Thursday, February 02, 2012

Langkah Konkrit Yang Tak Kunjung Datang

Medan Bisnis, 12 Desember 2011
Indeks Harga Saham Gabungan kembali terkoreksi pada perdagangan akhir minggu kemarin. Pelemahan IHSG memang tak sebesar pelemahan indeks bursa di Asia, khususnya Hang Seng yang turun 2.73%. Pelemahan indeks bursa tersebut masih dihembuskan oleh sentimen negatif dari penyelesaian krisis di Eropa. Walaupun pada pertemuan konferensi Tingkat Tinggi Eropa merumuskan sejumlah langkah penyelamatan, namun langkah tersebut dinilai sebagai penyelamatan sementara saja.

Bank Sentral Eropa (ECB) juga berubah haluan, dari yang sebelumnya menyatakan akan melakukan pembelian obligasi negara-negara anggota Euro, justru akhir-akhir ini mengeaskan tidak akan membeli obligasi pemerintah secara agresif. Berbeda dengan harapan pasar yang banyak berharap agar ECB menggelontorkan uang guna membantu mengurangi beban negara anggota Eropa yang sedang dilanda krisis.

Bukan hanya itu, sentimen negatif lainnya adalah penolakan Inggris untuk masuk dalam kesatuan fiskal. Inggris menilai pakta kesepakatan bersama tersebut tidak menguntungkan bagi Inggris. Inggris dinilai sebagai pusat kekuatan ekonomi Eropa. Kesepakatan untuk menjaga defisit struktural 0.5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tentunya sama saja membuat inggris kurang bisa berekspansi lebih bebas untuk perekonomiannya, dan secara logika tentunya akan menjadi bumerang bagi perekonomian eropa secara keseluruhan nantinya.

Setelah sentimen negative dari ECB dan Inggris, selanjutnya penurunan peringkat beberapa Bank besar di Perancis seperti Credit Agricole, BNP Paribas, dan Societe Generale oleh lembaga pemeringkat Moody’s turut memperburuk kondisi ekonomi Eropa. Penurunan peringkat tersebut berujung pada pergerakan harga saham Perbankan di Indonesia yang cenderung turun.

Keputusan lainnya dalam KTT Eropa yaitu menghentikan keterlibatan swasta dalam penyelesaian hutang dan lebih mengandalakan dana talangan dari International Monetery Fund (IMF). Begitulah rupa dari perekonomian Eropa saat ini. Bisa dipastika Eropa sulit untuk bangkit dalam waktu singkat. Namun, bagaimana eskalasi eropa tersebut akan mempengaruhi pasar keuangan dunia.

Ketidakpastian yang muncul akibat krisis di eropa tentunya sangat berpengaruh bagi keputusan investor di dunia. Pelaku pasar masih menganggap US Dolar sebagai mata uang yang aman untuk dipegang di saat ekonomi sedang tidak menentu. Alhasil, Rupiah cenderung melemah dan Indeks Harga Saham di BEI mengelami tekanan. Tekanan-tekanan tersebut akan terus berlanjut bila Eropa masih berkutat pada langkah-langkah penyelamatan yang sejauh ini masih diragukan efektifitasnya.

Gambaran akan perekonomian di Tahun 2012 memang cukup suram. Seperti tidak ada acuan yang pasti dari negara-negara besar yang mampu menjadi lokomotif ekonomi dunia. Indonesia juga harus membangun sentimennya sendiri di tahun 2012 mendatang. Bila mengharapkan sentimen dari China, terlalu berlebihan. China juga akan mengalami penurunan pada perekonomiannya karena juga masih negara-negara yang sedang dilanda krisis menjadi salah satu tujuannya.

Kita akan berdiri sendiri membangun sentimen yang baik walaupun masih sangat rentan terhadap sentimen eksternal. ASEAN saat ini menjadi pusat perhatian manakala tidak ada tempat lagi yang lebih menjanjikan sebagai tempat investasi. Indonesia menjadi salah satu lokomotifnya yang paling besar. Ini merupakan kesempatan emas. Bila pasar menilai pertumbuhan negara di emerging market menjadi alternatif, maka sebenarnya kita berkesempatan membentuk paradigma bahwa Rupiah juga bisa di jadikan safe haven.

Disadarin atau tidak, derasnya aliran dana yang masuk ke sistem keuangan kita sudah menunjukan bahwa kita merupakan negara yang bisa diasumsikan sebagai safe haven setidaknya untuk saat ini. Sejauh ini apa yang dikhawatirkan oleh pelaku pasar adalah ketidakpastian arah dari penyelesaian krisis di Eropa, serta berapa besar akan berpengaruh ke Indonesia. Hal tersebut tentunya yang membuat investor sulit dalam membuat keputusan. Walaupun kepastian tersebut sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu saja.

Namun, bila semua kondisi mulai bermuara dengan suatu kepastian, maka selanjutnya kita hanya akan dihadapkan pada pengelolaan resiko. Lebih baik kita langsung dihadapkan dengan kondisi seburuk-buruknya kemungkinan penyelesaian krisis eropa daripada hanya menunggu dan pasif terhadap keputusan apa yang akan diambil. Kenapa? Karena lebih mudah mengambil keputusan di seburuk-buruknya kondisi ekonomi, dibandingkan membuat keputusan di tengah ketidakpastian penyelesaian krisis itu sendiri.

No comments: