Monday, February 20, 2012

Paradigma Baru Perbankan Kita

Medan Bisnis, 20 Februari 2012
Kita tentunya telah mengetahui bahwa pasar dengan tingkat persaingan sempurna dimana permintaan akan suatu barang dipengaruhi oleh Demand and Supply. Sepertinya teori tersebut tidak berlaku bagi industri perbankan kita yang justru tetap hidup dengan menikmati tingginya perbedaan selisih bunga kredit dan pinjaman kendati tren Inflasi yang menjadi tolak ukur suku bunga bergerak turun.

Perbankan di Indonesia terus berlomba menggaet nasabah baru dengan menawarkan imbal hasil simpanan yang melebihi BI Rate atau diatas bunga pinjamanan yang ditetapkan oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Bila mengacu pada data yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, memang benar posisi simpanan masyarakat dalam bentuk deposito lebih besar dari tabungan maupun Giro.

Hal ini jelas menunjukan bahwa Masyarakat kita lebih banyak menabung dalam bentuk Deposito karena memang memberikan Imbal hasil yang lebih tinggi dari pada tabungan. Bisa juga dikarenakan untuk memiliki bentuk tabungan dalam deposito tidak dibutuhkan lagi dana yang besar. Dengan 5 Juta kita sudah memiliki simpanan yang memberikan keuntungan setara deposito. Atau dengan cicilan simpanan sebesar ratusan ribu setiap bulan, kita juga bisa menikmati bunga simpanan sekelas deposito.

Bila perbankan enggan menurunkan bunga pinjaman dengan alasan nabasah “menyandera” bunga simpanan. Maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah hanya nasabah yang memiliki simpanan besar yang memiliki posisi tawar terhadap bunga simpanan tersebut. Yang pasti jumlah orangnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan nasabah yang menyimpan dalam bentuk tabungan maupun deposito dengan nominal yang tidak terlalu besar.

Disisi lain, para pengusaha terus mengkritik perbankan kita yang secara terus menerus memohon agar bunga pinjaman (kredit) diturunkan. Lagi-lagi, nasabah debitur yang meminjam dalam jumlah besar (seperti korporasi) memiliki posisi tawar bunga pinjaman (lebih murah) bila dibandingkan dengan masyarakat yang meminjam untuk kebutuhan kredit sepeda motor atau kredit usaha yang nominalnya kecil.

Sebagai gambaran, kita asumsikan perbankan kita memberikan fasilitas pinjaman kredit yang sama besar porsinya, baik itu kredit konsumsi, korporasi, komersial maupun KPR. Dan dana pihak ketiga di perbankan kita juga memiliki porsi yang sama untuk Tabungan dan Deposito.

Bila Perbankan memberikan bunga untuk tabungan sebesar 2% dan deposito 6.5%. Sementara Perbankan kita menawarkan bunga pinjaman 9% (untuk pinjaman besar) dan 12% (untuk pinjaman konsumsi maupun kredit dengan nominal kecil), dan bila bank tersebut ingin mendapatkan keuntungan maksimal, maka dana yang disimpan dalam bentuk tabungan akan digunakan untuk menyediakan pembiayaan bagi debitur besar (korporasi besar). Dengan mengasumsikan bahwa perputaran uang dalam bentuk simpanan tabungan tetap.

Siapa saja yang menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan?. Pastinya didominasi oleh nasabah yang memiliki perputaran uang yang cepat (kurang dari 1 bulan) serta mereka yang tidak memiliki uang yang cukup untuk disimpan dalam bentuk deposito (biasanya masyarakat menengah bawah). Mereka inilah yang memberikan subsidi bunga kepada nasabah Bank (debitur) yang besar.

Selain itu, Perbankan kita tentunya akan menggenjot laba dengan terus mencari nasabah yang membutuhkan kredit konsumsi dan meningkatkan sumber pengumpulan dana murah (tabungan). Dan fakta tersebut terjadi saat ini, dimana kredit konsumsi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan jumlahnya melebihi kredit yang diberikan perbankan dalam bentuk lainnya.

Pertumbuhan kredit yang tinggi seharusnya tidak dijadikan sebagai alasan mengapa perbankan kita enggan menurunkan bunga pinjaman. Kalaupun BI Rate turun, respon terhadap penurunan bunga simpanan lebih cepat dibandingkan dengan bunga pinjaman. Persaingan antar Bank di Indonesia sepertinya tidak menciptakan biaya yang murah yang pro pertumbuhan.

Padahal bila Perbankan kita memiliki paradigma yang baru. Dimana bunga simpanan diturunkan seiring dengan melemahnya laju tekanan inflasi, bunga pinjaman juga diturunkan dan selisih antara simpanan dan pinjaman diminimalisirkan dan biaya dana juga diturunkan seoptimal mungkin. Maka dampak multipliernya adalah pertumbuhan yang tinggi dan masyarakat memiliki daya beli yang mumpuni. Yang nantinya akan membuat laju perputaran uang semakin besar di perbankan kita, dan tentunya memberikan kesempatan bagi Bank kita untuk mendapatkan keuntungan.

Oleh karena itu, Bank Indonesia diharapkan mampu menciptakan regulasi yang mumpuni untuk mengatur industri perbankan kita. Paradigma Bankir kita seharusnya juga bisa di ubah dan ditekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja yang bertujuan menciptakan fundamental ekonomi yang kuat dari hanya sekedar mengejar keuntungan.

Krisis Moneter : Sebuah Penyakit Dan Komplikasinya

Medan Bisnis, 13 Februari 2012
Akhir-akhir ini Yunani kembali menjadi berita hangat terkait dengan penyelesaian hutangnya yang belum tuntas. Bagaikan makan buah simalakama, Yunani dihadapkan pada dua pilihan sulit. Pertama : Bila Yunani mau menerima Bailout (dana talangan), maka Yunani harus bisa memangkas anggaran termasuk anggaran untuk pembayaran pensiun dan anggaran gaji Pegawai Negeri Sipil Yunani.

Bila mengacu pada kondisi tersebut. Digambarakan bahwa Yunani harus merumahkan (PHK) Pegawai Negeri Sipilnya. Yunani menyepakati akan memberhentikan 15.000 tenaga kerja sektor publik serta mengurangi upah minimum sebesar 22%. Persyaratan tersebut akan meloloskan dana talangan baru bagi Yunani sebesar 130 Milyar bila Yunani menyepakatinya.

Bayangkan saja dampak negatif dari rencana pemerintah tersebut. Tentunya para buruh merasa dirugikan. Demonstrasi pastinya tidak terelakan, kerawanan sosial merupakan buntut dari setiap langkah pemerintah yang tidak populis tersebut.

Pilihan Kedua : Yunani tidak menerima Bailout atau bahkan keluar dari Euro. Bila kita analisa lebih dalam, seandainya Yunani benar-benar memilih pilihan yang kedua. Maka kemungkinannya adalah sebagai berikut. Bila tidak menerima bailout Yunani tidak harus mengikuti persyaratan yang di bebankan oleh Negara kreditur.

Sehingga Yunani tidak harus mem-PHK atau mengurangi upah minimum yang banyak ditentang oleh masyarakatnya. Dengan harapan tidak ada kerawanan sosial yang bisa merusak sendi-sendi perekonomian disisi lain. Namun : mungkinkah pilihan kedua tersebut dapat menyelesaikan permasalahan Yunani saat ini?.

Jawabannya sangat tidak mungkin. Yunani bukanlah Negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Sektor pariwisata menjadi tulang punggung Ekonomi Yunani. Sehingga alternatif kedua jelas tetap tidak akan menyelesaikan permasalahan Yunani dalam jangka panjang.

Krisis dan pengangguran akan tetap menjadi masalah serius bagi Yunani bila memilih pilihan yang kedua sekalipun. Kerawanan sosial tetap akan menjadi ancaman kedepan walaupun tidak secepat bila Yunani mengikuti aturan main dalam mendapatkan dana talangan yang ditawarkan oleh Negara anggota Eropa lainnya.

Sehingga, pilihan Yunani menerima dana talangan saat ini merupakan pilihan yang lebih baik dari semua pilihan buruk lainnya. Demonstrasi, Meningkatnya tindak kejahatan, menurunnya standar hidup, berkurangnya daya beli hingga eksodus penduduk ke luar negeri untuk mencari sumber penghasilan baru akan menjadi bagian yang tidak dapat terelakkan bagi yunani dalam waktu dekat ini.

Tuntutan para demonstran agar tidak ada pemotongan gaji, dan PHK atau slogan lain yang bernada tetap optimis hanya akan menjadi pepesan kosong belaka. Pemerintah harus lebih rasional, memilih atau tidak memilih dana talangan, cepat atau lambat aksi serupa akan tetap berpotensi terjadi karena pada dasarnya sulit mengharapkan penyelesaian krisis terjadi semudah membalikan telapak tangan.

Tidak ada satupun Negara di Dunia ini yang kebal terhadap hantaman krisis. Sejumlah langkah seperti pengetatan anggaran, dana talangan yang lebih besar dan melakukan reformasi struktural atau melakukan kebijakan fiskal yang sejalan diantara Negara Uni Eropa bukanlah merupakan suatu jaminan penyelesaian krisis.

Krisis yang terjadi saat ini bagaikan penyakit serius yang telah menghinggapi seorang manusia, sehingga sudah tidak ada waktu untuk mencegahnya, yang ada adalah bagaimana mengobatinya. Langkah-langkah di atas seharusnya menjadi langkah yang diterapkan untuk mencegah Eropa sebelum di terpa krisis bukan seperti yang terjadi saat ini. Namun, langkah-langkah tersebut juga tidak akan terpikirkan kalau tidak mengalami krisis seperti yang terjadi saat ini. Setidaknya tidak ada kata terlambat dan tidak berbuat apa-apa.

Friday, February 10, 2012

Quantitative Easing 3 Tak Terelakkan?

Medan Bisnis, 06 Feb 2012
Untuk memerangi krisis yang terjadi di Amerika Serikat, Bank Sentral AS (The FED) selama ini memberlakukan suku bunga rendah. Namun, sejauh ini kebijakan tersebut belum memberikan dampak yang berarti bagi pemulihan ekonomi AS. Ekonomi AS tetap menuju ke suatu jurang ekonomi yang biasa disebut dengan istilah resesi.
The FED sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa Bank Sentral AS siap untuk melakukan kebijakan yang pro pertumbuhan dalam bentuk kebijakan apapun. Quantitative Easing (QE) menjadi andalan terakhirnya.

Quantitative easing adalah langkah Bank Sentral AS yang menggelontorkan sejumlah dana segar dengan melakukan pembelian obligasi dan sejenisnya. Tujuannya adalah agar daya beli masyarakat AS kembali pulih sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Langkah The FED dengan pemberlakuan suku bunga rendah selama ini masih jauh dari harapan. Data-data perekonomian AS masih bergerak datar yang turut dibarengi dengan prospek ekonomi yang masih suram.

Bila kita belajar dari pengalaman sebelumnya, baik QE 1 dan QE 2 hanya merupakan stimulus jangka pendek yang memberikan anging segar sesaat ke pasar keuangan dan tidak menyelesaikan masalah fundamental ekonomi AS secara keseluruhan.

Hal pokok yang perlu diperhatikan untuk melakukan kebijakan QE jilid 3 adalah Inflasi. Di Indonesia Inflasi selalu menjadi hal yang paling ditakuti bila terus merangkak naik. Beda halnya di Amerika Serikat. Inflasi justru diharapkan naik karena kenaikan laju inflasi menjadi indikator bahwa ada tren kenaikan harga barang yang diakibatkan mulai pulihnya daya beli masyarakat AS.

Walaupun tidak ada angka ideal terkait dengan laju inflasi, namun the FED mematok angka 2% menjadi batas bawah. Dan bila tembus di bawah 2%, maka besar kemungkinan The FED akan menginjeksikan dana dalam bentuk QE3. Dan saat ini kemungkinan tersebut terbuka sangat lebar. Namun diperkirakan QE3 keefektifannya masih sama dengan QE sebelumnya dimana hanya berdampak sesaat bagi perekonomian.

Bila The FED melakukan QE3 maka baik pasar keuangan dan saham AS bisa mengalami kejatuhan. AS akan kehilangan kepercayaan dirinya mengingat masih lemahnya negara mitra AS dalam menyelamatkan perekonomian. QE3 juga dapat memicu terjadinya capital inflow yang masuk kesejumlah negara berkembang termasuk Indonesia.

Bila diberlakukannya QE3 maka secara politis akan menyebabkan kubu Demokrat sebagai incumbent berada di bawah tekanan. Partai republik sebagai oposisi akan menggunakan kesempatan ini untuk mengambil simpati masyarakat. Kebijakan The FED terkait QE3 mengancam keberlangsungan Obama sebagai presiden AS ke depan nantinya.

Sejauh ini, QE3 masih sebatas wacana yang menimbulkan spekulasi. Namun, arahnya sudah jelas, dimana saat Inflasi terus melemah maka sebenarnya kita bisa menyimpulkan bahwa AS benar-benar akan melakukan kebijakan penambahan uang beredar (QE3).

Kita harus mampu mengantisipasi dampak kebijakan QE3 The FED nantinya. Masuknya sejumlah uang (capital inflow) ke sistem keuangan kita akan mengakibatkan kita kebanjiran likuiditas. Kita bisa mengantisipasinya dengan sejumlah langkah seperti menurunkan BI Rate, kebijakan terkait berapa lama dana mengendap atau dengan melakukan sejumlah kebijakan agar capital inflow menjadi bentuk investasi langsung.

QE3 tidak akan terelakkan bila indikator ekonomi AS ke depan nantinya benar-benar mengarahkan The FED untuk menggelontorkan sejumlah dana segar. Dan kita harus segera mengantisipasinya dengan melakukan sejumlah kebijakan agar Pasar Keuangan kita tidak dijadikan tempat singgah semata bagi uang panas (hot money).

