaat harga sedang turun seperti yang terjadi saat ini. Penyelesaian kasus Bank Century yang belum berujung pada peyelesaian serta menyeret beberapa nama penting beberapa penguasa negeri ini. Juga diperparah dengan aksi beberapa emiten yang menerbitkan right issue membuat saham yang terkait turun sangat signifikan.

Ditambah pula minimnya transaksi karena investor sepertinya masih wait and see terhadap permasalahan yang berkembang. Menurut penulis ini merupakan momen yang tepat untuk masuk kepasar. Kenapa? Karena ada beberapa momentum yang belum terlewati dalam waktu dekat ini. Kalau merujuk ke permasalahan Bank Century maka kita bisa memperkirakan seberapa jauh permasalahan ini kedepan.

Panitia khusus yang dibentuk oleh DPR bekerja dalam kurun waktu 2 bulan saja. Apabia kita berhitung maka di bulan januari akhir nanti permasalahan century diperkirakan akan selesai. Dan menurut penulis, dengan mencermati perkembangan kasus century sepertinya beberapa penguasa negeri ini seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Budiono akan mampu melewati semua permasalahan ini.

Alasannya adalah menurut penulis argumen yang disampaikan Mantan Gubernur BI Budiono cukup beralasan dan minim akan adanya penyalahgunaan kekuasaan. Memang, kondisi pasar yang kurang mendukung di tahun 2008 lalu memposisikan pembuat kebijakan dalam posisi dilematis. Sehingga kebijakan apapun yang dikeluarkan pada saat itu tetap akan menimbulkan polemik tentunya. Sekalipun tidak mem-bail out Bank Century yang dinilai sudah bobrok. Pasar yang lebih pro terhadap kebijakan pemerintah saat ini tidak perlu khawatir berlebihan.

Selain itu, Penerbitan saham baru atau Right Issue beberapa emiten juga banyak yang akan masuk ke masa exercise (eksekusi) di bulan januari. The Seven Brothers yang merupakan grup emiten Bakrie yang paling banyak menerbitkan saham bari di bulan januari nanti. Sehingga diharapkan dapat memicu efek kembali menguat setelah melewati masa eksekusinya.

Oleh karena itu, meskipun mayoritas harga saham turun signifikan menjelang akhir tahun ini, namun tidak perlu khawatir karena di bulan januari momen pembalikan arah mulai terlihat. Banyak yang mengalami kerugian menjelang akhir tahun ini. Bahkan ini adalah minggu kelabu karena pasar keuangan kita tidak mampu melewati momen penguatan yang diharapkan dikarenakan banyak faktor.

Meski demikian, penulis yakin bahwa indeks tidak akan beranjak jauh dari level saat ini di 2.500-an hingga tutup akhir tahun ini. Minggu kelabu ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menhkoleksi saham-saham yang memiliki fundamental yang baik. Jangan lewatkan momentum seperti ini.

Harga Komoditas Di Tahun 2010

Medan Bisnis, 21 Desember 2009
Setelah sempat naik dilevel yang tertinggi dan turun tajam pada tahun 2008 silam. Komoditas diperkirakan akan kembali memulai kejayaannya di tahun 2010 nanti. Komoditas seperti CPO, Minyak, Emas, Nikel, Timah dan Batubara serta komoditas lainnya diyakini akan masuk ke babak baru seiring dengan proses pemulihan kondisi perekonomian dunia.

Seperti di tahun 2008 silam, kenaikan harga komoditas seperti minyak mentah dunia dan CPO telah menghantarkan indeks bursa melesat di kisaran level 2.800. Booming harga komoditas sebenarnya juga memberikan dampak lain seperti defisit anggaran pada Negara yang amat tegantung pemenuhan komoditasnya dari Negara lain.

Namun, akan sangat menguntungkan bagi Negara yang mengekspor komoditas tersebut seperti Negara di kawasan timur tengah. Oleh karena itu, apabila kita mengharapkan ada kenaikan pada kinerja indeks bursa, maka sebenarnya kita juga harus mengikuti tren kenaikan harga komoditas. Karena booming harga komoditas selalu diikuti booming harga saham di lantai bursa.

Selain itu, komoditas juga sering dijadikan instrument nvestasi untuk menghindarkan dari tingginya laju tekanan inflasi serta menurunnya nilai tukar suatu mata uang. Biasanya komoditas tersebut bernama emas. Emas merupakan komoditas yang dinilai paling aman diantara komoditas lain sebagai wadah investasi. Selain harganya yang terus naik, kenaikan harga komoditas seperti minyak juga bisa menggiring harga emas ke level yang lebih tinggi.

Selain itu, seper ti yang terjadi beberapa minggu kemarin. Emas sempat bertengger di level tertingginya di kisaran $2.200/troy once, setelah nilai tukar US$ melemah sangat signifikan. Investor yang sebelumnya sempat mengkhawatirkan nilai tukar US$ karena turun tajam dilanda krisis, beralih ke Emas sebagai alternatif investasi yang dinilai mampu menggantikan US$ serta dinilai paling aman.

Investor didunia ini memiliki kecenderungan untuk mengalihkan asset-aset berharga ke dalam suatu portofolio yang memberikan tingkat keamanan yang paling baik. Aset dalam US$ dan Emas merupakan salah satu alternatif yang paling utama yang sering digunakan. Sehingga apabila ada penurunan atau naik disalah satu instrumen tersebut maka akan terjadi sebaliknya pada instrumen yang lain, dan begitu seterusnya.

Dengan perekonomian dunia yang saat ini sedang mengalami proses pemulihan, maka komoditas yang diperkirakan akan mengalami kenaikan harga paling signifikan adalah Minyak Dunia. Minyak mentah selalu menjadi indikator pemulihan ekonomi dunia. Misalkan saja apabila ada suatu Negara yang mengklaim bahwa mereka sedang mengalami pertumbuhan, maka bisa dilihat dari pola konsumsi minyaknya. Kecenderungan pola konsumsi yang naik akan menjadi tolak ukur laju pertumbuhan Negara tersebut sekaligus tolak ukur kenaikan harga minyak mentah dunia.

Dan apabila minyak dunia mengalami kenaikan harga yang signifikan maka biasaya akan diikuti oleh kenaikan pada harga komoditas lain sebagai penyeimbang seperti emas. Sementara CPO, Batubara, nikel dan komoditas lainnya akan mengalami kenaikan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi serta urgensi dari setiap komoditas tersebut dalam menopang proses laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

Meskipun pada umumnya komoditas akan naik secara bersamaan, namun kenaikannya akan bergerak dengan proporsinya masing-masing. Dan kenaikan harga komoditas itu tidak melulu akan berdampak positif bagi perekonomian. Ada dua sisi dampak yang timbul. Akan berdampak positif bagi pasar keuangan dan sekaligus akan menjadi tolak ukur laju pertumbuhan.

Namun, akan menjadi masalah serius apabila lamban dalam penanganannya seperti tekanan inflasi. Negara yang masih memberikan stimulus berupa subsidi untuk konsumsi BBM seperti Indonesia. Diyakini akan menerima beban yang lebih berat karena kenaikan komoditas itu sendiri.

Menjelang Tutup Akhir Tahun dan Tahun Baru

Medan Bisnis, 14 Desember 2009
Kinerja pasar keuangan kita di tahun 2009 ini cukup baik jika diandingkan dengan ditahun sebelumnya. Beberapa indikator ekonomi makro berhasil keluar dari masa resesi yang terjadi menjelang akhir tahun 2008 kemarin. Nilai tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan, laju inflasi, PDB serta beberapa indkator ekonomi lainnya memberikn kinerja yang lebih baik meskipun dibayangi oleh resesi global.

Selain itu, tahun 2009 sekaligus menjadi tahun penuh dengan gejolak politik seperti Pemilu dan Pilpres yang secara substansial bisa saja mengganggu kinerja perekonomian bangsa. Namun, bersyukur pada tuhan kita mampu melewatinya sehingga memicu kita lebih semangat di tahun yang akan datang. Booming awal harga komoditas, daya beli masyarakat yang lebih baik diyakini akan terjadi di tahun 2010 nanti.

Dengan semangat tahun 2009 maka di tahun 2010 sepertinya kita akan mengalami masa dimana kita dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan angka yang lebih tinggi lagi. Optimisme di tahun 2010 juga lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009 ini. Ada 2 faktor utama, yakni Internal dan Eksternal.

Faktor eksternal yang dimaksud adalah proses pemulihan perekonomian dunia yang dimulai dari AS sudah menunjukan proses perubahan ke arah yang lebih baik. Ekonomi AS yang selalu menjadi lokomotif ekonomi dunia merupakan posisi yang sangat vital dalam menentukan arah ekonomi dunia kedepan. Oleh karena itu, perubahan ada indicator ekonomi AS akan menjadi pemicu perubahan indikator ekonomi dunia. Dan kita harapkan akan lebih baik lagi.

Dari sisi internal, Negara kita mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional kendati mengalami kendala karena dunia justru masih dilanda resesi. Laju pertumbuhan yang tercipta telah mengangkat nilai tukar Rupiah serta IHSG yang menjadi terbaik kedua untuk tingkat dunia. Meski demikian ekonomi kita tidak sepenuhnya tahan terhadap guncangan krisis Negara lain seperti yang terjadi pada Dubai baru-baru ini.

Laju tekanan inflasi yang relatif rendah telah membuat Bank Sentral Indonesia memangkas suku bunga secara bertahap (saat ini tetap 6.5%). Pemangkasan tersebut dilakukan tanpa membuat Rupiah bergejolak hebat, karena memang selisih antara BI Rate dan The FED Fund Rate yang masih relatif lebar. Akan tetapi, masa kebijakan moneter yang cukup longgar ini akan berakhir di tahun 2010 nanti. Seiring dengan tekanan laju inflasi yang diperkirakan meningkat di tahun 2010 mendatang.

Nilai tukar rupiah juga akan mengalami tekanan apabila nantinya AS benar-benar mampu keluar dari resesi saat ini. Stimulus yang digelontorkan pemerintah AS harus dibayar dengan tekanan inflasi di tahun 2010 nanti. Dampaknya akan signifikan tatkala investor kembali ke AS dan menarik modalnya dari Indonesia. Penguatan nilai tukar Rupiah serta penguatan IHSG menjadi tolak ukur utama untuk mengetahui arus dana asing yang keluar masuk di negeri kita ini.

Hanya saja, harga minyak yang paling mengkhawatirkan. Proses pemulihan ekonomi dunia akan kembali menyeret harga minyak ke level yang lebih tinggi lagi. Sehingga diperkirakan kenaikan komodotas tersebut akan berdampak signifikan bagi perekonomian kita kedepan. Defisit karena beban subsidi dan kenaikan harga BBM akan menambah laju tekaan inflasi yang berbuntut pada melemahnya nilai tukar Rupiah.

Akan tetapi, Booming komoditas justru akan memberikan dampak positif bagi perdagangan saham. IHSG berpeluang menguat sangat besar karena ada Booming komoditas tersebut. Harga CPO dan minyak mentah akan menjadi katalis baru bagi perburuan saham di lantai bursa. Meskipun akan ada banyak peluang di tahun 2010 namun akan ada banyak tantangan yang menjadi PR bagi pemerintah untuk diselesaikan.

Kemungkinan Reversal Di Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 7 Desember 2009
Bursa amerika kembali menghijau, setelah beberapa hari sebelum pengumumam data ketenaga kerjaan sempat membuat indeks DJIA (Dow Jones Industrial Average) diperdagangkan di teritori negatif. Ekspektasi sebelumnya bahwa tingkat pengangguran akan naik sekitar 119.000 jiwa di AS ternyata tidak terbukti.

Kejutan besar terjadi pada US Dolar. Dengan dikeluarkannya data ketenaga kerjaan (Non Farm Payroll) yang menunjukkan perkembangan luar biasa, Dollar AS terpantau menekan dengan sangat kuat mata uang Euro pada perdagangan hari jumat kemarin. Perdagangan EUR/USD berada pada kisaran 1.5042. Ini merupakan respon pasar yang lebih memilih Dollar AS.

Data ketenaga kerjaan AS membukukan penurunan jumlah tenaga kerja hanya sebesar 11.000 jiwa, sangat jauh berbeda dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya akan terjadi penurunan sebanyak 119.000 jiwa. Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 10% dari sebelumnya 10.2%.

Penguatan US Dolar karena data tersebut diperkirakan akan terus menekan laju mata uang dunia lainnya. Tanpa terkecuali nilai tukar Rupiah. Selain itu, fokus terhadap permasalahan krisis di dubai sepertinya akan tertutupi dengan dirilisnya berita tersebut hingga ada perkembangan isu yang serupa di masa yang akan datang.

Penguatan DJIA dan US Dolar sepertinya akan berjalan mulus setidaknya hingga Natal dan Tahun Baru nanti. Namun, kondisi sebaliknya bisa saja terjadi bagi nilai tukar Rupiah dan mata uang Rupiah. Karena stimulus yang di jalankan pemerintah AS nantinya akan berujung pada meningkatnya laju tekanan inflasi.

Laju inflasi akan berimbas pada kenaikan The FED Fund Rate (Bunga The FED). Mewaspadai kemungkinan kenaikan suku bunga tersebut akan membuat pasar keuangan Indonesia bergejolak. Pembalikan modal atau reversal di pasar keuangan kita bisa saja terjadi, karena US Dolar sebagai mata uang paling aman di dunia ini.

Sehingga penguatan US Dolar nantinya akan menekan nilai tukar Rupiah serta berpotensi membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi. Ada kemungkinan pemulihan ekonomi di AS bisa saja berdampak sebaliknya terhadap Rupiah dan IHSG. Walaupun akan tetap bagus untuk perdagaangan saham dalam jangka panjang.

Meski demikian akan tetap ada hal positif yang mampu menahan pembalikan modal keluar dari Indonesia. Kembali kepada tingkat pertumbuhan yang terjadi selama tahun 2009 dan diperkirakan akan terus meningkat di tahun 2010 mendatang. Laju pertumbuhan yang akan dipertahankan secara konsisten tersebut diyakini akan menjadi daya tarik tersendiri dalam memikat investor.

Selain itu, tekanan laju inflasi di masa yang akan datang akan tetap membuat Bank Indonesia menyesuaikan tingkat suku bunga. Dalam hal ini, BI Rate diperkirakan akan terus naik dan tetap menjaga spread (selisih) antara BI Rate dan The FED Fund Rate dalam angka yang wajar.

Sehingga kalaupun terjadi reversal sepertinya akan hanya sesaat dan tidak akan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Secara historis, pengalaman Indonesia untuk lepas dari keterpurukan di pasar keuangan relatif dapat diatasi, walaupun terkadang kebijakan yang diambil tidak pro dengan sector riil.

Aksi Korporasi dan Krisis Timur Tengah

Medan Bisnis, 30 November 2009
Lagi, pasar modal kita dibayangi oleh sentimen negatif. Sentimen yang muncul salah satunya dari aksi korporasi emiten grup bakrie kembali menggiring IHSG terkoreksi tajam. Aksi yang dimaksud dilakukan oleh emiten PT. Energi Mega Pesada, Tbk (ENRG) dan PT. Darma Henwa, Tbk (DEWA). Kedua emiten tersebut sama-sama menerbitkan right issue (menerbitkan saham baru) dengan harga yang jauh lebih kecil dari harga pasar saham tersebut.

Harga saham ENRG misalnya, yang semula bertengger dikisaran Rp. 270 hingga Rp. 300 per lembar saham harus turun dikisaran Rp. 210 hingga Rp. 230 Per Lembar saham. Hal tersebut dikarenakan oleh penerbitan right issue saham ENRG di harga Rp. 185 per lembar. Hal serupa juga terjadi pada saham DEWA. Dimana sempat bertengger dikisaran Rp. 180 hingga Rp. 200 per lembar, harus turun diharga Rp. 150 per lembar seiring dengan rencana right issue dari emiten tersebut-DEWA di harga Rp. 100 per lembar.

Mengapa penerbitan saham baru (right issue) tersebut membuat harga turun?. Tak lain adalah karena harga nominal dari right tersebut yang lebih kecil dari harga pasar. Selain itu, keengganan investor untuk menyetor sejumlah dana guna menebus right sehingga menimbulkan aksi jual besar-besaran.

Selain aksi korporasi tersebut, pelemahan IHSG juga dipicu oleh melemahnya sejumlah indeks bursa di asia. Dimana kekhawatiran muncul dari Emirat Dubai, yang memiliki beban hutang sebesar $60 Milyar yang dimiliki oleh Dubai World milik pemerintahan setempat.

Penjadwalan hutang tersebut telah menyeret sejumlah indeks bursa asia melemah. Banyak kalangan yang menyebutnya sebagai krisis timur tengah. Dubai yang memiliki proyek besar dibidang property seperti proyek Dubai Burj, Palm Jumeirah. Meminta agar hutangnya dinyatakan standstill, dimana kewajibannya tidak dijalankan minimal selama enam bulan atau hingga Mei 2010.

Penjadwalan tersebut langsung berdampak signifikan bagi bursa di Inggris. Kenapa? Karena Ingris menjadi kreditur terbesar untuk mega proyek yang dijalankan di Dubai. Saham-saham perbankan akan menjadi sasaran dan berpotensi untuk terkoreksi dalam. Hal ini setidaknya akan membuat IHSG terkoreksi hingga beberapa hari kedepan.

Pasar akan diwarnai aksi jual secara besar-besaran. Panic selling hingga perdagangan akhir minggu kemarin masih mewarnai lantai bursa kita. Muncul sebuah pertanyaan, hingga kapan kondisi ini akan berlangsung?. Kalau menurut hemat penulis hingga pemerintah dubai benar-benar serius dalam menyelesaikan permasalahan hutang itu sendiri.

Sehingga dibutuhkan sejumlah langkah konkret serta komitmen pemerintah dubai itu sendiri. Apabila nantinya ada pernyataan yang mampu meyakinkan pasar. Maka, besar kemungkinan adanya tren pembalikan arah.

Pernyataan yang dimaksud adalah merupakan sebuah keyakinan pasar, bagaimana krisis di Timur Tengah diselesaikan, dengan harapan bahwa krisis tersebut tidak berlangsung lama. Sejauh ini, krisis Dubai masih menjadi berita hangat dan akan terus membayangi bursa. Sekaligus menjadi pilihan berita yang tidak baik setidaknya selama sepekan ini.

Menebak Arah Pergerakan Pasar

Medan Bisnis, 23 November 2009
Akhir-akhir ini pasar saham bergerak sangat dengan volatilitas yang cukup tajam. Indeks Harga Saham Gabungan kembali bergerak anomali, namun dengan kecenderungan menguat meskipun indeks bursa regional justru bergerak sebaliknya. Anomali yang terjadi saat ini justru berbeda dengan anomaly yang pernah terjadi sebelumnya. Mungkinkah tren penguatan IHSG dalam beberapa hari terakhir akan dianjutkan dimasa yang akan datang?.

Ada beberapa hal yang menjadi pemicu kenapa indeks kembali menguat beberapa terakhir ini. Pertama tren kenaikan harga saham BUMI yang kembali diincar oleh pemodal asing. Kedua, secara teknikal indeks bursa kita sudah mulai menunjukan titik jenuh jual. Dan ketiga, Tren pemulihan ekonomi global yang terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan III yang naik diatas ekspektasi pasar. Keempat, rencana dari banyak Negara yang masih memberikan stimulus bagi pemulihan ekonomi.

Saham dari emiten PT. Bumi Resources merupakan salah satu saham dengan kapitalisasi pasar terbesar. Pergerakannya memberikan kontribusi yang sangat signifikan bagi IHSG. Manuver kembali dilakukan oleh emiten BUMI tersebut dengan memindahkan hutang sebesar $1.9 Milyar ke BUMI Netherands B.V. Selain itu, kondisi jenuh jual serta ekspektasi pemulihan indeks bursa menyambut tahun baru 2010, membuat pasar kembali melakukan aksi beli saham BUMI karena memang sudah turun cukup signifikan dalam beberapa minggu sebelumnya.

Sehingga, kita bisa saja mengasumsikan bahwa tren kenaikan pada saham BUMI akan berdampak bagi kenaikan sejumlah saham yang berujung pada kenaikan IHSG. Kita juga melihat tren perubahan indeks bursa yang naik beberapa hari terkahir juga ditopang oleh kenaikan harga saham BUMI. Dan pasar sepertinya lebih mempercayai bahwa kenaikan saham BUMI akan lebih bnyak berpengaruh daripada kenaikan indeks bursa regional itu sendiri.

Pada saat indeks bursa global mulai bergairah. Yang ditandai oleh kinerja indeks bursa Dow Jones (DJIA). Maka ekspektasi kedepan adalah pemulihan ekonomi AS sepertinya akan keluar dari masa resesi. Namun, apabila mengutip pernyataan Bapak Purbaya Yudhi Sadewa – Analis Danareksa, bahwa angka pengangguran yang masih tinggi di AS, membuat sulit mengharapkan belanja rumah tangga akan terus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa pemulihan ekonomi AS sudah mulai tampak. Hanya saja akan tetap mengalami kendala selama proses pemulihan tersebut. Terlebih, pemulihan tersebut lebih banyak ditopang oleh dana stimulus dari pemerintah AS. Yang mengindikasikan bahwa pemulihan perekonomian AS belum sepenuhnya ditopang oleh belanja masyarakat, sehingga belum meyakinkan 100% bahwa perekonomian AS akan benar-benar pulih menyongsong tahun 2010 mendatang.

Meskipun perekonomian yang didorong dengan banyak stimulus akan mengalami kerentanan. Akan tetapi Bapak Purbaya meyakini bahwa proses pemulihan akan sulit terjadi tanpa stimulus yang cukup. Oleh karena itu, pasar langsung bereaksi positif tatkala Negara yang tergabung dalam APEC menyatakan akan melanjutkan program stimulusnya untuk menyelamatkan ekonomi.

Pemulihan ekonomi AS dipastikan akan tetap berkesinambungan. Yang akan memberikan keyakinan bagi pelaku pasar akan pemulihan indeks bursa global. Selain itu, keuntungan juga bagi ekonomi Indonesia apabila ekonomi AS mengalami perbaikan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedepan pasar akan terus menggeliat seiring dengan proses pemulihan ekonomi global.

Hukum vs Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 9 November 2009
Akhir-akhir ini, media disibukan dengan pemberitaan mengenai perseteruan antara KPK melawan POLRI. Atau dianalogikan dengan Cicak vs Buaya. Berita tersebut mampu membuat membuat asyarakat Indonesia lupa akan masalah di Padang terkait Gempa. Bahkan lupa akan prioritas program 100 hari kerja kabinet yang baru dibentuk oleh Presiden terpilih SBY.

Kekisruhan hukum yang terjadi di dua institusi penegak hukum di Indonesia, juga sempat diisukan menjadi alasan utama melemahnya nilai tukar Rupiah dan IHSG belakangan ini. Memang salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu Negara dapat menjadi Negara tujuan investasi adalah bahwa Negara tersebut mampu memberikan jaminan hukum.

Namun, benarkah permasalahan Cicak vs Buaya menjadi alasan utama keluarnya dana asing yang mengendap di Indonesia?. Jawaban dari pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab oleh investor itu sendiri. Dinamika pergolakan hukum di Indonesia baru-baru ini, menurut hemat penulis belum sampai pada titik nadir. Dimana pergolakan yang terjadi belum memicu adanya permasalahan sosial yang mengancam keberlangsungan kehidupan bangsa.

Dan permasalahan tersebut juga tidak berpengaruh terhadap perubahan indikator ekonomi nasional. Melemahnya nilai tukar Rupiah dan IHSG menurut hemat penulis masih mengikuti pola pergerakan Indeks global serta penguatan mata uang US Dolar terhadap mata uang utama dunia. Belum ditemukan adanya korelasi yang kuat antara permasahan KPK vs POLRI dengan kinerja pasar keuangan Indonesia.

Memang sejak dibebaskannya ketua non aktif KPK Bibit dan Chandra oleh POLRI. Indeks menguat dan bergerak anomali terhadap pergerakan indeks bursa regional. Namun, anomali tersebut bukan hanya terjadi baru-baru ini. Anomali serupa sering terjadi sebelumnya. Sehingga, kisruh KPK vs POLRI hanya menjadi kambing hitam di pasar keuangan.

Minimnya sentimen pasar serta pergerakan pasar keuangan yang membentuk tren bearish memungkinkan untuk memasukan isu-isu yang berkembang. Akan tetapi, permasalahan itu juga berpotensi menjadi isu fundamental yang dapat meng”goyang” pasar keuangan Indonesia. Apabila permasalahan KPK dan POLRI tidak kunjung usai dan menjadi polemik dikalangan masyarakat dan berpotensi mengganggu kestabilan bangsa.

Sehingga tepat kiranya permasalahan ini harus diselesaikan dengan memenuhi asas keadilan bagi semua serta keberlangsungan pasar keuangan Indonesia kedepan. Harkat dan Martabat bangsa Indonesia harus mampu ditonjolkan didunia Internasional, dan menunjukan bahwa kepastian hukum di Indonesia layak dipertimbangkan dan memenuhi syarat sebagai Negara yang demokratis dan layak untuk investasi.

Untuk pasar keuangan Indonesia sendiri masih akan terus berfluktuasi dengan kecenderungan melemah dalam jangka pendek. Permasalahannya bukan hanya pada pergolakan hukum yang terjadi di Indonesia. Namun, hal yang lebih penting adalah pergerakan harga komoditas seperti minyak, tren pergerakan suku bunga global serta pergerakan indeks bursa global.

Sementara itu, dalam jangka panjang IHSG dan Rupiah memiliki peluang menguat. Setidaknya karena window dressing maupun january effect setelah liburan natal dan tahun baru. Momen tersebut akan menjadi keuntungan tersendiri bagi saham-saham unggulan khususnya BUMN. Dengan dinamika hukum yang bergolak seperti sekarang ini, semoga tidak menghilangkan kesempatan bagi saham untuk membentuk tren naik.

Uang Berkembang “Biak” di Tempat Yang Aman

Medan Bisnis, 26 Oktober 2009
IHSG dan mata uang Rupiah bergerak dengan volaitilitas yang cukup tinggi dalam minggu kemarin. Secara keseluruhan fluktuasi yang terlihat menunjukan bahwa IHSG dan Rupiah bergerak dengan kecenderungan melemah. Pelemahan terjadi justru di saat Indeks bursa global menguat. Anomali di pasar keuangan Indonesia terjadi dikarenakan penguatan IHSG dan Rupiah yang sangat signifikan dalam kurun waktu setahun terakhir.

Rupiah dan IHSG seperti sudah kemahalan dan sangat wajar bila terkoreksi. Meskipun pasar global justru sebagian mengalami euphoria, IHSG dan Rupiah justru masih berjibaku apakah melanjutkan tren penguatan atau justru bergerak berlawanan. Namun, kondisi ini sepertinya tidak berlangsung lama.

Ada beberapa alasan kenapa IHSG dan Rupiah kembali terkoreksi. Pertumbuhan ekonomi AS yang biasa diperlihatkan dengan indikator GDP (Gross Domestic Product) akan dirilis dalam waktu dekat. Ekspektasinya ekonomi AS akan mengalami pertumbuhan selama kuartal 3 tahun ini. Ini merupakan sebuah ekspektasi yang menggembirakan. Sumber dari Bloomberg menyatakan bahwa akan ada pertumbuhan GDP sebesar 3.3% selama kuartal ketiga.

Meskipun berita positif, namun dalam jangka pendek hal tersebut bisa saja berpengaruh negatif bagi IHSG dan Rupiah. Pertumbuhan GDP yang baik selalu diikuti dengan laju inflasi pula. Laju inflasi yang tinggi akan memaksa Bank Sentral AS menaikan suku bunga. Nah, ekspektasi kenaikan suku bunga tersebut akan menggiring dana Asing lari dari Indonesia.

Kebanyakan dana yang masuk melalui Indeks Bursa dan Rupiah berupa dana jangka pendek. Atau biasa diistilahkan dengan Hot Money. Uang tersebut dapat saja pindah dari satu Negara ke Negara lain yang dinilai aman dan lebih menguntungkan. Terlebih Bank Indonesia diperkirakan tidak akan menurunkan BI rate hingga akhir tahun ini. Meskipun Inflasi di Indonesia masih relatif terkendali.

Beberapa alasan lain seperti kenaikan harga minyak dunia yang saat ini berada di kisaran $80/barel. Kenaikan minyak tersebut akan memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Hal ini terjadi karena Negara kita harus membeli minyak mentah dari luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Harga komoditas lainnya juga sudah mulai merangkak naik seperti CPO (crude palm oil).

Kondisi tersebut sebenarnya juga menguntungkan bagi beberapa emiten. Namun, potensi tekanan bagi IHSG dan Rupiah dalam waktu dekat bisa saja terjadi. Setidaknya hingga data ekonomi AS dirilis. Dan telah terbentuk persepsi yang akan membuat pasar lebih realisitis.

Kenapa keterpurukan Rupiah dan IHSG tidak dalam jangka waktu yang lama?. Economic Outlook Indonesia sebenarnya masih sangat bagus. Dan Kepercayaan investor bisa dimulai dari kian membaiknya peringkat Indonesia di mata Internasional. Standard & Poor’s yang merupakan lembaga pemeringkat internasional memberikan perubahan outlook positif untuk Indonesia. Ini juga akan berimbas pada antusias investor asing untuk memburu asset-aset lokal. Nantinya juga akan berimbas pada penguatan IHSG dan Rupiah.

Apabila pemerintah yang baru saat ini mampu mengelola kebijakan fiskal dan moneter dengan sangat hati-hati. Maka kedepan peringkat kredit Indonesia dengan sendirinya juga akan membaik. Kesempatan Indonesia masuk dalam jajaran Negara yang tergolong dalam invesment grade (negara layak investasi) semakin dekat. Karena uang akan berkembang “biak” di tempat yang benar-benar aman dan menguntungkan.

Sejarah Akan Terulang

Medan Bisnis, 19 Oktober 2009History repeats itself, atau sejarah akan terulang. Begitulah istilah yang banyak digunakan oleh para analis teknikal yang mempercayai bahwa pergerakan saham dengan pola tertentu akan terjadi lagi dimasa yang akan datang. Indeks bursa Dow Jones atau DJIA (Dow Jones Industrial Average) telah menembus level 10.000, setelah beberapa tahun sebelumnya juga pernah menembus level tersebut, namun berbalik turun di hantam krisis.

Setelah DJIA menembus level tersebut, keesokan harinya tren penguatan di Dow Jones terus berlanjut. Kenaikan tersebut mengabaikan fundamental ekonomi AS yang dinilai belum sepenuhnya terlepas dari krisis. Tren naik atau Up Trend atau biasa disebut juga dengan Bullish sedang mewabah di beberapa bursa global.

Investor saat ini sangat percaya diri dan mempercayai bahwa DJIA akan sulit untuk turun kebawah level 10.000. Sehingga Dow Futures yang merupakan indikator untuk mengukur pergerakan DJIA pada saat dibuka hingga penutupan pun terus menorehkan angka berwarna hijau yang berarti kecenderungan DJIA tetap keatas.

Keadaan tersebut nantinya akan membuat harga saham relatif mahal dan akan memicu aksi profit taking. Secara teknikal indeks harga saham akan menemui titik jenuh beli yang akan menggiring Indeks menemui titik resisten dan akan menjadi titik balik bagi terkoreksinya indeks. Keadaan serupa juga sedang dialami oleh IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). IHSG bahkan memiliki kinerja yang terbaik di bursa asia. Dan yang terbaik kedua didunia setelah Peru.

IHSG dalam waktu dekat juga akan mengulang sejarah. Dimana IHSG pernah menyentuh level tertingginya di sekitar 2.800 (sebelum krisis melanda AS tahun 2008). Sekarang indeks sudah berada di level 2.500-an. Hingga akhir bulan ini IHSG nantinya akan mampu berada di atas 2.600. Dan akan terus bergerak menguat hingga menembus level 2.700 di bulan November.

Kepercayaan investor akan DJIA salah satu menjadi pemicunya. Selain itu, pembentukan kabinet (terlebih kabinet yang diinginkan pelaku pasar), pelantikan presiden SBY juga akan menjadi sentimen positif bagi IHSG. Meskipun rawan aksi profit taking, namun IHSG sepertinya tidak akan memperdulikan hal tersebut. Membaiknya sentiment positif global serta ekspektasi akan membaiknya perekonomian Indonesia menjadi tulang punggung yang akan membuat IHSG membentuk Bullish Trend.

Kinerja saham emiten BUMI sebenarnya juga sangat potensial merubah arah pergerakan pasar. BUMI yang sedang di-expose karena memiliki hutang yang banyak berpeluang membuat tekanan untuk IHSG. Namun, sejauh ini BUMI mampu mengurangi kerugian yang diakibatkan turunnya harga saham BUMI yang terhitung mulai 2 minggu yang lalu.

Dengan kondisi pasar global yang diperkirakan akan membentuk Bullish Trend, IHSG sepertinya akan membentuk pola yang sama. Meskipun kinerja IHSG dinilai terlalu cepat pulih dibandingkan dengan indeks bursa global. IHSG memang sangat rawan koreksi saat ini. Namun, fundamental ekonomi yang baik akan menjadi landasan yang kokoh dalam jangka panjang. Sehingga meskipun nantinya terkoreksi, IHSG akan cepat menutup kerugiannya.

Perdagangan saham merupakan sebuah seni. Dimana sulit bagi kita untuk merubah persepsi pasar. Namun, setidaknya kita dapat bergerak sesuai dengan persepsi kita masing-masing. Oleh karena itu, pemahaman pasar dari sisi teknikal seharusnya juga diiringi dengan pemahaman fundamental yang memamadai. Sangat mungkin, History Doesn’t Repeat Itself (sejarah tidak akan terulang) apabila pasar tidak didukung oleh fundamental yang mendukung.

BUMI Bergoncang di Ranah Politik

Medan Bisnis, 13 Oktober 2009
Dalam beberapa hari terkahir ini, IHSG bergerak anomali. Yakni melemah meskipun bursa asia kebanyakan menguat. Pelemahan IHSG dipicu oeh turunnya saham emiten group bakrie ata biasa dikenal dengan The Seven Brothers. Ketujuh saham grup bakrie tersebut antara lain : BUMI (Bumi Resources), DEWA (Darma Henwa), TRUB (Truba Alam Manunggal), UNSP (Bakrie Sumatera Plantations), BTEL (Bakrie Telecom), BNBR (Bakrie And Brothers) dan ELTY (Bakrie Development).

Saham BUMI merupakan saham dengan kapitalisasi transaksi paling besar yang diperdagangkan di bursa efek Indonesia. Dan BUMI menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan harga saham yang lain bahkan juga IHSG. Penurunan saham Bakrie minggu kemarin telah memicu saham yang lain ikut turun dan membuat IHSG ditutup turun.

Kenaikan harga komoditas energy dunia belum mampu mengangkat harga saham pertambangan, tatkala BUMI sedang di”goyang” dengan isu membengkaknya hutang emiten BUMI setelah masuknya investor dari China sebagai pemberi pinjaman. Alhasil, dari olah isu yang berkembang ternyata terkuak bahwa BUMI memiliki hutang dengan bunga yang tinggi (19%) dalam mata uang US$.

Isu fundamental tersebut menjadi pemicu ambruknya saham BUMI. Terpilihnya Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar juga tidak banyak menolong saham BUMI yang sedang terjun bebas. Banyak analis bahkan sekelas analis asing yang memperkirakan bahwa BUMI berpotensi turun mulai dari Rp. 2.350/lembar hingga Rp. 1.100/lembar dari harga sebelumnya dikisaran Rp. 3.000/lembar. Tak urung, itu membuat investor takut dan berbondong-bondong menjual saham BUMI.

IHSG ditutup minus karenanya. Padahal biasanya IHSG mampu mencetak gain yang lebih baik apabila indeks bursa Asia naik. Seolah-olah merupakan bentuk koreksi teknikal. IHSG yang telah naik kencang sebelumnya turut disinyalir sebagai pemicu melemahnya IHSG. Dan memang sangat wajar apabila itu yang menjadi alasannya. Koreksi tersebut merupakan sebuah reaksi, karena IHSG dinilai telah jenuh beli (overbought).

Yang menjadi permasalahannya adalah apabila saham BUMI terus terkoreksi seiring dengan isu fundamental yang negatif, sementara sentiment positif baru belum ada. Maka, ada kemungkinan BUMI akan terus turun. Namun, perlu dicermati, terpilihnya Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar berpotensi membuat Partai tersebut berkoalisi dengan Pemerintah.

Apa keuntungannya?. Bakrie yang dikenal dekat dengan Presiden RI saat ini SBY berpeluang kembali duduk dipemerintahan. Posisi strategis kemungkinan akan dimiliki oleh Abu Rizal Bakrie dan akan memberikan peluang naik bagi saham grup Bakrie. Itulah menjadi salah satu alasan utama kenapa investor masih berani mengkoleksi saham BUMI.

Terbukti meskipun sempat turun dalam perdagangan minggu kemarin, namun BUMI kembali menguat pada perdagangan jum’at akhir minggu kemarin. Meskipun penguatan tersebut belum mengembalikan kerugian saham BUMI. Terkesan bahwa BUMI di “goreng”, padahal dengan kapitalisasi pasar yang besar BUMI seharusnya sulit untuk di “goreng”.

Pergerakan saham BUMI minggu kemarin memang kental dengan aksi spekulasi yang berlebihan. Fundamental perusahaan yang sedang jelek didramatisir, sehingga muncul kepanikan yang berujung pada tekanan jual saham BUMI. Namun, begitu harga dinilai sudah rendah, BUMI pun menjadi primadona dan sahamnya naik meskipun IHSG justru ditutup minus (perdagangan jum’at minggu kemarin).

Momen yang digunakan juga sangat tepat, sebelum pemilihan Ketua Umum Golkar saham BUMI sudah mulai bergerak minus. Terlebih pada saat Suya Paloh dijagokan menjadi ketua umum Golkar dalam sebuah survey yang ditayangkan di salah satu stasiun TV. Saat ini, pemilihan tersebut telah usai. Ical begitu sapaan untuk Abu Rizal Bakrie terpilih untuk memimpin Partai Golkar. Dengan Fundamental Ekonomi RI yang solid saat ini, sudah semestinya semua saham memiliki kecenderungan untuk menguat.

Sigap (Gempa) Inflasi

Medan Bisnis, 6 Oktober 2009
Bank sentral AS (The FED) kembli mencabut stimulus yang selama ini diagendakan untuk mengatasi krisis yang terjadi di AS. Kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa Amerika sudah tidak membutuhkan dana stimulus untuk menyeaatkan perekonomian AS kedepan. Mungkinkah ini bertanda bahwa perekonmian AS sudah mulai pulih?.

Sejauh ini, hingga pertengahan minggu kemarin data klaim pengangguran di AS masih terus meningkat, dan diperkirakan akan terus berlangsung hingga awal tahun 2010 mendatang. Ini menjadi salah satu indikator yang belum menggambarkan perekonomian AS benar-benar keluar dari resesi. Atau mungkinkah kebijakan AS mencabut stimulus adalah untuk menahan laju inflasi?

Seperti yang dikemukakan oleh kebanyakan Gubernur Bank Sentral AS yang mengiginkan adanya kenaikan suku bunga untuk menahan laju inflasi. Kemungkinan kebijakan tersebut sepertinya akan tetap menarik untuk diperbincangkan. AS yang sebelumnya terjerembab oleh gagal bayar para debitur di sektor perumahan, kini dihadapkan oleh tekanan laju inflasi yang meningkat dan belum dibarengi dengan daya beli masyarakat yang baik.

Daya beli masyarakat yang tercermin dalam consumer spending terkadang memang menyuguhkan data dengan perubahan lebih baik dalam kurun waktu tertentu. Namun, peranan stimulus AS diyakini sebagai pemicu membaiknya daya beli masyarakat AS. Ini menggambarkan bahwa meskipun ada sinyal perekonomian AS akan pulih, namun kondisinya tidak akan jauh berbeda di awal 2010 mendatang dengan yang terjadi saat ini.

Apabila melihat indeks bursa Dow Jones dalam sesi perdagangan minggu kemarin. Maka DJIA (Dow Jones Industrial Average) masih dibawah tekanan. Indeks Dow Jones membukukan penurunan yang cukup signifikan seiring dengan memburuknya data perekonomian di AS, terutama klaim pengangguran yang terus meningkat. Di bulan oktober ini, bahkan masih muncul pertanyaan akankah Dow Jones Naik atau justru membentuk tren penurunan (bearish).

Korelasinya dengan Indonesia
Tidak begitu berpengaruh mungkin. Indonesia yang masih membukukan pertumbuhan plus diatas 4% justru menerima berkah dari memburuknya perekonomian AS. Capital inflow yang masuk ke Indonesia sebagai salah satunya. Investor justru mengalihkan investasinya ke Indonesia seiring dengan ekspektasi dengan perekonomian Indonesia yang mencatatkan pertumbuhan dibandingkan dengan Negara sekawasan (regional)
Nilai tukar Rupiah terus menguat dan saat ini terus bertahan di kisaran harga Rp. 9.700,- per US$. Penguatan nilai tukar Rupiah akan menahan laju tekanan inflasi. Selain itu, inflasi yang relatif rendah belakangan ini juga akan memberikan ruang bagi penurunan suku bunga lagi.

Seiring dengan penguatan Rupiah, harga minyak dunia juga bergerak dengan fluktuasi yang rendah. Ini akan mempermudah pemerintah dalam mengatur APBN yang memang sangat rentan dan banyak dipengaruhi oleh harga minyak. Dengan begitu ruang kenaikan harga BBM setidaknya mengecil hingga pertengahan tahun 2010 nanti.

Namun pemerintah harus tetap waspada terhadap suku bunga acuan global yang diperkirakan akan kembali naik. Kebijakan Bank Sentral AS yang masih mungkin menaikkan suku bunga berpotensi membuat aliran dana berbalik dari Indonesia. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan, mengingat dana yang masuk ke Indonesia masih berupa dana jangka pendek.

Pelarian modal akan membuat nilai tukar Rupiah melemah. Dan berpotensi membuat inflasi kembali naik. Cadangan devisa juga berpotensi terkuras apabila nantinya pemerintah menilai pelemahan Rupiah sudah sangat mencemaskan. Selain itu, gempa yang terjadi di Sumatera Barat juga berpotensi menambah laju tekanan inflasi.

Indikator-indikator ekonomi masih bisa berubah dan tidak sesuai dengan ekspektasi. Imu pengetahuan manusia tidak sepenuhnya mampu menjawab permasalahan yang kompleks di Bumi ini. Laju inflasi yang sejauh ini mampu diprediksikan analyst ternyata selalu akan berubah tatkala ada variabel yang tidak diketahui seperti terjadinya gempa.

Dicari Obat Krisis

Medan Bisnis, 29 September 2009
Bank Sentral AS atau The FED akan tetap mengelontorkan $1.25 Triliun ke dalam pasar perumahan serta tetap focus pada penyelamatan perekonomian AS. Sumber Bloomberg mengatakan bahwa Amerika Serikat telah membeli asset-asset di sektor perumahan (moortgage backed securities) sebesar $ 694 Milyar sejak bulan januari.

Tidak hanya disitu, Bank Sentral AS atau The FED masih akan menggelontorkan uang sebanyak $ 556 Milyar hingga april 2010 untuk tetap mempertahankan suku bunga rendah. Kebijakan tersebut setidaknya akan memberikan angin segar bagi pasar keuangan global serta menyelamatkan wajah perekonomian dunia dari resesi.

Kebijakan stimulus ini akan tetap menjadi solusi yang dijagokan oleh AS untuk menyelamatkan perekonomian dari resesi yang buruk ini. Dan dalam banyak solusi yang dimiliki pemerintah AS, pembelian asset-aset bermasalah di sektor perumahan menjadi yang paling banyak menghabiskan uang dibandingkan dengan pemulihan di sektor lainnya.

Kebijakan yang dikeluarkan negeri paman sam tersebut, telah menekan suku bunga rata-rata 30 tahun untuk KPR menjadi sekitar 5.04% atau telah mengalami penurunan sebesar 9.4% sejak bulan mei. Kebijakan menyelamatkan perekonomian AS dengan cara menyelamatkan sektor perumahan memang akan menjadi indikator kuat bagi pemulihan ekonomi AS.

Perekonomian AS yang sejauh ini memang diperburuk oleh membengkaknya kredit macet di sektor perumahan AS menjadi biang keladi bagi terpuruknya perekonomian Global. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah AS memang belum menunjukan hasil yang berdampak signifikan bagi pemulihan perekonomian global.

Dampak sistemik yang dihasilkan juga cukup parah. Salah satunya adalah pelemahan nilai tukar US Dolar, hingga sebuah solusi yang berujung pada pengurangan pendapatan para bankir di AS. Para pemimpin dunia bahkan mengusung agar nilai tukar US Dolar dibiarkan tetap melemah guna mengurangi ketidakseimbangan perdagangan global.

Bahkan yang lebih ekstrim adalah munculnya ide agar US Dolar diganti dalam melakkan transaksi perdagangan internasional. Dalam pertemuan kelompok G-20 di AS, ketidakseimbangan perdagangan tersebut akan berganti dengan semakin memburuknya nilai tukar US Dolar di pasar global. Dengan semakin terpuruknya US Dolar, maka untuk Indonesia nilai tukar Rupiah diperkirakan akan terus menguat.

Pelemahan nilai tukar US$ tersebut membuat sejumlah petinggi di Bank Sentral AS berencana untuk menaikkan suku bunga acuannya. Implikasi yang akan didapat adalah meningkatnya tekanan inflasi di AS, meskipun tidak dibarengi oleh laju pertumbuhan yang signifikan. Sangat ironis sekali.

Pada saat suku bunga nantinya dinaikan maka akan menjadi pemicu bagi kenaikan suku bunga acuan global. Inflasi akan mengerek industri ke permasalahan yang baru lagi. Apabila stimulus yang direncanakan AS tetap berjalan. Maka AS perlu banyak uang lagi guna menyelamatkan perekonomiannya.

Semakin tidak efektif stimulus yang digelontorkan maka peluang masuk ke jurang yang lebih dalam semakin besar. Diawali dari sektor perumahan AS yang kacau balau. Mungkinkah penyelesaian masalah juga dilakukan dengan memperbaiki sektor tersebut. Atau adakah solusi lain yang tepat yang dapat mengatasi semua masalah. Satu yang pasti tidak ada obat untuk semua penyakit.

Berharap Inflasi Rendah Di Bulan Ramadhan

Medan Bisnis, 15 September 2009
Sejak kecil hingga hari ini, penulis memperhatikan perilaku konsumtif masyarakat muslim selama bulan Ramadhan. Dimana belum ada perubahan paradigma baru yang merubah pola pikir masyarakat, yang hingga saat ini menjadikan Bulan Ramadhan sebagai bulan untuk mensucikan diri sekaligus untuk mengkoleksi baju baru, tradisi pulang kampung maupun menyantap makanan sedap. Sepertinya ini sudah menjadi sebuah tradisi.

Sebagai umat muslim, penulis menemukan perilaku berlebih-lebihan dan boros pada saat menyantap makanan sahur dan berbuka. Meskipun berperilaku boros tidak sepenuhnya berdampak negatif bagi perekonomian nasional. Namun, ada hal negatif yang ditimbulkan dari perilaku boros yang berdampak pada perekonomian kita bahkan untuk waktu yang sangat lama.

Di saat Ramadhan, masyarakat muslim biasanya akan meningkatkan konsumsi lebih dari 20% di awal ramadhan, kondisi tersebut akan terus meningkat hingga perayaan Idul Fitri. Dan pada 10 hari menjelang lebaran tingkat konsumsi akan berada di titik tertinggi, dimana THR (Tunjangan Hari Raya) menjadi pemicu utama tingginya konsumsi masyarakat.

Fenomena tersebut akan membentuk suatu pola konsumsi yang akan memutar roda perekonomian. Perusahaan akan terus menggenjot penjualan barang yang bersifat fast moving seperti sembako dan sandang. Promosi gencar dilakukan, iklan di TV juga tak ketinggalan memanfaatkan bulan penuh berkah ini.

Semua punya peranan dan semua dapat bagiannya masing-masing. Ibu rumah tangga akan mendapatkan barang-barang yang diinginkannya, perusahaan mendapat omset penjualan dan keuntungan yang naik tajam, bahkan ustadz kebanjiran order memberikan ceramah di masjid-masjid maupun di rumah-rumah warga. Sayang, pola konsumsi ini tidak dilanjutkan di bulan yang lain, kalau bisa maka pertumbuhan ekonomi dan PDB (produk domestik bruto) sudah pasti melewati target pemerintah yang tertuang di APBN sebesar 5.5%.

Namun, ada yang perlu diwaspadai yakni Inflasi. Sejauh ini banyak analis yang memperkirakan bahwa inflasi hingga di tahun 2010 mendatang tidak lebih dari 5%. Sangat masuk akal memang, dan penyumbang inflasi paling besar adalah selama di bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Selain itu, Inflasi akan menjadi indikator bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikan atau menurunkan suku bunga.

Nah andai saja masyarakat kita selama bulan ramadhan tidak menunjukan pola konsumsi yang meningkat, maka seharusnya inflasi jauh lebih kecil lagi. Ingat semakin kecil laju inflasi maka semakin besar ruang penurunan suku bunga. Bukankah sektor riil membutuhkan bunga rendah untuk terus bertahan hidup. Bukankah UMKM juga membutuhkan stimulus bunga yang rendah agar tetap bertahan. Karena sektor rill yang hidup akan mengurangi jumlah pengangguran.

Dan pengangguran yang turun akan mengurangi angka kemiskinan. Bukankah ini menunjukan bahwa dengan tetap berperilaku hemat, bukankah kita pada dasarnya juga turut membantu mengurangi angka kemiskinan!. Seperti dua buah mata pisau, secara ekonomi boros juga memiliki 2 sisi dimana yang satu menguntungkan dan yang satu sangat merugikan.

Fenomena Ramadhan di Indonesia tentunya memiliki perbedaan dengan yang terjadi di Negara lainnya. Kalau di Indonesia masih dapat ditemukan aparat keamanan yang menggusur pedagang kaki lima yang memanfaatkan bulan penuh berkah untuk mengais rezeki. Sangat berbeda dengan beberapa negara Arab, yang masih mampu menunjukan keberpihakan kepada masyarakat miskin.

Hidangan sang pengasih yang meyuguhkan berbagai makanan sahur dan berbuka puasa secara massal, khususnya untuk mereka yang kurang mampu, adalah budaya dan pemandangan yang belum banyak dilakukan di masyarakat kita. Penulis mengucapkan Minal Aidin Wal Fa’Idzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

PHK Di AS Masih Berlanjut

Medan Bisnis, 8 September 2009
Data ketenaga kerjaan AS kembali merilis bahwa selama bulan agustus terdapat sekitar 216.000 orang yang di PHK. Jumlah tersebut lebih kecil dari perkiraan semula, dimana sebelum data tersebut dikeluarkan banyak yang memperkirakan bahwa jumlah yang di PHK di AS selama bulan Agustus sebesar 225.000 orang.

Proses pemulihan ekonomi AS sudah menunjukkan indikasi yang positif dalam dua kuartal 2009, namun pemulihan akan masih tak menentu hingga tahun depan. Yang jadi perkaranya adalah bahwa tingkat pengangguran di AS masih akan terus meningkat, setidak-tidaknya hingga akhir tahun 2009 dan dan awal tahun 2010 mendatang.

Program stimulus yang digelontorkan AS sebelumnya masih belum memberikan jaminan sepenuhnya terhadap pemulihan ekonomi AS kedepan. Dengan pertumbuhan tenaga kerja baru, namun belum diiringi dengan laju pertumbuhan GDP (gross domestic product) yang signifikan maka tingkat penganggurn di AS masih akan naik. Seperti yang pernah dikemukan penulis dalam tulisan sebelumnya, dimana tingkat pengangguran AS akan menjadi 10% menjelang akhir tahun ini.

Beberapa langkah pemberian stimulus oleh presiden Barack Obama seperti stimulus pembelian kendaraan dan rumah belum sepenuhnya berdampak signifikan. Pemerintah AS yang mengelontorkan dana sebesar $ 3 Milyar untuk program "cash for clunkers" yang mendorong warga AS untuk menukar mobil tua mereka dengan $ 4.500 untuk mobil baru memang mampu meminimalisir kebangkrutan sektor otomotif AS.

Tingginya tingkat pengangguran, output ekonomi yang masih stagnan serta pendapatan masyarakat yang juga masih stagnan akan menjadi masalah serius bagi perekonomian AS kedepan. Belum ada perubahan wajah ekonomi di AS yang menunjukan perubahan signifikan. Yang ada hanyalah perubahan data ekonomi yang masih memberikan gambaran buram. Hanya saja masih lebih baik dari perkiraan banyak orang, itu saja.

Sejauh ini, belum ada yang mengetahui sampai sejauh mana tingkat pengangguran di AS akan terus meningkat. Kehawatiran serupa juga akan mewarnai pasar financial AS. Dengan belum ada kepastian yang menjamin bahwa proses recovery akan mulai berjalan cepat, maka masih akan ada kehawatiran yang muncul pada pasar keuangan AS.

Sejauh ini, pemerintah AS telah menggelontorkan $787 Milyar untuk menyelamatkan ekonomi. Wapres AS Joe Biden menyatakan bahwa pada 100 hari pertama menjabat, AS telah mempertahankan 150.000 pekerja dan akan menambah lebih dari 600.000 pekerja pada 100 hari kedua. Sejauh ini, penyumbang tertinggi bagi tingginya PHK ada di sektor penghasil barang AS, dimana ada sekiar 136.000 pekerja kehilangan pekerjaan di sektor tersebut.

Paket stimulus versi AS dan Inggris sepertinya masih akan terus diberlakukan untuk menyelamatkan perekonomian. Banyak kekhawatiran yang timbul apabila paket stimulus tersebut dihentikan. Harapan adanya kiblat ekonomi baru dari Negara AS ke Negara yang lebih menjanjikan seperti China dan India, sepertinya belum mampu menjadi pengganti “ketidakmampuan” AS saat ini.

Berkaca dengan kondisi perekonomian luar yang masih semrawut, Indonesia justru memiliki peluang untuk terus tumbuh. Laju inflasi di Indonesia hingga tahun 2010 mendatang diperkirakan tidak lebih dari 5%, sebuah angka yang relatif kecil. Laju pertumbuhan Indonesia tahun 2010 mendatang direvisi naik menjadi 5.5%.

Namun, pasar finansial Indonesia seperti saham dan nilai tukar Rupiah masih sangat dipengaruhi faktor eksternal. Sejauh ini, grafik pergerakan Indeks Bursa Indonesia memiliki kemiripan dengan DJIA (dow jones industrial average). Sehingga tren DJIA yang masih mengkhawatirkan akan terus membayangi IHSG yang justru memiliki fundamental yang lebih baik.

Bayang-bayang buram tersebut mudah-mudahan tidak berpengaruh banyak bagi IHSG yang diperkirakan akan kembali mencatatkan kenaikan hingga akhir tahun ini. Pada hari ini, penulis perkirakan IHSG akan kembali naik seiring dengan lonjakan pada indeks bursa di AS. Namun apakah nantinya penurunan bursa di AS juga akan berakhir serupa pada IHSG?. Semoga saja tidak.

Mengukur Pemulihan Ekonomi Dari Harga Komoditas (Minyak)

Medan Bisnis, 1 September 2009
Resesi yang dalam di Amerika Serikat saat ini turut dibarengi dengan anjloknya harga komoditas seperti Minyak. Pada pertengahan tahun 2008, harga minyak dunia sempat menyentuh level tertingginya $147/barel. Dan sempat anjlok diharga $35/barel di akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009. Penurunan harga minyak tersebut terjadi seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi global yang dimotori oleh Amerika Serikat.

Pada saat ini, harga minyak dunia mulai menunjukan penguatannya dan relatif stabil di harga $70/barel. Minyak merupakan “makanan utama” bagi mesin agar terus berputar. Perputaran mesin yang semakin cepat mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi sedang bergerak keatas. Jika permintaan minyak selalu dibarengi dengan laju pertumbuhan, maka penurunan permintaan minyak mengindikasikan sebaliknya.

Dan saat ini kita sedang berada di persimpangan, apakah harga minyak akan naik terus atau justru kian terpuruk dan kembali menuju resesi. Berdasarkan data historis, harga minyak selalu memiliki kecenderungan menurun di bulan akhir setiap tahunnya hingga 2 bulan pertama di tahun selanjutnya. Apa yang mempengaruhi penurunan harga minyak tersebut?.

Ada banyak faktor, iklim merupakan salah satunya. Iklim dingin yang terjadi di benua Amerika dan Eropa pada saat akhir tahun akan meningkatkan permintaan akan minyak oleh Negara-negara yang dinilai lebih kaya dan maju dibandingkan Negara di benua lain (selain eropa dan amerika). Permintaan minyak yang tinggi akan mengangkat harga minyak dunia, Ini merupakan kenaikan minyak secara musiman.

Kalau kenaikan minyak dilihat dari pertumbuhan ekonomi, maka China dan India akan menambah daftar Negara yang haus akan minyak untuk memenuhi kebutuhan negerinya yang dibarengi dengan laju pertumbuhan ekonomi yang saat ini tercepat di dunia. Ada potensi harga minyak akan naik diluar ekspektasi apabila kedua Negara tersebut terus mengalami laju pertumbuhan yang cepat secara konstan.

Penulis memperkirakan di bulan September nanti merupakan bulan dimana harga minyak akan mencapai titik tertingginya. Karena di bulan tersebut Negara-negara kaya akan mengumpulkan minyak guna mengantisipasi pergantian musim, sehingga ini akan menjadi pendorong naiknya permintaan, dan menjadi pemicu kenaikan harga minyak. Dan setelah musim dingin di awal tahun 2010 nanti baru harga minyak akan kembali merangsek keatas.

Seiring dengan ekspektasi bahwa pemulihan ekonomi global akan dimulai ditahun 2010 mendatang. Apabila proyeksi tersebut tepat, maka di pertengahan tahun 2010 nanti kita baru akan melihat harga minyak merangkak naik dan mendekati harga $100/barel. Hingga akhir tahun ini, harga minyak dunia sepertinya akan mencapai titik tertinggi pada range harga $75 - $80/barel.

Pemerintah Indonesia sepertinya akan melakukan perubahan dalam APBN (anggaran pendapatan belanja Negara), karena memprediksikan bahwa rata-rata harga minyak di tahun 2010 sebesar $65/barel. Jika proses pemulihan ekonomi global berjalan lambat, maka pemerintah masih bisa bernafas. Namun, melihat indikator ekonomi yang dikeluarkan oleh Negara adidaya (wak sam). Seperti data ekonomi di sektor manufaktur, property dan ritel yang terus membaik.

Meskipun belum menunjukan adanya perubahan yang signifikan, namun data tersebut kian hari dirilis membaik apabila dibandingkan pada saat ekonomi AS hancur pada titik terendahnya menjelang akhir tahun 2008 silam. Sehingga ini merupakan pertanda bahwa proses pemulihan memang benar telah dimulai.

Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah harus siap menghadapi kemungkinan bahwa harga BBM kemungkinan besar akan naik kembali. Konversi energy dari penggunaan minyak tanah menjadi gas harus lebih digiatkan dan tepat sasaran. Memanfaatkan sumber energy lain yang dapat dihasilkan dari tumbuhan (sawit, Jagung, Kacang kedelai). Menaikan produksi (lifting) minyak, memprioritaskan penggunaan minyak dalam negeri, hingga kebijakan dalam menerapkan kebijakan hemat energy.

Seperti sebelumnya, kenaikan harga minyak selalu menjadi pemicu besarnya defisit APBN, karena pemerintah masih terus melakukan kebijakan subsidi. Kenaikan harga minyak nantinya juga akan membawa Indeks bursa naik tinggi. Ingat booming harga minyak selalu diikuti dengan kenaikan pada indeks bursa. Jika kita tidak siap mengantisipasi kenaikan harga minyak, maka kita lupa bahwa Indonesia memiliki peluang besar mengukir laju pertumbuhan seperti Negara China.

Bulan Ramadhan, Bulan Investasi

Medan Bisnis, 25 Agustus 2009
Selamat datang bulan Ramadhan. Di bulan yang suci ini, umat islam diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh. Menjaga hawa nafsu, tidak makan dan minum sejak imsak hingga maghrib tiba. Dan selama satu bulan penuh umat islam juga dilarang keras melakukan tindakan-tindakan tercela yang dapat membatalkan puasa. Semoga bulan ramadhan ini dapat menjadi wahana pembelajaran dan merubah umat manusia agar menjadi insani yang lebih baik lagi. Amin.

Berpuasa, salah satunya adalah menahan lapar dan dahaga. Lapar berarti tidak makan yang kalau diasumsikan berarti umat islam dapat berhemat karena pada dasarnya konsumsi dapat dikurangi. Namun, fakta berbicara lain selama bulan ramadhan laju inflasi di Indonesia akan naik tinggi yang berarti tingkat konsumsi masyarakat muslim pada umumnya justru meningkat.

Ramadhan belum sepenuhnya menjadi momen yang tepat dan digunakan untuk melakukan efisiensi keuangan. Menurut data Bank Indonesia, jumlah uang beredar justru meningkat selama ramadhan maupun perayaan keagamaan lainnya. Selama perayaan kegamaan selalu terjadi peningkatan permintaan uang. Jelas sekali terlihat adanya pemborosan. Meskipun boros dilarang oleh agama, akan tetapi tetap memberikan manfaat bagi umat lainnya.

Umat lainnya adalah pedagang, buruh pabrik, petani, stasiun TV hingga pemilik perusahaan. Disadari atau tidak, membeli produk makanan instant yang banyak dibeli di bulan ramadhan ini seperti mie instant akan meningkatkan volume penjualan perusahaan itu sendiri. Indofood yang merupakan perusahaan pembuat mie instant terbesar akan menerima berkah dari tingginya penjualan mie buatannya.

Bukan hanya mie, tradisi membeli pakaian baru serta aksesoris lainnya menjelang hari raya Idul Fitri juga akan memberi berkah tersendiri bagi perusahaan yang menjual aneka kebutuhan sandang tersebut. Seperti Ramayana dan Matahari. Banyak analis keuangan yang memprediksikan bahwa perusahaan tersebut akan banyak mendapatkan keuntungan di bulan ramadhan ini.

Nah, kalau sudah bicara untung maka akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut. Dilantai bursa, selama ramadhan beberapa perusahaan yang bergerak di bidang konsumsi seperti Indofood (Mie Instant), Mayora (makanan ringan), Ramayana (sandang), Unilever (kebutuhan pokok seperti sabun, pasta gigi) serta Matahari (sandang) diperkirakan harga saham prusahaan tersebut akan naik tajam.

Berkah dibulan suci ini akan menjadi pemicu antusias para pelaku pasar untuk memborong saham-saham yang paling disukai hingga menjelang Idul Fitri nanti. Banyak analis yang merekomendasikan untuk membeli saham-saham yang bergerak di sektor konsumsi tersebut. Antusias masyarakat yang merayakan ramadhan dengan banyak melakukan konsumsi memang menjadi akar masalah naiknya harga barang hingga 15%.

Laju inflasi bahkan diperkirakan akan mendekati 1% di bulan agustus ini. Kebiasaan masyarakat kita memang tidak terlepas dari budaya yang telah mengakar sejak nenek moyang kita dulu. Meskipun di bulan sebelum ramadhan inflasi relatif terkendali, namun dibulan ramadhan ini akan menjadi bulan penyumbang inflasi tertinggi dibandingkan bulan sebelumnya.

Kenapa bulan Ramadhan? Tahukah kita, pemberian THR (Tunjangan Hari raya) merupakan salah satu penyebab tingginya konsumsi masyarakat kita. Dan apa jadinya kalau THR ditiadakan. Yang pasti Inflasi juga akan sedikit bisa dikendalikan. Namun, itulah siklus ekonomi Indonesia yang dihuni oleh masyarakat muslim terbesar di Dunia.

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Bukan hanya berkah bagi yang menjalankan ibadahnya, berkah yang lain juga akan diterima oleh para pedagang, penjual tiket, buruh dan karyawan, pemilik usaha, hingga yang punya perusahaan sekalipun. Bulan Ramadhan adalah bulan berbagi. Pada dasarnya kita juga sudah berbagi rezeki dengan berbelanja untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Selamat Menunaikan Ibadah Puasa.

Terroris Tertangkap, The Show Must Go On

Medan Bisnis, 11 Agustus 2009
Lagi, kabar gembira akan menyelimuti awal pekan ini dengan tetap diwarnai oleh sejumlah sentimen positif baik dari dalam maupun dari luar. Kalau kita lihat pemberitaan di TV sejak jum’at sore minggu kemarin, maka langkah POLRI dalam memberantas teroris telah memetik hasil.

Pada tanggal 17 Juli lalu yang juga bertepatan pada hari jum’at, Indonesia “menangis” akibat ledakan yang diakibatkan oleh tingkah laku teroris yang kurang bertanggung jawab. Mengakibatkan kepercayaan masyarakat dunia terhadap Indonesia turun, serta mengakibatkan IHSG dan Rupiah turut terkoreksi.

Langkah polisi yang menangkap sejumlah pelaku terror membuktikan bahwa Indonesia sanggup meredam aksi terorisme. Sekaligus sebagai bukti bagi dunia internasional bahwa Indonesia tetap menjadi Negara yang aman dan tepat dijadikan Negara tujuan investasi. Dampak ekonomis yang timbul dari tertangkapnya pelaku teror adalah kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia.

Kita akan melihat pada pembukaan perdagangan saham pagi ini. Penulis memperkirakan IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan naik cukup signifikan. Kenaikan tersebut akan menepis sejumlah anggapan dari analis teknikal yang menilai IHSG rawan koreksi. Faktor-faktor fundamental akan menjadi penopang yang kuat serta akan membuat IHSG melambung tinggi hingga menjelang Ramadhan nanti.

IHSG memang menjadi sebuah tolak ukur perekonomian yang cepat dalam merespon perubahan sentiment pasar. Meskipun sangat rentan dengan aksi spekulasi, namun fundamental yang kokoh tidak akan mudah “menggoyang” indeks bursa secara sporadis.

Sentimen Positif Dari Luar
Departemen Tenaga Kerja AS kembali melaporkan bahwa data nonfarm payrolls (NFL) atau ketenaga kerjaan untuk bulan Juli mengalami penurunan. Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa data nonfarm payrolls untuk bulan Juli mengalami penurunan sebesar 247.000. Level penurunan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan prediksi para ekonom yang sebelumnya memperkirakan bahwa data non farm payrolls akan mengalai penurunan hingga mencapai level 275.000.

Selain itu, Departemen Tenaga Kerja AS juga melaporkan bahwa tingkat pengangguran untuk bulan Juli mengalami penurunan sebesar 0,1% menjadi 9,4%. hal tersebut memberikan sebuah sinyalemen positif bagi perekonomian AS, mengingat sebelumnya tingkat pengangguran diperkirakan akan naik hingga menembus level 9,7%.

Terkait dengan laporan tersebut Indeks Bursa Wall Street didominasi dengan penguatan yang cukup tajam. Penguatan tersebut seiring dengan pernyataan presiden Barrack Obama yang mengeluarkan pernyataan bahwa akhir dari resesi di AS mulai terlihat.

Seiring dengan dikeluarkannya data tersebut, rata-rata upah perjam pekerja AS pada bulan Juli tercatat mengalami peningkatan sebesar 0,003 dollar menjadi 18,56 dollar. Meski demikian, jumlah pekerja di sektor manufaktur dikabarkan mengalami penurunan sebesar 52.000 orang, sektor otomotif berkurang 28.000 dan di sektor jasa berkurang sebanyak 119.000 orang.

Dua sentimen positif dari dalam dan luar tersebut merupakan momen penting yang akan menjadi penggerak perekonomian kedepan. Pasar akan langsung merespon dengan membentuk sebuah euphoria baru di lantai bursa. Seiring dengan perubahan waktu, Euforia tersebutlah yang akan menggirng pasar kembali kepada faktor psikologis dimana analisa teknikal akan mengambil alih seiring dengan semakin terkikisnya informasi fundamental.

Kalau kita tidak takut lagi dengan ancaman terror karena pelaku terror tertangkap. Kalau kita tidak merasa was-was lagi berjalan ditengah keramaian yang banyak berdiri orang asing. Dan kita melihat bahwa resesi sepertinya sudah akan berakhir. Dan kita melihat Indonesia aman dan menarik (investasi) bagi banyak orang. Maka, ada alasan yang cukup untuk membuat kita percaya bahwa pemulihan ekonomi benar-benar sedang dimulai.

Tidak Ada Kebahagian Yang Abadi

Medan Bisnis, 4 Agustus 2009
Ada sedikit kemajuan yang diwujudkan oleh data perekonomian Amerika Serikat. Yakni kontraksi ekonomi yang dialami negeri tersebut lebih rendah dari perekiraan analis sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari data Gross Domestic Product (GDP) AS yang menurut presiden Barack Obama sebagai kemajuan.

Meskipun banyak analis yang memperkirakan bahwa laju pertumbuhan GDP akan terus bergerak keatas. Bahkan pada awal tahun 2010 mendatang US GDP akan kembali normal dan terus melanjutkan tren penguatan. GDP merupakan suatu tolak ukur perekonomian AS yang menggambarkan bagaimana perekonomian AS dalam menghasilkan barang.

Besarnya GDP memang sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat yang notabene sedang jelek-jeleknya pada saat ini. Namun, perkiraan pertumbuhan GDP AS justru tidak diikuti oleh perbaikan pada data pengangguran yang diperkirakan akan berada di kisaran 11.2% hingga Februari 2010 mendatang. Jauh diatas angka normal sebelum krisis di kisaran 5%.

Produk Domestik Bruto Amerika Serikat/ U.S. GDP
Tren dimasa lalu menunjukan data sebenarnya (actual) dan prediksi masa depan (forecast) dalam Miliar $

Sumber : The Financial Forecast Center

Berdasarkan data tersebut ekonomi AS benar-benar telah mengalami pemulihan meskipun tidak didukung oleh data lainnya seperti data pengangguran atau biasa dikenal dengan Jobless Claim. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah AS masih sangat mungkin untuk kembali menggelontorkan stimulus guna meningkatkan daya beli masyarakat.

Respon yang paling mudah dilihat adalah pada kinerja indeks bursa AS. Saham-saham Wall Street ditutup bervariasi (mixed), naik tipis pada Jumat waktu setempat, karena pasar mencerna data ekonomi AS yang menunjukkan kontraksi lebih kecil daripada perkiraan, meski belanja konsumen melemah.

Indeks bursa AS pada perdagangan jum;at kemarin dikua di teritori negatif. Namun selama sesi perdagangan saham-saham terus berada di wilayah positif. Tidaklah berlebihan kalau kita tidak langsung memberikan penilaian ekonomi AS mulai berjalan dengan baik. Karena rebound ekonomi AS masih akan dibuktikan dalam beberapa waktu kedepan, dan rebound tersebut benar-benar berjalan dengan baik.

Nah kita yang di Indonesia juga harus mencermati perubahan dalam ekonomi AS tersebut. IHSG (Indeks Harga Saham gabungan) merupakan indikator yang paling sensitif dalam merespon perubahan data ekonomi. Oleh sebab itu, Indeks Wall Street yang menguat biasanya akan diikuti oleh penguatan Indeks global khususnya IHSG.

Rebound IHSG dalam beberapa hari terakhir mungkin dapat terus dilanjutkan seiring dengan kinerja Wall Street yang masih diteritori positif. Selain itu, rebound IHSG juga diiringi dengan rebound atau penguatan nilai tukar Rupiah yang kian mewarnai data perekonomian Indonesia. Belum lagi ditambah laju inflasi yang sangat moderat.

Indonesia masih akan terus mencetuskan data perekonomian yang fantastis hingga akhir tahun ini. Setidak-tidaknya pemotongan suku bunga oleh BI apabila Inflasi yang terealisasi masih menungkinkan untuk pemotongan bunga. Euforia akan berlanjut pada pelantikan SBY nanti sebagai presiden RI periode 2009-2014.

Namun, dengan tidak terbuai dengan euforia yang “memabukkan”. Kita tetap mewaspadai setiap perubahan data ekonomi raksasa AS. IHSG bisa saja terjungkal meskipun tetap menunjukan tren penguatan. Sikap kehati-hatian dengan tetap meyakini bahwa tidak ada kebahagian yang abadi akan membawa kita dapat melalui masa-masa sulit seperti saat ini.

Pasar Keuangan Belum Ditopang Dengan Fundamental Yang Kuat

Medan Bisnis, 16 Juni 2009
Laju pertumbuhan eknomi Indonesia yang masih positif membuat pelaku modal asing masih menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk mengkembangbiakan uang. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya pemodal asing yang membeli instrument Surat Utang Negara (SUN) atau yang berinvestasi di pasar saham. Sah-sah saja, namun disini terlihat dengan jelas bahwa pemerintah kurang memperhatikan sektor riil Karena penurunan BI rate dinilai masih cukup lambat.

Tekanan laju inflasi yang terus menurun seharusnya menjadi momentum yang kuat untuk menurunkan BI rate secara signifikan. Apalagi, selisih BI rate bila dibandingkan dengan bunga The FED yang masih menganga cukup lebar. Kalau dulu BI rate berada di sekitar 8%, biasanya The Fed akan berada di sekitar 4%. Jadi selisih atau spread tidak begitu lebar. Saat ini, The FED Fund Rate sudah mendekati 0%, memang kondisi tidaklah sama. Penurunan BI rate sangat mengancam nilai tukar Rupiah yang saat ini masih bertengger di atas Rp.10.000/US$.

Sebagai Negara yang masuk dalam kategori emerging market (Negara berkembang). Indonesia memang kerap tidak diuntungkan dengan perubahan data-data ekonomi meskipun dalam agka yang fatastis. Semakin membaik data perekonomian kerap dijadikan alas an oleh investor asing untuk menjadikan uang panas dalam jangka pendek (Hot Money) membanjiri Indonesia. Sekilas pasar keuangan kita akan mencetak angka gemilang karenanya. Meski demikian hal tersebut akan membuat pemerintah terus mengalami tekanan APBN yang cukup kuat untuk membayar bunga hutang yang tinggi.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, Investor asing kembai memborong instrumen utang pemerintah atau biasa disebut dengan SUN. Selain itu, obligasi global (global bond) yang ditrbitkan pemerintah sebelumnya juga terus mencetak harga tertinggi baru yang saat ini dijual dengan harga premium (diatas 100%). Hal ini terjadi, karena surat hutang yang diterbitkan pemerintah memiliki kupon yang sangat tinggi apabila dibandingkan dengan surat utang sejenis dari Negara lain.

Yang perlu dicermati adalah apabila dana yang saat ini masuk tersebut, tiba-tiba keluar karena melihat ada tempat (Negara) yang lebih menarik (memberikan bunga lebih kompetitif). Hal tersebut tentunya akan merontokan harga semua instrument keuangan kita. Selain itu, korporasi lokal juga akan kesulitan dalam menerbitkan surat utang (obligasi). Sejauh ini, obligasi pemerintah selalu dijadikan acuan untuk menerbitkan obligasi oleh korporasi. Apabila obligasi pemerintah masih terus memberikan kupon yang tinggi, maka sangat tidak mungkin obligasi korporasi memberikan kupon yang lebih rendah.

Jika mau laku, maka obligasi korporasi harus lebih tinggi dari kupon yang diberikan oleh obligasi milik pemerintah. Hal tersebut dengan sangat jelas menggambarkan bahwa kondisi ekonomi kita tidak sepenuhnya mendukung kegiatan yang pro sektor riil.
Nah, bagaimana dengan wajah perekonomian kita yang tercermin dari pergerakan IHSG.

Kalau boleh jujur, kita patut berbangga karena IHSG mencatatkan rekor kenaikan dan masuk dalam salah satu yang terbaik di ASIA. Kenaikan tersebut seolah-olah menepis bahwa kita bisa melewati kondisi krisis global yang bermula dari Amerika Serikat. Saat ini, IHSG kian perkasa. Penguatannya menunjukan arah tren yang terus bergerak keatas. Bahkan ada yang memprediksikan IHSG akan mampu mendekati level 2.800 pada tahun ini.

Terlepas dari faktor kinerja emiten di Bursa Efek Indonesia yang masih banyak diniliai belum sepenuhnya berkinerja baik. Namun, jangan lupa, kenaikan IHSG dipengaruhi oleh banyak factor, dimana salah satunya adalah politik. Atau lebih dekat kalau kita katakan ada proses demokrasi yang akan memberikan dampak signifikan bagi kinerja IHSG kedepan.

Pelaku pasar bukanlah sistem yang mirip dengan mesin. Pasar memiliki keinginan untuk menciptakan sebuah sistem investasi yang sesuai dengan keinginan pelaku pasar. Proses demokrasi yang berjalan dengan lancar, merupakan sebuah keinginan dari pelaku pasar agar mereka (pelaku pasar) ingin proses demokrasi berujung pada suasana investasi yang kondusif.

India pernah melakukan pesta demokrasi seperti di Indonesia. Proses demokrasi tersebut bukan hanya menciptakan pemimpin yang sesuai dengan hasil pemilihan. Namun, kondisi bursa di India langsung mencatatkan rekor tertinggi. Hal tersebut juga bisa saja terjadi di Indonesia. IHSG masih berpeluang untuk tetap melanjutkan tren kenaikan apabila proses demokrasi pemilihan presiden berjalan sesuai dengan keinginan pasar.

Kalau memang naik seperti yang dinginkan pelaku pasar. Maka, sudah sangat tidak relevan lagi kalau kita mengatakan bahwa kenaikan IHSG semata-mata hanya karena kinerja emiten yang sangat baik. Maupun dikarenakan data-data ekonomi yang kian gemilang. Akan tetapi kita juga bisa mengatakan bahwa ini adalah bonus yang dihasilkan dari aspirasi masyarakat.

Friday, January 22, 2010

Menari Diatas Luka

Medan Bisnis, 27 Juli 2009
Bom kembali mengguncang Indonesia. Kejadian pada jumat pagi (17 Juli) tersebut mengingatkan kita pada kejadian serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Indonesia masih menjadi tempat sasaran teroris dalam melakukan aksinya. Sungguh menyedihkan, dampak dari ancaman teroris selalu menimbulkan kerugian yang sangat besar. Bukan hanya materi atau nyawa. Namun, perekonomian suatu Negara bisa saja terhenti dan berdampak pada permasalahan sosial yang lebih luas.

Indeks harga saham gabungan maupun Rupiah merupakan sebuah indikator ekonomi utama yang langsung bereaksi terkait ledakan di hotel J.W. Mariot dan Ritz Carlton. Pada hari jum’at, 2 minggu lalu IHSG sempat melemah hingga 2.56% sebelum akhirnya ditutup melemah 0.5%. Teror tersebut sempat membuat para pelaku pasar shock, meskipun tidak berlangsung lama.

Teror Bom merupakan sentimen negatif dan sangat efektif mengguncang pasar modal dan keuangan. Apabila teroris berhasil melakukan aksinya, maka pelaku pasar (dalam beberapa waktu tertentu) akan melupakan metode analisis baik fundamental maupun teknikal yang lazimnya digunakan sebelum menentukan investasinya.

Yang ada hanya kepanikan yang terkadang diiringi dengan melepas portofolio. Kondisi tersebut dapat saja dimanfaatkan oleh pelaku pasar lainnya, yang menilai kondisi seperti ini merupakan kesempatan untuk mengumpulkan portofolio. Nah tipe pelaku pasar yang terakhir ini yang menerima keuntungan besar karena pasar telah berubah arah pada saat ini.

Setelah kejadian Bom tersebut memang Rupiah dan IHSG sempat turun/melemah. Namun kondisi tersebut hanya berlangsung satu hari saja. Karena, pasar kembali bergairah memasuki hari pertama perdagangan minggu selanjutnya. Rupanya Bom tersebut tidak membuat investor jera untuk terus mengkembangbiakan uang mereka di Indonesia.

Sejauh ini IHSG telah menunjukan peforma bagus dengan menyentuh level tertinggi baru (2.185) sejak IHSG terjun bebas pada bulan oktober tahun 2008 silam. Dan Rupiah juga kembai perkasa dengan menekan US Dolar hingga di bawah Rp.10.000,-/US Dolar atau tepatnya di harga Rp. 9.995,-/US Dolar. Menakjubkan, Indikator ekonomi Indonesia saat ini benar-benar telah menunjukan perubahan positif yang cukup fantastis.

Membaiknya ekspektasi perekonomian AS, tekanan laju inflasi Negara kita yang relatif rendah, serta laju pertumbuhan yang masih dibukukan oleh pemerintah RI, menjadikan Indonesia tetap menjadi lahan investasi. Negara lain yang disebut-sebut sebagai Negara yang direkomendasikan adalah BRIC (Brazil, Rusia, India dan China). Bahkan sebutan BRIC tersebut sudah berubah menjadi BRICI (Brazil, Rusia, India, China dan Indonesia).

Dimasukannya Indonesia sebagai tempat tujuan investasi akan berdampak pada ekspektasi yang lebih baik terhadap ekonomi Indonesia kedepan. Kalau tanpa ada aral melintang, maka Indonesia berpeluang untuk meningkatkan laju pertumbuhan yang menurut presiden terpilih sebesar 7%. IHSG dan Rupiah berpeluang untuk menguat lagi, dan IHSG memiliki peluang untuk kembali ke level tertinggi seperti tahun 2008 silam.

Terkait dengan aksi terorisme, merupakan variabel negatif yang sulit untuk diperkirakan kapan akan terjadi. Sehingga dampak negatif yang ditimbulkan sangat bergantung pada kinerja pemerintah dalam menanggulangi terorisme maupun sikap/habit pelaku pasar itu sendiri dalam menyikapi aksi terorisme yang terjadi.

Belajar dari pengalamn sebelumnya, aksi teror yang terjadi di Indonesia tidak memberikan dampak kelesuan pasar yang berkepanjangan. Kejadian teror setidaknya turut mengedukasi para pemodal/investor dalam menyikapinya. Dengan harapan kedepan aksi terorisme tidak memberikan dampak apapun terhadap kinerja perekonomian kita, meskipun sepertinya agak sulit tapi bukan tidak mungkin.

Pentingkah Mazhab Ekonomi ?

Medan Bisnis, 6 Juli 2009
Pada hari jum’at minggu kemarin, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 bps (basis poin). Keputusan tersebut mampu mengangkat indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia menguat kendati dipengaruhi oleh sentimen negatif dari Dow Jones yang masih terpuruk. Namun, keputusan BI itu justru membuat Rupiah terkulai tak berdaya.

Sementara itu, nilai tukar dolar AS juga cenderung mengalami penurunan terhadap mata uang utama dunia khususnya Euro. Dolar yang pada sesi pembukaan sempat menguat cukup tajam kembali bergerak melemah. Hal tersebut diyakini sebagai akibat dari aksi profit taking para pemain di pasar valuta asing.

Pada minggu ini mata uang negeri paman sam US Dolar masih menunjukan penurunan mingguan terhadap euro. Permasalahannya adalah, naiknya tingkat pengangguran yang tinggi di AS, yaitu 9.5% mengakibatkan para investor kembali mengkhawatirkan resesi yang dirasa makin dalam. Kondisi ini mengakibatkan para investor enggan memegang US Dolar.

Selama perdagangan minggu kemarin, baik pasar saham dan valas belum terbebas dari sentimen negatif pasar. Mulai dari merebaknya flu babi yang saat ini ternyata sudah mulai menjangkiti kota medan, potret buram data pengangguran di AS yang tak kunjung selesai, hingga antisipasi pasar terhadap pilpres. IHSG dan Rupiah pun dibuat mondar-mandir tanpa arah karenanya.

Hal tersebut menunjukan betapa pelaku pasar atau investor masih kebingungan dalam menentukan arah. Para investor masih ketakutan apabila nantinya pemilihan presiden justru memenangkan presiden yang dinilai tidak pro pasar dalam kebijakan ekonominya. Oleh karena itu, banyak investor yang menunda rencana investasinya di Indonesia setelah Pilpres selesai nantinya.

Saat ini pengaruh eksternal yang negatif kian membuat kinerja pasar keuangan domestik tidak berdaya. Selain dikarenakan minimnya sentimen dari dalam, Investor juga masih menunggu arah pemimpin masa depan Indonesia selama 5 tahun mendatang. Sentimen penurunan BI rate pun dinilai tidak mampu menandingi isu poling sms Capres yang digelar oleh beberapa stasiun TV. Gambaran siapa yang akan menang dalam pilpres sesuai polling tersebut seolah-olah dijadikan patokan pada siapa yang berhak menjadi pemimpin bangsa ini kedepan.

Liberalisasi pasar yang memberikan seluruhnya pada mekanisme pasar memang sangat merugikan bagi negara yang tidak memiliki modal yang kuat dalam menahan guncangan di pasar keuangan. Beberapa contoh yang dapat kita lihat adalah ketika dana asing mulai berlarian keluar yang menyebabkan IHSG terkoreksi dan Rupiah melemah.

Liberalisasi di sektor keuangan tersebut sejauh ini memang menjadikan kondisi pasar kita tidak bisa terlepas dari pengaruh negatif negara lain khususnya Amerika Serikat. Sistem yang sudah terintegrasi dengan kondisi diluar tersebut menjadikan arah pergerakan pasar kita selalu berkiblat ke negara-negara yang dinilai memiliki modal/kapital yang lebih mumpuni.

Misalkan saja data-data ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah AS, seperti Inflasi, penjualan perumahan dan kendaraan, data ketenaga kerjaan selalu menjadi tolak ukur dalam menentukan kemana arah IHSG dan Rupiah nantinya. Namun, bagaimana dengan data perekonomian yang dirilis oleh departemen terkait di Indonesia. Sejauh ini, hanya data inflasi yang dikeluarkan BPS yang bisa mempengaruhi arah pergerakan pasar.

Sementara itu, apa yang akan terjadi apabila data penjualan sepeda motor di Indonesia naik tajam. Sebagai seorang analis tentunya data tersebut tidak akan berpengaruh banyak. Jadi jangan coba berharap bahwa data tersebut akan mampu merubah arah pandang para pelaku pasar di seantero bumi ini. Yang ada kemungkinan hanya kenaikan harga saham lokal seperti misalkan ASII (Astra International), karena pasti volume penjualan kendaraan di perusahaan tersebut naik dan ada ekspektasi kenaikan laba.

Itulah wajah pasar kita, meski demikian bukan berarti bahwa negara kita terus akan menjadi bangsa yang tetap begini-begini saja tanpa ada perubahan yang berarti. Kemajuan bangsa ini bukan ditentukan oleh sebuah teori seperti perekonomian prorakyat, keynessian, penganut ekonomi liberal bahkan dikenal ekonomi jalan tengah seperti yang didengung-dengungkan akhir-akhir ini.

Namun, manfaat dari setiap mazhab yang dijalankan itu yang akan menentukan perubahan bagi bangsa ini. Apa gunanya ekonomi pro-rakyat namun dijalankan dengan banyak penyelewengan seperti korupsi dan sebagainya. Dan apa gunanya liberal apabila tidak ditujukan bagi kesejahteraan rakyat banyak. Anda yang menentukan tanggal 8 nanti.

IHSG Akan Melaju ke 2400

Medan Bisnis, 29 Juni 2009
Di bulan juli nanti IHSG memiliki momentum yang kuat untuk melanjutkan tren penguatan hingga ke level 2.400. Penguatan tersebut dipicu oleh pemilihan presiden yang menurut banyak survey SBY menjadi pemenangnya. Meskipun beberapa lembaga survey memberikan hasil polling yang dapat dikatakan bias. Namun, lebih banyak lembaga survey yang memberikan hasil polling bahwa SBY akan terpilih kembali menjadi presiden.

IHSG pada penutupan jumat kemarin ditutup turun, sekaligus menjadi indeks bursa yang bergerak berlawanan dibandingkan dengan indeks bursa asia lainnya. Aksi profit taking menjadi pemicu utama yang membuat IHSG ke teritori negatif. Indeks melemah 3.97 poin atau 0.19% di level 2.040 dibandingkan dengan penutupan sehari sebelumnya.

Namun, pelemahan IHSG tersbut bukan menjadi pertanda bahwa IHSG akan terus melemah dalam jangka panjang. Elektibiltas SBY dalam pemilihan presiden mendatang menjadi kunci utama bahwa IHSG masih memiliki kesempatan untuk menguat secara signifikan. Maklum pelaku pasar masih menginginkan SBY kembali terpilih dan tentunya pemilihan presiden yang berjalan lancar dan aman.

Selain pemilihan presiden, pengaruh internal dari penguatan IHSG juga didukung oleh tren penurunan BI rate dan penguatan nilai tukar rupiah. BI rate menurut beberapa pengamat masih berpotensi untuk terus diturunkan. Mengingat tekanan laju inflasi yang terus melemah. Meskipun tetap dibayangi oleh tren kenaikan harga minyak. Meski demikian tren kenaikan harga minyak diperkirakan akan mulai terjadi menjelang akhir tahun ini hingga tahun depan.

Sementara itu, nilai tukar rupiah masih melanjukan tren penguatan terhadap US Dolar. Kautnya aliran dana yang masuk ke protofolio lokal membuat Rupiah kian perkasa. Diperkirakan Rupiah mampu diperdagangkan hingga dibawah 10.000/US$ menjelang akhir tahun ini. Penguatan Rupiah didukung oleh tren pelemahan nilai tukar US Dolar itu sendiri setelah Bank Sentral AS The FED tidak menaikan bunga acuannya.

Dari sisi eksternal, indeks bursa Dow Jones yang menjadi motor penggerak utama pergerakan bursa global, masih diperdagangkan mixed pada minggu kemarin, dengan kecenderungan melemah. Perkembangan ekonomi AS yang terus dibayangi oleh proses pemulihan/recovery yang melambat menjadi isu utama kian terpuruknya kinerja bursa Dow Jones. Meski demikian indeks Nasdag AS masih menunjukan keperkasaannya.

Namun, dalam beberapa hari kedepan, Indeks bursa Dow Jones diperkirakan akan berbalik menguat menyusul perkiraan bahwa laju pengangguran masih akan meningkat, namun laju peningkatannya tidak seburuk dari bulan sebelumnya setelah krisis. Selain itu pemerintah AS terus berusaha meningkatkan consumer spending AS yang menjadi tolak ukur terhadap daya beli masyarakat AS. Apabila program tersebut berjalan sesuai dengan rencana, maka proses pemulihan ekonomi AS atau recovery akan terjadi dalam beberapa bulan kedepan.

Dengan memanfaatkan proses pendewasaaan demokrasi di Indonesia, tentunya kian banyak manfaat yang dapat diraih. Demokrasi yang dalam beberapa tahun terakhir kian berkembang di Indonesia akan menjadi tolak ukur bagi investor lokal maupun asing dalam berinvestasi di Indonesia.

Proses demokrasi yang berjalan dengan baik, biasanya tercermin oleh kelancaran hajatan besar demokrasi tersebut seperti Pemilihan Legislatif maupun Eksekutif. India juga menikmati proses Pemilu yang lancar dengan kenaikan bursa mereka (Sensex) yang fantastis. Pada pileg (pemilihan legislatif) kemarin kita telah melihat bahwa IHSG menanjak dengan sangat tajam. Dan kita juga akan melihat IHSG kembali perkasa setelah 8 July nanti, apabila kita turut berpartisipasi secara arip.

Menanggapi Sentimen Ekonomi

Medan Bisnis, 8 Juni 2009
Pada perdagangan kemarin Indeks Bursa Dow Jones ditutup menguat tipis 0.15% di level 8.763 atau naik 12.89 Poin, meskipun selama sesi perdagangan jum’at kemarin sempat menyentuh level tertingginya di atas kisaran level 8.825. Ada beberapa hal yang menarik sehingga Dow Jones sempat menyentuh level atas 8.825. Yakni pengumuman mengenai data Non Farm Payroll dimana selama bulan Mei tercatat sekitar 345 Ribu orang kehilangan pekerjaannya.

Data tersebut lazimnya bukan merupakan berita bagus bagi sebuah perekonomian Negara adidaya. Yang dinantikan justru adanya penyerapan tenaga kerja baru sehingga menggambarkan perubahan ekonomi yang lebih baik lagi. Namun kenapa pasar justru merespon positif berita tersebut. Tak lain adalah bahwa data jobless claim (klaim pengangguran) AS tersebut ternyata masih lebih kecil apabila dibandingkan dengan ekspektasi pelaku pasar sebelumnya.

Maklumlah, pasar selalu lebih cepat bereaksi serta memberikan gambaran akan apa yang terjadi di masa yang akan datang. Misal, investor di pasar keuangan/saham tidak perlu menunggu hingga dikeluarkannya keputusan mengenai besaran Inflasi oleh BPS (Biro Pusat Statistik), karena ada institusi lain yang bisa memprediksikan besaran inflasi sebelum data sebenarnya di rilis.

Mirip dengan data yang dikeluarkan oleh lembaga survey dalam menghitung hasil pemilihan legislatif kemarin, atau lebih dikenal dengan istilah quick count. Data yang dikeluarkan oleh suatu lembaga survey biasanya sudah dapat digunakan sebagai asumsi dalam menentukan partai mana yang menang. Dan biasanya data tersebut tidak jauh berbeda dengan penghitungan sebenarnya yang dilakukan oleh lembaga resmi misal KPU.

Begitu juga yang terjadi di Amerika. Besaran pengangguran yang terjadi selama krisis berlangsung biasanya akan ada di angka 500.000 pengangguran baru setiap bulannya. Sehingga data yang keluar kemarin sekitar 315.000 pengangguran di bulan mei diasumsikan sebagai perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik meskipun bukan gambaran bahwa perekonomian mulai pulih secara keseluruhan.

Data-data ekonomi lainnya yang sering digunakan sebagai acuan dalam berinvestasi adalah Laju Inflasi, Pejualan Perumahan, Consumer Spending, GDP (Produk Domestik Bruto), Penjualan Mobil, Current Balace, The FED Fund Rate, maupun nilai tukar US$. Di Indonesia, data-data perekonomian tersebut tidak semuanya digunakan dalam menterjemahkan keinginan pasar. Data ekonomi yang paling banyak digunakan investor untuk berinvestasi di Indonesia biasanya data Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, GDP dan suku bunga (BI Rate).

Nah umumnya data perekonomian yang direalisasikan baik, biasanya akan mendapat respon positif dari para pelaku pasar. Yang paling mudah dilihat adalah tren kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan tren penguatan nilai tukar Rupiah. Kenaikan pada IHSG dan Rupiah merefleksikan gambaran langsung wajah dari perekonomian kita secara keseluruhan. Meskipun pada dasarnya fundamental perekomian kita saat ini jauh lebih baik dibandingkan wajahnya sendiri.

Dalam menyikapi sentimen yang muncul, Investor dipasar saham maupun di pasar keuangan biasanya sudah melakukan aksi yang lebih cepat sebelum data ekonomi/sentimen tersebut dirilis atau dipublikasikan. Sehingga, pasar umunya tidak banyak berubah ketika data tersebut dikeluarkan.

Semua kembali kepada setiap orang dalam meresponnya. Pengusaha tentunya akan melihat perubahan data-data ekonomi dan pengaruhnya dalam jangka panjang sebelum membuat keputusan bisnis. Ibu rumah tangga biasanya akan langsung merespon kenaikan harga BBM yang baru saja dipublikasikan pemerintah untuk mengatur pengeluaran rumah tangganya. Sementara, investor saham dan pasar uang jauh lebih cepat bereaksi dan lebih banyak berspekulasi sebelum data ekonomi dipublikasikan.