Monday, March 26, 2012

Hedging Mengatasi Masalah Harga BBM?

Medan Bisnis, 26 Maret 2012
Pemerintah masih disibukan akan serangkaian formulasi kebijakan serta menentukan langkah-langkah menyelesaikan permasalahan BBM yang sarat dengan muatan politis tersebut. Dari sekian banyak opsi yang ditawarkan oleh pihak oposisi - entah itu berjuang demi rakyat atau untuk kepentingan politis semata – maupun yang dikemukakan oleh pemerintah, muncul sebuah gagasan yaitu dengan melakukan hedging (lindung nilai) dalam pembelian BBM impor.

Pada dasarnya, istilah hedging atau lindung nilai lebih dikenal dalam transaksi keuangan yang dilakukan dan terkait dengan dunia perbankan. Yang selanjutnya hedging ini juga dikenal pada transaksi perdagangan komoditas seperti Minyak, Karet, Kapas maupun komoditas lainnya. Transaksi hedging ini terus berkembang dan saat ini banyak pelakunya, baik untuk tujuan lindung nilai maupun spekulasi.

Bila pemerintah benar-benar mengambil opsi tersebut untuk mengamankan harga BBM dari fluktuasi harga minyak mentah dunia. Pemerintah tentunya sadar betul bahwa tindakan tersebut memiliki dua buah sisi yang biasa disebut dengan resiko. Karena transaksi hedging merupakan salah satu instrumen yang memiliki resiko tinggi.

Misalkan pada hari ini, harga minyak mentah dunia berada di level $105/barel. Selanjutnya pemerintah melakukan hedging dengan membeli minyak untuk pengiriman 3 bulan mendatang di harga $115/Barel (ini contoh). Maka sebenarnya pemerintah telah melakukan pembelian minyak untuk 3 bulan mendatang dengan harga $115/barel, namun harga $115 ditetapkan pada hari ini dan berlaku untuk masa pengiriman 3 bulan mendatang.

Bila selama 3 bulan kemudian harga minyak dunia berada di kisaran harga rata-rata $150/barel. Maka pemerintah merasa diuntungkan karena telah membeli di harga $115/barel dan tidak perlu membayar di harga $150/barel. Bayangkan berapa banyak devisa yang bisa kita hemat. Dan kita tentunya sangat diuntungkan dari model pembelian tersebut.

Namun, kondisi tersebut tentunya tidak selamanya menguntungkan. Bayangkan bila ternyata dalam kurun waktu 3 Bulan mendatang harga minyak dunia justru berbalik turun ke $95/Barel. Maka kita tetap membayar minyak di harga $115/barel walaupun harga minyak yang berlaku dipasar jauh lebih murah dari yang kita beli sebelumnya.
Tentunya kita juga menghitung berapa banyak devisa kita yang terkuras secara sia-sia.

Begitulah cara menentukan hedging minyak tersebut. Apakah itu termasuk dalam judi?, jawabannya tidak. Karena disaat kita menentukan kapan kita mau membeli minyak tersebut maka kita harus bisa memprediksikan dengan tepat berapa kemungkinan harga minyak yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Dibutuhkan ilmu serta ketrampilan dalam melakukan pembelian minyak tersebut.

Hanya saja, banyak faktor yang tidak terduga yang sulit diprediksikan bahkan tidak mungkin. Misal faktor alam maupun politik. Sebagai contoh : Pemerintah melakukan pembelian harga minyak tersebut pada hari ini, dimana kondisi politik di dunia sangat kondusif. Karena terjadinya suatu hal Iran bersiteru (perang) dengan Amerika Serikat yang mengakibatkan harga minyak dunia beranjak naik. Tentu pemerintah tidak akan pusing dengan terjadinya perang tersebut, karena pemerintah memiliki kontrak pembelian minyak di awal meskipun minyak tersebut naik.

Contoh yang lain. Harga minyak dunia telah beranjak naik dan diposisi $200/barel saat ini. Pemerintah menilai harga tersebut sudah kemahalan sehingga kedepan harga minyak dunia berpotensi turun. Sehingga pemerintah tidak melakukan pembelian minyak. Namun, tiba-tiba terjadi bencana alam yang dahsyat yang membuat harga minyak dunia melambung tinggi melebihi $200/barel. Maka sebagai konsekuensinya pemerintah harus membeli diatas $200/barel untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.

Itulah sejumlah faktor resiko yang perlu dikelola. Akan tetapi pemerintah kita kan bukan spekulan minyak!! Pemerintah membeli untuk memenuhi kebutuhannya. Maka sebaiknya pemerintah melakukan batasan harga wajar minyak yang bisa dibeli dan sesuai dengan asumsi APBN. Misal batasan harga minyak paling mahal yang bisa dibeli adalah $120/Barel.

Maka pemerintah dapat membeli minyak paling mahal di harga tersebut dan tidak dibenarkan melakukan transaksi hedging bila harga minyaknya diatas $120/barel. Namun, pemerintah harus legowo bila setelah dilakukan hedging harga minyak turun, dan terus mengembangkan kemampuan analisanya meskipun harga minyak naik. Yang pasti harga minyak akan terus bergerak naik, bagi yang berdemon silakan, berdemonstrasilah yang santun.

BBM Naik Bukan Berarti Pemerintah Berhemat

Medan Bisnis, 19 Maret 2012
Dengan alasan untuk menutupi defisit, benarkah langkah pemerintah menaikkan harga minyak?. Tepatkah langkah pemerintah menaikan harga minyak sebesar Rp. 1.500,-?, Adakah jaminan bahwa harga minyak kedepan nantinya tidak akan naik?. Kita akan menjawab sejumlah pertanyaan tersebut dalam artikel kali ini.

Demi mengurangi beban subsidi yang kian membesar, pemerintah bersikap dengan menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Kenaikan tersebut di tentang oleh sebagian masyarakat walaupun tidak sedikit juga yang setuju agar BBM dinaikkan. Ada begitu banyak alasan kenapa BBM harus naik saat ini. Salah satunya adalah ketidakpastian geopolitik yang sedang terjadi di Iran.

Rencana invasi AS dan Israel ke Iran yang urung dilaksanakan setidaknya memberikan angin segar bagi kestabilan harga komoditas khususnya minyak. Namun, sayangnya invasi itu justru diganti dengan melakukan isolasi terhadap Iran, yaitu dengan tidak membeli minyak yang diproduksi oleh Iran. Keputusan tersebut membuat harga minyak dunia merangkak naik dan relatif stabil dikisaran $110/barel.

Minyak telah naik sekitar 7% sejak awal tahun 2012 ini, kenaikan tersebut mendorong pemerintah untuk lebih realistis agar defisit akibat beban subsidi di minimalisir. Bila BBM tidak dinaikkan maka menurut hitungan pemerintah, defisit APBN akan naik menjadi sebesar 3.6% dari PDB (produk domestik bruto). Jelas hal tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Kalau dilihat dari sisi penghematan sebenarnya pemerintah tidak melakukan penghematan apapun. Pemerintah menaikkan BBM di saat harga minyak dunia telah naik tajam. Kebijakan pemerintah bersifat reaktif. Dan bila dikaji lebih dalam kenaikan BBM tersebut hanya merupakan bentuk penyelamatan saja, dan bukan tengah melakukan penghematan anggaran. Dan saya menilai kenaikan harga BBM tersebut tepat dilakukan saat ini.

Bila dikaitkan dengan kenaikan harga sebesar Rp. 1.500,-, maka kenaikan tersebut relatif sangat kecil. Negara yang melakukan subsidi minyak di dunia ini hanyalah negara yang memproduksi minyaknya secara mandiri. Indonesia bukanlah negara yang mampu menghasilkan minyak untuk memenuhi kebutuhan nasional secara mandiri, karena sebagian harus diimpor.

Besaran kenaikan tersebut tidak membuat harga BBM kita setara harganya dengan harga BBM di kawasan ASEAN. Harga BBM kita nantinya setelah kenaikan harga masih lebih murah (bandingkan dengan Singapura dimana harga BBMnya dikisaran Rp. 15.000/liter), sehingga rawan akan penyeludupan. Namun, besaran kenaikan tersebut sangat bergantung dari asumsi penguasa (pemerintah) di masa sekarang. Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi, bisa bersifat politis atau memang benar-benar mempertimbangkan daya beli masyarakat.

Dari masa ke masa, dari satu presiden ke presiden lainnya, hanya Presiden B.J. Habibie yang tidak menaikkan harga BBM. Entah karena masa jabatannya terlalu pendek atau harga minyak dunia yang relatif stabil (murah). Namun, satu hal yang pasti, pemerintah kita tidak akan mampu menghindar dari ancaman kenaikan harga minyak dunia ditengah ketidakmampuan kita mencari jalan keluar maupun mencari sumber enerji alternatif.

Bayangkan, di saat Eropa dan Amerika tengah dilanda krisis serta ekonomi di negara berkembang yang tidak mampu melanjutkan tren pertumbuhan yang signifikan, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan. Meskipun diperburuk dengan gejolak politik di timur tengah. Namun, pikirkanlah apa yang akan terjadi bila nantinya ekonomi di belahan negara Eropa dan Amerika kembali pulih. Satu hal yang pasti, membaiknya perekonomian suatu negara selalu diiringi dengan peningkatan permintaan akan minyak.

Harga minyak akan terus membentuk tren naik seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Bumi dan kebutuhan akan minyak yang harus dipenuhi. Sehingga bila ada janji-janji pemerintah maupun partai politik bahwa mereka tidak akan menaikkan harga minyak. Percayalah hanya faktor keberuntungan yang akan mengabulkan janji mereka tersebut.

Yang kita harapkan adalah kenaikan harga BBM di saat ini semestinya memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Walaupun sebenarnya kenaikan BBM saat ini lebih merupakan penghematan anggaran agar beban subsidi tidak membengkak, bukan merupakan sebuah gebrakan untuk mengurai kemiskinan diantara kita.

Tetap Bersikap Baik Meskipun Harga Minyak Naik

Medan Bisnis, 12 Maret 2012
Kebingungan mungkin itu yang sedang dialami pemerintah kita sebelum menaikkan harga BBM di dalam negeri. Keputusan tersebut memang bukan merupakan keputusan yang mudah diambil dan disetujui oleh semua kalangan masyarakat. Rencana kenaikan harga BBM ini juga menuai kritik bahkan dari partai yang masuk koalisi pemerintahan sekalipun. Konon katanya partai yang berseberangan (oposisi), sudah pasti memanfaatkan kesempatan ini sebagai wahana untuk menyudutkan pemerintah dengan beragam tujuan dan tentunya sarat bermuatan politis.

Apa memang benar pemerintah itu takut untuk menaikan harga minyak?, jawaban pastinya adalah Iya. Kenaikan harga minyak yang tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat yang mumpuni tentunya sangat membebani masyarakat golongan miskin. Kalau pemerintah dikatakan tidak berpihak kepada rakyatnya, rasa-rasanya tidak mungkin. Tapi memang saat ini Pemerintah harus benar-benar realistis sebelum masuk kedalam jurang resesi seperti tahun 1997-1998 silam.

Pemerintah bisa saja menaikan jumlah hutangnya guna menambal defisit karena kenaikan harga minyak dunia. Lho apa hubungannya harga minyak dunia dengan harga BBM di dalam negeri?. Perlu kita ketahui bahwa untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional pemerintah harus juga mengimpor karena keterbatasan kemampuan negeri kita dalam memproduksi minyak.

Sehingga bila harga minyak dunia naik, maka harga BBM di dalam negeri harusnya menyesuaikan. Sehingga alternatif dengan meminjam (hutang) bukan menyelesaikan masalah. Karena bunga hutang tersebut nantinya harus dibayar dan dianggarkan di APBN yang ujung-ujungnya membebani masyarakat. Kalau hutangnya makin menumpuk maka peluang untuk mengikuti jejak negara Eropa yang sedang dilanda krisis terbuka lebar.

Walaupun sesaat terlihat bahwa dengan berhutang masyarakat sepertinya tidak akan dirugikan karena tidak menanggung beban secara langsung. Namun, yakinilah jika pemerintah berfokus pada berhutang dari pada menaikan harga BBM maka sebenarnya kita tengah menggali lubang untuk mengubur kita semua.

Resistensi dalam bentuk aksi demonstrasi akan menjadi pemandangan yang akan sering terlihat dalam beberapa waktu kedepan nantinya. Bentuk ketidak puasan masyarakat tersebut terkait dengan kenaikan harga BBM turut di cederai oleh terungkapnya sejumlah korupsi besar yang sangat tidak berprikemanusiaan. Sehingga realita yang terjadi adalah masyarakat dihadapkan dengan kesulitan seiring tingginya beban hidup, sementara disisi lain ada tontonan dari segelintir orang yang menikmati uang secara tidak halal (korupsi) namun hidup bergelimangan harta.

Ini sebuah Ironi kehidupan. Mayarakat kecil seperti tidak berdaya menghadapi ketidakadilan ini dan terkadang muncul jalan pintas untuk melakukan “balasan”. Namun balasan seperti apa?, apapun yang bisa dilakukan. Mulai dengan cara mengkritik pemerintah hingga menggunakan ketidakadilan ini dengan cara-cara yang tidak lazim dan menentang hukum. Cara yang terakhir tersebut biasa disebut dengan gejolak sosial dari masyarakat akibat besarnya tekanan hidup.

Tingginya angka kriminalitas merupakan salah satu tolak ukur. Kriminalitas memiliki banyak rupa seperti pencurian, perampokan, penjarahan, pembunuhan dan apapun bentuk ekspresi akibat frustasi dalam menjalani sulitnya kehidupan. Lho kok bisa? Gampang lha karena ga bisa korupsi. Orang-orang besar yang korupsi itu sama atau bahkan lebih buruk dari kita (pelaku kriminal).

Seolah-olah sikap buruk dari penguasa yang korup menjadi tolak ukur untuk melegalkan tindakan kejahatan dari masyarakat pelaku kriminal. Apakah itu menyelesaikan masalah?, bagi pelaku kriminal itu tidak menyelesaikan masalah. Itu menambah masalah bagi si pelaku dan juga pemerintah. Bila jumlah pelaku tersebut banyak dan signifikan maka akan mengganggu keamanan nasional seperti tahun 1997-1998 silam. Sehingga, membalas dengan kejahatan serupa tidak menyelesaikan masalah.

Pemerintah punya jurus lain yakni menyalurkan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Uang gratis yang diperuntukkan bagi kalangan miskin tersebut menjadi senjata pemerintah untuk menanggulangi kesulitan bagi golongan miskin. Ya walaupun seharusnya memberi pekerjaan lebih baik daripada uang, namun kita harus syukurin.

Setidaknya kita berpikir positif aja, berpikir bahwa menciptakan lapangan pekerjaan memang lebih sulit dari pada memberikan uang tunai untuk saat ini. Daripada memikirkan kenapa ya pemerintah ga bisa menciptakan lapangan kerja buat kita? Apa karena pemerintah tidak mampu? atau jangan-jangan karena pemerintah malas? Atau…?. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu hanya akan membuat kita frustasi. Lebih baik tetap bersyukur, terus berkarya dan mencoba tetap berbahagia.

Peran G-20 Dalam Menyelesaikan Krisis

Medan Bisnis, 5 Maret 2012
Tidak ada yang bisa berdiam diri dan mengabaikan krisis di Eropa karena secara sistemik dampaknya akan terasa hingga ke Negara lain. Walaupun Indonesia menjadi Negara yang dinilai tahan banting dari gejolak krisis yang terjadi saat ini, namun dampak dari krisis masih akan bisa dirasakan di negeri ini, walaupun tidak akan menyeret Indonesia ke dalam jurang resesi.

Isu krisis utang di Eropa juga masih mendominasi pertemuan kelompok G-20. Dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. Sejauh ini sejumlah langkah yang diambil Eropa dalam menyelesaikan krisis belum membuahkan hasil yang optimal, Krisis masih berpotensi untuk menyebar dan siap menjadi ancaman bagi Negara lain.

Negara anggota G-20 diharapkan ikut serta dalam menanggulangi krisis yang terjadi di Eropa. Terkadang permasalahan internal dari Eropa seperti sikap Jerman yang tidak sepenuhnya mau bertanggung jawab terhadap penyelamatan beberapa Negara anggota Euro menunjukan buruknya kredibilitas Euro dalam menyelesaikan permasalahan Eropa.

Seperti dalam sikap sebelumnya, Jerman melalui kanselirnya sepertinya tidak begitu yakin atau sepenuh hati dalam membantu Yunani untuk mendapatkan dana talangan baru. Sehingga, komentar yang keluar dari kanselir Jerman selalu diartikan sebagai arah dari kebijakan Negara anggota Euro meskipun sebenarnya Jerman bukanlah ketua zona euro secara resmi. Namun, Jerman merupakan Negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dari zona euro.

Memang efektifitas dana talangan yang diberikan ke Negara enggota Euro sejauh ini masih jauh dari harapan yang diharapkan. Sedari Awal, dana bantuan yang digelontorkan tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan Yunani. Dana bantuan habis begitu saja untuk memenuhi operasional pemerintahan dan tidak sampai untuk memulihkan ekonomi Yunani. Sehingga masih ada kemungkinan nantinya Yunani akan meminta bantuan lagi walaupun ada semacam reformasi fiskal di Yunani.

Tantangan selanjutnya buat Angela Merkel selaku kanselir Jerman adalah karir politiknya sendiri. Kebijakan membailout Yunani tentunya akan mendapatkan resistensi yang kuat dari negaranya sehingga kecil sekali kemungkinan Jerman akan bersikap lunak terhadap keputusan Negara anggota zona euro lainnya yang lebih memilih untuk memberikan dana talangan ke Yunani.

Sikap Jerman tersebut tentunya akan menjadi penilaian buruk bagi Negara yang tergabung dalam G-20 untuk membantu zona euro keluar dari krisis. Buntutnya adalah G-20 meminta Negara zona Euro agar lebih maksimal dalam menyelesaikan krisis. Kesetiakawanan sesama Negara zona Euro benar-benar diuji. Kemakmuran memang sangat indah bila dinikmati bersama-sama, namun masa sulit (krisis) akan menguji Negara mana yang akan tetap bersama atau memilih untuk lebih bersifat egois.

Padahal pada januari tahun 1999 silam, dengan visi dan misi serta besarnya peluang Negara yang masuk dalam zona Euro menjadi sebuah kekuatan ekonomi baru sempat membuat banyak Negara di belahan dunia lain melakukan diversifikasi cadangan devisanya dengan menggunakan Euro selain mata uang US Dolar.

Kekuatan ekonomi yang terintegrasi tersebut saat ini kembali dipertanyakan. Kekuatan ekonomi yang dipersatukan ternyata tidak menjamin bahwa Negara tersebut akan kuat terhadap guncangan krisis, namun memilih untuk berpisah atau pecah kongsi tentunya menjadi pilihan yang rumit saat ini.

Sejauh ini, zona Euro akan berjalan sendiri untuk mengatasi krisis. G-20 diperkirakan belum akan memberikan kontribusi yang terhadap penyelesaian krisis. Zona euro juga dinilai belum memaksimalkan kemampuan finansialnya secara optimal untuk memerangi krisis. Hal tersebut didukung oleh beredarnya kabar bahwa ECB memiliki dana lebih dari cukup untuk memerangi krisis.

Namun, seandainya zona Euro telah maksimal nantinya namun krisis masih tetap menjangkiti. Mungkinkan G-20 akan datang sebagai penyelamat dengan membeli Obligasi zona Eruo?. Kemungkinan yang muncul terlebih dahulu adalah apakah G-20 akan sangat yakin bila bantuan yang diberikan nantinya mampu mengangkat zona euro dari krisis?. Sangat rumit dan sebaiknya jangan terlalu berharap.

BBM, Kemiskinan, BLT Dan Perbankan

Medan Bisnis, 27 Februari 2012
Pemerintah berencana menggelontorkan BLT (bantuan langsung tunai) kepada masyarakat golongan miskin seiring dengan rencana kenaikan harga minyak bersubsidi. Kenaikan BBM tersebut rencanannya akan dimulai april mendatang. Kenaikan BBM tersebut merupakan rencana pemerintah yang lama yang akan segera terealisir. Kenaikan BBM tersebut nantinya akan sangat mebebani golongan masyarakat miskin karena kenaikan BBM berkorelasi terhadap laju inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat.

Besaran angka kucuran dana untuk BLT menurut pemberitaan media sebesar Rp. 100.000,- per bulan dan menurut rencananyan akan dibagikan selama 8 bulan. Kenapa ya 8 bulan? Mungkin asumsinya dikarenakan dampak kenaikan harga minyak tersebut terhadap inflasi sekitar 8 bulan. Namun, dampak kenaikan harga BBM biasanya paling sering 2 s.d. 5 bulan. Sangat bergantung pada upaya pemerintah untuk meminimalisir dampak negatifnya.

Akan tetapi, bila pemerintah menggelontorkan uang sebesar Rp. 100.000 selama 8 bulan, maka potensi dampak kenaikan harga bahan kebutuhan pokok akan sejalan dengan lamanya BLT yang diberikan. Lumayan lha, setidaknya dampak kenaikan harga BBM dapat dilalui oleh kalangan miskin tanpa adanya tekanan finansial yang signifikan terhadap mereka – golongan miskin.

Memang sangat sulit menaikan harga BBM manakala jumlah penduduk miskin presentasinya signifikan. Sangat berbeda tentunya dengan kemampuan negara yang memiliki daya beli tinggi, sehingga menaikan BBM bisa digunakan untuk menjadikan masyarakatnya agar lebih berhemat dalam penggunaan uang.

Selain itu, ketidak mampuan kita dalam memenuhi kebutuhan BBM secara mandiri turut mempersulit kita mengurangi angka kemiskinan, terlebih bila harga minyak dunia mengalami kenaikan tajam, pengurangan angka kemiskinan menjadi suatu keniscayaan. Sehingga menciptakan peluang kerja yang sebesar-besarnya menjadi perjuangan yang harus dilakukan untuk mengangkat masyarakat kita keluar dari jebakan kemiskinan.

Ketimpanganpun terjadi, Perbankan kita masih berkutat bagaimana mencetak laba demi kepentingan pemegang saham dibandingkan dengan fokus menjadi fungsi intermediasi yang optimal. Di satu sisi kita memiliki sumberdaya alam maupun sumber daya manusia yang dapat dikelola, namun disisi lain kita dihadapkan pada sulitnya mencari sumber pembiayaan.

Sehingga sumber daya yang dikelola tidak memberikan dampak signifikan dalam mengentaskan kemiskinan. Dan apabila harga BBM naik maka BLT menjadi jalan keluar guna menyelamatkan mereka yang tergolong miskin. Dimana uang yang digunakan untuk menyalurkan BLT tentunya akan diambil dari anggaran di APBN. Yang jelas-jelas akan lebih bermanfaat bila digunakan untuk pembangunan di sektor riil.

Ada pepatah bijak yang mengatakan “Berikanlah Pancingnya, Jangan Ikannya”. Bila kita terjemahkan maka andaikan seseorang memiliki kesulitan finansial maka janganlah diberikan uang, namun ciptakanlah lapangan kerja buatnya. Karena uang (Rp. 100.000) yang akan diberikan secara Cuma-Cuma kepada rakyat miskin akan bermanfaat untuk konsumsi saja. Dan jangan berharap Rp.100.000,- tersebut akan menjadi uang yang digunakan untuk menciptakan sebuah lapangan kerja baginya.

Pemerintah kita memang belum benar-benar mampu memberikan pancing dibandingkan memberikan Ikan. “Pancing” disini merupakan hasil kreatifitas pemerintah dalam menciptakan iklim uasaha yang kondusif, sumber pembiayaaan semurah mungkin maupun dorongan/bantuan pemerintah dalam menumbuh kembangkan wirausaha.

Disaat tekanan harga minyak tidak dapat dielakkan pemerintah seolah-olah mengambil jalan pintas dengan menyalurkan BLT. Paradigma ini sudah berlangsung dalam waktu lama dan sepertinya dilakukan secara turun temurun. Pemerintah seolah-olah tak berdaya manakala menghadapi Perbankan kita yang enggan menurunkan bunga pinjaman, Ironis sekali.

Padahal dengan lebih menekankan efisiensi Perbankan dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi akan tercipta, dan secara otomatis pengangguran akan berkurang. Mungkin pemerintah sudah saatnya mengambil tindakan dengan menjadikan Bank BUMN tidak fokus pada laba namun lebih ditekankan intermediasinya. Mungkinkah? Kok rasanya percaya dan tak percaya.