Thursday, February 02, 2012

Peringkat Utang, Dilema dan Manfaatnya

Medan Bisnis, 5 Desember 2011
Kita seharusnya menyadari bahwa sekalipun kita sedang bernasib baik, pasti ada sesuatu hal yang telah dikorbankan untuk mendapatkannya dan kebanyakan nasib baik tersebut memiliki aturan dalam bentuk resiko yang bila tidak dikelola dengan baik akan menjadi malapetaka nantinya. Dan bila malapateka yang datang maka tentunya usaha yang dilakukan agar bernasib baik tersebut akan menjadi sia-sia.

Nasib baik sepertinya juga akan memihak pada Indonesia. Sejumlah gerbakan maupun langkah untuk meningkatkan daya saing, mengurangi kemiskinan dan mengajak investor untuk berinvestasi di Indonesia sepertinya akan menjadi kenyataan di tahun 2012. Sebuah kabar yang amat membahagiakan kita semua.

Bentuk investasi yang kita harapkan adalah masuknya investasi di sektor riil dan bukan hanya di sektor keuangan semata. Karena sektor riil merupakan satu-satunya fondasi untuk membangun ekonomi bangsa kita dengan kokoh. Namun, bila investasi lebih banyak masuk ke pasar keuangan maka sebenarnya kita menjadi tempat yang bisa dikatakan “surga’ bagi orang asing dan esensinya kita kurang menerima manfaat dari bentuk investasi seperti itu.

Nah apa sih sebenarnya nasib atau kabar baik kita itu sebenarnya?. Jawabannya datang dari lembaga pemeringkat pemeringkat dunia yang akan menaikkan peringkat utang kita. Peningkatan rating berarti Indonesia memiliki daya saing yang lebih baik di mata internasional dalam mencari sumber pendanaan yang murah. Yang nantinya akan berujung pada meningkatnya daya saing bangsa.

Peningkatan peringkat kita yang masuk dalam layak investasi seharusnya dicermati bukan sebagai suatu kepastian akan keberlangsungan pembangunan yang terus berkesinambungan tanpa melalui hambatan. Karena pada dasarnya peningkatan rating utang Indonesia itu juga memiliki resiko yang justru akan menjadi boomerang bagi perekonomian kita sendiri. Awal yang indah belum tentu akan berakhir dengan sesuatu keindahan pula.

Perbaikan nasib karena ada peningkatan peringkat hutang memang menjanjikan banyak hal, dengan sejumlah resiko yang siap menghilangkan semua awal yang indah. Dan yang paling serius adalah kemungkinan krisis itu justru memiliki potensi yang lebih besar di saat ekonomi itu mengalami pertumbuhan.

Peningkatan peringkat nantinya akan memicu pertumbuhan walaupun memiliki akselerasi yang sedikit melambat karena terjadi krisis di Eropa dan Amerika. Bayangkan saja bila semua dana asing yang masuk hanya melalui instrumen keuangan yang ada di pasar keuangan kita. Uang itu hanya akan berada di Indonesia dalam tempo yang pendek. Setiap ada peluang investasi yang lebih menjanjikan di negara lain, maka potensi pembalikan modal itu akan menimbulkan gejolak di pasar keuangan yang akan berujung pada krisis keuangan.

Belum lagi, bila pemerintah dan swasta melakukan pinjaman ke luar negeri atau menambah utang karena biaya dana yang murah. Tentunya hal tersebut akan membuat kita kebanjiran likuiditas. Sekalipun uang tersebut masuk ke sektor riil, namun potensi krisis muncul karena pertumbuhan yang tinggi akan mengancam keberlangsungan di sektor riil itu sendiri. Intinya kita tidak akan mampu menghindari siklus ekonomi bila minim kreatifitas.

Untuk itu birokrasi, infrastruktur dan masalah lain yang menghambat berkembangnya ekonomi di sektor rill seharusnya sudah bisa hapuskan, kalau tidak mungkin maka bisa diminalisir. Asing akan menilai Indonesia sebagai negara yang bisa memiliki peluang besar dan dapat dijadikan tempat berinvestasi. Uang atau modal akan mengalir deras ke negeri ini.

Investor asing sebelum melakukan keputusan investasi nantinya akan mencari tahu apakah negara yang dituju itu masuk dalam kategori seperti yang mereka inginkan. Dan lembaga pemeringkat internasional menjadi salah satu tolak ukurnya. Kita apresiasi kinerja pemerintah hingga kita mampu masuk dalam investment grade – layak investasi. Namun, hasilnya akan kita apresiasi nanti bila pemerintah bener-benar berhasil memanfaatkan kesempatan yang ada.

No comments: