Thursday, February 25, 2010

Pansus Century Juga Menentukan IHSG

Medan Bisnis 22 Februari 2010
Pansus Bank Century masih menjadi berita hangat hingga saat ini. Pengumuman keputusan Pansus terkait Bank Century yang diperkirakan akan selesai dalam waktu dekat ini menjadi fokus pelaku pasar yang ada di lantai bursa. Hingga saat ini permasalahan tersebut masih menjadi pemicu kenapa pasar masih wait & see di lantai bursa.

Pansus Bank Century menjadi satu-satunya sentiment lokal dimana arah pembuat kebijakan menjadi salah satu kunci yang berkontribusi terhadap pergerakan saham di lantai bursa. Pertama, permasalahan century yang berlarut-larut berpotensi membuat kekhawatiran tersendiri di kalangan pelaku pasar. Isu-isu yang berkembang seolah-olah dapat membuat kinerja pemerintahan tidak efektif , sehingga program-program pemerintahan tidak tercapai.

Kedua, isu-isu yang berkembang seperti isu pemakzulan dan reshuffle juga memperburuk keadaan di lantai bursa. Pembangunan koalisi yang sebelumnya dinilai sebagai bentuk koalisi yang sangat kuat di parlemen seolah-olah menemui jalan buntu karena koalisis justru terpecah belah hingga memicu perdebatan di ranah yang lain.

Ketiga permasalahan pajak emiten milik grup Bakrie yang mencuat seiring dengan retaknya koalisi. Ical begitu sebutan untuk Aburizal Bakrie yang menjabat sebagai ketua umum partai Golkar, juga memiliki beberapa perusahaan yang terdaftar di lantai bursa. Pergerakan saham grup Bakrie menjadi emiten yang memberikan kontribusi besar terhadap IHSG (indeks harga saham gabungan).

Sehingga setiap perubahan pada harga saham grup Bakrie seperti BUMI Resources akan diikuti oleh saham emiten yang lainnya. Retaknya koalisi serta penunggakan pajak oleh emiten grup Bakrie membuat kinerja saham grup bakrie juga menurun. Hal tersebut juga disinyalir sebagai masalah bagi terkoreksinya indeks harga saham gabungan. Dan sekaligus menjadi pendorong IHSG bergerak anomali dan tidak sesuai dengan pergerakan bursa regional.

Padahal dari sisi eksternal, IHSG seharusnya telah menemui momentum penguatan. Krisis di Yunani yang sebelumnya sempat memicu kekhawatiran dunia internasional. Saat ini, Yunani sedang dalam proses recovery setelah Negara yang tergabung dalam Uni Eropa melakukan sejumlah langkah konkrit dalam penyelamatannya. Indeks bursa di eropa pun berangsur-angsur membaik serta merealisasikan kenaikan dalam transaksi hariannya.

Demikian juga Dow Jones, dimana inflasi di AS telah menjadi isu serius bagi Bank Sentral AS The FED. Sehingga membuat The FED menaikan suku bunga acuan di negeri tersebut. Sejumlah indikator eksternal tersebut seharusnya mampu menjadi stimulus bagi bursa dunia lainnya untuk terus menguat termasuk IHSG. Apalagi mata uang kita Rupiah diperkirakan akan terus mengalami penguatan seiring dengan laju PDB (produk domestic bruto) kita yang cukup fantastis.

Banyak indikator yang sebenarnya mendorong bursa agar terus menguat. Tugas rumah Pansus Century memang bukan untuk mengurusi permasalahan bursa yang terseok-seok saat ini. Namun, implikasi dari setiap statemen, arah kebijakan serta perkembangan Pansus Century itu sendiri juga sangat berpengaruh bagi IHSG. Tidak melulu kita berharap dari data-data keuangan yang dihasilkan emiten maupun ekonomi secara keseluruhan. Karena saham pada dasarnya juga dipengaruhi oleh kondisi politik suatu Negara.

Kita mengharapkan bahwa semua orang yang berada di pansus tahu benar masalah yang mereka hadapi sebenarnya berimplikasi signifikan bagi permasalahan lainnya. Bahwa apapun yang mereka tentukan nantinya akan menjadi barometer tidak hanya untuk mengukur seberapa kondusifnya kondisi politik negeri ini, namun bagaimana kebijakan mereka nantinya dapat menjadi barometer untuk kenyamanan investasi di negeri ini.

Semoga saja, apa yang berkembang saat ini di Pansus bukanlah barometer untuk mengukur arah kebijakan pansus nantinya. Namun, tidak lebih merupakan dinamika dari sekumpulan pendapat yang memiliki perbedaan dalam melihat permasalahan yang terjadi. Sehingga, koalisi tetap utuh dan mampu mengeluarkan kebijakan yang win win solution.

Bearish Membayangi Pasar

Medan Bisnis, 15 Februari 2010
Pimpinan Bank Sentral (Federal Reserves) Amerika Serikat Ben S. Bernanke menyampaikan bahwa AS siap untuk menaikkan suku bunga acuan, meskipun tidak merinci kapan tepatnya. Namun yang pasti tidak dalam waktu segera. Apabila suku bunga acuan dinaikkan maka akan terjadi kenaikan serupa terhadap bunga kartu kredit maupun kredit property.

Menimang pernyataan Ben S. Bernanke tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa tanda-tanda ekonomi AS membaik telah muncul, namun sejauh ini ekonomi AS belum sangat kuat untuk mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga. Ben S. Bernanke sepertinya hanya berupaya memulihkan keyakinan investor global dan juga Kongres AS. Jika perekonomian AS cukup kuat maka The Fed memiliki instrumen untuk meningkatkan suku bunga acuan serta menarik stimulus dari perekonomian.

Kebijakan suku bunga AS yang hampir mendekati 0% tentunya mampu menjadi pendorong membaiknya daya beli masyarakat AS. Meski demikian kebijakan tersebut masih harus ditopang dengan stimulus untuk menggiatkan kembali perekonomian. Ditengah memburuknya di Eropa khususnya Yunani, tentunya telah menyebarkan aura negatif dan memunculkan spekulasi bagaimana pemulihan bisa akan tetap berjalan.

Bukankah stimulus juga mengakibatkan likuiditas membanjiri masyarakat ditambah dengan tingkat suku bunga yang rendah. Dan terbayangkan, bagaimana kalau likuiditas tersebut nantinya tidak dapat berputar alias macet. Krisis yang lebih parah tentunya menjadi hal yang sesuai dengan perkiraan sebelumnya.

Kebijakan menaikkan suku bunga ditujukan untuk mencegah terjadinya asset bubble pada pasar saham dan komoditi serta untuk mengendalikan inflasi. Kekhawatirab serupa juga muncul di pasar bursa kita (BEI), dimana koreksi yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir disinyalir sebagai gelembung ekonomi yang berpotensi pecah.

Dengan keluarnya pernyataan tersebut akan membawa angin segar pada mata uang US Dollar. Spekulasi akan bermunculan. Sejauh ini pasar saham dan komoditi sedang dilanda penyakit sentimen fundamental yang negatif. Seiring dengan masih belum adanya kejelasan pada permasalahan utang publik di Yunani.

Proses pemulihan yang sebelumnya menebarkan optimisme, kini menjadi tidak stabil prosesnya. Banyak Negara yang kustru mengalami penurunan pertumbuhan seperti kebanyakan Negara eropa. China, yang diharapkan mampu menggantikan perekonomian AS justru memperketat likuiditas serta menambah cadangan devisa. Ini merupakan sinyal kehati-hatian yang bisa membumi hanguskan pasar saham.

Kalau mengandalkan data perekonomian dalam negeri. Solidnya data yang ditunjukan oleh perekonomian nasional sepertinya tidak akan mampu menahan derasnya arus/sentiment negatif eksternal. IHSG juga membukukan kinerja yang paling buruk dalam 2 pekan terakhir jika dibandingkan dengan kinerja indeks regional.
Ancaman lain juga muncul dari lembaga pemeringkat yang bisa saja menurunkan peringkat Indonesia seiring dengan permasalahan Bank Century. Saat ini investor dan lembaga pemeringkat (rating agency) masih wait and see terhadap hasil akhir pansus hak angket bank Century oleh DPR-RI.

Permasalahan Bank Century bisa saja menimbulkan polemik politik, yang secara umum adalah politisasi kebijakan ekonomi dan corporate action yang bisa mengganggu kepastian bisnis di Indonesia. Kalau semua sentimen yang tidak dapat diterima tersebut belum bisa membelikan arah penyelesaian yang jelas, maka saatnya telah datang bahwa koreksi di pasar saham, komoditas dan keuangan di depan mata.

Saturday, February 06, 2010

Indonesia Ditengah Gunjang Ganjing Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 01 Februari 2010
US Dolar kembali menguat terhadap mata uang dunia termasuk Rupiah. Negeri para dewa - Yunani yang dilanda krisis membuat orang semakin ragu dengan prospek pemulihan ekonomi global, dan kembali memburu US Dolar sebagai safe heaven. Sehingga membuat mata uang US$ mengalami penguatan paling signifikan terhadap Euro.

Yunani sejauh ini belum meminta bantuan Negara sekawasan – Uni Eropa untuk menyelamatkan perekonomiannya dari keterpurukan. Yunani menuding masalah krisis dinegaranya disebabkan oleh aksi spekulan yang memanfaatkan yunani. Hal tersebut terjadi karena yunani merupakan Negara yang paling lemah diantara Negara eropa lainnya.

Pasar juga merespon negatif pasar modal diseluruh dunia. Dalam beberapa hari perdagangan terakhir indeks bursa global tertekan yang diakibatkan oleh krisis yang masih melanda sejumlah Negara tersebut. Hal ini sangat memukul pasar keuangan dunia, akibat permasalahan di seputar dunia keuangan yang begitu kompleks. Kebijakan China dan negeri paman sam baru-baru ini sebenarnya juga masih menjadi sentimen negatif yang dapat membuat keuangan global terkoreksi.

Keadaan tersebut diperburuk dengan krisis di Yunani serta penurunan harga minyak mentah secara tajam. Nilai tukar Rupiah dan IHSG juga mengalami pukulan kuat, nilai tukar Rupiah kembali melemah di atas Rp.9.300/US$, sementara IHSG juga berkutat dikisaran 2.600 dengan kecenderungan turun. Minimnya sentimen pasar serta permasalahan politik dalam negeri membuat fluktuasi pasar finansial di Indonesia bergerak liar.

Seperti peringatan 100 hari kinerja kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh presiden susilo bambang yudhoyono. Beberapa hari sebelum dilaksanakan demo besar-besaran tersebut (28/01), telah membuat panik para pelaku pasar sebelumnya. Dan sekalipun aksi demo tetap berjalan lancar, namun keadaan tersebut tidak mampu membuat pasar finansial kita menggeliat. Sejmlah faktor eksternal masih tetap saja menghantui pasar keuangan kita.

Ada begitu banyak sentimen negatif yang akan membanjiri pasar keuangan kita dalam beberapa minggu kedepan. Permasalahan Bank Century yang berlarut-larut menjadi salah satu contohnya. Sementara itu, ekspektasi rendahnya laju inflasi selama tahun 2010 yang diperkirakan akan berada di kisaran 6%, sebenarnya merupakan angin segar, setidaknya BI rate akan tetap sama sepanjang tahun 2010 ini.

Namun perkiraan tersebut tidak selamanya benar, kenapa? Fluktuasi harga minyak mentah dunia yang berkutat pada harga $80/Barel saat ini yang menjadi salah satu indikatornya. Selain itu, kebijakan China yang membatasi penyaluran kredit perbankan juga akan menahan laju pertumbuhan ekonomi China yang akan mempengaruhi konsumsi minyak negara tersebut.

Melihat kejadian Yunani, Harga Minyak serta kebijakan yang sangat hati-hati dari 2 negara ekonomi besar seperti AS dan China, seakan memberi kesan bahwa tahun 2010 sebagai tahun pemulihan masih sebatas wacana saja.

Pasar masih melihat bahwa gunjang-ganjing di pasar keuangan dunia masih akan tetap terjadi. Ketidakpastian arah pemulihan ekonomi global juga masih terlihat. Ekonomi dunia masih berkutat mencari titik keseimbangan baru. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa Negara justru bertolak belakang.

Dari yang sebelumnya untuk melakukan pemulihan, menjadi kebijakan yang dibuat untuk mengurangi resiko akan terjadinya krisis yang lebih besar lagi. Indikator ekonomi negara kita sebenarnya masih cukup solid. Namun tidak menggaransi bahwa pasar finansial tetap bullish.

Ditopang dengan konsumsi dalam negeri yang signifikan, Pasar keuangan kita seharusnya tetap menjadi pilihan menarik bagi investor. Akan tetapi, dengan ketidak pastian arah pergerakan ekonomi global, sepertinya tren bullish yang dibentuk akan lebih banyak dibanjiri oleh dana jangka pendek (Hot Money) sehingga belum dapat menghindarkan kita dari gunjang ganjing di pasar keuangan yang akan datang.

Ketika Pertumbuhan Harus Dibatasi

Medan Bisnis, 25 Januari 2010
Raksasa ekonomi Amerika Serikat melalu presidennya Barack Obama menyatakan pentingya membatasi resiko di sektor perbankan. Batasan yang dimaksud adalah pengambilan resiko yang bisa saja pengetatan pengucuran kredit perbankan. Langkah presiden Barrack Obama tersebut langsung mendapatkan respon.

Setidaknya harga saham-saham di Amerika terjun bebas dan mengantarkan indeks Standard & Poor’s 500 mengalami koreksi yang paling besar sejak bulan oktober tahun lalu. Seiring dengan rencana gedung putih yang mengajukan proposal pembatasan dalam resiko keuangan AS serta rencana China yang akan menekan laju pertumbuhan ekonominya.

Langkah yang diambil pemerintah AS diyakini presiden AS untuk mencegah terjadinya krisis keuangan lainnya. Seiring dengan hal itu, pengetatan kebijkan moneter sepertinya mutlak dilakukan guna membatasi pengucuran dana masyarakat ditengah ketidak pastiaan pemulihan ekonomi global. Apa yang terjadi setelah langkah pemerintah AS tersebut?

Hampir semua saham perbankan AS mengalami koreksi yang cukup signifikan dan sangat memukul kejatuhan indeks bursa global tanpa terkecuali Indonesia. Saham-saham perbankan Indonesia justru mengalami koreksi yang diakibatkan oleh faktor internal seperti pembobolan kartu ATM.

Memang sangat mengkhawatirkan manakala kondisi keuangan yang belum stabil harus mengucurkan dana maupun stimulus guna meningkatkan konsumsi dan daya beli. Kenapa? Karena dengan keuangan yang sedang bermasalah dan tetap menjalankan stimlus sebenarnya memberikan ruang untuk menciptakan peluang krisis lanjutan, terlebih stimulus tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Dan juga berdampak pada tingginya inflasi. Dan bayangkan apa yang akan terjadi pada saat stimulus ternyata tidak begitu efektif sehingga mengangkat inflasi ke level yang lebih tinggi lagi. Yang ada adalah seperti bola salju yang menggelinding dan semakin besar sebelum akhirnya menghancurkan semua yang dilewatinya.

China sepertinya juga mengalami hal yang sama. Kekhawatiran terhadap perkembangan perekonomian global harus diikuti dengan pengetatan kebijakan penyaluran kredit oleh negeri panda tersebut. Kekhawatiran tersebut sepertinya akan memicu masalah lainnya khususnya di dunia keuangan.

Diantara sekian banyak sentiment negative tersebut. Secara fundamental perusahaan di AS pada dasarnya membukukan keuntungan dalam laporan keuangan triwulan ke empat yang justru lebih baik dari estimasi para analis sebelumnya. Diantara 62 perusahaan yang melaporkan pendapatan dan tergabung dalam S&P 500, terdapat 46 perusahaan yang merealisasikan keuntungan melebihi rata-rata dari data Bloomberg.

Apa yang terjadi?. Ini menggambarkan bahwa ekspektasi pasar sangat berlebihan dalam merespon kebijakan gedung putih meskipun dalam jangka waktu tertentu memang akan berdampak buruk dalam perekonomian khususnya sektor perbankan. Penulis melihat ada peluang kenaikan pada emiten perbankan yang mengalami koreksi pada saat ini.

Bukan hanya itu. Ada sekitar 130 perusahaan lagi yang juga tergabung dalam S&P 500 dan berencana untuk memberikan laporan keuangannya. Termasuk perusahaan Apple Inc. Sehingga tidak menutup kemungkinan adanya pembalikan arah pergerakan pasar yang membentuk tren bullish.