Wednesday, February 01, 2012

Urgensi Protokol Penanganan Krisis

Medan Bisnis, 26 September 2011
Ketahanan sistem keuangan Indonesia kian waktu tetap terjaga dan terus menunjukan perubahan yang positif. Kondisi ketahanan keuangan Indoesia khususnya setelah krisis tahun 1997/1998 lalu emiliki fundamental yang kokoh dan siap menghadapi tantangan di masa mendatang seperti krisis yang telah melanda kawasan Eropa dan Amerika Serikat akhir-akhir ini.

Namun, RUU JPSK (Jaringan Pengaman Sistem Keuangan) masih menuai perdebatan dengan Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU JPSK merupakan protokol terhadap penanganan krisis keuangan yang bisa saja suatu saat terjadi lagi di Indonesia. Sebagian fraksi memandang protokol krisis sangat dibutuhkan di tengah ancaman krisis global. Namun, masih ada sebagian fraksi berpendapat protokol krisis yang ada sudah memadai.

Besar harapan kita bahwa proses pemutusan keputusan UU JPSK tidak sarat dengan kepentingan. Meski demikian banyak orang yang berpendapat bahwa pembahasan tentang UU JPSK itu tentunya syarat dengan kepentingan. Meski demikian saya berpendapat itu merupaan hal yang sangat wajar dala sebuah sistem pemerintahan yang demokrasi.

Hanya saja, urgensi dari UU JPSK sangat mendesak pada saat ini. Meskipun banyak analis yang memperkirakan ekonomi kita masih relatif kuat dibandingkan dengan Negara lain. Bukan berarti kita 100% aman dari guncangan krisis eksternal. Fluktuasi nilai tukar rupiah serta guncangan di pasar modal kita merupakan bukti masih rentannya perekonomian kita.

Bila bersandar pada undang-undang protokol penanganan krisis yang sudah ada, maka nantinya bila terjadi guncangan di sistem ekonomi kita, maka dua lembaga yakni Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan akan mengadakan rapat. Dan hasilnya diminta untuk dipublikasikan ke masyarakat selanjutnya diserahkan ke DPR untuk dimintai persetujuan. Intinya DPR juga turut mensahkan apakah suatu Negara dalam kondisi krisis atau tidak.

Kelemahannya adalah proses penanganan krisis akan cenderung memiliki waktu yang cukup lama. Ada banyak hal yang perlu dicermati, khususnya krisis selalu menghantam pasar keuangan kita terlebih dahulu seperti Perbankan dan Indeks Bursa. Perbankan merupakan jantung dari sebuah sistem perekonomian. Yang dikhawatirkan adalah penarikan dana secara besar-besaran (crash) akibat kepanikan manakala terjadi krisis.

Walaupun masih ada LPS (lembaga penjaminan simpanan) bukan berarti investor akan tetap berada di Indonesia. Pembalikan modal maupun penarikan dana sulit untuk dihindari. Dan kondisi tersebut bisa diperparah bila inflasi justru bergerak lebih cepat dibandingkan dengan suku bunga.

Selain itu, krisis bukan hanya berpeluang terjadi seperti saat ini. Dimana perekonomian Eropa da Amerika menjadi pemicunya. Di saat negara-negara yang dilanda krisis saat ini mulai menunjukan adanya proses pemulihan, maka potensi pembalikan modal bisa saja terjadi dan menyebabkan sistem keuangan kita menjadi sangat rapuh.

Kenapa?, karena adanya prospek pemulihan ekonomi yang turut diiringi dengan membaiknya prospek investasi di negara yang telah dilanda krisis sebelumnya. Selain RUU JPSK, pemerintah seharusnya juga turut mampu menggerakan sektor riil guna menjadikan ekonomi kita memiliki fundamental yang kuat dalam menghadapi krisis nantinya.

Namu, bila melihat pasar keuangan kita yang banyak dibanjiri oleh uang jangka pendek. Maka RUU JPSK mendesak untuk disegerakan. Mengingat uang jangka pendek (hot money) bisa saja keluar dari tanah air bila ada negara lain yang memiliki prospek yang lebih baik. Tunggu apa lagi!.

No comments: