Thursday, February 17, 2011

Inflasi, BI Rate, Mesir Dan Kepercayaan Pasar

Medan Bisnis, 7 Februari 2011
Kenaikan harga pangan di akhir bulan desember dan selama bulan januari sudah ditebus dengan terkoreksinya IHSG dari 3700-an ke 3300-an. Laju inflasi yang sangat liar diyakini membuat kepercayaan investor pudar. Sehingga banyak investor melakukan aksi profit taking. Namun pertanyaannya benarkah investor keluar karena inflasi? Ada beberapa kemungkinan yang bisa saja menjadi jawaban untuk pertanyaan tersebut.

IHSG turun bukan karena inflasi, melainkan karena IHSG sudah naik signifikan sehingga secara alamiah sudah saatnya terkoreksi. Jawaban tersebut sangat masuk akal, karena tidak selamanya IHSG terus menerus akan mengalami penguatan. Sebagai pelaku pasar yang rasional tentunya kita wajib percaya bahwa IHSG selalu melakukan 2 hal yang berlawanan yaitu kalau tidak naik ya turun.

Alasan lainnya adalah koreksi IHSG merupakan bentuk antisipasi oleh aksi korporasi 2 perusahaan BUMN seperti Private Placement dan Right Issue Bank Mandiri serta IPO Garuda Indonesia. Investor melakukan aksi profit taking agar dapat mengikuti 2 aksi korporasi perusahaan tersebut. Terlebih private placement Bank Mandiri, yang dikabarkan diikuti oleh banyak peminat terutama dari institusi.

Inflasi hanyalah merupakan alasan yang tepat agar dilakukannya aksi jual saham secara besar-besaran beberapa waktu lalu. Ditambah lagi ada krisis mesir yang dampaknya ke pasar keuangan kita seharusnya tidak dirasakan secara langsung. Namun, lagi-lagi sentiment tersebut benar-benar mampu dan efektif merubah pergerakan pasar dan menjadi semacam sesuatu yang bisa di percaya di pasar modal.

Jawaban-jawaban pasti dari pertanyaan di awal tulisan ini hanya anda lah yang lebih tahu. Disaat harga bahan pangan naik, inflasi tak terkendali, mesir diguncang prahara, dan anda melakukan aksi jual, beli atau diam saja itu merupakan suatu sikap diri dari apa yang anda yakini.

Hal yang pasti, Inflasi selalu berkaitan erat dengan suku bunga atau yang lebih familiar adalah BI Rate. Di saat Inflasi naik atau turun maka BI rate akan bergerak menyesuaikan. Bila kita melihat IHSG bergerak menguat beberapa hari terakhir, sepertinya investor mengabaikan dua fakta yang ada yaitu kerusuhan mesir dan kenaikan BI Rate. Jumat kemarin BI Rate dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 6.75%. Keputusan BI tersebut sepertinya disambut baik oleh pelaku pasar.

Buktinya di sesi 1 IHSG sempat terkoreksi tipis, namun sesaat setelah BI Rate diumumkan IHSG terus berbalik arah dan akhirnya ditutup menguat. Padahal kalau kita ngerti teorinya, kenaikan suku bunga biasanya akan berdampak negatif terhadap bursa saham. Nah ada apa ya? Yang menjadi alasannya adalah kepastian tentang laju inflasi. Setidaknya BI sadar betul dengan ancaman yang muncul seiring dengan bergejolaknya mesir yang berdampak pada naiknya harga minyak dunia serta masih adanya ancaman kenaikan harga pangan.

Nah minggu ini merupakan minggu yang bisa membawa kebahagian bagi pelaku pasar modal. Datang jauh dari bursa paman sam dimana data ketenaga kerjaan berhasil mencatatkan kenaikan, atau tingkat penganggurannya turun. Dow Jones ditutup menguat minggu lalu. Sementara itu, bursa asia akan kembali buka setelah perayaan Chinese New Year.

Happy cuan, buat masyarakat suku tionghoa ini merupakan sebuah berkah pastinya di tahun baru imlek. Tapi kesempatan ini juga bisa kita raih bila kita mampu memanfaatkannya dengan baik. Beli di saat semua indikator baik muncul dan jual di saat indikator tersebut sudah waktunya memudar. Atau anda hanya melakukan beli dan simpan lalu dijual di waktu tertentu seperti yang dilakukan oleh warran Buffet. Semua kembali kepada keyakinan anda terhadap pasar modal.

Krisis Mesir Dan Bursa Saham

Medan Bisnis, 31 Januari 2011
Revolusi ternyata telah menghinggapi beberapa negara di Timur Tengah. Dimulai dari krisi di Tunisia yang meminta presiden Zine El Abidine Ben Ali untuk segera diadili. Setelah Tunisia saat ini Mesir dan Aljazair juga dilanda hal yang serupa, dan bahkan mengalami kerugian yang paling parah. Warga dari negara arab sepertinya sedang dalam kemarahan yang luar biasa.

Mencuatnya harga bahan pangan, inflasi yang tidak terkendali serta tingginya angka pengangguran menjadi pemicu utama atas kerusuhan ini. Selain masalah politik lain yang memang belum beres, seperti rezim kepemimpinan presiden hingga 30 tahun. Kerusuhan tersebut bukan berarti hanya akan dirasakan oleh negara yang sedang berkecamuk, namun tetap akan mempengaruhi negara lain khususnya pasar keuangan.

Bursa saham Amerika Serikat turun tajam pada perdagangan Jumat minggu kemarin. Rontoknya bursa tersebut diyakini karena pemimpin Mesir gagal untuk membendung aksi protes. Saham-saham blue chips di Amerika seperti Ford, Microsoft dan Amazon sangat mengecewakan. Sementara itu Dow Jones Industrial Average turun 166,13 poin (1,39 persen) menjadi 11.823,70 pada penutupan, dan indeks S&P 500 turun 23,20 poin (1,79 persen) menjadi 1.276,34.

Kerusuhan di Mesir membuat Bursa Wall Street mengalami kerugian paling besar sejak 6 bulan terkahir. Pelaku pasar memilih untuk mengambil jalan yang paling aman dengan tidak melakukan pembelian saham. Pasar tidak suka dengan ketidakpastian seperti permasalahan geopolitik, selain itu potensi penyebaran krisis mesir ke Negara lain masih berpeluang sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi investor.

Ada hal yang lebih serius yang bisa memicu kondisi pasar keuangan dunia, yaotu melonjaknya harga minyak dunia. Seperti yang kita ketahui, Timur tengah merupakan Negara penghasil minyak terbesar di dunia. Harga minyak dunia kembali merangkak naik dalam sesi perdagangan jumat kemarin sebesar 4.4%. Ini tentu sangat mengkhawatirkan kondisi ekonomi global tanpa terkecuali Indonesia.

Dalam beberapa waktu kedepan, pasar saham akan dilanda aksi jual besar-besaran. Kalau IHSG menguat dalam perdagangan minggu kemarin, maka potensi penurunan bagi IHSG masih tetap ada. Setidak-tidaknya IHSG berpeluang turun ke level 3300 atau bisa ke 3000, dan sangat bergantung pada perubahan kondisi keamanan di Negara Timur Tengah yang tengah dilanda krisis.

Selain krisis di Timur Tengah ada juga ancaman lain dari Amerika Serikat. Tingkat pengangguran di AS diperkirakan masih akan mengalami kenaikan di bulan Januari ini. Ekonomi AS sepertinya belum benar-benar pulih dan keluar dari krisis keuangan yang melilit sejak tahun 2008 silam. Kondisi tersebut bisa memperparah kinerja Indeks bursa dunia. Sehingga guncangan eksternal di pasar keuangan benar-benar akan berpengaruh bagi kinerja pasar keuangan kita.

Ada begitu banyak sentiment negatif yang menyelimuti bursa kita dalam waktu dekat. Beberapa diantaranya yaitu lonjakan harga pangan dan inflasi. Sementara sentimen negatif dari luar seperti krisis timur tengah serta kinerja bursa wall street yang mengecewakan turut akan menjadi ancaman serius bagi pasar keuangan kita dalam waktu dekat ini.

Hal yang paling perlu dikhawatirkan adalah adanya rencana sejumlah perusahaan di lantai bursa yang akan mencatatkan saham perdananya (IPO) Garuda Indonesia serta right issue Bank Mandiri. Dengan kondisi bursa yang sedang diselimuti sentiment negatif maka peluang bursa terjebak dalam trend bearish tidak terhindarkan. Dan untuk itu kita perlu hati-hati dalam mengantisipasi kemungkinan jelek tersebut.

Urgensi kebijakan Finansial dan Lingkungan Metaekonomi

Medan Bisnis, 24 Januari 2011
Nilai tukar Rupiah melemah, IHSG turun tajam, Inflasi di tahun 2011 diperkirakan naik signifikan, dan BI Rate diperkirakan akan naik awal februari mendatang. itulah sejumlah alasan yang mencuat yang selalu dijadikan alasan terhadap wajah pasar keuangan kita 2 minggu terakhir. Arus dana asing kembali keluar yang beriringan dengan aksi jual masif di pasar saham membuat IHSG terkoreksi signifikan.

Tantangan ekonomi Indonesia semakin berat, meskipun pada dasarnya ekonomi kita masih berpeluang tumbuh di tahun kelinci ini. Tantangan kebijakan baik dari sisi moneter dan fiskal biasanya selalu bisa di prediksikan sebelum kebijakan itu benar-benar dikeluarkan nantinya. Dengan menggunakan besaran asumsi-asumsi yang biasa digunakan. Namun koordinasi yang tepat antara kebijakan moneter dan fiskal sepertinya yang belum kita miliki saat ini.

Dan sulit tentunya untuk menemukan pola koordinasi kebijakan yang benar-benar efektip. Karena kejutan-kejutan yang tak terduga bisa saja mengubah asumsi kebijakan yang ada. Sehingga koordinasi kebijakan diantara keduanya lebih diharapkan bersifat fleksibel sehingga mampu menjawab semua bentuk kesulitan yang diakibatkan oleh ketidak pastian ekonomi.

Hanya saja, mulai tahun 2009 hingga tahun 2011 seperti yang kita lihat ada begitu banyak bencana alam yang terjadi di belahan dunia ini. Sehingga urgensi kebijakan bukan hanya sebatas pada kebijakan moneter dan fiskal saja. Lingkungan kita ternyata telah meminta perhatian serius karena sifatnya yang tidak bisa diprediksi serta dampak negatifnya terhadap industri dan ekonomi nasional. Memang industri kita masih relatif tidak begitu terganggu oleh bencana alam tersebut. Namun bayangkan saja jika bencana tersebut justru di pusat kegiatan ekonomi Indonesia, tentunya akan memberikan dampak yang signifikan.

Selain itu, kerusakan alam yang terjadi di negara lain juga mengancam ekonomi nasional. Seperti kenaikan harga komoditas batu bara akhir-akhir ini akibat banjir hebat yang melanda australia. Tentunya akan sangat memukul industri kita yang kerap menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utamanya. Seperti umumnya pada pembangkit listrik di negeri ini. Ini menunjukan bahwa bencana alam negara lain tetap berpengaruh pada kondisi ekonomi domestik.

Sudah semestinya kebijakan Fiskal dan Moneter harus disandingkan dengan kebijakan dilingkungan ekonomi alam (metaekonomi). Bila kita mampu meprediksi pergerakan nilai tukar Rupiah dan IHSG, nah belum ada yang mampu memprediksi kapan bencana alam akan terjadi. Padahal dampak negatifnya seperti yang sudah-sudah bisa menimbulkan inflasi serta mampu merubah asumsi ekonomi makro yang kerap dituangkan dalam RAPBN kita.

Perubahan iklim yang tidak menentu seperti yang terjadi saat ini, bukankah telah membuat harga komoditas pangan seperti beras dan cabai naik signifikan. Dan perhatikan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi kita tahun ini, karena diekspektasikan inflasi akan naik signifikan IHSG pun akhirnya harus kandas, Rupiah juga melemah meskipun di lain pihak meng-klaim karena BI tidak mengantisipasi laju inflasi tersebut dengan menaikkan BI Rate.

Ketidakharmonisan alam dengan manusia juga kerap menimbulkan kondisi keamanan dan politik di negara tersebut tidak menentu. Seperti kebanyakan negara miskin lainnya. Alam yang dianggap kurang bersahabat serta dianggap tidak mampu mensejahterakan manusia yang tinggal disekitarnya. Akan selalu dapat memberikan alasan bagi manusia yang hidup disekitarnya untuk melakukan hal-hal yang negatif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena urgensi terhadap rasa lapar selalu di atas kebutuhan manusia lainnya termasuk bermasyarakat.

Indonesia juga tidak jauh berbeda. Di saat semua harga kebutuhan pokok meningkat, di saat itu pula bermunculan sejumlah pihak yang menyatakan bahwa pemerintah gagal dalam mensejahterakan rakyatnya. Pendapat tersebut benar adanya, namun yang kurang tepat adalah pernyataan tersebut diambil tanpa melihat bahwa ada faktor alam yang sulit diprediksikan (unpredictable) serta menjadi komoditas politik belaka. Untuk itu, pemerintah harus mampu melihat urgensi kebijakan lingkungan metaekonomi yang diselaraskan dengan kebijakan fiskal dan moneter.

IPO (Initial Public Offering) Garuda dan Ekspektasi

Medan Bisnis, 17 Januari 2011
Di awal tahun 2011 ini, ada dua perusahaan yang melantai di BEI (bursa efek Indonesia). Emiten tersebut adalah PT Megapolitan Developments Tbk (EMDE) dan PT Martina Berto Tbk (MBTO). Namun, pada saat listing perdana tersebut kedua emiten kurang beruntung karena harga sahamnya langsung anjlok di hari pertama perdagangan. Sangat berbeda dengan PT. Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang dalam listing perdananya di akhir tahun 2010, sahamnya langsung naik di harga paling atas (auto reject).

Ekspektasi Inflasi di tahun 2011 yang kurang baik disinyalir menjadi penyebab terkoreksinya kedua saham tersebut (EMDE dan MBTO). Meski demikian ada sekitar 10 perusahaan yang direncanakan IPO di tahun 2011 ini. di antaranya sedang diproses oleh BEI, yaitu PT Mitra Bahtera Segara Sejati (MBSS) dan PT Sido Mulyo Selaras. Dan yang tak kalah menarik ada PT. Garuda Indonesia yang akan melantai awal februari mendatang.

Garuda Indonesia merupakan maskapai penerbangan terbesar di Indonesia dengan melakukan banyak rute perjalanan domestik. Saham Garuda diperkriakan akan menyita perhatian public dalam waktu dekat ini. Garuda merupakan perusahaan BUMN pertama yang akan melantai pertama kali di tahun 2011 ini. Meskipun dibayangi kinerja jelek harga saham EMDE dan
MBTO, yang telah melantai terlebih dahulu.

Tidak hanya itu saja, Garuda Indonesia melantai di saat inflasi cenderung bergerak liar. Selain itu ada maskapai penerbangan Mandala yang harus berhenti beroperasi untuk sementara. Ini menjadi pertimbangan para calon investor PT. Garuda Indonesia. Seperti halnya Mandala, Garuda Indonesia juga pernah mengalami kesulitan yang mungkin tidak jauh berbeda dengan Mandala.

Namun, Garuda saat ini menjadi perusahaan yang lebih sehat jika dibandingkan kinerja tahun tahun sebelumnya khususnya di saat masa krisis 1997-1998. Garuda telah berhasil mencetak laba serta sudah siap untuk Go Public. Kunci keberhasilan Garuda adalah karena Garuda telah melakukan serangkaian restrukturisasi. Menjadi penting bagi kita untuk bisa membedakan antara manajemen Mandala dan Garuda saat ini.

Proses restrukturisasi di mulai dengan menyuntikan modal ke Garuda guna menyelamatkan maskapai penerbangan kebanggan nasional tersebut. Dengan di bantu oleh pemerintah sebagai pemegang saham utama. Pemerintah pernah menyetujui utang Garuda kepada PT Angkasa Pura I dan II sebesar US$36 juta dikonversi penyertaan modal pada 2006. Dan yang paling akhir juga melibatkan Bank Mandiri dalam bentuk Mandatory Convertible Bonds.

Menurut Bpk Emirsyah selaku direktur PT. Garuda Indonesia, langkah-langkah lainnya dalam mendekatkan diri dengan pelangggan salah satunya adalah dengan memindahkan gedung Garuda yang semula berada di Medan Merdeka Selatan ke kawasan Bandara Soekarno Hatta. Sejumlah langkah restrukturisasi yang dilakukan Garuda tersebut tidak sia-sia, dan pada tahun 2008 keuangan Garuda sudah tidak lagi bermasalah. Sebagai perbandingan Garuda menderita kerugian Rp811 miliar, namun empat tahun kemudian Garuda telah meraup laba Rp669 miliar.

Harga saham Garuda saat ini ditawarkan dalam rentang harga 750 s/d 1100 per lembar saham di pasar primer. Dimana alokasi dana tersebut nantinya akan di gunakan oleh manajemen untuk menambah armada menjadi 116 pesawat pada 2012. Saat ini jumlah armada Garuda mencapai 62 pesawat. Dengan menambah rute penerbangan domestik dan internasional menjadi 62 destinasi.

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah. IPO perusahaan plat merah yang telah memiliki kinerja baik selalu di respon positif oleh para pelaku pasar. IPO perusahaan sejenis ini biasanya selalu kelebihan permintaan (oversubscribe). Selain itu, saham-saham plat merah selalu memberikan keuntungan yang signifikan dalam jangka panjang.

Harga Cabai Kian Pedas, IHSG pun Kandas

Medan Bisnis, 10 Februari 2011
Tahun baru baru saja berlalu, namun minggu pertama awal januari kemarin menjadi minggu pahit bagi Indeks bursa kita. Setelah mengalami kenaikan sejak akhir desember hingga hari pertama bulan januari, IHSG kembali terpuruk signifikan dalam 2 hari transaksi di akhir pekan. Ada begitu banyak faktor negatif sehingga membuat IHSG terpuruk, salah satu diantaranya adalah tekanan inflasi yang mengkhawatirkan.

Salah satu yang menjadi terror menakutkan bagi laju inflasi di tahun ini salah satunya adalah mahalnya harga cabai yang bertengger di atas Rp.100.000/kg. Meskipun bukan termasuk makanan pokok, namun cabai rupanya telah menyita perhatian publik hingga presiden. Kenaikan cabai jelas akan menjadi katalis bagi kenaikan laju inflasi dari bahan pangan. Apalagi beras sudah melambung terlebih dahulu, sehingga menambah kehawatiran di pasar modal.

Rasa pedas dari cabai nantinya akan membuat Bank Indonesia sulit untuk terus mempertahankan suku bunga acuan yang saat ini sedang dipertahankan di level 6.5%. Cepat atau lambat BI rate tidak mungkin tidak naik, Bapenas bahkan berani memprediksi inflasi akan bergerak dikisaran 7.5% hingga 8%. Jadi berapa besar BI rate yang sesuai untuk berdampingan dengan laju inflasi. Sepertinya tidak mungkin di level saat ini.

Dalam artikel sebelumnya memang inflasi yang menjadi kekhawatiran di tahun 2011. Dan ternyata datangnya juga sangat cepat di minggu pertama tahun baru ini. Inflasi yang tinggi nantinya akan meningkatkan bunga kredit dan berdampak pada menurunya kinerja emiten yang nantinya akan memberikan dampak negative bagi kinerja saham-saham di lantai bursa (harga sahamnya turun).

Seiring dengan itu, Bank Indonesia berpendapat bahwa kenaikan ekspektasi inflasi akan dapat diminimalisir apabila dilakukan peningkatan efektivitas produksi, distribusi, dan ketersediaan bahan pokok di tingkat nasional dan daerah. Kita tetap optimis semoga aja langkah BI itu bisa terlaksana. Namun, kondisi inflasi saat ini sudah mengkhawatirkan sehingga membutuhkan penanganan lebih cepat.

Dan yang lebih buruk adalah harga pangan dunia juga mengikuti tren kenaikan yang sama. Cuaca ekstrem serta gagal panen sedang menhantui hampir semua Negara. Inflasi benar-benar bergerak liar di tahun 2011 ini. Terlebih lagi harga minyak dunia juga terus mengalami tren kenaikan, sudah mendekatai $100/barel.

Kalau inflasi tidak bisa dikendalikan maka asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2011 dengan sendirinya nanti akan direvisi. Kondisi ekonomi global yang tidak menentu turut mempengaruhi ekonomi domestik yang juga tidak menentu. Meski demikian, kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam pengelolaan capital inflows dan stabilitas nilai tukar rupiah memberikan harapan akan ekspektasi positif perekonomian Indonesia.

Harga pangan khususnya cabai benar-benar sangat fenomenal. Harga saham berguguran karenanya, walaupun sebenarnya cabai bukan makanan pokok. Apalagi saham yang jelas-jelas bukan kebutuhan primer. Inflasi yang tinggi akan membuat orang lebih realistis dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, ketimbang membeli saham yang biasanya dilakukan oleh orang kelebihan dana (excess fund). Tetapi penulis berkeyakinan itu tidak akan terjadi.

Wednesday, February 16, 2011

Perkiraan Ekonomi Indonesia Tahun 2011

Medan Bisnis, 27 Desember 2010
Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) di tahun 2010 cukup fantastis. Selama tahun 2010 ini IHSG telah mencatatkan kenaikan di atas 40%. Yang berarti jika kita menyimpan uang dalam bentuk efek khususnya saham, maka ada kemungkinan uang kita bertambah sebanyak 40%. Bisa saja lebih dari 40%, jika kita tepat memilih saham yang memiliki kinerja di atas rata-rata pergerakan IHSG.

Terbukti jika berinvestasi di pasar saham memberikan keuntungan yang lebih tinggi dari produk investasi lain dalam jangka panjang. Pertumbuhan pendapatan para emiten di lantai bursa yang menjadi salah satu penyebabnya, selain pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tetap naik meskipun sejumlah Negara besar justru mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekonominya.

Inflasi masih tetap menjadi kekhawatiran bagi pasar modal kita. Meski demikian laju inflasi ditahun 2011 nantinya tidak akan jauh berbeda dengan laju inflasi di tahun 2010 ini. Hanya saja Bank Indonesia memiliki ruang untuk menaikan suku bunga di tahun 2011, terlebih jika harga pangan terus naik ditambah naiknya harga minyak dunia yang diperkirakan bisa mendekatai harga $100/barel.

Katalis di tahun 2011 yang diperkirakan akan tetap menopang IHSG untuk tetap naik adalah belanja pemerintah serta pertumbuhan investasi asing di negeri ini. Karena Indonesia masih menarik di mata investor internasional yang ditegaskan dengan rencana kenaikan peringkat hutang Indonesia oleh Moody’s. Bukti yang nyata terlihat dengan terus meningkatnya FDI (Foreign Direct Invesment) dari tahun ke tahun.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih menjanjikan nantinya akan meningkatkan permintaan kredit, yang diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 15% dari tahun 2010 ini. Sehingga di tahun 2011 mendatang bukan tidak mungkin IHSG dapat menembus level 4000 atau mungkin lebih tinggi lagi. Sehingga tentunya berinvestasi di pasar modal masih menjanjikan keuntungan.

Pertumbuhan pendapatan beberapa emiten yang menjanjikan ada di sektor komoditas seperti pertambangan dan perkebunan. Beberapa saham yang menarik dicermati antara lain ADRO (Adaro energy), BWPT (BW Plantation), LSIP (London Sumatera) dan UNTR (United Tractor). Meskipun tentunya masih ada saham lain yang layak untuk dikoleksi.

Untuk surat hutang Negara, sejauh ini Indonesia tetap mampu menarik minat investor untuk berinvestasi dalam instrument tersebut. Meskipun perbedaan suku bunga (spread) antara BI Rate dan Bunga The FED terus mengecil. Namun, kepemilikan asing dalam surat utang Negara justru terus meningkat. Walaupun pada dasarnya hal tersebut juga menyisahkan masalah disisi lain.

Nilai tukar Rupiah sepertinya tidak perlu dikhawatirkan di tahun 2011 nanti. Cadangan devisa kita yang terus membesar memberikan ruang yang lebih banyak bagi Bank Indonesia untuk mengontrol laju pergerakan Rupiah agar tetap sesuai dengan kepentingan nasional. Sehingga memungkinkan bagi Rupiah untuk tetap bertahan dan menghindari kemungkinan guncangan eksternal di tahun 2011.

Dengan melihat perkembangan ekonomi makro serta ekspektasi di masa yang akan datang, kita dapat berkesimpulan bahwa ekonomi kita tetap menjanjikan di tahun 2011. Banyak peluang yang masih bisa kita raih serta berharap tidak ada kejutan-kejutan diluar ekspektasi. Dengan tetap bersyukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa. Selamat Natal dan Tahun Baru bagi yang merayakan.

Memilih Investasi di Tahun 2011

Medan Bisnis, 20 Desember 2010
Sebentar lagi tahun 2010 berakhir, dan kita akan memasuki tahun 2011. Di tahun-tahun 2008hingga 2010 kita masih menyaksikan banyak Negara eropa yang membutuhkan dana talangan (bailout) untuk keluar dari krisis yang menggurita hingga saat ini. Krisis yang diawali di Amerika Serikat terus menular dan berpindah-pindah dari satu Negara ke Negara lainnya. Namun, Negara-negara dikawasan Asia justru mampu bangkit termasuk Indonesia.

Seiring dengan membaiknya kinerja IHSG, tentunya semakin banyak produk reksadana khususnya reksadana saham yang memberikan imbal hasil tinggi. Klaim dari manager investasi pun bermunculan, tentunya banyak yang mengklaim bahwa kinerja reksadana mereka yang paling bagus diantara reksadana lainnya (sekuritas atau manager invetasi lain). Namun, tentunya jarang yang ada mengklaim bahwa reksadananya memiliki kinerja terburuk di saat IHSG terkoreksi tajam seperti yang terjadi di tahun 2008 kemarin.

Dengan kondisi pasar yang bullish (2009 hingga sekarang), Tentunya kinerja di hampir semua reksadana mengalami peningkatan yang bisa dikatakan signifikan. Terlebih bila kinerja reksadana saham tersebut secara presentase mampu mencetak kinerja di atas rata-rata kenaikan IHSG. Namun benarkah IHSG akan terus berakselerasi di tahun-tahun mendatang. Tentunya kita harus berkaca pada realitas serta prediksi ekonomi secara makro.

Selangkah menuju posisi investment grade, setidaknya itu yang bisa menggambarkan rating Indonesia dimasa yang akan datang. Kenaikan rating oleh moodys tersebut setidaknya akan membawa angin segar dalam transaksi di tahun 2011 mendatang. Baik pasar saham maupun produk reksadana masih menjanjikan return atau pendapatan yang lebih tinggi dari produk deposito bank.

Pasar saham juga masih akan dimeriahkan dengan rencana IPO sejumlah perusahaan baik BUMN dan swasta. PT Garuda Indonesia dikabarkan akan melakukan penawaran perdana sahamnya di semester 1 tahun 2011. Dimana biasanya turut melibatkan juga perusahaan sekuritas BUMN sebagai penjamin emisinya.

Saham-saham di sektor semen masih tetap menjanjikan. Meskipun di akhir tahun 2010 ini kinerja saham disektor semen kurang memuaskan, namun itu dipengaruhi oleh cuaca serta permintaan yang kurang dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Namun, dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat tentunya akan banyak permintaan semen di tahun-tahun mendatang.

Oleh karena itu saatnya kita mengkoleksi saham-saham di sektor tersebut. Beberapa saham yang direkomendasikan yaitu INTP (Indocement Tunggal Perkasa), SMGR (Semen Gresik) dan SMCB (Semen Cibinong). Selain itu, saham-saham berbasiskan CPO (crude palm oil) juga layak dilirik seperti AALI (Astra Agro Lestari) ataupun juga BWPT (BW Plantation).
Ekespektasi kenaikan harga sawit dimasa yang akan datang serta ekspektasi membaiknya kinerja emiten tersebut menjadi katalisnya. Untuk perbankan sebaiknya pilih Bank Mandiri. Karena Bank Mandiri masih memiliki kemampuan mencetak laba yang diperkirakan lebih tinggi di tahun seelumnya. Target harga saham Bank Mandiri berada dikisaran Rp. 7.500.

Tentunya sebagai investor kita harus mengetahui benar siapa kita dan tipe seperti apakah investor seperti kita ini. Jika kita sanggup memikul resiko yang besar maka belilah saham yang berpeluang memberikan return yang tinggi, meskipun ada resiko yang tidak kecil didalamnya. Nah jika kita adalah orang yang tidak berani mengambil resiko yang besar. Mungkin reksadana dapat menjadi pilihannya.

Return dari reksadana sangat bergantung pada kinerja portofolio di dalamnya. Untuk itu pilihlah reksadana yang bisa memberikan return yang di harapkan. Return yang dimaksud harus lebih tinggi dari investasi di perbankan dan yang pasti harus lebih tinggi dari ekspektasi laju inflasi. Karena bila investasi yang kita lakukan returnya lebih rendah dari laju inflasi, maka sebenarnya uang kita tidak bertambah namun justru bisa dikatakan mengecil.

Menerawang Tahun 2011

Medan Bisnis, 13 Desember 2010
Pasar saham di Indonesia selama tahun 2010 ini menorehkan kinerja yang luar biasa bagus jika dibandingkan dengan Negara lainnya. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia ditengah memburuknya kinerja ekonomi di banyak Negara Asia, Eropa dan Amerika, menjadikan Indonesia menjadi Negara yang diminati banyak investor untuk berinvestasi di negeri ini. Walaupun sebagian dana yang masuk masih berbentuk dana jangka pendek (hot money).

Walaupun secara keseluruhan ekonomi kita tetap bagus, namun bukan berarti pasar keuangan kita benar-benar aman di tahun 2011. Seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian kita di tahun 2011, namun tingkat resiko berinvestasi di pasar keuangan kita masih tinggi karena memburuknya kinerja ekonomi di Eropa memicu arus dana asing masuk ke Indonesia dan menimbulkan resiko buruk yakni kemuingkinan pembalikan modal.

Investor (dana asing) akan tetap mencari investasi alternatif dengan yield tinggi. Dan karena itulah mengapa negara-negara di Asia tenggara, tidak terkena imbas krisis utang Eropa. Justru posisinya diuntungkan oleh memburuknya ekonomi di kawasan eropa. Nah, di Indonesia, tingkat inflasi yang sepertinya masih terkendali menjadi salah satu pemicunya. Kinerja inflasi tersebut turut membuat suku bunga acuan (BI Rate) tetap dipertahankan.

Hal ini mempengaruhi pasar obligasi Indonesia. Kurva yield obligasi pemerintah menunjukkan pola naik (uptrend) pada September 2010. Seiring dengan langkah asing yang meningkatkan portofolionya ke obligasi jangka pendek. Walaupun besaran BI Rate yang stabil didukung oleh penguatan nilai tukar Rupiah sehingga inflasi relatif terjaga. Namun, tidak selamanya US Dolar akan terus tertekan terhadap mata uang lainnya sehingga momentum pelemahan US Dolar suatu saat pasti akan berakhir. Sehingga menambah kemungkinan besaran resiko yang bisa saja terjadi di masa yang akan datang.

Beberapa kemungkinan resiko yang terjadi yaitu membaiknya ekspektasi ekonomi AS. Jika AS berhasil keluar dari keterpurukan maka akan ada kemungkinan suku bunga AS (The FED Fund Rate) akan dinaikkan sehingga akan mengurangi minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Pemulihan ekonomi AS berpeluang mendongkrak kenaikan harga komoditas dan bisa memperlemah mata uang Rupiah

Yang pada saat waktunya nanti akan menambah laju tekanan inflasi. Dan jika itu terjadi di tahun depan maka ekspektasi BI rate akan naik sangat relevan. Meskipun kenaikan komoditas nantinya akan mengangkat harga saham-saham di bursa. Kenaikan suku bunga akan terus menambah minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Jadi Hot Money tetap berpeluang terus mengucur ke negeri ini, walaupun kita dililit oleh kenaikan harga barang.

Tanggung jawab pemerintah semakin besar. Namun bila momentum seperti saat ini mampu di manfaatkan pemerintah dengan cara merubah arus dana jangka pendek menjadi investasi langsung (Foreign Direct Invesment) akan lebih bermanfaat untuk kita semua tentunya. Sangat sulit dilakukan namun bukan suatu hal yang mustahil.
Tahun depan Indonesia berpeluang mendapatkan rating investment grade dari lembaga rating internasional. Ini tentunya berita bagus, dengan rating tersebut pemerintah bisa mendapatkan dana murah dan tentunya dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Tahun 2011 merupakan tahun akselerasi buat laju pertumbuhan ekonomi kita. Kondisinya akan terus berjalan baik dan sangat mulus jika tidak diikuti dengan adanya guncangan eksternal. Tapi itu tidak mungkin sepertinya. Yang pasti kita tetap bisa optimis di tahun 2011, dengan tetap mendahulukan konsumsi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan Asing.

Krisis Irlandia, Penyelamatan atau Hanya Memperlambat?

Medan Bisnis, 6 Desember 2010
Pemerintah Negara di kawasan eropa, yang dipimpin Negara dengan ekonomi besar seperti Jerman, Prancis dan Inggris, bertemu serta membahas krisis utang yang melanda Irlandia. Masalah klasik seperti ini pernah terjadi sebelumnya dimana semua Negara di eropa berembuk untuk menuntaskan krisis yunani yang bisa merembet ke Negara kawasan eropa lainnya. Namun, saat ini kita tengah menyaksikan kalau apa yang dilakukan sebelumnya terhadap yunani termasuk pencegahan merebaknya krisis ke Negara lain belum membuahkan hasil.

Nah, apakah yang terjadi setelah krisis di Irlandia. Kabarnya Irlandia sedang terbelit imbal hasil (yield) surat utang yang diterbitkan oleh pemerintahnya sendiri. Kepanikan muncul setelah obligasi pemerintah irlandia yang berjuluk “Celtic Tiger” mencatat kenaikan imbal hasil dari 6% menjadi 9%. Kenaikan obligasi bertenor 10 tahun teresebut naik dalam kurun waktu 3 minggu saja. Suatu hal yang tidak lazim tentunya.

Hingga menjelang akhir tahun ini, defisit anggaran pemerintah Irlandia mencapai 32% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka defisit ini meru[akan yang tertinggi di kawasan Eropa. Kalau sudah begini maka jelas Irlandia memiliki resiko gagal bayar (defaoult) yang sangat besar. Dan bernasib sama seperti Yunani yang juga membutuhkan suntikan modal.

Perlu diketahui pula, di eropa obligasi jerman selalu dijadikan tolak ukur dalam menerbitkan obligasi di seluruh Negara eropa. Permasalahannya adalah selisih antara imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun terbitan Irlandia dan obligasi terbitan Jerman melonjak melampaui 680 basis poin. Menarikkah obligasi Irlandia tersebut? Jika dilihat dari imbal hasil pastinya Iya, namun pikirkan juga resiko gagal bayar yang bisa saja terjadi di masa yang akan datang.

Nah dengan defisit neraca yang begitu besar, apakah dana talangan atau biasa disebut dengan bailout mampu menyelesaikan masalah?, entahlah. Setidak-tidaknya langkah yang diambil saat ini mampu memperlambat dampak negatif dari krisis yang sedang terjadi. Belum menunjukan ke suatu kesimpulan dimana krisis dapat diatasi. Dan tentunya perhatian serius dari uni eropa sangat diharapkan, serta dibutuhkan rumusan jelas bagaimana menyelamatkan krisis imbal hasil obligasi Pemerintah Irlandia tersebut.

Disaat Negara anggota uni eropa membeli obligasi dari Irlandia. Muncul wacana agar anggota Uni Eropa yang menjadi investor obligasi tersebut diminta menanggung biaya penyelamatan apabila muncul krisis yang tidak diharapkan. Wacana tersebut jelas menunjukan bagaimana krisis di Irlandia sudah demikian buruknya. Dampaknya adalah harga Obligasi yang kian tertekan serta memicu imbal hasil tersebut semakin meroket.

Investor obligasi Irlandia tersebut tentunya menginginkan agar resiko yang akan diterima di masa yang akan datang lebih setimpal dengan imbal hasil yang didapatkan saat ini. Semakin lama ketidakpastian terhadap pemulihan Irlandia maka semakin besar peluang invetor tersebut untuk tidak lagi masuk kepasar obligai pemerintah Irlandia.

Bank sentral eropa atau ECB sepertinya yang akan bertugas sebagai bumper. Untuk mencegah penyebaran krisis terebut ECB telah melakukan pembelian surat utang pemerintah kawasan Euro. Hal yang paling mendasari adalah bagaimana menyelamatkan sebagian Negara zona euro yang dianggap lemah dalam menghadapi terpaan krisis.

Dampak dari krisis Irlandia tentunya bias dirasakan di Indonesia. Indikatornya dari volatilitas mata uang dan bursa saham. Namun, kita berharap krisis ini tidak melebar ke kawasan lain termasuk Indonesia secara lebih luas. Dan sekaligus kita belajar bagaimana krisis Irlandia yang dipicu oleh melonjaknya yield obligasi negaranya merupakan pelajaran bagus buat Indonesia. SUN jangan dibiarkan memberikan imbal hasil di atas deposito perbankan. Dan jangan sampai tingkat imbal hasil yang tinggi membuat perbankan kita malas menyalurkan kredit, karena SUN saat ini merupakan imbal hasil yang bebas resiko.

Si “Beruang” Bearish Membayangi Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 29 November 2010
Semenanjung korea kembali memanas setelah Korea Utara melakukan serangan roket ke wilayah perbatasan yang sedang dalam sengketa kedua Negara. Beberapa orang di kabarkan tewas. Ketegangan di kawasan tersebut menjadi perhatian serius dan membuat bursa global ikut terguncang. Bursa AS dan bursa regional di kawasan asia terkoreksi akibat kekhawatiran di semenanjung korea tersebut.

Meski demikian pemerintah Korea Selatan berjanji untuk menyediakan cukup likuiditas won dan dolar ke sistem keuangan daerah guna menstabilkan guncangan pasar setelah serangan mematikan Korea Utara di sebuah pulau di dekat perbatasan. Langkah cepat dan sangat agresif dari pemerintah korea selatan tersebut dimungkinkan untuk mencegah munculnya perilaku pelaku pasar yang berlebihan. Walaupun guncangan yang berdampak ke sistem keuangan itu hanya bersifat sementara.

Tensi ketegangan yang cenderung meningkat akan semakin memperburuk kinerja pasar keuangan dunia. Untuk itu, Negara-negara besar dan berpengaruh secara politis di harapkan mampu untuk meminimalisir ketegangan. Mengingat dampak buruk dari perang bukan hanya pada kerusakan-kerusakan fisik semata. Ada begitu banyak dampak yang lebih besar yang bias saja terjadi.

Dan tentunya juga akan berdampak negatif terhadap ekonomi Negara yang terlibat perang, Negara sekawasan asia (regional) atau mungkin skala global.
Indonesia yang juga sebagai mitra dagang pemerintah korea selatan juga turut akan merasakan dampak dari guncangan ekonomi di Korea Selatan. Besarannya akan sangat bergantung pada kapasitas ekonomi yang telah terjalin antara kedua Negara.

Belum selesai masalah semenanjung korea. Masalah krisis keuangan yang kembali “menular” kesejumlah Negara eropa lainnya –setelah krisis yunani- memperburuk kondisi ekonomi global saat ini. Saham AS ditutup jatuh dalam sesi-liburan pendek akibat kekhawatiran terhadap ancaman perang oleh Korea Utara dan krisis utang zona euro yang diduga bisa menyebar ke Spanyol dan Portugal.

Kejatuhan saham-saham di bursa wall street juga diikuti oleh sejumlah bursa dikawasan Asia, termasuk Indonesia. Meskipun sebelumnya indeks bursa wall street sempat naik seiring dengan ekspektasi membaiknya bursa menjelang perayaan thanks giving dan Black Friday. Namun, setelah liburan tersebut bursa AS justru terkoreksi seolah-olah mengabaikan “keajaiban” yang biasa terjadi di liburan tersebut.

Kedepan, lantai bursa sepertinya akan mengalami koreksi dalam tempo yang tidak begitu lama. Serta tetap ada sedikit harapan menjelang perayaan keagamaan seperti Natal serta Tahun Baru. Walaupun belum bisa dipastikan bursa akan membaik menjelang perayaan tersebut. Data-data konsumer di AS tentunya akan terus mengalami perbaikan dari bulan-bulan sebelumnya, namun apakah sdata tersebut mampu melebihi realisasi dari tahun sebelumnya?. Itulah masalahnya.

Meski demikian, bila terjadi penurunan dari saham-saham di Bursa Efek Indonesia, itu merupakan hal yang wajar. Mengingat penguatan indeks BEI sebelumnya dinilai cukup signifikan sehingga membuka peluang terjadinya koreksi dalam jangka pendek. Namun, bila merujuk pada pernyataan wakil presiden Indonesia Budiono yang menyatakan bahwa ekonomi kita akan berakselerasi di tahun 2011 mendatang. Tentunya masih ada harapan, dan kita seharusnya bisa memanfaatkan peluang yang tersedia dari koreksi bursa yang terjadi dalam waktu dekat ini.

Pemulihan Setelah Letusan Gunung Merapi

Medan Bisnis, 22 Novermber 2010
Aktifitas merapi dalam hampir satu bulan terakhir telah melumpuhkan aktifitas perekonomian di wilayah sekitar merapi. Meskipun aktifitas merapi tersebut secara keseluruhan tidak mengganggu ekonomi nasional seperti mempengaruhi kinerja nilai tukar Rupiah dan IHSG. Namun, perbankan dan lembaga keuangan non bank yang sebelumnya aktif menjadi bagian dari aktifitas masyarakat disana, mulai memikirkan cara untuk mencari jalan keluar terhadap kredit yang sempat dikucurkan sebelumnya.

Potensi kredit macet pastilah sangat besar seiring dengan dampak negatif dari erupsi gunung merapi. Menurut lembaga pembiayaan, total dana kredit yang dikucurkan ke kawasan sekitar gunung merapi hanya 5% dari total dana yang dikucurkan dalam skala nasional. Besarkah jumlah tersebut? Relatif. Namun, bila ada lembaga keuangan Bank dan Non Bank atau koperasi yang bertumbuh kembang disekitar merapi, dan sepenuhnya mengandalkan masyarakat yang ada disekitar lereng, pastilah dampaknya akan sangat signifikan.

Setelah letusan gunung merapi, masyarakat disekitar lereng merapi masih akan menghadapi berbagai persoalan seperti adaptasi lingkungan baru, mencari sumber penghasilan sementara, memperbaiki tempat tinggal dan masih banyak lagi tentunya. Proses pemulihan tersebut tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk merubah keadaan yang terlanjur porak poranda diterpa bencana alam.

Jumlah pengangguran akan meningkat seiring dengan belum tersedianya lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi andalan masyarakat disekitar lereng merapi. Untuk itu, campur tangan pemerintah pusat dan daerah masih sangat dibutuhkan untuk memulai proses rekonstruksi hingga selesai. Dukungan dari lembaga keuangan juga sangat diharapkan untuk kembali memulihkan perekonomian masyarakat disana.

Kalau kerusakan infrastruktur (seperti rumah, jalan maupun fasilitas umum lainnya) yang rusak diakibatkan oleh bencana alam, mungkin akan menyerap tenaga kerja selama melakukan rekonstruksi terhadap infrastruktur yang rusak tersebut. Sehingga dalam jangka pendek bisa mengurangi jumlah pengangguran yang terjadi disana. Namun, masalah yang lebih besar adalah bagaimana memperbaiki kondisi lahan pertanian/perkebunan yang diperkirakan membutuhkan waktu 2 tahun baru dapat digunakan sejak terjadinya letusan gunung merapi.

Kalau mengandalkan perbankan, proses intermediasi perbankan juga tetap mengalami kesulitan paska letusan gunung merapi tersebut. Sehingga dibutuhkan campur tangan pemerintah dalam mencari sumber pendapatan bagi masyarakat disana. Jangan sampai ada eksodus besar-besaran masyarakat yang tinggal disekitar lereng hingga pindah kedaerah lain untuk mencari sumber penghasilan alternatif sambil menunggu pulihnya lahan pertanian dan perkebunan.

Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan pertimbangan agar masyarakat disekitar merapi mendapat bantuan kredit sebagai salah satu jalan keluarnya. Dunia perbankan yang pastinya menghadapi permasalahan kredit macet masyarakat di lereng merapi, dapat diyakinkan kembali agar mau meningkatkan penyaluran kreditnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan yaitu menyediakan informasi usaha yang prosfektif, komitmen dengan pemerintah daerah hingga diterbitkannya peraturan daerah (PERDA) yang mendorong usaha.

Hal yang paling utama adalah kebijakan perbankan khususnya Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga (BI Rate). Bila dimungkinkan perlakuan khusus terhadap masyarakat disekitar lereng merapi agar mendapatkan kredit dengan tingkat suku bunga yang rendah, serta kelonggaran dalam ketentuan penyaluran kredit.

Masyarakat disekitar lereng merapi benar-benar membutuhkan stimulus untuk benar-benar keluar dari keterpurukan akibat bencana alam yang tidak dapat diprediksikan. Proses pemulihan memang membutuhkan pengorbanan yang besar baik tenaga dan uang. Jangan menilai bahwa kerusakan hanya akan meninggalkan kesengsaraan. Kondisi alam disekitar lereng merapi diyakini akan lebih subur setelah letusan dan akan memiliki daya tarik tersendiri nantinya bagi pengusaha bahkan dunia Perbankan.

Substabsi Kedatangan Obama Terhadap Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 15 November 2010
Kerupuk, Bakso, sate dan nasi goreng. Mungkin itu hal yang paling bisa dimengerti oleh kebanyakan Masyarakat Indonesia terkait dengan pidato Obama sewaktu mengunjungi Indonesia. Kemampuan Obama dalam berbahasa Indonesia didapatnya sejak dia tinggal di Indonesia semasa kecilnya dahulu. Obama menyatakan bahwa Indonesia merupakan bagian dari dirinya. Pernyataan tersebut spontan di balas dengan suara gemuruh tepuk tangan.

Obama mengunjungi Indonesia yang merupakan bagian dari kunjungan Obama yang sempat tertunda sebelumnya. Namun, kunjungan tersebut berlangsung kurang dari 24 jam. Padahal jika Obama memberikan waktu yang lebih banyak tentunya Indonesia mempunyai kesempatan untuk melakukan pendekatan-pendekatan serta memungkinkan membangun sebuah kerjasama yang lebih luas dengan Amerika Serikat.

Dalam kesempatan yang singkat tersebut, Obama menyatakan akan terus memperbaiki hubungan bilateral Indonesia dan Amerika. Mulai dari kebijakan tukar pelajar maupun di bidang ekonomi. Mungkin janji-janji obama tersebut bisa kita tagih suatu saat nanti. Untuk ekonomi, Amerika Serikat melalui obama menyatakan optimismenya terhadap perkembangan ekonomi AS yang dinilainya masih memberikan harapan akan pemulihan di masa yang akan datang.

Obama masih sangat yakin meskipun AS sendiri mengalami masa-masa sulit yang memang sangat sulit untuk di lewati. PDB AS yang relative stagnan, jumlah pengangguran yang terus meningkat serta defisit neraca perdagangan AS dengan China. AS sendiri di asia mulai hilang pamornya seiring munculnya India dan China sebagai salah satu kekuatan ekonomi Dunia. China merupakan Negara terbesar dalam hal ekonomi di Asia.

Fakta-fakta tersebut tentunya membuat banyak Negara di dunia meragukan ekonomi AS yang sedang di landa krisis. Namun, Obama tetap menunjukan optmisme yang luar biasa akan kebijakan ekonomi AS yang sedang dilakukan. Nah, disini yang mulai akan kita bicarakan. Kebijakan pemerintah Barack Obama baru-baru ini menggelontorkan uang sebesar $600 Milyar untuk membeli obligasi pemerintah.

Konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah harga obligasi akan naik namun akan menekan suku bunga perbankan di AS. Nah, kebijakan tersebut diambil dengan tujuan agar konsumsi kredit meningkat dengan harapan sector riil kembali bergerak sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Efektif kah? mungkin itu adalah langkah yang dinilai perlu dilakukan saat ini, kefektifan tinggal menunggu masalah implementasi dan waktu saja.

Bukan tanpa resiko. Apabila resiko serta semua yang ditakutkan terjadi maka keefektifan kebijakan pemerintah AS sudah pasti tidak efektif. Resiko yang dikwatirkan tersebut adalah inflasi. Bila inflasi berjalan lebih kencang dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang tercipta dari stimulus tersebut maka AS kembali masuk kedalam perangkap untuk memperketat kebijakan moneternya.

Kalau nantinya suku bunga AS dinaikkan maka, yang terjadi pertumbuhan ekonomi kembali akan mengalami kendala berat dan sulit untuk kembali ditingkatkan. Nah resiko awal yang terjadi baru-baru ini mulai muncul. Sengketa dengan Negara-negara dunia dalam hal mata uang sepertinya menemui jalan buntu dalam rapat G-20 baru-baru ini.

Rapat tersebut menghasilkan proteksionisme dari Negara-negara lain terhadap penguatan mata uangnya. Yang terjadi adalah US$ kembali menguat terhadap mata uang utama dunia dan indeks bursa global terkoreksi tajam termasuk IHSG. Padahal untuk meningkatkan kinerja ekonomi AS, Amerika sangat membutuhkan akan mata uangnya melemah sehingga mampu menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi AS serta mengurangi defisit neraca perdagangan AS.

Stimulus The FED, Menggairahkan Pasar?

Medan Bisnis, 8 November 2010
Dalam beberapa hari terakhir Bursa Asia mengalami lonjakan kenaikan yang signifkan, seiring dengan penguatan bursa Wall Street. Menguatnya bursa Wall Street terkait dengan langkah Bank Sentral AS yang akan menggelontorkan stimulus jilid 2. Sementara itu, dollar justru mendapat tekanan terkait dengan pertemuan Federal Reserve.

Selain The FED, penguatan bursa di AS juga didukung oleh pemilihan parlemen AS yang berjalan lancar. Meski demikian, kemenangan kubu partai republik di perkirakan akan memberikan tekanan kepada presiden Barack Obama dalam membuat kebijakan. Karena Barack Obama berasal dari kubu partai Demokrat. Dan saat ini parlemen lebih banyak dikuasai oleh oposisi yang umumnya suka berseberangan pendapat.

Stimulus yang dijalankan The FED tetap memunculkan spekulasi, berhasil atau tidak. Selain itu, sisi negative dari keputusan Bank Sentral AS lebih bisa terlihat dibandingkan dengan keberhasilan stimulus yang dijalankan. Menurut rencananya, The FED akan menggelontorkan US$ 600 Miliar untuk membeli obligasi dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya dan akan berlangsung hingga akhir juni tahun depan.

Kekhawatiran yang timbul adalah uang tersebut nantinya akan banyak mengalir ke Negara-negara lain. Khususnya kawasan emerging market (Negara berkembang). Dan implikasinya adalah penguatan mata uang lain terhadap US Dolar. Kondisi ini tentu tidak sehat bagi lalu lintas perdagangan internasional. Banyak Negara yang akan mengurangi ekspor dikarenakan mata uangnya menguat terhadap US Dolar. Tentunya akan berdampak pada proses pemulihan ekonomi dunia yang berjalan lebih lambat.

Namun, apabila stimulus itu nantinya mampu meperbaiki daya beli masyarakat AS. Maka, AS tetap mempertahankan posisinya sebagai Negara adidaya ekonomi Dunia. Dengan catatan bila stimulus itu benar-benar berhasil sesuai dengan tujuannya. Permasalahan yang paling mendasar adalah bagaimana stimulus itu nantinya dapat mengurangi angka pengangguran di AS.

AS tentunya tidak ingin pengangguran berkurang dalam waktu singkat selama dijalankannya stimulus tersebut. Namun harapan lain adalah stimulus tersebut mampu mengurangi beban AS serta mengangkat AS keluar dari krisis yang berkepanjangan. Dampak lainnya adalah inflasi yang semakin sulit untuk dikendalikan.

Membanjirnya US Dolar dipasar tentu akan membuat mata uang Negara lainnya menguat. Contohnya Yen Jepang. Pemerintah Jepang tampaknya sulit mencapai target inflasi sebesar 0,6% di tahun 2010, karena mata uangnya – yen - terus menguat. Mata uang yen sempat mencapai 80,41 per USD, tertinggi dalam 15 tahun. Dan memaksa Bank sentral Jepang (BoJ) membeli obligasi pemerintah senilai 5 triliun yen (US$61 miliar).

Indonesia juga akan mengalami hal serupa. Dengan IHSG yang dinilai sudah ketinggian ini, Pasar di buat bingung dengan wacana “IHSG mungkin akan mencentak rekor tertinggi barunya”. Buka suatu hal yang mustahil memang, seiring dengan membaiknya kinerja bursa saham global karena stimulus The FED. Namun akan sampai berapa lama?. Stimulus bukanlah mencerminkan kondisi fundamental sebenarnya dari hasil mekanisme pasar, karena stimulus merupakan campur tangan pemerintah terhadap gejolak ekonomi yang tidak pasti.

Rupiah juga demikian, kian perkasa. Cadangan devisa juga naik dan sudah mendekati $ 100 Milyar. Akan tetapi itu bukan berita positif semata, kenapa? pengelolaan cadangan devisa yang masuk lewat surat utang Negara dan hanya mengendap sesaat, hanya akan membuat repot pemerintah bila tidak mampu mentransformasikannya ke dalam bentuk investasi sektor riil. Yang pada akhirnya akan menciptakan gelembung ekonomi yang suatu saat bisa pecah kapan saja.

Menanti Kebijakan The FED

Medan Bisnis, 1 November 2010
Tidak seperti biasanya, bursa wall street di AS ditutup sideways, padahal konsesus data yang dikeluarkan oleh AS menunjukan perubhan yang positif. Hanya saja, mengingat potensi akan kebijakan moneter yang lebih lunak di minggu depan sepertinya pelaku pasar lebih memilih wait & see. The FED diperkirakan akan menempuh kebijakan yang lebih longgar guna menopang perekonomian AS.

Selama sesi perdagangan akhir minggu kemarin, perdagangan berlangsung dengan volume yang minimum sebagai bentuk antisipasi segala kebijakan yang muncul di minggu depan. Data PDB AS yang belum mampu merealisasikan angka di atas prediksi pasar membuat pasar bingung dan berspekulasi akan kemungkinan kebijakan the FED di minggu depan.

Selain itu, kondisi politik AS yang semakin menghangat menjelang pemilihan umum juga menyita perhatian para investor. Kubu demokrat yang telah mengusung Barack Obama menjadi presiden AS dikalahkan oleh kubu republik berdasarkan hasil jajak pendapat. Jika jajak pendapat tersebut benar-benar menggambarkan parlemen AS nantinya, maka parlemen akan lebih banyak diisi oleh orang-orang dari kubu republik. Yang secara politis akan mempengaruhi kebijakan Presiden Barack Obama dalam membuat keputusan nantinya.

Di sisi lain, Bursa Eropa justru menutup perdagangan bulan ini dengan ditutup menguat. Penguatan tersebut sekaligus melanjutkan penguatan yang pernah terjadi sebulan sebelumnya. Sentimen data PDB AS serta akan kemungkinan AS menerapkan kebijakan yang lebih longgar pada rapat minggu depan. Meskipun pada dasarnya masih ada kemungkinan lain yang bisa saja muncul.

Sementara itu mata uang US$ diperdagangkan melemah terhadap mata uang lainnya terkait dengan dengan ketidakpastian kebijakan moneter yang akan diambil oleh Amerika Serikat. US$ terkoreksi terhadap mata uang Yen Jepang. Disisi lain Euro justru terkoreksi sepanjang bulan ini. Padahal di bulan sebelumnya Euro sempat mencatatkan kenaikan sebesar 7.5 percent. Pelemhan Euro dalam seminggu terkahir sekaligus merupakan kinerja pekan terburuk sejak pertengahan September lalu.

Pada perdagangan akhir bulan kemarin, volatilitas transaksi perdagangan meningkat karena pasar mencoba mencerna segala kemungkinan apa yang akan terjadi setelah dirilisnya data perekonomian AS. Dan sekali lagi, pasar ditempatkan tepat “dipersimpangan” yang sangat membingungkan.

Sejauh ini, bursa Dow jones sangat bersahabat menjelang awal bulan baru, setidaknya kenaikan Dow Jones terjadi dalam selama delapan bulan berturut-turut. Namun, saatnya kita berpikir mengenai data yang kemungkinan dirilis di akhir tahun. Data mengenai konsumen, percaya kah kita bahwa rakyat AS percaya diri untuk berbelanja di akhir tahun.

Bila AS menerapkan kebijakan suku bunga yang lebih longgar, tentunya pasar keuangan kita akan mengalami crash. Meski demikian selisih tingkat suku bunga kita yang masih relative lebar dengan bunga di AS menjadi penahan akan kemungkinan reversal (pembalikan dana ke luar). Selain itu, fundamental ekonomi Negara kita yang cukup colid masih menjadi katalis pasar keuangan kita menguat dalam jangka panjang.

Setahun SBY dan Pasar Saham

Medan Bisnis, 25 Oktober 2010
Dalam setahun terkahir Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) menorehkan kinerja yang luar biasa. IHSG terus melanjutkan tren penguatan dan mencatat rekor tertinggi baru dalam sejarahnya. IHSG terus menguat walaupun indeks bursa rnegara lain di Amerika dan Eropa masih terseok-seok. Anomali di IHSG sepertinya masih akan tetap bertahan, entah sampai kapan.

Pelaku pasar sepertinya akan terlena akan kemungkinan pembalikan modal atau reversal yang berpeluang membuat IHSG terkoreksi. Analis pun mulai meragukan analisanya sendiri dengan membuat gambaran baru pergerakan IHSG yang sepertinya masih akan ke atas lagi. IHSG sepertinya masih memiliki prospek yang cerah di tahun yang akan datang. Seiring dengan peringkat Indonesia sebagai Negara layak investasi. Penilaian tersebut berasal dari pemeringkat internasional yang diakui.

Kejayaan IHSG sebenarnya dimulai pada tahun lalu setelah dilanda krisis di tahun 2008. IHSG cenderung naik secara konstan hingga saat ini. Dan yang paling mengherankan adalah anomali di saat bulan ramadhan kemarin. Disaat semua analis mengkhawatirkan tingginya Inflasi, IHSG kian terus perkasa hingga ke level 3600 saat ini. Bahkan perdagangan di bulan ramadhan kemarin selalu ramai dengan frekwensi dan volume transaksi yang tinggi.

Kenaikan IHSG tidak terbantahkan. Hal yang paling membingungkan adalah apa yang menyebabkan IHSG begitu cepat melesat. Yang mengkhawatirkan adalah apakah IHSG benar-benar ditopang oleh fundamental yang kuat sehingga terus melaju kencang atau jangan-jangan karena factor spekulasi semata.

Tidak dipungkiri, dana asing yang terus menerus mengalir ke bursa Indonesia melengkapi dana investor domestik yang lebih dulu lincah bermain. Masuknya dana asing sukses memberikan rasa percaya diri bagi investor domestik untuk terus melakukan aksi beli saham. Dan itulah mengapa IHSG terus mencatatkan rekor terbaru.

Peran asing yang dananya banyak masuk ke Indonesia mengundang kekhawatiran tersendiri bagi para pengamat ekonomi dan keuangan. Sinyal akan pembalikan modal sudah saatnya didengungkan mulai saat ini, sehingga para pelaku pasar modal dan pemerintah khususnya dapat bersikap arif dalam menyikapinya. Dan bila perlu pemerintah mengambil tindakan pencegahan terhadap derasnya uang asing yang masuk ke Indonesia.

Bank Indonesia yang telah lebih dulu membentengi pasar uang dengan membatasi masa waktu pembelian surat berharga minimal satu tahun, dinilai tak cukup untuk membentengi perekonomian nasional dari ancaman capital outflow. Kenaikan pesat IHSG sebenarnya juga menyediakan ruang secara lebih luas kepada aksi ambil untung atau profit taking.


Di satu tahun pemerintahan SBY jilid 2 ini, semoga saja SBY waspada akan kemungkinan buruk yang bias saja terjadi di lantai bursa. Sebagai pelaku di pasar modal tentunya kita tidak ingin IHSG terkoreksi secara tiba-tiba dengan penurunan yang tidak wajar dan sangat merugikan kita secara financial. Jika SBY yakin dengan kerja tim ekonominya, maka seharusnya beliau juga meyakini bahwa pasar saham sebenarnya sudah bergerak melewati batas kinerja tim ekonominya dan memang saatnya dimungkinkan koreksi.

Perang Mata Uang

Medan Bisnis, 18 Oktober 2010
Proteksionisme menjadi alasan utama yang membuat kebijakan bank sentral di amerika dan eropa melakukan intervensi terhadap pergerakan nilai tukar uangnya. Diawali dari China, AS menuding China sebagai Negara yang memanipulasi mata uangnya yang seharusnya menguat signifikan terhadap US dolar. Langkah China yang membiarkan mata uangnya melemah membuat pasar internasional kebanjiran produk China sehingga ekspor China naik dibandingkan dengan Negara mitra dagangnya.

Defisit neraca perdagangan AS membengkak sementara neraca perdagangan China terus mengalami kenaikan. Sejumlah upaya yang dilakukan oleh Bank Sentral di Eropa AS Jepang dan China pada akhirnya akan mengakibatkan volatilitas pergerakan mata uang global semakin tidak terkontrol.

China yang benar-benar diuntungkan dengan pelemahan mata uang Yuan, membuat kinerja ekspor China menggeliat dan juga telah membuat cadangan devisa China menembus rekor sesuai dengan perkiraan Bloomberg sebesar $2.5 trilyun. Cadangan Devisa tersebut merupakan cadangan terbesar di dunia.

Sehingga, dengan cadangan devisa yang besar tersebut, pada dasarnya China lebih siap apabila mata uangnya terapresiasi terhadap US dolar. Karena apabila china tetap membiarkan mata uangnya melemah maka ketidakseimbangan global ini menurut versi AS akan membuat AS meningkatkan retorikanya dalam mengkritisi kebijakan nilai tukar Yuan. Seperti pernyataan yang pernah dikeluarkan AS sebelumnya. Dimana AS dan kongresnya memungkinkan pemberian sanksi kepada China, bila China tetap bersikukuh tidak membiarkan mata uang Yuan menguat.

Di Asia selainJepang, Thailand dikabarkan menghapus fasilitas pembebasan pajak 15% bagi pembelian obligasi oleh investor asing. Dampak dari kebijakan tersebut akan membuat mata uang baht tidak menguat signifikan terhadap US$. Dan India juga diberitakan akan melakukan intervensi di pasar valas jika perekonomiannya mulai terganggu dengan penguatan Rupee yang terlalu tajam.

Dalam permasalahan seperti ini, yang menjadi pertanyaan penulis adalah dimana peran WTO?. Benarkah langkah yang dilakukan AS dalam menekan china?. Sejauh ini dalam berbagai kesempatan di forum-forum internasional seperti G-20, APEC atau IMF, AS selalu memberikan tekanannya terhadap China, dan selalu menjadikan China sebagai masalah atas krisis yang berkepanjangan.

Melihat dinamika dunia keuangan internasional seperti itu, dimanakah posisi Indonesia?. Kalau produk china saling berhadapan dengan produk yang dihasilkan dari AS. Maka produk China selalu lebih murah dibandingkan dengan AS. Sehingga produk China akan lebih menguasai pasar dibandingkan dengan produk dari AS.

Indonesia memiliki komoditas ekspor yang jarang dimiliki Negara lain khususnya Negara seperti Amerika, Eropa dan China. Ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditas seperti Sawit dan Karet serta komoditas alam lainnya. Sehingga dengan perang mata uang tersebut pasar Ekspor kita kecil sekali mengalami guncangan.

Namun, mata uang Rupiah memang menguat sangat tajam akhir-akhir ini. Penguatan tersebut bisa saja menggerus ekspor, namun disisi lain akan lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Akan tetapi mata uang US$ bisa saja kembali melemah, jika Amerika sudah mulai kehilangan kesabaran dan melakukan kebijakan yang membuat US Dolar itu melemah. Seperti pembelian Obligasi oleh Bank Sentral AS itu sendiri.

Analisa Fundamental Saham Perbankan

Medan Bisnis, 4 Oktober 2010
Menganalisa laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam Analisa fundamental. Banyak investor yang menggunakan analisa fundamental untuk memperkirakan pergerakan harga saham dalam jangka waktu panjang. Untuk saham berbasis perbankan beberapa indikator rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja antara lain PER (rasio antara harga saham dan pendapatannya), CAR (rasio kecukupan modal), ROA (rasio antara asset dan pendapatan) dan LDR (rasio antara simpanan dan pinjaman). Meskipun masih ada beberapa rasio keuangan lainnya.

CAR digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan permodalan bank dalam mengantisipasi penurunan aktiva. Pada dasarnya semakin tinggi CAR maka akan semakin tinggi pula harga saham karena bank yang mempunyai CAR yang tinggi berarti bank tersebut mempunyai modal yang cukup untuk melakukan kegiatan usahanya dan cukup pula menanggung resiko apabila bank tersebut dilikuidasi. Semakin tinggi CAR juga dapat menggambarkan bahwa bank tersebut semakin solvabel.

Dengan modal yang cukup maka suatu bank akan dapat membiayai produk jasanya yang banyak, selain itu CAR yang besar sama dengan modal yang besar dan aktiva berisiko rendah. Hal yang pokok adalah dengan CAR yang tinggi, risiko dalam berinvestasi rendah. Hal seperti itulah yang akan mendorong para investor memilih membeli saham tersebut. Dan tentunya akan diikuti dengan kenaikan harga saham.

Karena prediksi harga saham dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi prestasi perusahaan dimasa depan. Kondisi fundamental mencerminkan kinerja variabel-variabel keuangan yang dianggap mendasar atau penting dalam perubahan harga saham. Para penganut analisis fundamental berkeyakinan semakin bagus kinerja perusahaan nantinya maka harga saham yang diharapkan juga semakin bagus. Dan dalam beberapa riset ternyata ROA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan yang ditransaksikan di BEI.

Dalam beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa LDR berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Karena LDR mencerminkan kegiatan usaha atau operasi sehari-hari perbankan. Bagaimana operasinya dibiayai, apakah lebih banyak dari hutang atau modal perusahaan. Investor akan lebih memilih bank-bank yang mampu membiayai operasinya dengan modal atau apabila dibiayai dengan hutang, maka bank tersebut harus bisa mengembalikannya dengan asset yang dimiliki.

Selain itu, investor tidak perlu mengkhawatirkan anggapan akan turunnya penilaian kinerja keuangan bank yang diakibatkan oleh besarnya pengeluaran atau yang disebut pula beban operasional ini. Karena besarnya beban operasional tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan harga saham. Asalkan beban operasional tersebut tidak menimbulkan kerugian atau bank masih memiliki laba kotor yang cukup memadai, harga saham masih berpeluang naik.

Sementara itu, NPM (keuntungan bersih) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan. Karena keuntugan perusahaan tersebut harus diterjemahkan dalam bentuk rasio keuangan yang lain yang biasanya menggunakan rasio keuangan bernama PER (Price earning Rasio) atau biasa disebut rasio harga saham dengan laba per sahamnya.

Jika bank memiliki laba bersih dengan perbandingan yang besar terhadap pendapatan operasionalnya, harga sahamnya cenderung menurun di bursa. perubahan inipun tidaklah signifikan mengingat adanya faktor lain yang akan diperhatikan terlebih dulu oleh investor sebelum melakukan transaksi. Untuk menyiasati keadaan ini, manajemen bank sebaiknya memanfaatkan laba bersihnya untuk melakukan ekspansi kredit. Dalam menetapkan kebijakan maka bank perlu mempertimbangkan unsur kecukupan modal, kualitas aktiva produktif dan penyaluran kredit. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan nilai perusahaannya di BEI, maka bank perlu memfokuskan kebijakan pada kecukupan capital, kualitas Assets, dan fungsi intermediasinya.

Mengukur Penguatan Nilai Tukar Rupiah

Medan Bisnis, 27 September 2010
Setiap negara di dunia ini tentunya mempunyai mata uang masing-masing, sementara proses pertukaran valuta asing terjadi melalui Bank yang juga merupakan pusat pasar valuta asing. Bank berfungsi berperan sebagai agen yang mempertemukan pembeli dan penjual valuta asing. Sifat kurs valuta asing tergantung dari sifat pasar. Bila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas dipasar, maka kurs valas berubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Meskipun masih ada negara lain yang tidak membiarkan pergerakan mata uangnya diperdagangkan melalui mekanisme pasar.

Jika suatu negara melakukan pertukaran barang dengan negara lain, didalamnya terdapat perbandingan nilai tukar, nilai tukar itulah sebenarnya semacam harga bagi pertukaran tersebut. Demikian juga pertukaran antar dua mata uang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antar kedua mata uang tersebut. Perbandingan inilah yang disebut dengan exchange rate. Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal.

Ada beberapa variabel penting yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Suku bunga merupakan salah satunya. Suku bunga adalah nilai dari uang yang digunakan untuk disalurkan ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit. Tingkat suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan investasi yang ada menjadi kurang menarik.

Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Disamping itu tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi cenderung meningkat. Instrumen keuangan yang sering digunakan Bank Indonesia adalah SBI (sertifikat bank indonesia), surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang dikeluarkan BI tersebut digunkan sebagai pengakuan utang jangka pendek.

Selanjutnya adalah Inflasi. Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu kepanasan (over heated), artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang lebih tinggi dari penawaran produknya, sehingga harga-harga barang cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ekonomi yang over heated tersebut juga akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya.

Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun. Bila dikaitkan dengan mitra dagang negara kita, maka inflasi yang bergerak melebihi pergerakan inflasi di negara mitra dagang maka biasanya mata uang kita lebih cenderung melemah terhadap mata uang mitra dagang tersebut.

Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep Purchasing Power Parity(PPP), kemudian berkembang konsep dengan pendekatan neraca pembayaran ( balance of payment theory ). Perkembangan konsep penentuan kurs valuta asing selanjutnya adalah pendekatan moneter (monetary approach). Pendekatan moneter menekankan bahwa kurs valuta asing sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang, ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter mempunyai dua anggapan pokok, yaitu berlakunya teori paritas daya beli dan adanya teori permintaan uang yang stabil dari sejumlah variabel ekonomi agregate. Hal tersebut berarti model pendekatan moneter terhadap kurs valuta asing dapat ditentukan dengan mengembangkan model permintaan uang dan model paritas daya beli.

Meskipun mata uang kita diperdagangkan dengan melalui mekanisme pasar. Namun Bank indonesia tetap melakukan pengendalian serta melakukan intervensi ke pasar jika diperlukan. Bila dikaitkan dengan laju inflasi yang tinggi di Indonesia, sebenarnya mata uang kita berpeluang turun terhadap mata uang lain khususnya US Dollar. Sehingga pendekatan moneter yang dilakukan Bank Indonesia ke depan akan lebih bersifat menguras cadangan devisa jika US Dolar berbalik menguat nantinya.

BPR Permasalahan dan Perkembangannya

Medan Bisnis, 20 September 2010
Peran perbankan dalam perekonomian adalah sangat vital khususnya dalam lalu lintas perputaran uang. Diantara begitu banyak perbankan, kehadiran BPR yang menyediakan produk keuangan yang serupa dengan Bank konvensional lain ternyata memiliki penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan perbankan lain khususnya untuk Usaha Mikro dan Kecil. Seiring dengan persaingan dunia perbankan yang kian ketat, BPR sepertinya tidak akan luntur serta masih menjadi salah satu perbankan yang diminati masyarakat.

Ada banyak hal yang memoengaruhi kinerja BPR baik yang dipengaruhi oleh sisi internal dan eksternal. Karakteristik BPR yang memiliki kemudahan dalam penyaluran kredit serta memberikan keuntungan simpanan dibandingkan dengan bank konvensional lain menjadi daya tarik tersendiri sehingga BPR masih diminati. Segmentasi pasar BPR yang memasarkan produknya kepada masyarakat kecil serta UMK diperkirakan menjadi alasan utama kenapa BPR bisa bertahan hingga saat ini.

BPR adalah salah satu bentuk lembaga keuangan mikro di Indonesia yang telah memiliki akar dalam sosial ekonomi masyarakat pedesaan Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan tersedianya lembaga perkreditan ditengah masyarakat Indonesia seperti Lembaga Perkreditan Rakyat di Jawa pada tahun 1900 (Colter, 1984).

Dan untuk di daerah Sumatera Utara, lembaga kemasyarakatan yang berfungsi membantu masyarakat dalam bidang permodalan usaha kecil merupakan cikal bakal BPR. Selanjutnya peran para perantau sumatera utara yang berada diluar daerah yang bersepakat untuk memupuk modal dan mendirikan BPR dengan tujuan dapat membantu UMK yang ada di Sumatera Utara, merupakan komponen penting yang turut mengembangkan BPR di SUMUT dalam perkembangannya.

Walaupun jumlah penyaluran kredit BPR ke masyarakat menunjukan tren peningkatan. Namun, peningkatan itu masih relatif kecil dari jumlah kredit yang disalurkan oleh Perbankan kepada UKM. Peran BPR sebagai lembaga intermediasi yang mudah dijangkau oleh usaha rakyat sampai ke perdesaan diharapkan mampu menumbuh kembangkan dan meningkatkan daya saing UMK.

Bank Indonesia di tahun 2006 silam menyarankan untuk meningkatkan peran BPR dalam pemberian pelayanan kepada UMK adalah dengan memperkuat kelembagaan BPR dengan membenahi berbagai faktor diantaranya struktur pendanaan, SDM, selera konsumen, infrastruktur pendukung, dan operasional BPR yang efisien. Karena persaingan yang kian ketat dimana BPR saat ini harus bersaing dengan unit pembiayaan lainnya seperti dengan bank umum, koperasi dan pegadaian.

Sejauh ini, BPR di Sumatera Utara, telah berperan dalam menjalankan fungsi intermediasi dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah dana, yang dapat dihinipun dan disalurkan lebih jauh peran ini juga dapat terlihat dari meningkatnya jumlah nasabah yang dilayani BPR serta adanya peningkatan prestasi UMK yang menjadi nasabah BPR. Namun demikian ada kendala yang harus di hadapi BPR.

Kendala tersebut seperti Relatif tingginya tingkat bunga yang di tawarkan oleh BPR, tingginya cost of fund, biaya provisi dan biaya operasional yang juga tinggi, belum tersosialisasinya keberadaan. BPR ditengah masyarakat, Keengganan pengusaha itu sendiri berhubungan dengan BPR. Yang seharusnya dapat menjadi nasabah potensial BPR. Hingga tingginya tingkat persaingan BPR dalam pembiayaan UMK baik bersaing dengan sesama, BPR maupun dengan lembaga keuangan dan non keuangan lainnya.

Prospek BPR untuk pembiayaan UMK dimasa datang masih sangat besar. Hal ini sejalan dengan prediksi yang menunjukkan terus berkembangnya UMK dimasa datang. Hal ini seiring dengan peran UMK sebagai tulang punggung perekonomian yang bisa diandalkan, sehingga pemerintah pusat dan daerah. memiliki kepentingan untuk terus mendorong pertumbuhan UMK untuk dapat memberikan kontribusi maksimum terhadap perekonomian.

Ramadhan Inflasi Dan Kemiskinan

Medan Bisnis, 30 Agustus 2010
Kemiskinan merupakan masalah yang paling mendesak untuk segera ditanggulangi saat ini. Kemiskinan belum pernah hilang dari dunia ini. Di Indonesia jumlah orang miskin tidak banyak berkurang dalam tiga puluh tahun terakhir. Masih dikisaran 40 juta jiwa masyarakat miskin di Indonesia.

Sementara itu, penerapan kebijakan moneter oleh pemerintah merupakan instrument keuangan modern sebagai salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Kebijakan moneter memiliki peran strategis dalam mengentaskan kemiskinan. Kebijakan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI Rate) secara krusial turut menentukan kondisi perekonomian nasional.

Meski demikian kebijakan moneter yang mengedepankan pengendalian suku bunga memiliki dampak yang berbeda bila dilihat dari jangka waktu (panjang/pendek) terhadap golongan miskin. Seperti kebijakan moneter yang ekspansif yang lebih bersifat menambah laju pertumbuhan akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan kondisi golongan miskin dalam jangka pendek.

Sementara itu, kebijakan moneter yang lebih bersifat hati-hati (prudent) dengan mengendalikan inflasi agar tetap rendah serta pertumbuhan ekonomi yang stabil akan berkorelasi positif terhadap perbaikan ekonomi golongan miskin dalam jangka panjang.
Pada dasarnya tingkat kemiskinan akan berkurang apabila tingkat pengangguran berkurang. Dan hubungan tersebut bisa dilakukan dengan kebijakan moneter yang lebih longgar (suku bunga rendah). Meskipun akan timbul inflasi karena kebijakan moneter longgar, namun inflasi tersebut akan menurunkan jumlah golongan miskin dalam jangka waktu pendek.

Seperti di Bulan suci ramadhan ini. Aktifitas ekonomi masyarakat kita yang lebih banyak mengkonsumsi jelas berdampak pada tingginya laju inflasi. Namun, disaat itu juga perputaran uang semakin besar sehingga jumlah permintaan meningkat dan menciptakan jumlah permintaan tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran dan golongan miskin.

Akan tetapi, kondisi tersebut akan menambah laju tekanan inflasi sehingga berdampak pada kebijakan moneter yang lebih ketat. Yang berujung pada meningkatnya suku bunga acuan dan berdampak pada semakin mengecilnya kemampuan ekonomi dalam menyerap tenaga kerja baru serta mengurangi pengangguran.

Laju inflasi yang tidak terkendali dan bergerak liar tentunya akan meningkatkan resiko ekonomi yang besar pula. Dan hari-hari yang paling besar memberikan kontribusi terhadap inflasi salah satunya adalah hari-hari di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dimana inflasi selalu berada dalam puncak tertinggi dalam kurun waktu setahun.

Sepanjang sejarah Indonesia, kemiskinan selalu menjadi masalah fenomenal. Kemiskinan selalu identik dengan ketidak mampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan yang paling mendasar. Kemiskinan dapat berupa kelaparan, ketiadaan rumah, tidak dapat berobat, tidak punya pekerjaan, tidak bisa bersekolah. Ada kekhawatiran pada golongan miskin dalam menatap masa depan, karena kemampuannya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup hari ini saja.

Kemiskinan itu memiliki seribu wajah, berubah dari waktu ke waktu. Namun yang pasti kemiskinan merupakan situasi dimana seseorang butuh ditolong atau diselamatkan. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensional. Yang berkaitan dengan aspek social, ekonomi, budaya dan aspek lainnya (sumodiningrat, 1998:26).

Oleh karena itu, dari sisi moneter, kebijakan yang lebih mengutamakan pengendalian inflasi serta dapat menjaga stabilitas pertumbuhan merupakan kebijakan yang tepat untuk pengentasan kemiskinan dalam jangka panjang. Dan untuk menambah daya beli masyarakat golongan miskin, bertepatan dengan bulan ramdhan umat muslim dapat menggunakan zakat sebagai salah satu instrumen untuk mengurangi ketidakmampuan golongan miskin.

Tren Bullish Pasar Akan Tertahan

Medan Bisnis, 23 Agustus 2010
Pasar uang kembali terguncang dan membuat panik bursa saham. Banyak investor yang menjual sahamnya dan beralih ke aset yang lebih aman atau biasa disebut dengan safe heaven. Yang menjadi pemicu memburuknya kinerja pasar keuangan global adalah realisasi klaim pengangguran di AS yang meningkat melebihi ekspektai sebelumnya.

Klaim pengangguran di AS meningkat 12,000 dari angka 500,000 minggu lalu, tertinggi sejak pertengahan November lalu. Angka tersebut lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebelumnya yang sebesar 476,000. Data tersebut berdampak pada menguatnya nilai tukar US Dolar karena banyak investor yang melirik Obligasi dibandingkan dengan pasar saham.

Hal ini mengakibatkan nilai Dolar naik dan memaksa Euro terkoreksi mendekati harga terendah dalam lima minggu terkahir di $1.2660. Selain itu koreksi juga terjadi di pasar komoditi. Harga minyak dunia turun lebih dari 1 persen. Penurunan harga minyak tersebut menambah sederet berita buruk bagi pasar keuangan global seiring memburuknya jumlah pengangguran AS serta data sektor fabrikan yang juga terus memburuk.

Indikator bursa saham AS seperti Indeks Dow Jones ditutup minus 57.59 points, atau 0.56 percent, ke 10,213.62, sementara indek Standard & Poor's 500 jatuh 3.94 points, atau 0.37 percent, ke 1,071.69. Hanya indeks Nasdaq yang naik 0.81 points, atau 0.04 percent, ke 2,179.76. Memburuknya kinerja bursa AS tersebut akan memberikan dampak negatif bagi perdangangan saham di bursa global.

Dari kawasan Eropa, perekonomian negara tersebut juga masih mengkhawatirkan. Seiring pernyataan dari salah satu pejabat Dewan Gubernur Bank Sentral Eropa, bahwa ECB semestinya memperpanjang kebijakan fiskal yang lebih longgar. Pernyataan tersebut langsung di respon negatif oleh pasar serta menambah kekhawatiran bahwa ekonomi di zona Euro belum sepenuhnya pulih.

Di Indonesia, Bursa Saham kita maupun nilai tukar rupiah masih bergerak menguat dan seolah mengabaikan buruknya data perekonomian dari luar. Anomali yang terjadi di lantai bursa dan Rupiah seharusnya membuat kita semakin waspada akan kemungkinan adanya pembalikan modal atau biasa disebut dengan reversal.

Meskipun di topang oleh fundamental yang cukup kuat, Ekonomi kita dalam jangka pendek masih dibayangi oleh memburuknya kinerja inflasi yang suatu saat akan memberikan dampak negatif bagi Indeks Bursa dan Rupiah. Sentimen negatif dari luar tidak akan berlalu begitu saja tanpa memberikan dampak serupa terhadap kinerja pasar keuangan kita.

Terlebih bila Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga seiring dengan meningkatnya laju tekanan inflasi. Yang akan berdampak pada melemahnya nilai tukar Rupiah. Selain itu, pelemahan Rupiah tidak akan berdampak positif bagi kinerja ekspor kita karena lesunya perekonomian global yang menurunkan permintaan barang, khususnya barang barang komoditas.

Untuk itu, jangan terlalu berkeyakinan bahwa baik indeks bursa dan Rupiah akan melanjutkan tren penguatan dalam waktu dekat ini. Setidaknya data inflasi serta memburuknya kinerja sektor keuangan global akan tetap berpengaruh dalam waktu dekat ini. Anomali yang terjadi tidak menggaransi bahwa Rupiah dan saham akan sangat kuat terhadap guncangan eksternal.

Tren bullish yang terjadi saat ini tidak akan bertahan lama dan sangat rapuh sekali. Meskipun dalam jangka panjang masih menjanjikan, namun belum ada yang berani menjanjikan kapan ekonomi global akan terbebas dari kontraksi, yang kapan saja dapat mengguncang perekonoimian dalam negeri.

Benarkah Momentum Pemulihan Telah Datang?

Medan Bisnis, 16 Agustus 2010
Sejatinya proses pemulihan selalu mengangkat harga minyak ke level yang tinggi. Namun dalam beberapa hari perdagangan terakhir harga minyak dunia kembali turun setelah sebelumnya sempat berada di level $80/Barel. Tak lain dan tak bukan pernyataan Gubernur Bank Sentral AS yang masih meragukan pemulihan ekonomi AS menjadi salah satu pemicunya.

Kemampuan AS dalam menyerap minyak mulai melambat. Sebagaimana tersaji pada data cadangan BBM AS yang naik dan sekaligus merupakan rekor tertinggi berdasarkan laporan mingguan dalam periode 10 tahun terakhir. Performa menurun minyak juga diperburuk oleh data US trade deficit, yang diluar ekspektasi naik senilai 49.9 milyar dollar pada bulan Juni. Tertinggi sejak Oktober 2008 pada saat import naik menuju rekor dan eksport anjlok.

Indikator tersebut jelas bahwa ekonomi AS masih dalam perlambatan karena indicator harga minyak mentah dunia masih bergerak dan membentuk tren penurunan dari sisi harganya. Selama pasokan tetap tinggi, daya serap minyak masih rendah dan harga minyak cenderung turun maka kita masih bisa menilai bahwa proses pemulihan ekonomi dunia belum sepenuhnya on the track.

Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi di Asia juga masih disangsikan mampu membantu proses pemulihan ekonomi dunia. Kenyataannya data ekonomi terkini dari AS dan negara-negara lain menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi sedang kehilangan momentum. Terlebih ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa melambatnya ekonomi di AS dan negara-negara lain termasuk Eropa dan China dan diperkirakan tidak akan sanggup untuk mempertahankan proses pemulihan ekonomi yang sedang berjalan.

Setelah Fed memperingatkan bahwa pemulihan ekonomi AS sedang melambat, beberapa data dari Negara lainnya juga merealisasikan angka yang sama buruknya. Yang pertama datang dari China. China yang sebelumnya sempat membukukan pertumbuhan yang fantastis ternyata saat ini sedang menunjukan gejala perlambatan.

Selain itu, Bank of England menurunkan lagi outlook terhadap kondisi ekonomi di Inggris. Dan kondisi ini diperparah lagi mengenai data perdagangan dari AS yang menunjukkan terjadinya penurunan ekspor dari negara tersebut, sinyal bahwa para pengusaha manufaktur dalam negeri tidak dapat terus mengandalkan pasar luar negeri untuk menjadi pengganti turunnya permintaan di dalam negeri.

Dan selanjutnya kita pasti bisa memperkirakan bahwa data tersebut mengakibatkan kepanikan di pasar saham. Dan hampir semua saham di dunia tergkoreksi tajam. Bahkan Dow Jones sempat anjlok 265 poin. Dan anjloknya bursa saham AS tersebut diikuti oleh bursa-bursa saham di Asia. Nikkei anjlok sebesar 0.9% sementara Hang Seng mengalami penurunan 1.5%.

Hal tersebut menepis keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata belum mampu mengangkat perekonomian AS dari keterpurukan. Meskipun ekonomi mulai kembali tumbuh, namun petumbuhannya terlalu lambat untuk dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kembali pendapatan masyarakat.

Dengan melambatnya perekonomian China serta belum pulihnya ekonomi AS, maka akan terjadi fluktuasi yang berpotensi mengguncang pasar keuangan kita. Menjelang awal pekan ini, AS akan merilis data produksi pabrikan AS dan penjualan perumahan yang diperkirakan meningkat selama bulan juli lalu.

Prediksi tersebut belum sepenuhnya benar, Masih ada kemungkinan yang terjadi lainnya. Oleh karena itu kita harus tetap mewaspadai kemungkinan yang terjadi sebelum data tersebut bener-bener dirilis. Setidaknya ekspektasi data tersebut diikuti denganlonjakan harga minyak mentah dunia.

Ramadhan Tiba, Inflasi Tiba Lebih Dulu, BI Rate Menyusul

Medan Bisnis, 9 Agustus 2010
Laju inflasi selama bulan Juli 2010 naik secara fantastis sebesar 1.57%. Besaran kenaikan inflasi tersebut banyak di sumbang oleh kenaikan kebutuhan pokok. Pemicu kenaikan harga barang tersebut diyakini berasal dari tahun ajaran baru, kenaikan TDL (Tarif dasar Listrik) hingga musim penghujan yang membuat banyak petani gagal panen.

Laju tekanan inflasi yang tinggi tersebut diyakini akan berlanjut di bulan Agustus ini. Kenapa? Inflasi musiman akan datang seiring dengan perayaan keagamaan seperti Bulan Ramadhan, Idul Fitri. Menjelang akhir tahun akan ada Natal dan Tahun Baru yang nantinya juga akan menyumbang bagi tekanan inflasi. Selain itu, dampak buruk dari kenaikan TDL akan menjadi mimpi buruk terhadap harga barang nantinya.

Meski Inflasi sudah beranjak naik, namun kita bersyukur Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di angka 6.5%. Keputusan BI tersebut akan memberikan kontribusi positif terhadap ekspektasi PDB (produk domestik bruto) Indonesia di semester II 2010 ini. Realisasi PDB kita yang sangat fantastis melebihi ekspektasi pasar kembali menggairahkan pasar keuangan kita.

Nilai tukar Rupiah menguat tajam terhadap US Dolar di kisaran Rp.8980/$. Cadangan devisa pun meningkat signifikan. Cukup untuk membiayai impor 6 bulan kedepan. Angka angka fenomenal tersebut membuat pasar semakin optimis bahwa Indonesia nantinya akan mencetak pertumbuhan melebihi ekspektasi menteri keuangan Indonesia yang baru. Angka pertumbuhan yang diprediksikan IMF (lebih tinggi dari prediksi pemerintah) sepertinya lebih mungkin terealisasi.

Hanya saja suku bunga acuan atau BI Rate diyakini akan naik menjelang akhir tahun ini. Inflasi yang tinggi memang harus diredam dengan suku bunga yang lebih tinggi pula. Walau demikian, pemerintah tetap optimis laju tekanan inflasi di tahun 2011 akan lebih terkendali dibandingkan dengan tahun 2010 ini.

Namun, hal tersebut tidaklah selalu tepat. Prospek pemulihan ekonomi global bisa saja mendongkrak harga minyak mentah dunia. Sejauh ini pemerintah selalu membuat asumsi harga minyak yang dinilai tidak sepenuhnya tepat karena minyak itu sendiri bergejolak. Dan tentunya hal tersebut harus diwaspadai. Apabila tidak maka akan ada peluang terciptanya tekanan inflasi yang berdampak pada kenaikan BI Rate. Karena BI Rate yang terlalu tinggi tidak cukup sehat untuk mencetak laju pertumbuhan ekonomi.

Sejauh ini yang dapat kita lihat adalah BI dengan Dewan Gubernur-nya yang akan menempuh kebijakan moneter dan perbankan yang diperlukan agar perkembangan inflasi ke depan tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 5 persen ± 1 persen untuk tahun 2010 dan 2011.

Beberapa kebijakan yang umum adalah pengendalian Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, serta pengendalian jumlah uang beredar di masyarakat. Dimana kebijakan GWM tersebut biasanya akan mengganggu proses intermediasi perbankan. Meskipun masih dapat dikendalikan.

Hal-hal yang dapat membuat BI nyaman dalam mengendalikan inflasi kedepan adalah penguatan nilai tukar Rupiah yang sangat tajam. Penguatan mata uang Rupiah itulah yang nantinya akan menyelamatkan kita dari lonjakan harga minyak mentah dunia, impor yang tinggi hingga tekanan inflasi yang signifikan. Dengan semua indikator tanpa ada kejutan2 lain maka BI Rate diharapkan hanya naik satu kali lagi hingga akhir tahun 2011 mendatang.

Uji Ketahanan (Stress Test) Bank di Eropa

Medan Bisnis, 26 Juli 2010
Komite Pengawas Perbankan Eropa (CEBS) mengumumkan bahwa tujuh dari 91 lembaga-lembaga keuangan Uni Eropa, yang mewakili 65 persen dari sektor perbankan Uni Eropa, telah gagal dalam tes yang dirancang untuk menilai kapasitas menghadapi krisis ekonomi atau keuangan. Yang berarti kondisi perbankan di Eropa masih Aman dalam melewati krisis yang sedang menjangkiti ekonomi di kawasan eropa tersebut.

Sementara itu, Portugal yang sebelumnya sempat di khawatirkan akan terpuruk karena defisitnya yang membesar. Justru saat ini bernafas lega karena empat bank utama Portugal semuanya telah lolos stress tests (uji ketahanan) Eropa. Dari hasil test tersebut berarti ke empat Bank tersebut tidak membutuhkan tambahan dana segar. Padahal sebelumnya Bank swasta terbesar di Portugal sempat diturunkan peringkatnya oleh pemeringkat utang Fitch karena membutuhkan dana dari bank sentral Eropa agar tetap menjalankan bisnis.

Namun, pasar punya pandangan tersendiri terhadap mata uang Euro . Sesaat setelah diumumkan Euro sempat melemah terhadap US Dolar meskipun kembali menguat tipis. Hal ini menunjukan bahwa pasar tidak sepenuhnya menyambut baik atas hasil stress test tersebut. Nuansa cemas masih tetap ada karena dari hasil tersebut tidak semua Bank dinyatakan sehat. Perlu penelaahan yang lebih mendalam terkait hasil uji ketahanan Bank tersebut.

Terkait dengan hasil uji ketahanan Bank di Eropa, penulis meyakini pasar keuangan kita akan kembali bergeliat. Hal tersebut dikarenakan kepercayaan investor akan kembali kepada Negara yang memberikan yield tinggi. Rupiah berpeluang menguat signifikan dalam perdagangan minggu ini. Demikian halnya juga dengan IHSG, berpeluang besar naik terus dan meninggalkan level 3000.

Gejolak pada pasar keuangan kita bisa diredam dan akan mengembalikan kepercayaan investor akan pentingnya faktor fundamental. Selain itu, bursa di AS masih tetap membukukan kenaikan setelah beberapa emiten besar tetap membukukan kenaikan laba yang berujung pada melonjaknya harga saham emiten tersebut. Data sektor perumahan AS juga lebih baik dari ekspektasi banyak analis sebelumnya.

Kredibilitas hasil uji ketahanan Bank di Eropa memang masih belum teruji sepenuhnnya. Seperti pada uji ketahanan Bank di AS, dimana hasil stress test menunjukkan 10 dari 19 bank besar AS ternyata memerlukan tambahan modal. Dan tentunya itu menimbulkan skeptisme yang luar biasa dan berdampak pada koeksi yang tajam terhadap pasar keuangan kita.

Bank-bank Asing yang beroperasional di Indonesia tentunya akan terpengaruh dengan hasil stress test yang jelek. Soalnya Bank sebagai intermediator aliran dana, dan sebagai “jantung” yang memompa perputaran uang. Tentunya bila Bank Sakit maka sektor lain juga akan sakit. Akan tetapi, hasil dari stress test Bank di Eropa tersebut sepertinya tidak akan berdampak negatif terhadap perbankan kita.

Tidak begitu banyak Bank di Eropa yang membutuhkan suntikan dana dalam operasionalnya. Perbankan kita dinilai juga masih sehat, apalagi kita masih mencetak pertumbuhan ekonomi kendati banyak Negara yang justru pertumbuhan ekonominya negatif. Jepang yang menaikan rating Indonesia masuk dalam investment grade versi mereka juga sangat menguntungkan perbankan kita. Kita hanya menunggu lembaga pemeringkat lain untuk mengikuti langkah serupa dari negeri sakura tersebut.

Dunia perbankan kita masih ditopang oleh fundamental yang mumpuni. Indeks bursa kita dinilai masih aman dari gejolak yang bisa saja muncul terkait dengan uji ketahanan Bank di Eropa. Nilai tukar Rupiah, IHSG masih akan dilirik oleh pemodal baik dari dalam dan luar negeri. Aliran dana akan tetap mengalir kepada Negara yang memberlakukan suku bunga tinggi, salah satunya Indonesia.

TDL Naik, Luka Lama (Inflasi) Muncul Kembali?

Medan Bisnis, 19 Juli 2010Besaran kenaikan tariff dasar listrik (TDL) menjadi polemik baru-baru ini. Pemerintah menempuh kebijakan tersebut seiring disaat semua kebutuhan pokok naik menjelang bulan suci Ramadahan, liburan sekolah, serta cuaca buruk yang menyebabkan banyak petani yang gagal panen.

TDL memang tidak naik untuk semua kalangan masyarakat. Bagi pengguna listrik di bawah 900 watt masih bisa bernafas lega karena TDL masih tetap sama. Akan tetapi, kenaikan TDL tersebut akan berdampak pada laju inflasi yang tinggi dan bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka yang paling dirugikan adalah para pengguna listrik diatas 900 Watt, atau para pelaku usaha tentunya.

Besaran kenaikan TDL yang menurut PLN berada dikisaran 5-18%, tentunya tidak membuat para pengusaha bergembira. Bahkan apabila kenaikan TDL lebih dari 18%, maka Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai kenaikan tarif dasar listrik tersebut tidak sesuai dengan komitmen Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rasa penuh kecurigaan muncul karena APINDO menilai PLN bisa saja menaikkan TDL lebih besar dari yang dijanjikan sebelumnya.

Kenaikan TDL seperti skenario saat ini, seolah-olah mampu menyelamatkan masyarakat dari dampak negatif ekonomis bagi mereka yang menggunakan daya lebih kecil dari 900 watt. Benarkah demikian?. Kalau dihitung-hitung kenaikan TDL sebesar apapun akan tetap berdampak pada ekonomi masyarakat kita secara keseluruhan. Kenaikan TDL akan memberikan dampak kenaikan biaya produksi dan nilai jual, yang dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kenaikan TDL meskipun tidak diperuntukan bagi masyarakat kalangan bawah, namun melonjaknya harga kebutuhan akibat kenaikan TDL akan tetap membebani masyarakat di sisi lain. Sehingga laju tekanan inflasi akan terus meningkat, dan nantinya akan mempengaruhi suku bunga acuan atau biasa dikenal denga istilah BI Rate.

Kenaikan BI Rate, biasaya akan langsung diikuti oleh kenaikan suku bunga Bank yang nantinya akan berdampak pada meningkatnya suku bunga kredit. Sehingga kemampuan sektor riil dalam menyerap tenaga kerja baru menurun. Pasar keuangan kita yang dibebani dengan suku bunga tinggi akan menekan nilai tukar Rupiah sehingga berdampak pada meningkatnya laju tekanan inflasi untuk barang impor.

Selain itu, tingkat suku bunga yang rendah di Negara lain akan memberikan berkah dan pengaruh tersendiri bagi masuknya dana jangka pendek dari luar atau biasa disebut dengan hot money. Nah, Uang panas tersebut yang nantinya akan menahan tekanan terhadap rupiah. Meskipun entah berapa lama penguatan tersebut akan bertahan. Pastinya berharap agar dana panas tersebut lama mengendap di negeri ini.

Kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah saat ini seperti aji mumpung. Di saat Indonesia masuk dalam Negara yang layak investasi, maka tepat kiranya jika TDL dinaikkan . Jepang telah memasukan Indonesia sebagai Negara yang layak investasi, sementara lembaga pemeringkat kelas dunia masih harus menilai Indonesia setidaknya 2 tahun kedepan agar Indonesia masuk dalam Negara layak investasi. Dampak membaiknya rating Indonesia akan mengangkat level Indonesia dan mempermudah Negara kita untuk mendapatkan investor luar untuk berinvestasi disini.

Jadi, kisruh kenaikan TDL saat ini akan tertutupi dengan hal lain yang nantinya dinilai masih akan tetap memberikan kabar baik buat Negara kita. Inflasi yang tinggi, perayaan keagamaan, tahun ajaran baru serta cuaca buruk yang berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok naik, akan menjadi topik utama dalam waktu dekat ini.

Meskipun terkadang masih jauh dari mungkin atau bahkan hanya mimpi, semoga aja kenaikan barang yag menjepit kita saat ini tidak berlarut-larut, dan memberikan harapan akan pemulihan di masa yag akan datang. Short term pain but a chance for long term gain.

Eropa, Masih Jauh Dari Pemulihan?

Medan Bisnis, 12 Juli 2010
Dalam beberapa hari terakhir mata uang Eropa terpantau menguat terhadap hampir semua mata uang dunia. Pelaku pasar berpendapat bahwa proses recovery global mulai menunjukan pemulihan yang berarti sehingga membuat kepercayaan investor kembali pulih terhadap Euro.

Ekonomi negara perancis mengalami perbaikan seperti yang dilansir oleh Institut Statistik dan Ekonomi Nasional Perancis (Institut National de la Statistique et des Études Économiques: INSEE) yang melaporkan adanya peningkatan kinerja pada sektor industri Perancis. Lembaga tersebut melaporkan bahwa indikator French Industrial Production m/m mengalami kenaikan menjadi 1.7%. dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya naik menjadi 0.3% dari nilai pada periode lalu yaitu -0.5%.

Sementara itu, dari Inggris, National Statistics melaporkan aktivitas ekonomi di Inggris belum menunjukan aktivitas ekonomi yang lebih baik dimana tingkat harga umum barang-barang input produksi perekonomian Inggris masih bernilai negatif. Walaupun sedikit lebih baik dari periode seblumnya namun hasil tersebut masih menunjukkan adanya kelesuan pada aktivitas produksi.

Selain itu defisit neraca perdagangan negara tersebut juga dilaporkan meningkat. Rilis dat terkini menunjukkan bahwa indikator Trade Balance turun menjadi -8.1 miliar Poundsterling dimana sebelumnya diperkirakan akan membaik menjadi -7.1 miliar Poundsterling dari nilai pada periode sebelumnya yaitu -7.3 miliar Poundsterling .

Kondisi ekonomi eropa tersebut diyakini mampu memberikan angin segar ke pasar keuangan meskipun dalam tempo yang tidak lama. Selin itu, datang dukungan dari menguatnya indeks konsumsi masyarakat AS yang mengalami kenaikan. Hal tersebut telah mendorong indeks bursa dow jones dan bursa global naik signifikan. Dow Jones bahkan kembali menanjak di atas level 10.000.

Sejauh ini negara di kawasan Eropa masih mengandalkan kebijakan penghematan anggaran yang dinilai belum akan mampu menuntaskan permasalahan pokok dari krisis keuangan saat ini. Penghematan anggaran berarti akan mengurangi kemampuan negara tersebut dalam memerangi pengangguran. Hal yang paling krusial yang harus segera di benahi.

Terlebih, baru-baru ini International Monetery Fund (IMF) mengeluarkan pernyataan bahwa Uni Eropa menghadapi resiko yang besar terkait krisis keuangan publik. Pernyataan tersebut telah memicu spekulasi bahwa kebijakan penghematan anggaran akan tentunya akan mengurangi permintaan terhadap komoditi. Dan lagi-lagi China sepertinya juga mengalami hal yang sama dengan menurunkan permintaan akan komoditi khususnya batu bara.

Kebijakan-kebijakan yang diambil tersebut belum menggambarkan adanya pemulihan yang signifikan. Wacana-wacana yang berkembang seputar ekonomi masih berputar-putar dan belum memberikan jawaban pasti akan pemulihan yang sebenarnya. Silih berganti wacana tersebut memberikan warna dan sekaligus menjadi berita yang bisa saja ditafsirkan dalam banyak sudut pandang, dan terkadang memunculkan spekulasi.

Para pelaku pasar juga terlarut dalam dinamika tersebut. Dan berdampak pada pola pergerakan mata uang dan saham yang memiliki volatilitas yang searah dengan perubahan wacana. Perlu pemahaman serta kesabaran dalam menganalisa aktifitas ekonomi tersebut dalam jangka panjang, sehingga tidak terjebak pada volatilitas yang menghasilkan kerugian finansial.

Badai Itu Datang Kembali

Medan Bisnis, 5 Juli 2010
Badan Metereologi Dan Geofisika (BMG) menyatakan bahwa telah terjadi musim hujan yang seharusnya tidak terjadi di saat musim kemarau itu tiba. Perubahan iklim yang terjadi tersebut telah membuat prediksi para ahli meleset. Namun, anomali yang serupa ternyata juga sempat menghampiri bursa kita dalam perdaganganga beberapa hari sebelumnya.

Bursa kita sempat menguat meskipun terjadi pelemahan pada hampir semua bursa di Asia dan Dunia. Anomali tersebut seolah-olah menggambarkan fundamental ekonomi kita yang sangat kuat sehingga mampu menahan volatilitas bursa global yang liar serta memiliki kecenderungan harga yang terus menurun. Kebijakan dari lembaga pemeringkat yang akan memotong sejumlah peringkat hutang Negara eropa seolah menjadai badai yang siap meluluh-lantakkan bursa.

Lihat saja Spanyol, negara matador tersebut akan dipangkas peringkat hutangnya oleh Fitch Ratings sehingga menekan pasar keuangan di Eropa. Demikian halnya berita buruk dari China. Negara tersebut diyakini melambat pertumbuhannya. Sehingga mata uang Yuan China kembali beranjak melemah terhadap US Dolar.

Dan masih ada lagi kabar buruk lainnya. Pelemahan di bursa Wall Street masih berlanjut seiring masih datangnya kabar-kabar ekonomi yang negatif, salah satunya dari angka pengangguran AS yang belum juga membaik. Departemen Tenaga Kerja AS menyatakan bahwa pengangguran meningkat menjadi 472.000 (pada minggu 26 juni) atau meningkat 13.000 dari minggu sebelumnya yang tercatat diangka 459.000.

Belum lagi selesai data ketenaga kerjaan, datang lagi berita buruk lainnya, yaitu angka penjualan rumah AS yang turun selama Mei. National Association Realtors mengungkapkan, indeks penjualan rumahnya turun 30% menjadi 77,6 berdasarkan kontrak yang dibuat di bulan Mei. Indeks ini sebelumnya telah naik selama 3 bulan berturut-turut bahkan sempat menembus titik tertingginya di 110,9 pada periode sebelumya.

Diantara semua kabar buruk tersebut, ada kabar baik yang tersisa, yakni data manufaktur AS. Dimana tumbuh untuk 11 bulan berturut-turut, meskipun dalam angka yang masih lebih jelek dari ekspektasi sebelumnya. Harga Saham di AS pada jumat kemarin mengalami tekanan meskipun mulai mereda di saat menjelang penutupan.

Pada perdagangan Kamis (1/7/2010), indeks Dow Jones melemah 41,49 poin (0,42%) ke level 9.732,53. Indeks Standard & Poor's 500 juga melemah 3,33 poin (0,32%) ke level 1.027,38 dan Nasdaq melemah 7,88 poin (0,37%) ke level 2.101,36. Perhatian pasar sepertinya mulai beralih dari masalah krisis di Eropa ke data-data perekonomian AS yang mengkhawatirkan seiring lambatnya pemulihan ekonomi.

Awal pekan ini, IHSG sepertinya akan bernasib serupa. Melemahnya indeks bursa dunia di yakini akan berdampak pada pelemahan harga saham-saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). IHSG akan kembali mengalami tekanan hebat, karena IHSG sudah menguat cukup tinggi, sehingga IHSG lebih rentan terhadap guncangan yang terjadi di bursa global.

Penguatan nilai tukar Rupiah akan sedikit memberikan angin segar bagi pergerakan indeks. Namun Rupiah diyakini tidak akan menguat lebih tinggi lagi. Musim pembagian deviden sepertinya tidak akan mampu mencuri perhatian dari rontoknya indeks bursa dunia. Namun, pelemahan tersebut akan memacu indeks turun kedalam posisi yang secara teknikal sudah murah. Sehingga akan memicu rebound sesaat secara teknikal.