Model Ekonomi yang Tepat untuk Indonesia

Indonesia kembali mendapatkan hadiah dari lembaga pemeringkat Moody’s sebagai negara yang masuk dalam layak investasi. Layak investasi tersebut sepertinya akan Indonesia dapatkan lagi dari lembaga pemeringkat Standard & Poor’s, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini (semester I 2012). Peringkat tersebut nantinya menjadi kesempatan bagi korporasi untuk meminjam dana dengan biaya murah.

Namun, kira-kira apa ya manfaatnya layak investasi bagi masyarakat
miskin? Apakah mereka benar-benar mengerti bahwa layak investasi bisa
diterjemahkan kepada meningkatnya lapangan kerja, sembako murah atau
sarana pendidikan yang terjangkau? Jawabannya bisa.

Hanya memerlukan kemauan dari pemangku jabatan agar lebih serius dalam beberapa hal seperti sumber pendanaan murah, subsidi yang tepat, serta kebijakan maupun perlindungan terhadap permasalahan yang terkait dengan investasi.

Bila rakyat miskin sangat bergantung pada Kredit Usaha Rakyat (KUR). Maka sejauh ini peran dari lembaga penyalur KUR yaitu perbankan menurut versi pemerintah dinilai telah berhasil.
Namun, tidak sedikit yang mengeluhkan sulitnya mendapat KUR karena harus dibarengi dengan jaminan. Kalaupun tanpa jaminan, kredit yang digelontorkan tidak dalam jumlah signifikan, sehingga membatasi kemampuan seseorang yang mungkin memiliki pengelolaan sumber dana yang lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi ekonominya saat ini.

Namun, langkah-langkah pemerintah dalam menciptakan pengusaha baru juga perlu diacungi jempol. Salah satunya menggaet mahasiswa/ mahasiswi untuk turut mengembangkan potensi wirausahanya.

Akan tetapi, bagaimana dengan mereka yang sudah terlanjur tidak sekolah namun memiliki kemampuan untuk menjadi entrepreneur tanpa memiliki kemampuan finansial? Nah, disitu peran perbankan yang lebih dikedepankan oleh pemerintah. Padahal, banyak dari mereka di golongan tersebut yang justru tidak melek dunia perbankan sama sekali.

Sehingga kesimpulannya pemerintah masih belum optimal dalam menciptakan lapangan kerja baru dengan cara menumbuhkan entrepreneur barunya.

Kondisi tersebut diperparah dengan memburuknya kondisi perbankan yang enggan menurunkan suku bunga pinjaman kendati BI Rate sudah bergerak turun. Lagi-lagi pemerintah kedodoran mengatur strateginya untuk menyediakan pembiayaan murah bagi masyarakatnya.

Satu lagi, sistem ekonomi kita yang liberal turut menjadi biang keladi bagi sulitnya produk-produk pertanian maupun produk lokal lainnya agar bersaing di pasar internasional. Sektor pertanian kita yang masih rapuh harus dihadapkan dengan liberalisasi pasar dan dipaksa bersaing dengan produk dari luar yang banyak di subsidi oleh pemerintahnya.

Kebijakan pangan selama ini sepertinya masih menjadi macan kertas. Karena kebutuhan akan bahan makanan pokok seperti Beras kadang kala harus kita beli dari negara lain. Padahal sebenarnya kita mampu menjadi negara yang bisa memenuhi kebutuhan negara lainnya. Pemerintah seharusnya paham akan hal ini.

Bukan karena kita salah dalam menentukan idiologi ekonomi. Namun kita kerap lalai dalam melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan idiologi yang kita tanamkan. Ekonomi Pancasila begitu kita menyebutnya untuk model ekonomi Indonesia maupun sebagai sebuah idiologi ekonomi. Idiologi bisa tidak berarti apa apa, karena sangat bergantung pada pemangku kebijakan sebagai pelaksana idiologi tersebut.

Layaknya agama yang memiliki aturannya masing masing. Namun, tidak akan bermakna apa apa bila seseorang yang menganut agama tersebut justru melakukan banyak pelanggaran dan berlumuran dosa.

Yang dibutuhkan untuk menciptakan entrepreneur adalah keberpihakan dalam semua sisi. Tidak perlu bergantung pada model ekonomi, tapi model ekonomi akan terbentuk dengan sendirinya bergantung dari apa yang kita lakukan.

Thursday, February 02, 2012

Pembatasan BBM dan Moral

Medan Bisnis, 16 Januari 2012
Per 1 april nanti, pemerintah sudah akan memulai untuk menerapkan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap. Walaupun masih menuai pro dan kontra, pemerintah beralasan pembatasan BBM karena agar ada pengehamatan dalam APBN. Selain itu, pemerintah menilai bahwa subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran karena justru orang kaya yang lebih menikmati BBM bersubsidi.

Konsumen bensin sudah mulai akan dialihkan ke pertamax, yang harganya 2 kali lebih mahal dari harga premium saat ini. Terlepas dari tepat atau tidaknya langkah yang dilakukan pemerintah tersebut. Dengan melihat kondisi ekonomi saat ini, dimana pemerintah tidak mampu menaikan produksi minyak (lifting) dan sebagian minyak yang dikonsumsi harus diimpor serta diiringi dengan tren harga minyak dunia yang terus merangkak naik memang sudah sepantasnya harga BBM itu naik. Namun, bukan opsi pembatasan BBM seperti yang terjadi saat ini.

Secara logika, pembatsan BBM tidak akan efektif saat diimplementasikan nantinya. Pertama, Pertamina harus memilah kendaraan mana yang wajib menggunakan pertamax atau layak menggunakan premium. Bila harus menunjukan STNK saat pengisian BBM jelas itu akan memperlambat proses pengisian BBM.

Kedua, masih akan terjadi kebocoran dan penyalahgunaan oleh pihak tertentu. Selisih antara harga premium dan pertamax yang signifikan tentunya akan membuat sejumlah orang untuk menjadikannya sebagai lahan mata pencarian. Bayangkan bila ada seseorang yang memiliki kendaraan yang masih layak mengggunakan premium dan tidak bermoral. Seseorang tersebut akan membeli premium di SPBU dan menjual kembali premium tersebut kepada mereka yang menggunakan pertamax.

Ketiga, walaupun penyalahgunaan premium tersebut akan mendapatkan sanksi dari para penegak hukum seperti kepolisian. Namun, dengan jumlah aparat kepolisian yang jauh lebih sedikit dari jumlah masyarakat maka peluang kebocoran tersebut sulit untuk dihindari. Karena pemerintah memberikan peluang bagi mereka yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan sebuah kejahatan melalui penyelewengan penggunaan premium.

Sejauh ini, pemerintah menyatakan siap untuk melakukan pembatasan BBM karena infrastrukturnya sudah memadai. Infrastruktur yang dimaksud sepertinya masih seputar kesiapan SPBU dalam menjalankan program pembatasan BBM maupun proses distribusi. Untuk penyalahgunaan pemerintah diyakini hanya akan mampu melakukan pengawasan hingga di level penyalur (SPBU). Di level konsumen pemerintah akan menemui kesulitan yang bahkan sulit untuk diminimalisir.

Bila pembatasan BBM dikaitkan dengan inflasi, sudah pasti inflasi akan terus merangkak naik dan mengancam menurunkan daya beli masyarakat. Bila tahun 2011 inflasi yang terealisasi cukup sedikit, maka di tahun 2012 ini laju inflasi dipastikan akan kembali naik. Peningkatan laju tekanan infasi dipastikan akan lebih buruk lagi bila pemerintah juga menaikan tarif dasar listrik.

Bila pembatasan BBM dihubungkan dengan produsen otomotif, sejatinya akan menurunkan minat beli masyarakat terhadap kendaraan roda empat pribadi. Namun, Penjualan sepeda motor masih akan mengalami kenaikan. Walaupun itu masih sebatas asumsi, faktanya banyak produsen mobil di Indonesia yang masih yakin penjualan kendaraan roda empat pribadi akan terus mengalami peningkatan bahkan untuk roda empat yang tergolong mewah.

Bila di khawatirkan akan ada migrasi dari pengguna Bensin ke Solar. Maka produsen otomotif di Indonesia tentunya tidak 100 persen siap, karena mayoritas produsen kendaraan roda empat saat ini masih menghasilkan kendaraan berbahan bakar bensin. Perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam pada beberapa variabel seperti harga kendaraan bermesin diesel, harga premium dan solar, perbedaan perawatan kendaraan bermesin bensin dan diesel dan variabel lain sebelum kita memprediksi bahwa akan ada migrasi dari pengguna bensin ke solar.

Namun, kalaupun itu terjadi – migrasi – maka yakinilah bahwa disaat penggunaan solar naik signifikan dan berpeluang menganggu APBN maka harga solar nantinya juga pasti akan berpeluang naik kembali. Ada begitu banyak kelemahan terkait dengan pembatasan BBM, namun sepertinya pembatasan BBM itu menjadi pilihan pemerintah di antara sejumlah pilihan buruk lainnya.

Untuk jangka panjang, penghematan subsidi BBM di dalam APBN tentunya akan berdampak sangat baik bagi perekonomian. BBM merupakan komoditas politik yang sangat berpengaruh bagi pencitraan pemerintah. Kenaikan harga BBM jelas akan dinilai tidak pro-rakyat dan akan menjadi bumerang bagi pemerintah yang berkuasa.

Terkait dengan pembatsan BBM yang kita butuhkan adalah hati nurani dan moral. Sejelek apapun keputusan pemerintah nantinya sebenarnya bila dilihat jauh kedepan adalah demi kepentingan kita bersama, walaupun terkadang sulit untuk meyakininya. Moral untuk tidak membeli atau menyalahgunakan BBM bersubsidi itu menjadi kunci kerberhasilan pembatasan BBM nantinya. Bukan semata karena kesiapan pemerintah menjalankan programnya. Siapkah kita?.

Lorong Panjang IHSG Menuju 5000

Medan Bisnis, 9 Januari 2012
Banyak kalangan menilai di tahun 2012 ini IHSG akan mampu menembus level 5000. Hal tersebut seiring dengan membaiknya ekspektasi ekonomi Indonesia di tahun 2012. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan optimisme serupa. Walaupun wajah ekonomi dunia diperkirakan suram, namun Indonesia masih memiliki kesempatan untuk terus tumbuh. Sehingga sangat wajar jika kita tidak perlu meragukan kinerja IHSG kedepan.

Walau demikian, perjalanan IHSG menuju 5000 bukan tanpa halangan. Kita harus mengetahui bahwa IHSG semata-mata bukan hanya dipengaruhi kondisi ekonomi nasional, lebih dari itu kondisi eksternal jauh lebih berpengaruh walaupun dalam rentan waktu yang pendek. Meskipun IHSG sepanjang tahun ini akan bergerak dalam tren naik, sejumlah masalah akan tetap menjadi penghalang di tahun 2012.

Dari dalam negeri salah satunya adalah rencana kenaikan harga minyak yang saat ini tengah di gadang-gadangkan oleh pemerintah. Sosialisasi terkait pembatasan subsidi BBM sudah dimulai minggu ini. Pembatasan tersebut sangat meresahkan pelaku pasar, khususnya pasar saham. Karena inflasi akan mengurangi imbal hasil investasi, sehingga investor akan mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi. Dan bila mengacu pada banyaknya sentimen yang buruk di tahun 2012, maka akan memicu aksi jual saham dan mengakibatkan IHSG terkoreksi.

Perlukah kita mengkhawatirkan rencana kenaikan BBM tersebut bila dikaitkan dengan kinerja harga saham?. Perlu, namun tidak perlu dikhawatirkan sekali. Setidaknya ada kemungkinan besar dimana tren pergerakan suku bunga yang tidak berubah di tahun 2012 ini. Bahkan masih ada peluang untuk turun walupun kecil kemungkinannya.

Penerbitan obligasi oleh para emiten diperkirakan akan bertambah ramai tahun 2012 ini. Emiten akan terus memanfaatkan momentum bunga rendah untuk menerbitkan obligasi berbiaya murah. Selain itu, rencana kenaikan peringkat hutang Indonesia yang sepertinya berpeluang dinaikkan oleh S&P (Standard & Poor’s) maupun Moody’s membuka ruang akan adanya penguatan IHSG lebih lanjut. Kita perlu mengetahui dampak lanjutan pembatasan BBM, namun disaat yang sama kita memiliki obat penangkal dari dampak negatif pembatasan BBM tersebut.

Pembatasan BBM menjadi fokus utama kedepan. Selain sentimen internal sejumlah sentimen eksternal muncul bagaikan gelombang laut pasang yang sulit untuk dihindari. Krisis eropa yang diperkirakan akan mencapai klimaksnya di tahun 2012 ini akan tetap menghantui pelaku pasar saham di Indonesia. Kalau Indonesia memperoleh hadiah dari kenaikan peringkat utang. Disejumlah negara di eropa, lembaga pemeringkat utang justru bagaikan berlomba-lomba untuk memangkas rating utang.

Bencana tersebut diyakini masih akan terus berlanjut di tahun 2012 ini, Yunani, Portugal, Irlandia, Italia dan Spanyol menjadi korban-korban sebelumnya. Selanjutnya lembaga pemeringkat internasional seperti Standard & Poor’s menebarkan ancaman akan memangkas peringkat utang jangka panjang menyusul meningkatnya tekanan sistemik di kawasan eropa. Selain Eropa, S&P sebelumnya juga memangkas peringkat utang Amerika Serikat.

Berbagai langkah telah dilakukan untuk memerangi krisis, namun apa yang didapat? Jalan keluar dari krisis bagaikan menemukan jalan buntu meskipun telah dilakukan sejumlah langkah-langkah krusial seperti Bailout yang datang silih berganti. Hutang Yunani tidak lama lagi akan jatuh tempo. Kita tentunya pesimis Yunani akan mampu menyelesaikan permasalahan hutangnya tersebut. Ini akan berdampak buruk bagi kinerja harga saham, potensi IHSG mengalami kerugian sangat terbuka.

Bila bicara ekonomi dan harga saham, selain Eropa dan Amerika yang terus terkait dengan permasalahan klasiknya. Ada satu negara lain yang menjadi perhatian yaitu China dan Hongkong. Eropa, Amerika dan China tetap akan menjadi acuan investor dalam melihat ekspektasi kinerja saham kedepan. China menjadi tumpuan agar ekonomi dunia terus berputar.

Namun, ada masalah lain yang akan menjadi ancaman serius di tahun 2012 yakni rencana AS yang akan menginvasi Iran. Harga minyak berpotensi naik, suhu politik yang panas akan meningkatkan ketegangan di pasar saham. Kita tidak mengetahui secara pasti akhir dari krisis tersebut, namun bila itu terjadi maka akan memperburuk jalan IHSG menuju 5000.

Dibutuhkan Kreatifitas Agar Penyerapan Anggaran Tinggi

Medan Bisnis, 2 Januari 2012
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan estimasi penyerapan anggaran oleh pemerintah akan meleset akhir tahun ini. Realisasi penyerapan anggaran jauh lebih rendah dari defisit yang dianggarkan pemerintah sebesar 2.1%. Menkeu menyatakan penyerapan anggaran hanya sekitar 1.5 – 1.7% dari defisit produk domestik bruto (PDB).

Dengan kondisi tersebut pemerintah memiliki kelebihan dana yang tidak terpakai. Hal ini mencerminkan buruknya kinerja pemerintah dalam membangun perekonomian. Pemerintah kita kurang kreatif dalam memanfaatkan anggaran yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Sehingga diperlukan perubahan yang mendasar mengingat tantangan di tahun 2012 sangat besar. Selain itu, penyerapan anggaran yang rendah berkorelasi terhadap pembangunan ekonomi yang lambat.

Peran pemerintah sangat vital dalam proses pembangunan ekonomi, sangat jauh bila dibandingkan dengan peran swasta. Pemerintah sebenarnya memiliki badan usaha yang bisa menopang perekonomian. Namun, bila semua sektor perekonomian tidak mampu dimanfaatkan, maka peran swasta mutlak diperlukan sehingga sinergi dari keduanya menjadi optimal.

Namun, kuncinya tetap ada di pemerintah pusat dan daerah sebagai penyelenggara pemerintahan. Namun sayangnya, hambatan yang dialami swasta terkait dengan investasi juga belum sepenuhnya diatasi oleh pemerintah. Birokrasi yang panjang, ketidakpastian hukum, korupsi hingga buruknya infrastruktur masih menyisahkan masalah bagi pemerintah.

Selain itu, lambannya penyerapan anggaran juga sering dikaitkan dengan proses pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan oleh KPK. Sejumlah kepala daerah pernah mengungkapkan ketakutannya untuk menggunakan anggaran karena takut dijadikan tersangka korupsi. Ketakutan tersebut jelas tidak bisa dibenarkan. Selama penggunaan anggaran bisa dipertanggung jawabkan, tentunya tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Pemerintah saat ini benar-benar sangat berhati-hati dalam pengguanaan anggaran agar tidak terjebak dalam tindakan korupsi.

Alasan ketakutan tersebut menarik untuk diteliti lebih jauh. Apakah memang benar penyelenggara pemerintah memang takut, atau justru tidak menggunakan anggaran karena proyek pembangunan tidak memberikan ‘keuntungan” lebih. Ruang gerak yang kian sempit untuk melakukan tindakan korupsi bisa saja menjadi alasan yang sesungguhnya. Dan bila itu yang terjadi, maka jelas rakyat yang dirugikan.

Sering terjadinya revisi tentang perencanaan anggaran seperti terjadinya APBN-P (APBN Perubahan) turut membuat ketidakpastian dalam alokasi anggaran terjadi atau berubah-ubah. Bila perubahan APBN hanya seputar asumsi indikator ekonomi makro mungkin dampaknya tidak akan begitu signifikan. Namun, yang menjadi permasalahan bila indikator ekonomi makro berubah, maka anggaran yang ditetapkan juga harus menyesuaikan rancangan perubahan tersebut.

Proses politik juga memberikan kontribusi atas lambatnya penyerapan anggaran. Anggaran yang ditetapkan harus melalui persetujuan dari DPR. Selain dikarenakan adanya perbedaan pendapat tentang proyek pembangunan itu sendiri, dan sangat terbuka terjadinya konflik kepentingan di DPR. Permasalahan-permasalahan tersebut diatas masih dalam proses pembuatan anggaran, belum pada tahap implementasi di lapangan.
Baik Pemerintah, DPR, maupun eksekutor proyek pembangunan seperti KADIN (Kamar Dagang Indonesia) seharusnya menyadari segala bentuk kekurangan yang terjadi saat ini. Tidak ada alasan yang dibenarkan untuk menunda atau menyalahkan kenapa penyerapan anggaran selalu lebih kecil dari yang di targetkan.

Sudah semestinya ada semacam hukuman (punish) dan penghargaan (reward) bagi semua pihak yang ikut dalam proses pembangunan. Tahun 2012 merupakan momentum bagi pemerintah untuk menciptakan kondisi perekonomian tetap tumbuh meski tengah dilanda badai hebat. Perlu semacam keseragaman pendapat yang segera demi kepentingan bangsa.

Meramal Ekonomi Tahun 2012

Medan Bisnis, 27 Desember 2011
Tanpa terasa kita telah berda di penghujung tahun 2011. Merupakan tahun yang menjadi pertanda kemungkinan memburuknya kondisi perekonomian tahun 2012 mendatang. Di tahun 2011 kita dihadapkan pada memburuknya ekonomi di kawasan Eropa dan Amerika. Parahnya kondisi tersebut kian hari kian memburuk dan akan “diwariskan” ke tahun 2012 mendatang.

Pasar keuangan kita juga ikut mengalami hal yang sama walaupun sektor riil masih menjanjikan dan mampu tetap tumbuh hingga hari ini. Kita memang benar-benar harus mandiri menghadapi perekonomian dunia yang tengah tidak bersahabat. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan berlanjut dalam 3 sampai 5 tahun mendatang.

Tugas berat tahun 2012 sudah pasti tidak bisa terelakan. Walaupun sejauh ini kita dinilai masih mampu menghadapi krisis, namun bila salah kebijakan maka bisa saja tahun 2012 menjadi petaka awal bagi perekonomian kita di masa yang akan datang. Sejumlah strategi terus dipersiapkan, mulai dari Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) hingga anggaran yang super gede untuk membangun infrastruktur di negeri ini. Selain itu, pemerintah juga terus memperbaiki semua sektor yang dinilai bisa menghambat investasi di negeri ini.

Dengan kondisi seperti yang terjadi saat ini, menarik untuk memprediksi semua kemungkinan ekonomi yang terjadi di tahun 2012 mendatang. Kebiasaan unik ini selalu dilakukan oleh kebanyakan analis yang ditujukan agar membantu kita dalam mengambil keputusan di masa yang akan datang.

Diawali dengan keadaan internal yang menghambat aliran investasi yaitu korupsi. Korupsi itu sama dengan biaya tinggi, investor sejauh ini mengapresiasi proses penyelesaian korupsi yang terjadi di Indonesia. Dengan konsistensi untuk terus mengurangi korupsi, maka kita optimis tahun 2012 mendatang pembasmian korupsi akan terus berjalan dan akan terus meningkatkan kepercayaan investor dan memberikan kenyamanan untuk berinvestasi di Indonesia.

Untuk sejumlah indikator ekonomi makro, di tahun 2012 mendatang ekonomi kita masih sangat atraktif meskipun indikator pertumbuhan Produk Domestik Bruto proyeksinya di turunkan. PDB diperkirkan akan melambat menjadi 6.3% s.d. 6.7% di tahun 2012 mendatang. Yang menarik adalah inflasi yang diperkirakan akan melemah sehingga nilai pertumbuhan PDB akan jauh lebih baik dibandingkan tahun 2011.

Untuk nilai tukar Rupiah sepertinya tidak akan mengalami fluktuasi yang tajam. Rupiah diperkirakan akan tetap stabil seperti tahun 2011 karena di topang oleh membaiknya peringkat utang Indonesia sehingga akan berdampak pada banjirnya likuiditas dan nantinya akan membuat Rupiah bergerak menguat.

Dari sisi eksternal, Ekspor menjadi ancaman serius karena pertumbuhan ekonomi dunia yang terus melambat. Ekspor sangat bergantung pada kebutuhan impor Negara mitra dagang kita. Sejauh ini pasar di Eropa dan Amerika mengalami kontraksi dan menurunkan ekspor kita. Namun, dikarenakan ekspor kita masih berbasis pada ekspor hasil bumi yang memiliki elastisitas yang kecil, besar kemungkinan nilai ekspor kita tidak akan terkoreksi tajam.

Sehingga ekonomi kita diyakini masih akan terus tumbuh kendati ekspor akan mengalami penurunan. Tipikal masyarakat kita yang lebih gemar berbelanja daripada menabung juga akan memberikan nilai tersendiri. Ekonomi kita yang ditopang oleh konsumsi domestik yang tinggi akan menjadi penyelamat bagi ekonomi kita untuk tetap bertahan dari krisis.

Optimis adalah jawaban terhadap ramalan/prediksi ekonomi kita kedepan. Bayangkan bila kita tidak optimis, maka kita tidak akan memiliki alasan yang kuat untuk terus bergerak maju ditengah pesimisme seperti saat ini. Karena masa depan kita akan lebih baik bila berada di tangan orang-orang yang optimis.

Fitch Ratings, MP3EI Dan Indeks Bursa

Medan Bisnis, 19 Desember 2011
Menjelang akhir tahun 2011, Indonesia sudah dinaikkan peringkatnya oleh lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings dari sebelumnya BB+ menjadi BBB-. Walaupun peringkat layak investasi tersebut masih duduk di level yang paling bawah, namun ini merupakan awal yang baik bagi ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Peningkatan peringkat tersebut berdampak pada penguatan Indeks Harga Saham Gabungan yang ditutup naik pada akhir pekan kemarin.

Semua ini diluar ekspektasi pasar sebelumnya, karena kenaikan peringkat datang lebih cepat dari estimasi sebelumnya yakni awal tahun 2012. Meskipun pada dasarnya pelaku pasar telah mengetahui wacana kenaikan peringkat sehingga banyak yang memperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap Indeks Bursa. Kenaikan peringkat tersebut merupakan yang pertama setelah tahun 1997 silam, sesaat sebelum kita masuk dalam krisis ekonomi.

Tapi kita tenang saja, kita bukan tengah menghadapi krisis seperti yang terjadi di Eropa. Kenaikan peringkat tersebut bisa kita pertahankan hingga dalam tempo yang panjang. Terlebih kita memiliki program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang dicanangkan Presiden SBY pada 26 Mei 2011, sebagai sarana untuk menambah akselerasi pembangunan di Indonesia.

Visi dari MP3EI diselaraskan dengan visi pembangunan nasional yaitu “mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. Target dari MP3EI adalah menjadikan Indonesia menjadi Negara maju di tahun 2025 dengan pendapatan perkapita diatas US$ 14.000, bandingkan dengan saat ini yang masih dikisaran US$ 4.000. Target tersebut bukan merupakan target yang muluk-muluk, karena kita didukung oleh sumber daya alam melimpah dan jumlah penduduk yang besar. Kebijakan yang pro pertumbuhan menjadi kunci keberhasilan selanjutnya.

Konsekuensi dari rencana besar Indonesia tersebut adalah dibutuhkannya modal yang signifikan untuk dibelanjakan. Pemerintah telah menganggarkan Rp 4.012 triliun yang disebar ke enam Koridor Ekonomi (KE). Wilayah yang mendapatkan kucuruan dana pembangunan tersebut yakni Sumatera Rp 714 triliun (18 persen), Jawa Rp 1.290 triliun (32 persen), Kalimantan Rp 945 triliun (24 persen), Sulawesi Rp 309 triliun (8 persen), Bali - Nusa Tenggara Rp 133 triliun (3 persen) dan Papua - Kepulauan Maluku Rp 622 triliun (15 persen).

Peran Swasta, Pemerintah dan BUMN turut andil dalam pembangunan tersebut. Belanja pemerintah tersebut sangat erat kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Dan bila kita kaitkan dengan Indeks Bursa Saham, maka saham-saham yang bergerak pada jasa konstruksi seperti WIKA, PTPP maupun ADHI tentunya memiliki tren penguatan dalam jangka panjang. Ditambah dengan kenaikan peringkat, maka besar kemungkinan IHSG akan terus membentuk tren naik walaupun menghadapi masa sulit tahun 2012 mendatang.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif terjaga diatas 6.3% walaupun diperkirakan akan mengalami penyusutan pada tahun 2012 mendatang. Kekhawatiran tersebut bisa saja salah bila nantinya MP3EI mampu menjadi motor pertumbuhan dan berdampak langsung terhadap pertumbuhan sektor ekonomi lain yang tidak diperkirakan sebelumnya. Sehingga tahun depan ekonomi Indonesia masih akan mengalami kejutan-kejutan manis. Karena sebenarnya ekonomi kita tidak begitu bergantung pada ekspor.

Indeks Bursa Saham akan banyak dipengaruhi kondisi eksternal, kecil kemungkinan IHSG akan dipengaruhi kondisi negatif domestik. Tahun 2012 akan menjadi tahun kelam bagi industri keuangan di Eropa dan Amerika. Dampaknya pasti akan kita rasakan disini, namun kita pasti mampu meminimalisir dampak negatifnya. Terlebih bila nanti S&P dan Moody’s juga menaikan rating utang Indonesia.

Dengan jumlah dana yang telah dianggarkan untuk percepatan pembangunan ekonomi. Yang perlu dikendalikan selanjutnya adalah laju inflasi. Pertumbuhan ekonomi sebenarnya tidak akan pernah mencapai titik maksimal dan akan sia-sia jika justru inflasi naik tinggi. Tren akhir-akhir ini inflasi terus bergerak turun dan pertumbuhan ekonomi masih membentuk tren naik. Ini sebuah pertanda bagus seperti halnya yang terjadi di Negara maju, dimana pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan inflasi rendah.

Bila Pertumbuhan ekonomi fantastis, MP3EI berjalan sesuai dengan misi dan visi. Maka Lembaga pemeringkat dunia akan terus menaikkan rating Indonesia dan Indeks Bursa pastinya akan terus membentuk tren naik dalam jangka panjang. Itu Pasti.

Langkah Konkrit Yang Tak Kunjung Datang

Medan Bisnis, 12 Desember 2011
Indeks Harga Saham Gabungan kembali terkoreksi pada perdagangan akhir minggu kemarin. Pelemahan IHSG memang tak sebesar pelemahan indeks bursa di Asia, khususnya Hang Seng yang turun 2.73%. Pelemahan indeks bursa tersebut masih dihembuskan oleh sentimen negatif dari penyelesaian krisis di Eropa. Walaupun pada pertemuan konferensi Tingkat Tinggi Eropa merumuskan sejumlah langkah penyelamatan, namun langkah tersebut dinilai sebagai penyelamatan sementara saja.

Bank Sentral Eropa (ECB) juga berubah haluan, dari yang sebelumnya menyatakan akan melakukan pembelian obligasi negara-negara anggota Euro, justru akhir-akhir ini mengeaskan tidak akan membeli obligasi pemerintah secara agresif. Berbeda dengan harapan pasar yang banyak berharap agar ECB menggelontorkan uang guna membantu mengurangi beban negara anggota Eropa yang sedang dilanda krisis.

Bukan hanya itu, sentimen negatif lainnya adalah penolakan Inggris untuk masuk dalam kesatuan fiskal. Inggris menilai pakta kesepakatan bersama tersebut tidak menguntungkan bagi Inggris. Inggris dinilai sebagai pusat kekuatan ekonomi Eropa. Kesepakatan untuk menjaga defisit struktural 0.5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tentunya sama saja membuat inggris kurang bisa berekspansi lebih bebas untuk perekonomiannya, dan secara logika tentunya akan menjadi bumerang bagi perekonomian eropa secara keseluruhan nantinya.

Setelah sentimen negative dari ECB dan Inggris, selanjutnya penurunan peringkat beberapa Bank besar di Perancis seperti Credit Agricole, BNP Paribas, dan Societe Generale oleh lembaga pemeringkat Moody’s turut memperburuk kondisi ekonomi Eropa. Penurunan peringkat tersebut berujung pada pergerakan harga saham Perbankan di Indonesia yang cenderung turun.

Keputusan lainnya dalam KTT Eropa yaitu menghentikan keterlibatan swasta dalam penyelesaian hutang dan lebih mengandalakan dana talangan dari International Monetery Fund (IMF). Begitulah rupa dari perekonomian Eropa saat ini. Bisa dipastika Eropa sulit untuk bangkit dalam waktu singkat. Namun, bagaimana eskalasi eropa tersebut akan mempengaruhi pasar keuangan dunia.

Ketidakpastian yang muncul akibat krisis di eropa tentunya sangat berpengaruh bagi keputusan investor di dunia. Pelaku pasar masih menganggap US Dolar sebagai mata uang yang aman untuk dipegang di saat ekonomi sedang tidak menentu. Alhasil, Rupiah cenderung melemah dan Indeks Harga Saham di BEI mengelami tekanan. Tekanan-tekanan tersebut akan terus berlanjut bila Eropa masih berkutat pada langkah-langkah penyelamatan yang sejauh ini masih diragukan efektifitasnya.

Gambaran akan perekonomian di Tahun 2012 memang cukup suram. Seperti tidak ada acuan yang pasti dari negara-negara besar yang mampu menjadi lokomotif ekonomi dunia. Indonesia juga harus membangun sentimennya sendiri di tahun 2012 mendatang. Bila mengharapkan sentimen dari China, terlalu berlebihan. China juga akan mengalami penurunan pada perekonomiannya karena juga masih negara-negara yang sedang dilanda krisis menjadi salah satu tujuannya.

Kita akan berdiri sendiri membangun sentimen yang baik walaupun masih sangat rentan terhadap sentimen eksternal. ASEAN saat ini menjadi pusat perhatian manakala tidak ada tempat lagi yang lebih menjanjikan sebagai tempat investasi. Indonesia menjadi salah satu lokomotifnya yang paling besar. Ini merupakan kesempatan emas. Bila pasar menilai pertumbuhan negara di emerging market menjadi alternatif, maka sebenarnya kita berkesempatan membentuk paradigma bahwa Rupiah juga bisa di jadikan safe haven.

Disadarin atau tidak, derasnya aliran dana yang masuk ke sistem keuangan kita sudah menunjukan bahwa kita merupakan negara yang bisa diasumsikan sebagai safe haven setidaknya untuk saat ini. Sejauh ini apa yang dikhawatirkan oleh pelaku pasar adalah ketidakpastian arah dari penyelesaian krisis di Eropa, serta berapa besar akan berpengaruh ke Indonesia. Hal tersebut tentunya yang membuat investor sulit dalam membuat keputusan. Walaupun kepastian tersebut sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu saja.

Namun, bila semua kondisi mulai bermuara dengan suatu kepastian, maka selanjutnya kita hanya akan dihadapkan pada pengelolaan resiko. Lebih baik kita langsung dihadapkan dengan kondisi seburuk-buruknya kemungkinan penyelesaian krisis eropa daripada hanya menunggu dan pasif terhadap keputusan apa yang akan diambil. Kenapa? Karena lebih mudah mengambil keputusan di seburuk-buruknya kondisi ekonomi, dibandingkan membuat keputusan di tengah ketidakpastian penyelesaian krisis itu sendiri.

Peringkat Utang, Dilema dan Manfaatnya

Medan Bisnis, 5 Desember 2011
Kita seharusnya menyadari bahwa sekalipun kita sedang bernasib baik, pasti ada sesuatu hal yang telah dikorbankan untuk mendapatkannya dan kebanyakan nasib baik tersebut memiliki aturan dalam bentuk resiko yang bila tidak dikelola dengan baik akan menjadi malapetaka nantinya. Dan bila malapateka yang datang maka tentunya usaha yang dilakukan agar bernasib baik tersebut akan menjadi sia-sia.

Nasib baik sepertinya juga akan memihak pada Indonesia. Sejumlah gerbakan maupun langkah untuk meningkatkan daya saing, mengurangi kemiskinan dan mengajak investor untuk berinvestasi di Indonesia sepertinya akan menjadi kenyataan di tahun 2012. Sebuah kabar yang amat membahagiakan kita semua.

Bentuk investasi yang kita harapkan adalah masuknya investasi di sektor riil dan bukan hanya di sektor keuangan semata. Karena sektor riil merupakan satu-satunya fondasi untuk membangun ekonomi bangsa kita dengan kokoh. Namun, bila investasi lebih banyak masuk ke pasar keuangan maka sebenarnya kita menjadi tempat yang bisa dikatakan “surga’ bagi orang asing dan esensinya kita kurang menerima manfaat dari bentuk investasi seperti itu.

Nah apa sih sebenarnya nasib atau kabar baik kita itu sebenarnya?. Jawabannya datang dari lembaga pemeringkat pemeringkat dunia yang akan menaikkan peringkat utang kita. Peningkatan rating berarti Indonesia memiliki daya saing yang lebih baik di mata internasional dalam mencari sumber pendanaan yang murah. Yang nantinya akan berujung pada meningkatnya daya saing bangsa.

Peningkatan peringkat kita yang masuk dalam layak investasi seharusnya dicermati bukan sebagai suatu kepastian akan keberlangsungan pembangunan yang terus berkesinambungan tanpa melalui hambatan. Karena pada dasarnya peningkatan rating utang Indonesia itu juga memiliki resiko yang justru akan menjadi boomerang bagi perekonomian kita sendiri. Awal yang indah belum tentu akan berakhir dengan sesuatu keindahan pula.

Perbaikan nasib karena ada peningkatan peringkat hutang memang menjanjikan banyak hal, dengan sejumlah resiko yang siap menghilangkan semua awal yang indah. Dan yang paling serius adalah kemungkinan krisis itu justru memiliki potensi yang lebih besar di saat ekonomi itu mengalami pertumbuhan.

Peningkatan peringkat nantinya akan memicu pertumbuhan walaupun memiliki akselerasi yang sedikit melambat karena terjadi krisis di Eropa dan Amerika. Bayangkan saja bila semua dana asing yang masuk hanya melalui instrumen keuangan yang ada di pasar keuangan kita. Uang itu hanya akan berada di Indonesia dalam tempo yang pendek. Setiap ada peluang investasi yang lebih menjanjikan di negara lain, maka potensi pembalikan modal itu akan menimbulkan gejolak di pasar keuangan yang akan berujung pada krisis keuangan.

Belum lagi, bila pemerintah dan swasta melakukan pinjaman ke luar negeri atau menambah utang karena biaya dana yang murah. Tentunya hal tersebut akan membuat kita kebanjiran likuiditas. Sekalipun uang tersebut masuk ke sektor riil, namun potensi krisis muncul karena pertumbuhan yang tinggi akan mengancam keberlangsungan di sektor riil itu sendiri. Intinya kita tidak akan mampu menghindari siklus ekonomi bila minim kreatifitas.

Untuk itu birokrasi, infrastruktur dan masalah lain yang menghambat berkembangnya ekonomi di sektor rill seharusnya sudah bisa hapuskan, kalau tidak mungkin maka bisa diminalisir. Asing akan menilai Indonesia sebagai negara yang bisa memiliki peluang besar dan dapat dijadikan tempat berinvestasi. Uang atau modal akan mengalir deras ke negeri ini.

Investor asing sebelum melakukan keputusan investasi nantinya akan mencari tahu apakah negara yang dituju itu masuk dalam kategori seperti yang mereka inginkan. Dan lembaga pemeringkat internasional menjadi salah satu tolak ukurnya. Kita apresiasi kinerja pemerintah hingga kita mampu masuk dalam investment grade – layak investasi. Namun, hasilnya akan kita apresiasi nanti bila pemerintah bener-benar berhasil memanfaatkan kesempatan yang ada.

Lintah Darat Penghambat Pertumbuhan

Medan Bisnis, 28 November 2011
Semakin dekat kita pada akhir tahun 2011. Gambaran akan masa depan yang suram membayangi sejumlah masyarakat yang tinggal di belahan Eropa dan Amerika. Gambaran tersebut juga masih akan menghantui banyak negara lainnya, karena potensi penyebarannya berpeluang menghinggapi negara lain yang memiliki hubungan kuat terhadap lalu lintas barang dan jasa maupun modal.

Tugas rumah pemerintah semakin banyak. Selain untuk menghindari efek negatif dari penyebaran krisis, pemerintah juga diharuskan mampu membuat ekonomi tetap berputar dan mampu mempertahankan laju pertumbuhan saat ini. Tanpa pertumbuhan maupun penciptaan lapangan kerja baru maka kita membuka peluang terjadinya krisis sosial.

Kita dinilai memiliki potensi selamat dari terpaan krisis. Tentunya bila kita melakukan sejumlah kebijakan yang pro dengan pertumbuhan. Sejumlah indikator terlihat bagus di tahun 2011 ini. Ekonomi diperkirakan tetap tumbuh 6.6% hingga akhir tahun, sementara laju inflasi relatif terkendali bahkan kemungkinan besar berada ditarget pemerintah yang paling bawah.

Untuk mempertahankan indikator tersebut di tahun 2012 mendatang. Pemerintah sejauh ini akan melakukan belanja dalam jumlah signifikan. Infrastruktur diperbaiki, Anggaran belanja modal yang signifikan dan tetap berfokus pada peningkatan konsumsi dalam negeri. Dan yang lebih menarik lagi, peningkatan rating utang pemerintah yang diperkirakan akan masuk dalam layak investasi di semester I tahun 2012 mendatang.

Dengan perbaikan dihampir semua sektor yang berpengaruh terhadap ekonomi, serta didorong oleh lembaga pemeringkat internasional yang menaikan rating utang Indonesia. Bukan suatu hal yang mustahil nantinya, disaat eropa dan amerika berada dalam resesi, kita justru menikmati awal dari pertumbuhan ekonomi yang fantastis.

Banyak pengamat yang optimis Indonesia mampu menjadi raksasa ekonomi dunia dalam kurun waktu 15 tahun kedepan. Namun saat ini, langkah tersebut menghadapi hambatan. Hambatan tersebut datang dari Perbankan yang sulit menurunkan bunga pinjamannya. Pertumbuhan ekonomi tidak akan maksimal bila Perbankan tetap memberlakukan kebijakan uang ketatnya. Dan kita bisa saja kehilangan momentum dalam memacu pertumbuhan ekonomi.

Sanksi tegas seharusnya diberikan kepada Bank yang enggan menurunkan bunga pinjamannya. Untuk itu kita semua harus mendukung langkah BI dalam pemberian sanksi terhadap perbankan yang tidak fair. Negara tetangga kita saja mampu memberikan bunga dengan selisih yang sedikit antara bunga simpanan dan pinjaman yang hanya sebesar 3%. Sementara perbankan kita memberikan selisih 6 s.d. 10%. Sangat aneh dan bersifat egois.

Perbankan kita hanya mementingkan penciptaan laba perusahaan dan kurang peduli terhadap proses intermediasinya. Selain itu, pemegang saham perbankan juga turut andil dan bertanggung jawab. Padahal bila kita lihat lebih jauh kedepan, bila ekonomi kita tumbuh maka nantinya juga akan memberikan keuntungan bagi perbankan kita. Ingat industri perbankan sangat bergantung pada siklus ekonomi suatu negara. Bila ekonomi tumbuh maka industri perbankan akan tumbuh lebih baik, dan manakala terjadi krisis pasti perbankan yang pertama kali akan mengalami keterpurukan.

Industri perbankan memiliki nilai beta yang lebih besar terhadap pertumbuhan bila dibandingkan dengan industri lainnya. Sejauh ini, ada beberapa pemicu mengapa Bank gemar mengutamakan laba. Tantiem atau bonus bagi direksi salah satunya. Besarnya tantiem sangat bergantung dari besarnya laba yang mampu diciptakan oleh suatu Bank.

Bayangkan bila tantiem sebesar 3% dari keuntungan Bank yang sebesar 5 – 10 Trilyun, dibagikan kepada direktur Bank tersebut. Pastinya mereka senang, padahal apa sih manfaatnya, bila masyarakat Indonesia tidak mampu meningkatkan daya belinya, yang sebenarnya bisa ditingkatkan bila Perbankan kita melakukan intermediasinya secara maksimal.

Belajar dari Gerakan Occupy Wall Street

Medan Bisnis, 21 November 2011
Occupy Wall Street yang bila diterjemahkan memiliki arti menduduki Wall Street merupakan gerakan yang dilakukan oleh seratusan orang di Amerika terhadap kebijakan yang dinilai keliru dalam sistem ekonomi liberal. Wall street adalah tempat diperjual belikannya efek di AS. Kita biasa mengenalnya dengan nama BEI (Bursa Efek Indonesia) di negeri ini. Protes berawal dari dana talangan kepada perusahaan-perusahaan besar di AS yang memberikan keuntungan pada kelompok kelompok tertentu saja.

Manfaat serupa tidak dirasakan oleh masyarakat secara luas. Justru hutang-hutang korporasi besar tersebut telah membelit Amerika Serikat yang berujung pada krisis yang tidak berkesudahan. Ekonomi Amerika sendiri justru mengarah pada gagal bayar. Seperti itulah setidaknya kerangka berfikir para pemrotes.

Namun, bila dilihat dari sisi lainnya. Liberalisasi yang dilakukan oleh Amerika sebenarnya juga telah menjadikan masyarakat Amerika menjadi masyarakat kaya. Dan bukankah kondisi para pemrotes saat ini juga merupakan hasil dari sistem liberal yang dianut. Kesimpulan sementara adalah dampak negatif dari sistem ekonomi itu sendiri sebenarnya belum bisa diterima oleh sebagian masyarakat AS itu sendiri.

Pemrotes berpendapat bahwa hanya 1% dari masyarakat Amerika yang hidup kaya raya, 99% selebihnya hidup dengan kondisi yang bertolak belakang. Mestinya jika pertumbuhan ekonomi tinggi, maka secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat yang digambarkan dengan daya belinya pasti meningkat. Namun meskipun demikian, nyatanya tingginya pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan oleh beberapa kelompok masyarakat dan tidak terdistribusi secara luas serta mewakili masyarakat AS secara keseluruhan.

Begitulah sudut pandang lain dari pemrotes. Namun kita tentu sepakat bila dibandingkan kehidupan masyarakat AS dengan kebanyakan Negara berkembang sudah pasti mereka (masyarakat AS) hidup di atas rata-rata pendapatan masyarakat berkembang seperti Indonesia. Apa yang salah? Jawabannya adalah penyesuaian diri.

Memiliki suatu kehidupan maupun rutinitas yang berubah tentunya memerlukan penyesuain diri. Anggota tubuh tentunya butuh waktu dalam penyesuaian tersebut. Meskipun bukan tidak mungkin dilakukan dengan cara instant. Nah, masyarakat AS yang sebelumnya hidup dengan kecukupan harus menerima kenyataan pahit dengan menurunnya tingkat pendapatan akibat krisis yang melanda.

Jelas sekali terlihat bahwa ekonomi memiliki peran vital dalam keberlangsungan hidup suatu Negara. Masalah-masalah sosial secara otomatis akan muncul bila kegiatan ekonomi tidak berputar sebagaimana mestinya. Bukan hanya occupy wall street yang sedang hangat-hangatnya di AS. Bentuk kejahatan lainnya juga berpeluang muncul bila AS tidak segera keluar dari krisis.

Gerakan occupy wall street belum menyebar sampai ke Indonesia. Meskipun potensinya tetap ada. Apalagi masalah kesenjangan pendapatan masyarakat di Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak era 80-an hingga saat ini. Kesenjangan seharusnya mulai diubah menjadi pemerataan sehingga tidak ada lagi perbedaan. Kesenjangan bukan hanya terjadi di masyarakat. Kesenjangan antar wilayah di Indonesia masih ada seperti ketertinggalan pembangunan di masayarakat wilayah timur bila dibandingkan dengan pulau jawa.

Occupy wall street kita harapkan tidak menjadi occupy BEI. Walaupun pendukukan bursa di AS oleh pemrotes belum meluas hingga ke permasalahan sosial yang lain seperti yang terjadi di Yunani. Namun, Indonesia harus belajar dari kejadian tersebut. Kekuatan ekonomi yang super power bukan jaminan sebuah pembangunan yang berkelanjutan tanpa ada fase penurunan.

Ciptakanlah sebuah pembangunan yang tidak terlalu agresif dengan hanya menekankan pertumbuhan ekonomi yang fantastis. Namun kestabilan serta pertumbuhan ekonomi yang konstan yang seharusnya lebih ditekankan. Walaupun belum ada sistem ekonomi modern yang bisa menjamin keduanya.

Mengelola Risiko Di Tengah Ketidakpastian

Medan Bisnis, 14 November 2011
Seperti yang kita alami saat ini. Pasar keuangan bergerak sangat fluktuatif seiring masih tingginya tingkat volatilitas pasar keuangan dunia yang dipicu oleh memburuknya ekonomi di Eropa dan Amerika. Banyak yang pesimis terhadap kinerja pasar keuangan kita, namun masih banyak juga yang optimis.

Beberapa pelaku pasar melihat volatilitas akhir-akhir ini yang cukup tinggi merupakan sebuah peluang besar. Namun, bagi investor yang lebih konservatif, melakukan transaksi jual-beli dengan intensitas yang tinggi dan fluktuasi yang sangat lebar menghabiskan banyak tenaga dan kecil sekali dapat memberikan keuntungan bagi si Investor.

Tidak ada yang salah dengan sudut pandang keduanya. Karena setidaknya kedua investor tersebut memiliki alasan serta kemampuan menanggung resiko yang bisa diterimanya. Risiko selalu muncul meskipun di tengah pasar yang stabil sekalipun. Namun, intensitas ancamannya semakin meningkat saat terjadi krisis seperti sekarang ini.

Beberapa bulan terakhir, IHSG bergerak dalam volatilitas yang cukup tajam. Namun, volatilitasnya bisa terbaca dan mampu memberikan peluang bagi kita yang mengikutinya. Bursa saham Eropa dan Amerika bisa dijadikan acuannya. Setiap ada statemen maupun langkah dari pemangku kebijakan dimana negaranya sedang menjadi pusat perhatian, maka pasar keuangan akan mengikuti dengan pola yang serupa.

Volatilitas bursapun bergerak cukup signifikan, bila naik sangat tinggi dan turun sangat tajam. Di saat yunani melalui Perdana Menterinya menyerukan agar dilakukan referendum terhadap rencana bantuan hutang, bursapun berjatuhan. Dan yang hebatnya perkiraan seorang pelaku pasar pemula sekalipun bisa sangat akurat sehingga memberikan tantangan tersendiri.

Alat untuk menganalisis dalam beberapa minggu terakhir ini juga sangat sedikit. Sejauh penulis mengamati, tidak diperlukan peralatan menganalisa yang begitu kompleks jika dibandingkan dengan saat dimana pasar keuangan kita stabil. Cukup dengan mengamati perkembangan terhadap kondisi Eropa dan Amerika, IHSG pun bisa kita pastikan akan bergerak dengan pola yang tidak begitu jauh berbeda. Selanjutnya bertransaksilah dengan saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar.

Membuat keputusan beli dan jual pun menjadi sangat mudah. Beli di saat ada kemungkinan langkah positif yang akan di ambil Eropa dalam menyelesaikan hutang-hutangnya dan Jual jika terjadi kemungkinan ada langkah yang bisa berdampak negatif terhadap bursa. Walaupun belum ada kepastian langkah konkrit terhadap penyelesaian hutang, namun kita harus mampu mengikuti iramanya.

Pergerakan Bursa yang tidak monoton akhir-akhir ini juga turut memicu andrenalian kita dalam bertransaksi. Namun, tetap mewaspadai akan kemungkinan yang timbul. Timing atau penentuan saat jual/beli menjadi kuncinya. Jangan sampai kita belum sempat menjual efek yang kita miliki sementara isu yang berkembang berdampak negatif terhadap bursa.

Saat ini, Italia menjadi fokus selanjutnya selain tentunya Yunani, dan kita harus mampu mengkuti perkembangannya. Mengawali pekan ini Bursa sepertinya akan bergerak naik. IHSG bisa dipastikan akan mengalami kenaikan yang seirama. Namun, waspadai bila ada komentar dari pemangku kebijakan di Eropa yang bisa saja memutar balikan arah di saat pasar kita sedang dalam jam transaksi.

Pantau terus situasi terakhir dari Eropa dan Amerika, analisa semua kemungkinan yang bisa saja terjadi, selanjutnya buat keputusan. Fundamental Ekonomi Indonesia yang kuat dijadikan acuan dal;am berinvestasi jangka menengah-panjang. Sentimen proses penyelesaian hutang di Eropa dan Amerika dijadikan acuan bertransaksi jangka pendek. Bila kita mendapat keuntuang maka berterima kasilah kepada Eropa dan Amerika karena volatilitas yang mereka buat sendiri.

Wednesday, February 01, 2012

Bursa Diwarnai “Drama” Politik

Medan Bisnis, 7 November 2011
Dalam seminggu terakhir kita melihat laju pergerakan IHSG maupun bursa dunia bergerak dengan volatilitas yang tinggi. Bursa saham dunia bergerak bagaikan di atur ritmenya oleh seorang “sutradara” atau “dalang” (pewayangan) bernama George Papandreou sebagai perdana menteri Yunani. Yunani diibaratkan sebuah negara yang sepenuhnya memegang “masa depan” dunia, walaupun ada banyak negara yang merasa tidak akan terganggu oleh tindak tanduk Yunani seperti halnya Indonesia.

Mengapa Yunani begitu “mempesona” dunia akhir akhir ini. Bukan karena hanya keelokan serta keindahan alam Yunani yang menjadi tujuan wisata dunia. Tapi dikarenakan Yunani yang terlilit hutang dan sulit untuk keluar dari keadaan yang membelenggunya tersebut. Namun, Yunani tidak sendiri ada temen-temennya yang ada dalam satu kelompok bernama Uni Eropa yang juga mengalami hal serupa meskipun tidak semuanya.

One For All, All For One. Bukan suatu hal yang asing di telinga kita. Dalam satu film terkenal kata-kata tersebut pernah kita dengar tentunya. Demikian halnya Uni Eropa yang turut menjadi bagian atas hal-hal buruk yang menimpa Yunani. Uni Eropa dengan segala upaya untuk menyelamatkan Yunani termasuk mengurangi beban hutangnya dengan istilah hair cut. Yang bila diterjemahkan artinya potong rambut, namun bukan itu yang dimaksud dalam tulisan ini.

Hair Cut tersebut bisa diilustrasikan sebagai berikut : Bila kita meminjam uang
kepada sahabat kita sejumlah Rp. 1 Juta. Namun, dikarenakan kita sedang dilanda masalah hutang ataupun masalah yang membuat kita sulit untuk mengembalikannya, maka temen kita tersebut dengan segala kebaikan hatinya berniat untuk tidak menagih sejumlah Rp. 1 Juta namun mengiklaskan sebagian agar kesulitan kita bisa berkurang.

Uni Eropa adalah teman dari Yunani yang baik hati tersebut. Uni Eropa menginginkan Parlemen Yunani untuk menyetujui kesepakatan utang baru secepat mungkin untuk menunda risiko default dan mencegah krisis menyebar ke Italia. Krisis tersebut sepertinya bukan hanya tentang Yunani, ini tentang situasi terkait dengan utang di Eropa. Kenapa Italia? Karena Italia adalah benteng terakhir dimana bila Italia Default setelah Yunani nantinya, maka ekonomi Eropa jelas berada dalam kehancuran.

Namun, ada beberapa hal yang kurang bisa diterima oleh sejumlah pemimpin negara yang menerima bantuan. Salah satunya adalah negara tersebut dipaksa untuk menerima pengawasan Dana Moneter Internasional (IMF) atas nama program penghematan. Dan ini pernah di alami oleh Indonesia sebelumnya.

Tentunya kita pernah melihat aksi superhero bernama Hercules. Hercules adalah anak dewa dari Yunani, yang memiliki kekuatan super. Dan Yunani saat ini membutuhkan “superhero” untuk keluar dari krisis yang melilitnya. Namun, dunia melihat “superhero” itu bukan dari Yunani. Superhero itu bernama China. Sayangnya, kita belum melihat China sebagai “superhero” melakukan aksinya. Karena sebagai seorang superhero tentunya China harus berbagi resiko bila menolong Eropa. Mudah-mudahan aksi superhero tersebut bisa kita lihat nantinya.

Nah, untuk menerima dana dari bailout awal, Yunani terpaksa memulai program pengetatan dengan meningkatkan pajak dan pemotongan pensiun dan gaji. Lagi-lagi mengirim kejatuhan popularitas Papandreou dan membuat mayoritas partai berkuasa di parlemen keluar dan mengakibatkan anggota perlemen berkuasa turun dari 10 kursi menjadi hanya 2 kursi.

Namun, tanpa diduga sabtu minggu kemarin. Perdana Menteri Yunani George Papandreou sukses dengan mosi percaya didukung rivalnya partai Sosialis. Papandreou menang dengan angka suara 153-145 setelah drama seminggu di Athena Yunani yang menakutkan mitranya Eropa, serta dibayangi oleh kekhawatiran pasar global dan KTT G20 di resor Cannes Perancis. Ancaman default Yunani atau keluar dari zona euro telah memperburuk krisis utang di benua ini, yang sudah berjuang untuk memberikan bailout terhadap Yunani, Irlandia dan Portugal.

Sementara Pelaku di Bursa Saham adalah konsumer utama atas perkembangan Yunani. Bagaikan menonton sebuah Film, penonton yang mengkonsumsi sebuah film tentunya akan mengalami perubahan emosional dalam dirinya. Bursa saham juga demikian mengalami volatilitas seperti kejadian di Yunani.

Seberapa Kuat Kita Menghadapi Krisis?

Medan Bisnis, 31 Oktober 2011
Pemerintah sepertinya mulai merasakan dampak krisis Eropa yang sudah dirasakan di pasar keuangan dan sepertinya mulai berpengaruh terhadap perekonomian secara menyeluruh menjelang tahun 2012 yang hanya tinggal 2 bulan lagi. Meningkatnya ancaman resiko dari krisis di Eropa diyakini belum akan berakhir dalam kurun waktu singkat.

Masalah fiskal, perbankan, likuiditas dan politik asih akan mengkhawatirkan dan tentunya hal tersebut sangat bergantung pada upaya Negara anggota Eropa untuk dalam melakukan penyelamatan. Program austerity yang diusulkan pemerintah Yunani yang meliputi kenaikan pajak, pemotongan gaji dan pensiun, pengurangan pegawai negeri sebanyak 30 ribu serta mengurangi posisi tawar labor union dalam penggajian sudah disetujui parlemen-nya, sehingga bantuan sebesar EUR 8 miliar sudah cair dimana EUR 5.8 miliar akan digunakan untuk membayar hutang yang jatuh tempo.

Meski demikian, Yunani masih akan terlilit masalah ekonomi dan masih akan sulit untuk keluar dari resesi. Dengan adanya austerity program, hal tersebut tentunya membuat masyarakat Yunani mulai merasakan kemiskinan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Pemerintah Jerman yang menyatakan bahwa penyelesaian masalah hutang masih membutuhkan waktu hingga tahun depan menyisahkan masalah bagi pasar yang nantinya masih akan cenderung bergerak liar.

Pelaku pasar juga terus mewaspadai kemungkinan akan diturunkannya peringkat hutang Perancis oleh S&P (Standard And Poor’s), setelah sebelumnya peringkat utang Itaia dan Spanyol yang telah diturunkan satu level. Alasannya rekapitalisasi bank dan pembiayaan defisit anggaran yang makin membengkak akan menyebabkan hutangnya menggelembung dalam waktu dekat ini.

Secara keseluruhan indikator makroekonomi Eropa masih menunjukkan kondisi yang belum membaik. Leading economic index pada bulan September kembali menurun, sehingga indeks tersebut sudah turun 6 bulan berturut-turut dan makin menguatkan perkiraan bahwa Euro diambang resesi. Dengan demikian Eropa akan memasuki resesi. Penyelesaian hutang Eropa belum dapat dilakukan segera, namun masih akan dicari jalan hingga tahun depan. Ini berarti kedepan sentimen positif dan negatif akan silih berganti, dan akan membuat volatilitas di pasar cukup tinggi.

Selain dari Eropa, Amerika juga masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan melambat. Housing starts di AS pada bulan September naik 15% menjadi 658.000, melampaui prediksi para ekonom. Pada saat yang sama laju inflasi pada bulan September turun ke 0.3% MoM dari 0.4% pada bulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan perkiraan Fed yang mengatakan bahwa harga tidak lagi menjadi kekhawatiran mereka dan daya beli masyarakat akan kembali membaik pada triwulan ke-4 dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Walaupun para ekonom juga meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi Amerika akan lebih baik daripada triwulan ke-2. Namun leading economic index hanya tumbuh 0.2% dalam sebulan terakhir pada bulan September setelah pada bulan sebelumnya tumbuh 0.3% yang mengindikasikan pertumbuhan yang melambat dalam 3-6 bulan mendatang. Hal ini juga sejalan dengan hasil survey Fed dimana pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah AS sudah melambat.

Sementara itu Pemerintah RI juga akan menghadapi msalah yang tidak jauh berbeda, walaupun ketidak pastian ekonomi tersebut datang dari Negara lain (eksternal). Beberapa tantangan yang akan dihadapi adalah terkoreksinya harga surat utang Negara maupun obligasi. Timur Tengah juga akan memberikan kontribusi terhadap kian memburuknya ancaman krisis seiring dengan meningkatnya aksi demonstrasi di beberapa Negara di Timur Tengah.

Akan tetapi, laju inflasi yang relatif rendah serta kemungkinan terjadinya deflasi di bulan Oktober ini tentunya tidak akan mengganggu kinerja nilai tukar Rupiah. Tren investasi juga terus mengalami peningkatan baik PMA (Asing) dan PMDN (Dalam Negeri), dimana investasi tumbuh 14.1% dari setahun sebelumnya. Lima negara asal PMA terbesar adalah Singapura (28.4%), AS (9.5%), Belanda (7.6%), Korea Selatan (7.6%) dan Jepang (7.6%). Total presentase ke lima negara tersebut adalah 61%. Negara lain yang sering menanamkan modal cukup besar adalah Hongkng, UK, Germany dan Perancis.

Indonesia harus bisa lebih ekspansif lagi dalam membelanjakan anggaran. Dengan investasi yang tetap tumbuh serta berkemampuan menjaga indikator ekonomi makro, bukan suatu hal yang mustahil kita mampu melewati krisis seperti yang terjadi di tahun 2008 silam.

Intermediasi Setengah Hati

Medan Bisnis, 24 Oktober 2011
Inflasi yang relatif terkendali akhir-akhir ini membuat Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin atau 0.25%. Dari sebelumnya sebesar 6.75% menjadi 6.5% saat ini. Keputusan tersebut merupakan langkah yang berani ditengah krisis yang menjangkiti Eropa dan Amerika yang setiap saat bisa saja menghinggapi Indonesia.

Kalau sebelumnya perbedaan bunga The Fed dan BI Rate (interest rate differential) selalu diterjemahkan sebagai tolak ukur masuk atau keluarnya dana asing. Maka saat ini kondisinya sangat berbeda. Bila BI rate diturunkan tentunya tidak akan berpengaruh signifikan terhadap arus dana asing yang mengalir ke Indonesia. Mengingat bunga The FED yang sudah sangat rendah dan diiringi oleh kondisi fundamental Amerika yang belum membaik.

Selain itu, peringkat/rating kredit Indonesia yang terus dinaikan oleh lembaga pemeringkat internasional, nantinya akan menjadi amunisi dalam menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Selangkah lagi Indonesia akan menjadi negara yang layak investasi (invesment grade). Bukanlah berlebihan jika kita nantinya memiliki kemampuan yang lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Namun, kondisi berbeda justru datang dari Perbankan. Di saat BI Rate diturunkan Bank tidak serta merta menurunkan bunga pinjaman (kredit). Namun, langkah yang diambil Bank adalah menurunkan bunga simpanan terlebih dahulu. Kondisi ini tentunya sangat bertentangan dengan semangat pemerintah dalam mengurangi kemiskinan serta tetap bertahan di tengah badai krisis yang belum berkesudahan.

Bila Inflasi menjadi tolak ukur pembentukan suku bunga. Maka, dalam beberapa bulan terakhir Inflasi tidak menunjukan kenaikan yang signifikan, sehingga target pengendalian Inflasi pemerintah pada tahun ini diperkirakan akan tercapai, bahkan dengan sangat mudah. Di saat Inflasi tidak menunjukan sinyal tekanan yang tinggi, BI Rate sebagai bunga acuanpun diturunkan.

Namun apabila ada Bank yang masih memberikan bunga simpanan tinggi dengan tujuan agar DPK (Dana Pihak Ketiga) tetap mengendap di Perbankan tersebut, maka kecil sekali kemungkinan Bank tersebut akan menurunkan bunga pinjamannya. Akan sangat berbeda dengan Perbankan yang sudah mapan dan memiliki basis nasabah dari semua tingkatan pendapatan masyarakat. Bank yang demikian memiliki kemampuan menyerap dana masyarakat dengan biaya yang rendah sehingga memiliki posisi tawar yang lebih baik
dalam menyalurkan bunga pinjamannya (kredit).

Namun, pertumbuhan kredit di Indonesia yang di dominasi oleh konsumsi memberikan kesempatan perbankan untuk menyerap keuntungan dengan mengambil selisih antara simpanan dan kredit yang lebih besar. Daya beli masyarakat Indonesia yang terus membaik menjadikan posisi tawarnya terhadap suku bunga semakin kecil. Bisa juga dikarenakan masyarakat yang kurang peduli dengan bunga pinjaman itu sendiri.

Walaupun perbankan saat ini memiliki kesempatan yang lebih besar dalam meraup keuntungan, bukan berarti Bank bisa diperlakukan istimewa dan tidak memiliki kepedulian terhadap proses pembangunan nasional. Walaupun laju pertumbuhan dan indikator ekonomi makro selalu dapat di tetapkan dalam APBN.

Bukan berarti hanya pemerintah yang memiliki kemampuan penuh dan bertanggung jawab terhadap proses pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak dipungkiri, Perbankanlah yang sebenarnya menjadi tulang punggung dalam proses pertumbuhan ekonomi nasional. Tanpa Bank uang tidak akan beredar, dan dari bunga pinjamannya (kredit) tercipta banyak pengusaha yang berpotensi menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran.

Sudah semestinya Bank tidak hanya terfokus pada laba/keuntungan yang harus diciptakannya. Tapi Bank juga harus mampu melakukan proses intermediasinya secara optimal. Di tengah krisis yang melanda negara besar, dan konsumsi masyarakat menjadi penyelamat ekonomi kita dari terpaan krisis. Sudah semestinya Bank bersikap proaktif, selain itu pemerintah dan BI juga memberikan aturan yang tegas bagi Bank yang tidak sepenuh hati menjalankan fungsi intermediasinya.

Ada Banyak Jalan Keluar Dari Krisis

Medan Bisnis, 17 Oktober 2011
Di temgah ketidakpastian pemulihan ekonomi, umumnya Perbankan yang ada dalam suatu Negara berpeluang mengalami krisis likuiditas. Kepercayaan menjadi modal utama perbankan dalam menyerap dana dari masyarakat. Bagaimana bila perbankan tersebut berada dalam kondisi yang tidak beruntung seperti yang terjadi pada umumnya perbankan di eropa?. Tentunya akan ada banyak orang yang berhati-hati menyimpan uangnya.

Bank ibarat jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh. Dan uang menjadi alat penting dalam memutar roda perekonomian. Perbankan di eropa akhir-akhir ini mendapatkan gagasan baru untuk menyelamatkan Bank dari krisis likuiditas. Karena sejauh ini likuidtas jangka panjang justru mengering bila dibandingkan dengan likuiditas yang tersedia untuk jangka pendek.

The European Financial Stability Facility (EFSF) atau Fasilitas Stabilitas Keuangan Eropa awalnya di gadang-gadangkan sebagai ide dalam penyelamatan krisis di Eropa. Namun, EFSF dikabarkan memiliki keterbatasan dana untuk menyelamatkan perbankan di Eropa.

Program pokok dari EFSF itu sendiri adalah menyuntikan modal ke Negara yang tengah mengalami masalah likuiditas. EFSF awalnya terbentuk pada tanggal 9 Mei 2010 yang diprakarsai oleh Negara-negara anggota Euro. EFSF memiliki dana sebanyak 440 Milyar Euro yang dapat dipinjamkan dan harus melalui proses negosiasi anatara Komisi Eropa melalui perantara Bank Sentral Eropa dan IMF (International Monetery Fund) untuk selanjutnya disetujui oleh grup Euro (eurogrup) itu sendiri.

Hanya saja, dana yang dimiliki EFSF tersebut diperkirakan tidak mampu untuk menyelamatkan eropa dari krisis. Pertemuan Negara G-20 akhir minggu kemarin belum menghasilkan langkah konkrit dalam menyelesaikan masalah krisis di Eropa. Hanya saja sejumlah pemimpin Negara dengan ekonomi kuat seperti Jerman dan Perancis telah menyepakati untuk merekapitalisasi Perbankan bermasalah di Eropa.

Selain itu, Presiden Komisi Eropa Baroso dikabarkan juga tengah mengupayakan langkah serupa untuk menyelamatkan eropa dari krisis. Keterbatasan EFSF direncankan akan diperbesar dengan meminta IMF sebagai kreditur baru. Peran IMF juga direncanakan akan diperbesar dengan memberikan kelulasaan lembaga tersebut dalam menggalang dana sendiri.

Salah satunya IMF diarahkan untuk menerbitkan obligasi. IMF akan berperan penting dalam penyelesaian masalah di Eropa di tengah keterbatasan dana. Selain itu, sejumlah Bank Sentral di Eropa juga diminta untuk terus terlibat penggalangan dana untuk menyelamatkan krisis di Eropa.

Semua langkah yang ditempuh tersebut diatas merupakan bentuk usaha yang patut diapresiasi. Namun, benarkah langkah yang akan diambil tersebut tepat di saat seperti ini. Meskipun spekulasi dari peran IMF dan EFSF mampu meredam krisis, namun sepertinya hal tersebut hanya akan menambah beban hutang baru bagi Negara yang membutuhkan likuiditas.

Bila saat ini fokus utama yang diselamatkan adalah Yunani, maka langkah yang sangat mungkin dilakukan oleh Yunani adalah dengan melakukan sejumlah pengetatan pengeluaran. Bila mengharapkan sejumlah bantuan likuiditas, maka itu akan berdampak dalam jangka pendek dan tetap akan menyisakan permasalahan dalam jangka panjang.

BI Melawan Spekulan

Medan Bisnis, 9 Oktober 2011
Nilai tukar Rupiah dalam beberapa minggu terakhir melemah terhadap US Dolar. Pelemahan Rupiah seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian global yang sangat berpotensi menjalar ke negara lain termasuk Indonesia. Pelemahan nilai tukar Rupiah akhir-akhir ini juga banyak dipengaruhi oleh transaksi NDF (Non Delivery Forward) yang banyak dilakukan oleh para spekulan.

Para spekulan yang menggunakan NDF bertaruh bahwa Rupiah akan terus terpuruk kedepan nantinya. Aksi taruhan tersebut tentunya akan membuat Rupiah terkulai lemas bila transaksinya cukup signifikan. Pelemahan Rupiah akan memicu sejumlah investor menjual surat berharga yang berdenominasi Rupiah. Keluarnya investor tersebut tentunya bisa berdampak serius bagi Rupiah bila tidak di antisipasi dengan segera.

Walaupun Indonesia menganut sistem devisa bebas. Namun, bukan berarti pergerakan nilai tukar rupiah akan bergerak dan sepenuhnya berdasarkan mekanisme pasar. Bank Indonesia (BI) menjadi kunci utama dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah. Dengan cadangan devisa yang jumlahnya lebih baik - dari cadangan devisa saat krisis 2008 terjadi – memungkinkan BI lebih leluasa dalam mengintervensi nilai tukar rupiah.

Meski demikian banyaknya US$ yang digunakan untuk intervensi tentunya sangat terbatas pada jumlah cadangan US$ itu sendiri. Namun, dengan cadangan devisa kita yang sekitar $120 Milyar tentunya Rupiah masih dapat dikendalikan dari gempuran aksi spekulasi. Asal jangan spekulan tersebut memiliki uang yang lebih besar dari cadangan devisa kita tentunya.

Efektifkah intervensi yang dilakukan BI?, ya. Melihat indikator nilai tukar Rupiah yang relatif stabil di kisaran Rp. 9000/$ maka intervensi yang dilakukan BI cukup efektif. Akan tetapi dengan memburuknya kondisi perekonomian global tekanan terhadap mata uang Rupiah diperkirakan masih akan terus berlanjut .

Melemahnya nilai tukar Rupiah akhir-akhir ini tentunya akan berkorelasi positif terhadap kinerja ekspor. Namun, ditengah menciutnya perekonomian global maka tentunya pelemahan nilai tukar Rupiah tidak akan memberikan perubahan signifikan terhadap kinerja ekspor kita. Ekspor yang menurun di pasar internasional lebih disebabkan oleh penurunan permintaan terhadap barang ekspor.

Namun penguatan rupiah yang tajam juga akan membuka pasar kita terhadap gempuran barang impor. Baik penguatan dan pelemahan nilai tukar Rupiah tentunya memiliki dampak negatif. Namun, pelemahan nilai tukar Rupiah yang diiringi dengan krisis di negara lain tentunya akan menjadi permasalahan serius bila tidak di antisipasi segera.

Pemerintah dan BI tengah melakukan sejumlah langkah penyelamatan. Selain melakukan intervensi terhadap US$, pemerintah juga aktif membeli Surat Utang Negara (SUN), dan berkoordinasi dengan BUMN untuk membeli obligasi. Dan yang paling mendesak adalah disahkannya Undang Undang JPSK (Jaring Pengamanan Sistem Keuangan).

Selain itu, BI selaku otoritas moneter harus menindak bila ada perbankan yang memberikan fasilitas NDF bagi para spekulan. Aktifitas spekulasi di valuta asing juga harus diperketat. Aksi spekulan kerap membuat panik pelaku pasar lain. Ekspetasi yang berlebihan dan lebih mengejar keuntungan dan kurang mempertimbangkan kondisi fundamental secara keseluruhan tentunya berpeluang memperkeruh keadaan.

Dengan sejumlah langkah positif yang dilakukan di atas, Indonesia memiliki peluang untuk tetap bertahan dari gempuran krisis negara lain. Indonesia juga berpeluang mengulang suksesnya dalam menghindari krisis di tahun 2008. Dan BI masih memiliki manuver yang cukup dalam meredam gejolak nilai tukar akhir-akhir ini.

Tahun 2012 Kiamat Akan Terjadi

Medan Bisnis, 3 Oktober 2011
Tentunya kita masih ingat film 2012, bencana besar diramalkan terjadi pada tanggal 21 12 2012. Ramalan tentang kiamat tersebut bermula dari ramalan kalender suku Maya kuno dimana Bumi akan hancur melalui gempa dahsyat yang meluluhlantakan bumi. Orang rela antri panjang untuk menonton film ini sebelumnya termasuk juga penulis.

Terlepas dari film tersebut, “kiamat” dalam versi saya yaitu masuknya perekonomian global kedalam jurang resesi dan berada di titik nadir seperti yang banyak digambarkan dalam siklus pertumbuhan ekonomi dalam sistem kapitalis. Ketidakpastian dalam proses pemulihan seperti yang terjadi saat ini akan memberikan dampak negatif yang lebih luas dan bisa berdampak signifikan terhadap guncangan ekonomi pada tahun 2012 mendatang.

Saat ini perekonomian Yunani berpotensi masuk kedalam kategori gagal bayar. Dan tentunya akan berdampak pada Negara-negara lain di kawasan eropa. Selain itu, upaya pemerintah Yunani mencegah gagal bayar surat utangnya dinilai tidak berpengaruh signifikan. Kebijakan pemulihan ekonomi, seperti langkah restrukturisasi utang dan penghematan juga dinilai tidak efektif.

Efek domino dari ketidakpastian tersebut akan berdampak pada Negara lain termasuk Negara di kawasan Asia. Pasar keuangan yang terintegrasi memberikan kepastian bahwa segala kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Dan tentunya pasar keuangan yang akan mengalami guncangan terlebih dahulu.

Bila berkaca pada tahun 2008, krisis sangat didominasi oleh sektor perbankan yang kolaps akibat kredit macet sektor perumahan. Proses penyelesaian yang tak kunjung membuahkan hasil serta diiringi dengan fundamental ekonomi yang sangat lemah, akhirnya saat ini krisis tersebut menjadi permasalahan akut bagi banyak Negara. Banyak Bank di Eropa dan Amerika dipangkas peringkatnya, disusul dengan dipangkasnya peringkat utang sejumlah Negara di Eropa dan di Amerika sendiri.

Situasi genting ini direspon oleh sejumlah petinggi Negara maju dengan banyak melakukan intervensi pasar sepanjang dibutuhkan. Kondisi tersebut diperparah dengan ruang gerak sejumah bank sentral seperti Eropa dan Amerika yang semakim terbatas. IMF sendiri bahkan dinilai gagal melakukan penyelamatan ekonomi Yunani.

Amerika Serikat yang sebelumnya menjadi Negara adidaya sudah mulai luntur perannya dalam percaturan ekonomi dunia. Terlebih setelah AS diturunkan peringkat hutangnya. Harapan terakhir ada di Bank Sentral AS yang berencana mengeluarkan Quantitative Easing jilid 3 (QE3). Namun, lagi-lagi harapan itu sirna manakala gubernur Bank Sentral AS menyatakan tidak akan ada QE3, dan tengah mengupayakan “jurus” lain dalam mengatasi krisis, namun belum jelas seperti apa pastinya.

Kalaupun ada QE3, bisa diramalkan bahwa stimulus tersebut hanya menyambung hidup sementara . Artinya QE3 hanya merupakan upaya pencegahan dan memperlambat proses penyebaran krisis. Implikasi dari krisis yang terjadi saat ini diperkirakan juga akan memberikan konsekuensi politik yang serius.

Saat ini, banyak lembaga keuangan dunia terus memberikan uangkapan pesimistis terhadap pemulihan krisis yang terjadi di Negara-negara maju seperti saat ini. Mengingat tenggang waktu yang semakin dekat bagi Negara-negara besar untuk mengambil tindakan penyelamatan atau menerima konsekuensi sebagai Negara yang gagal bayar.

Saat ini, Eropa Jepang da Amerika tengah terjebak dalam keputusan sulit. Dan apabila melihat sejumlah langkah yang akan diambil, kesimpulannya adalah sehebat apapun langkah tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap proses pemulihan. 2012 akan menjadi tahun yang sangat berat bagi Negara-negara maju, dan sekaligus menjadi tahun yang “memaksa” sejumlah Negara tersebut menata ekonominya kembali.

Urgensi Protokol Penanganan Krisis

Medan Bisnis, 26 September 2011
Ketahanan sistem keuangan Indonesia kian waktu tetap terjaga dan terus menunjukan perubahan yang positif. Kondisi ketahanan keuangan Indoesia khususnya setelah krisis tahun 1997/1998 lalu emiliki fundamental yang kokoh dan siap menghadapi tantangan di masa mendatang seperti krisis yang telah melanda kawasan Eropa dan Amerika Serikat akhir-akhir ini.

Namun, RUU JPSK (Jaringan Pengaman Sistem Keuangan) masih menuai perdebatan dengan Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU JPSK merupakan protokol terhadap penanganan krisis keuangan yang bisa saja suatu saat terjadi lagi di Indonesia. Sebagian fraksi memandang protokol krisis sangat dibutuhkan di tengah ancaman krisis global. Namun, masih ada sebagian fraksi berpendapat protokol krisis yang ada sudah memadai.

Besar harapan kita bahwa proses pemutusan keputusan UU JPSK tidak sarat dengan kepentingan. Meski demikian banyak orang yang berpendapat bahwa pembahasan tentang UU JPSK itu tentunya syarat dengan kepentingan. Meski demikian saya berpendapat itu merupaan hal yang sangat wajar dala sebuah sistem pemerintahan yang demokrasi.

Hanya saja, urgensi dari UU JPSK sangat mendesak pada saat ini. Meskipun banyak analis yang memperkirakan ekonomi kita masih relatif kuat dibandingkan dengan Negara lain. Bukan berarti kita 100% aman dari guncangan krisis eksternal. Fluktuasi nilai tukar rupiah serta guncangan di pasar modal kita merupakan bukti masih rentannya perekonomian kita.

Bila bersandar pada undang-undang protokol penanganan krisis yang sudah ada, maka nantinya bila terjadi guncangan di sistem ekonomi kita, maka dua lembaga yakni Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan akan mengadakan rapat. Dan hasilnya diminta untuk dipublikasikan ke masyarakat selanjutnya diserahkan ke DPR untuk dimintai persetujuan. Intinya DPR juga turut mensahkan apakah suatu Negara dalam kondisi krisis atau tidak.

Kelemahannya adalah proses penanganan krisis akan cenderung memiliki waktu yang cukup lama. Ada banyak hal yang perlu dicermati, khususnya krisis selalu menghantam pasar keuangan kita terlebih dahulu seperti Perbankan dan Indeks Bursa. Perbankan merupakan jantung dari sebuah sistem perekonomian. Yang dikhawatirkan adalah penarikan dana secara besar-besaran (crash) akibat kepanikan manakala terjadi krisis.

Walaupun masih ada LPS (lembaga penjaminan simpanan) bukan berarti investor akan tetap berada di Indonesia. Pembalikan modal maupun penarikan dana sulit untuk dihindari. Dan kondisi tersebut bisa diperparah bila inflasi justru bergerak lebih cepat dibandingkan dengan suku bunga.

Selain itu, krisis bukan hanya berpeluang terjadi seperti saat ini. Dimana perekonomian Eropa da Amerika menjadi pemicunya. Di saat negara-negara yang dilanda krisis saat ini mulai menunjukan adanya proses pemulihan, maka potensi pembalikan modal bisa saja terjadi dan menyebabkan sistem keuangan kita menjadi sangat rapuh.

Kenapa?, karena adanya prospek pemulihan ekonomi yang turut diiringi dengan membaiknya prospek investasi di negara yang telah dilanda krisis sebelumnya. Selain RUU JPSK, pemerintah seharusnya juga turut mampu menggerakan sektor riil guna menjadikan ekonomi kita memiliki fundamental yang kuat dalam menghadapi krisis nantinya.

Namu, bila melihat pasar keuangan kita yang banyak dibanjiri oleh uang jangka pendek. Maka RUU JPSK mendesak untuk disegerakan. Mengingat uang jangka pendek (hot money) bisa saja keluar dari tanah air bila ada negara lain yang memiliki prospek yang lebih baik. Tunggu apa lagi!.

Membela Kepentingan Nasional Dengan Aturan Devisa

Medan Bisnis, 19 September 2011
Beleid devisa ekspor akan terbit per tanggal 1 oktober bulan depan. Kebijakan Bank Indonesia tersebut terkait dengan aturan yang mewajibkan para eksportir untuk menyimpan hasil ekspornya di Bank yang ada di Indonesia. Kebijakan tersebut sempat menuai kontroversi dari banyak kalangan, terutama dari eksportir itu sendiri.

Beberapa pelaku ekspor mengatakan bahwa ada kemudahan dalam permohonan kredit bila uang hasil ekspor tersebut disimpan di Bank di luar negeri. Kemudahan yang dimaksud adalah mendapatkan pinjaman kredit dalam mata uang asing (US$) dengan biaya rendah.

Namun, pihak yang bertolak belakang dengan pendapat tersebut mengatakan bahwa devisa hasil ekspor tersebut lebih baik bunganya bila disimpan di Bank yang ada di
Indonesia, walaupun bunga pinjamannya relatif lebih tinggi. Sehingga, meskipun eksportir meminjam dengan biaya lebih mahal, hal tersebut masih dapat diimbangi dengan biaya bunga yang lebih tinggi dari simpanan valas di luar negeri. Dengan kesimpulan eksportir sedikit dirugikan disisi pinjaman, namun diuntungkan dari sisi simpanan. Impas deh.

Contoh kontroversi diatas masih menjadi berita hangat belakangan ini. Bank Indonesia sejauh ini memang dikenal dengan sistem keuangan yang liberal. Namun, dengan sejumlah langkah kebijakan yang akan di ambil, Bank Indonesia mulai melakukan pengendalian sehingga sistem devisa kita tidak sepenuhnya liberal. Ini merupakan karakter Bangsa kita dalam mengelola perekonomian, dimana ada sisi yang dilebaralkan namun pemerintah tetap memiliki peran jika dibutuhkan.

Hal tersebut wajar-wajar saja. Amerika Serikat yang menganut perekonomian dengan sistem mekanisme pasar yang liberal juga melakukan intervensi akhir-akhir ini. Intervensi tersebut dilakukan seiring dengan kian terpuruknya kondisi perekonomian nasional Amerika.

Undang-undang baru yang dikeluarkan oleh BI merupakan bentuk antisipasi atas kekhawatiran dari semakin terpuruknya kondisi perekonomian global, yang bisa saja berdampak negatif bagi negara lainnya termasuk Indonesia secara signifikan. Langkah BI tersebut harusnya kita apresiasi karena lebih berpihak pada kepentingan nasional.

Tidak hanya dikarenakan adanya krisis, kebijakan tersebut sejatinya diberlakukan agar devisa ekspor benar-benar kembali ke negara ini. Seperti halnya dengan Jepang, dimana devisa hasil ekspor negaranya selalu dikembalikan ke Jepang guna kepentingan negaranya. Hal tersebut sering terdengar dikalangan para pelaku pasar valas yang biasa disebut dengan istilah Repatriasi.

Karena itu seharusnya para eksportir harus lebih memihak pada industri nasional. Jangan hanya melakukan kegiatan industri di negeri ini, namun hasil penjualannya justru parkir di negara lain. Ini sama saja seperti lintah darat yang hanya menyerap kekayaan namun tidak bertanggung jawab atas dampak negatif yang ditimbulkan.

Sejumlah saksi harus benar diterapkan nantinya bagi eksportir yang membandel. Dengan diberlakukannya aturan tersebut, maka transaksi Valas di pasar keuangan domestik nantinya diharapkan lebih banyak transaksi valasnya. Hal tersebut akan berkorelasi positif terhadap peningkatan pendapatan Bank Devisa nasional dari fee base income.

Selain itu, cadangan devisa diharapkan terus meningkat. Terlebih menjelang tahun 2013 mendatang, dimana eksportir diwajibkan untuk memarkirkan dananya terlebih dahulu di Indonesia. Dengan aturan tersebut, maka eksportir tidak memiliki pillihan lain. Selain itu, nilai tukar Rupiah juga lebih dapat dikendalikan.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Sudah tidak seharusnya ‘dijarah’ hanya demi kepentingan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan aturan tersebut maka Indonesia nantinya memiliki bargaining yang lebih kuat terhadap Singapura. Sejauh ini banyak eksportir yang memarkirkan dananya di negara tersebut, dan selama ini tentunya menguntungkan bagi Singapura.

Langkah Sulit Menuju Stimulus

Medan Bisnis, 12 September 2011
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menyusun sejumlah langkah untuk mengurangi angka pengangguran di negaranya melalui rencana pengucuran dana stimulus senilai 300 juta dollar AS. Namun rencana pemeberian stimulus tersebut tidak semudah seperti yang diharapkan banyak pelaku pasar.

Sebelumnya terkait dengan rencana Presiden Obama tersebut pasar merespon positif. Namun akhir-akhir ini kongres AS yang lebih banyak dihuni oleh anggota dewan dari partai oposisi menjadi penghalang bagi AS terkait dengan stimulus yang akan dijalankan. Kongres AS justru memberikan gagasan lain yang akhirnya menjadi sentimen negatif bagi pasar.

Program Obama mencakup insentif pajak untuk bisnis, infrastruktur, tunjangan bagi pekerja yang di-PHK, dan kelanjutan payroll-tax untuk pekerja kelas menengah. Stimulus itu rencananya akan dijalankan pada tahun 2012 mendatang yang difokuskan pada pemotongan pajak dan anggaran belanja negara tahun 2012, dengan tujuan agar terciptanya lapangan kerja dan dapat mendorong pemulihan ekonomi AS.

Para pekerja AS tentunya sangat senang dengan adanya pemotongan pajak. Obama benar-benar menyadari bahwa daya beli masyarakat AS harus ditingkatkan. Selain itu, beban defisit anggaran Negara juga diperkirakan akan bertambah bila Obama rencana Obama disetujui. Namun, tidak ada yang mampu menjamin bahwa stimulus tersebut mampu mengeluarkan AS dari krisis.

Obama akhir-akhir ini sangat terfokus pada program jangka pendek. Spekulasi bisa saja muncul diantaranya adalah semakin dekatnya pemilihan presiden AS tahun 2012 mendatang. Sehingga Obama harus membuat strategi jitu guna keluar dari krisis dengan mengeluarkan kebijakan yang dinilai efektif dalam jangka pendek. Selain itu obama harus juga dituntut untuk bisa mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat AS yang akhir-akhir ini turun pamornya.

Mengapa Obama begitu terfokus pada daya beli masyarakat. Karena perekonomian AS selama ini dibangun dari konsumsi domestik. Dan pemotongan pajak tentunya akan mendongkrak daya beli masyarakat AS dan nantinya akan berdampak pada meningkatnya tingkat konsumsi. Selain itu, daya beli masyarakat AS juga menurun seiring dengan tingginya angka pengangguran.

Isu pengangguran akan menjadi bola panas yang siap untuk menjatuhkan kredibilitas Obama. Kongres yang tidak menyetujui langkah Obama akan memperburuk langkah Obama dalam memuluskan rencananya tersebut. Besar kemungkinan program stimulus 300 juta dolar AS mampu memicu daya beli masyarakat. Namun, pihak oposisi tentunya mengetahui bahwa efektifitas dari rencana Obama tersebut tidak akan berlangsung dalam jangka panjang.

Sehingga secara politis langkah Obama dalam menggelontorkan stimulus di tahun 2012 mendatang merupakan langkah cepat guna mendongkrak reputasi Obama yang terpuruk akhir-akhir ini. Sehingga sebisa mungkin partai Republik akan bersebrangan dengan langkah obama tersebut. Bukan mustahil bila rencana Obama sebenarnya sangat mujarab mendongkrak konsumsi masyarakat AS dalam jangka pendek.

Untuk bisa memenangi pemilihan Presiden pada November 2012 mendatang, Obama harus mampu menurunkan angka pengangguran yang sekarang di kisaran 9.1 persen. Sebelumnya, pemerintah Obama juga berharap ekonomi AS tahun depan bisa tumbuh 2,6 persen sampai 3,3 persen dan 4,0 persen pada 2014. Semoga bukan hanya sekedar harapan.

Berharap THR Ala The FED

Medan Bisnis, 29 Agustus 2011
Spekulasi mengenai rencana Bank Sentral AS (The FED) terkait dengan stimulus belum terjawab. Setelah Gubernur Bank Sentral AS Ben S. Bernanke menyatakan akan menunda keputusan mengenai quantitive easing jilid 3 (QE3) hingga akhir bulan september mendatang. Ini tentunya memperpanjang aksi spekulasi pelaku pasar dalam menanggapi semua kemungkinan yang akan terjadi.

Ada beberapa hal yang menjadi perhatian Bank Sentral saat ini bila menjalankan stimulus. Yaitu laju inflasi yang naik setelah stimulus-stimulus terdahulu. Selain itu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang juga terus merealisasikan angka penurunan turut menambah beban lain baik pemerintahan AS.

Namun, pada perdagangan akhir minggu kemarin Bursa Dow Jones merespon positif pidato Gubernur Bank Sentral AS. Di dalam pidatonya Bernanke menyebutkan “In addition to refining our forward guidance, the Federal Reserve has a range of tools that could be used to provide additional monetary stimulus”. Dimana kita bisa menangkap bahwa The FED tengah mengupayakan additional tools guna menyelamatkan ekonomi AS.

Bernanke masih optimis dalam jangka panjang ekonomi AS akan pulih. Berbicara jangka panjang maka rentang yang bisa kita gunakan untuk prediksi tersebut yakni 3 sampai dengan 5 tahun. Nah permasalahan GDP yang kurang memuaskan akhir-akhir ini ditanggapi dengan menyatakan bahwa akan terselesaikan dalam tempo yang pendek.
Yang perlu dipahami adalah bahwa permasalahan ekonomi tidak selalu dapat diselesaikan hanya dengan stimulus. Terbukti dengan Quantitative Easing jilid 1 dan 2. Dan hasilnya stimulus tersebut tidak juga menyelesaikan masalah perekonomian AS.

Buruknya stimulus justru mengangkat harga kebutuhan meningkat.
Untuk, kepercayaan investor harus bias dikembalikan. Dengan pertumbuhan yang moderat serta dibayangi laju inflasi, maka tentunya banyak pengusaha yang mencemaskan perekonomian AS. Konsekuensinya adalah menurunnya ekspansi. Padahal masalah ketenaga kerjaan sangat bergantung dari gerak perekonomian AS di sektor riil.

Buruknya hutang AS memang menjadi akar dari semua permasalahan ekonomi AS saat ini. Sejumlah indikator ekonomi AS terus melemah, parahnya pertumbuhan PDB akhir tahun ini diprediksi turun hanya 1%. Dengan sejumlah indikator yang jelek tersebut hal ini akan memicu The Fed untuk melakukan sejumlah langkah penyelamatan nantinya.
Sehingga besar kemungkinan The Fed tidak melanjutkan QE3, menunggu hingga realisasi data perekonomian. Namun, apabila kemungkinan terburuk yang terjadi dimana sejumlah indikator terus memburuk, maka QE3 menjadi pilihan terakhir bagi The Fed. Oleh karena itu, pasar masih akan diperdagangkan dengan volatilitas yang tinggi dalam beberapa minggu kedepan.

Spekulasi yang mencuat nantinya adalah langkah The FED yang disebutkan sebagai additional tools. Dalam pidatonya tersebut Bernanke tetap optimis bahwa ekonomi AS masih akan tetap tumbuh, namun kejelasan mengenai langkah apa yang akan diambil menjadi sebuah pertanyaan besar yang berpotensi memicu spekulasi.

Terkait dengan pidato Bernanke tersebut, US Dolar terpantau melemah terhadap mata uang Yen dan Euro. Pasar masih pesimis terhadap perkembangan ekonomi AS. Selain itu, suku bunga AS diperkirakan belum akan beranjak dari levelnya saat ini. Dan diperkirakan masih akan dipertahankan dalam jangka panjang.

Stimulus AS benar-benar telah menjadi semacam THR menjelang lebaran. Bila stimulus dijalankan maka semua berkeyakinan bahwa harga saham akan naik. Semoga kita tetap bergembira di lebaran ini, meskipun pasar keuangan kita masih rentan terhadap guncangan eksternal yang terkadang menterpurukan kerja IHSG. Selamat Hari raya Idul Fitri.

Krisis Politik Dan Krisis Indeks Bursa

Medan Bisnis, 15 Agustus 2011
Beberapa waktu lalu, media di Amerika Serikat diramaikan oleh berita mengenai perundingan antata Gedung putih dan Kongres AS terkait penyelesaian masalah hutang Amerika. Yang berujung pada kesepakatan untuk menaikan limit utang AS. Yang menarik adalah proses kesepakatan yang menyita waktu serta volatilitas tingginya Indeks Harga Saham AS turut mengiringinya.

Bila ada pernyataan yang keluar dari sejumlah elit politik yang dinilai tidak sesuai dengan harapan pasar, maka harga saham merespon dengan koreksi dan memicu penjualan massif. Namun, disaat presiden Barack Obama menyatakan bahwa telah tercapai kesepakatan diantara kongres AS yang terdiri dari 2 partai, maka Indeks Bursa Saham AS langsung naik merespon pernyataan tersebut.

Beberapa mahasiswa saya tertarik untuk bertanya, bagaimana korelasi antara kondisi politik suatu negara dengan harga saham yang diperdagangankan serta berapa besar pengaruhnya tersebut?. Karena dalam beberapa kejadian politik yang notabene membuat heboh masyarakat terkadang harga saham justru bergerak naik. Ada baiknya melihat sebentar ke sejarah sebelum kita menyimpulkan jawabannya.

Bila berbalik ke tahun 1997/1998, terjadi krisis politik di Indonesia yang diikuti dengan rontoknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di saat tersebut investor berbondong-bondong melakukan aksi jual secara besar-besaran yang juga diikuti dengan pembalikan modal asing dari negeri ini.

Kondisi serupa juga dialami oleh Mesir, krisis politik yang terus berkelanjutan membuat bursa saham mesir jatuh cukup dalam. Kapitalisasi pasar bursa mesir turun signifikan. Hal tersebut menggeser bursa mesir menjadi bursa terbesar kedua di Afrika Utara, dan bursa Maroko berhasil menjadi bursa yang terbesar di kawasan tersebut. Akan tetapi itu kondisi sementara dan sangat bergantung pada kepemimpinan Mesir yang baru.

Berbeda dengan AS, krisis utang yang terjadi saat ini tentunya akan dimanfaatkan lawan politik Barack Obama sebagai kesalahan atau kegagalan dari kepemimpinan Obama itu sendiri. “Kegagalan” tersebut nantinya akan dijadikan wacana oleh lawan politik AS dalam proses pemilihan Presiden mendatang. Meskipun lawan politik AS sepakat untuk melakukan penyelamatan. Namun, setidaknya proses kesepakatan yang memunculkan kontroversi dan dapat menyudutkan pemerintahan Obama saat ini dapat diingat masyarakat AS, sehingga mampu menjadikan alasan untuk memilih presiden yang lain nantinya.

Nah, agar dipahami bagaimana kondisi ekonomi sangat ditentukan oleh kemauan politik dari negeri yang bersangkutan. Ekonomi tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan yang erat dengan kondisi secara keseluruhan dari suatu negara. Mulai dari Sosial, Politik, Hukum, Idiologi, Budaya hingga Keamanan. Dan semua unsur tersebut bisa terpenuhi bila menginginkan sebuah kondisi bursa yang stabil meski ridak semuanya, namun akan lebih baik bila semuanya terpenuhi.

Salah satu Indikator ekonomi dapat dilihat dari kinerja Indeks harga sahamnya. Bila kita melihat Indeks Bursa yang turun tajam akhir-akhir ini, dan sangat sering dikaitkan dengan kondisi politik baik dari luar maupun dari dalam. Maka jawaban untuk pertanyaan diatas adalah seberapa nyaman pelaku pasar merespon gejolak politik (atau gejolak lainnya) yang berlangsung.

Indonesia tengah dihadapi kemelut politik, seperti pelarian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Dan memang akhir-akhir ini IHSG terkoreksi dan sialnya bertepatan kemunculan Nazarudin di media sebelum akhirnya ditangkap. Namun, bukan karena hal tersebut pemicunya, melainkan kondisi eksternal yang mempengaruhi IHSG.

Secara umum, Pelaku pasar tidak akan menjadikan alasan kemelut yang terjadi di Partai Demokrat dijadikan sebagai alasan untuk menjual saham sehingga Indeks Harga Saham turun di lantai bursa. Walaupun ada satu emiten di lantai bursa yang yang terkait dan menjadi pemenang tender proyek pembangunan wisma atlit, dan harga saham perusahaan tersebut turun.