Friday, February 10, 2012

Quantitative Easing 3 Tak Terelakkan?

Medan Bisnis, 06 Feb 2012
Untuk memerangi krisis yang terjadi di Amerika Serikat, Bank Sentral AS (The FED) selama ini memberlakukan suku bunga rendah. Namun, sejauh ini kebijakan tersebut belum memberikan dampak yang berarti bagi pemulihan ekonomi AS. Ekonomi AS tetap menuju ke suatu jurang ekonomi yang biasa disebut dengan istilah resesi.
The FED sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa Bank Sentral AS siap untuk melakukan kebijakan yang pro pertumbuhan dalam bentuk kebijakan apapun. Quantitative Easing (QE) menjadi andalan terakhirnya.

Quantitative easing adalah langkah Bank Sentral AS yang menggelontorkan sejumlah dana segar dengan melakukan pembelian obligasi dan sejenisnya. Tujuannya adalah agar daya beli masyarakat AS kembali pulih sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Langkah The FED dengan pemberlakuan suku bunga rendah selama ini masih jauh dari harapan. Data-data perekonomian AS masih bergerak datar yang turut dibarengi dengan prospek ekonomi yang masih suram.

Bila kita belajar dari pengalaman sebelumnya, baik QE 1 dan QE 2 hanya merupakan stimulus jangka pendek yang memberikan anging segar sesaat ke pasar keuangan dan tidak menyelesaikan masalah fundamental ekonomi AS secara keseluruhan.

Hal pokok yang perlu diperhatikan untuk melakukan kebijakan QE jilid 3 adalah Inflasi. Di Indonesia Inflasi selalu menjadi hal yang paling ditakuti bila terus merangkak naik. Beda halnya di Amerika Serikat. Inflasi justru diharapkan naik karena kenaikan laju inflasi menjadi indikator bahwa ada tren kenaikan harga barang yang diakibatkan mulai pulihnya daya beli masyarakat AS.

Walaupun tidak ada angka ideal terkait dengan laju inflasi, namun the FED mematok angka 2% menjadi batas bawah. Dan bila tembus di bawah 2%, maka besar kemungkinan The FED akan menginjeksikan dana dalam bentuk QE3. Dan saat ini kemungkinan tersebut terbuka sangat lebar. Namun diperkirakan QE3 keefektifannya masih sama dengan QE sebelumnya dimana hanya berdampak sesaat bagi perekonomian.

Bila The FED melakukan QE3 maka baik pasar keuangan dan saham AS bisa mengalami kejatuhan. AS akan kehilangan kepercayaan dirinya mengingat masih lemahnya negara mitra AS dalam menyelamatkan perekonomian. QE3 juga dapat memicu terjadinya capital inflow yang masuk kesejumlah negara berkembang termasuk Indonesia.

Bila diberlakukannya QE3 maka secara politis akan menyebabkan kubu Demokrat sebagai incumbent berada di bawah tekanan. Partai republik sebagai oposisi akan menggunakan kesempatan ini untuk mengambil simpati masyarakat. Kebijakan The FED terkait QE3 mengancam keberlangsungan Obama sebagai presiden AS ke depan nantinya.

Sejauh ini, QE3 masih sebatas wacana yang menimbulkan spekulasi. Namun, arahnya sudah jelas, dimana saat Inflasi terus melemah maka sebenarnya kita bisa menyimpulkan bahwa AS benar-benar akan melakukan kebijakan penambahan uang beredar (QE3).

Kita harus mampu mengantisipasi dampak kebijakan QE3 The FED nantinya. Masuknya sejumlah uang (capital inflow) ke sistem keuangan kita akan mengakibatkan kita kebanjiran likuiditas. Kita bisa mengantisipasinya dengan sejumlah langkah seperti menurunkan BI Rate, kebijakan terkait berapa lama dana mengendap atau dengan melakukan sejumlah kebijakan agar capital inflow menjadi bentuk investasi langsung.

QE3 tidak akan terelakkan bila indikator ekonomi AS ke depan nantinya benar-benar mengarahkan The FED untuk menggelontorkan sejumlah dana segar. Dan kita harus segera mengantisipasinya dengan melakukan sejumlah kebijakan agar Pasar Keuangan kita tidak dijadikan tempat singgah semata bagi uang panas (hot money).

No comments: