Monday, July 23, 2012

Kutukan Datang Di Bulan Suci


Medan Bisnis, 9 Juli 2012
Seperti suatu hal yang umumnya terjadi saat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, dimana akan ada selalu kenaikan harga barang. Rutinitas yang tak pernah lekang dari pola konsumsi masyarakat kita yang lebih menekankan pada konsumsi yang berlebihan dalam perayaan yang semestinya tidak perlu dilakukan dengan cara yang lebay. Perayaan tersebut jelas melahirkan sebuah penyakit yang dapat dilihat dengan kasat mata bernama Inflasi.

Namun, masyarakat kita masih menilai wajar akan aktifitas seperti ini. Bagaikan sebuah Ideologi, konsumsi menjelang peryaaan keagamaan bagaikan sebuah budaya yang tak akan pernah hilang dari pola konsumsi masyarakat kita. Untuk memecahkan masalah tersebut sepertinya pemerintah tidak punya jalan lain kecuali mengendalikan harga agar dapat terus dikendalikan.

Sementara itu, pola konsumsi masyarakat yang jelas-jelas menjadi masalah yang pokok (fundamental) membuat pemerintah tidak berdaya menghadapinya. Pola konsumsi musiman seperti saat ini jelas sekali akan memberikan kesempatan kepada spekulan untuk mempermainkan harga. Masyarakat akan dengan sangat mudah diprovokasi dengan alasan apapun oleh pedagang nakal sehingga harga barang bergerak naik.

Inflasi juga akan menjadi masalah bagi Perbankan nasional, karena inflasi yang tinggi identik dengan suku bunga yang tinggi. Bila Pak Amir (nama samaran) adalah seorang kepala keluarga yang menghabiskan uang belanja sebesar Rp. 2 Juta rupiah perbulan di hari-hari biasa. Sedangkan Pak Amir harus mengumpulkan uang yang lebih banyak lagi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

Uang yang banyak tersbut akan digunakan oleh Pak Amir untuk berbelanja kebutuhan makanan, pakaian dan banyak lagi. Asumsikan di bulan Ramadhan dan Idul Fitri Pak Amir membutuhkan uang sebesar Rp.3 Juta s.d. Rp.4 Juta. Bayangkan saja bila ada 50 Juta kepala keluarga yang juga membutuhkan uang yang sama banyaknya. Maka uang yang beredar di masyarakat akan bertambah banyak dan Inflasi juga akan merangkak naik.

Sejauh ini, di Indonesia terjadi kenaikan inflasi 5% s.d. 7% setiap tahunnya. Artinya dalam satu tahun harga barang itu naik 5% s.d. 7%. Misalkan sepanjang tahun 2011 terjadi kenaikan inflasi sebesar 5%. Maka bila harga Beras di januari tahun 2011 adalah Rp.100.000/karung, maka bisa diasumsikan bahwa harga beras di bulan desember tahun 2011 adalah Rp.105.000/karung.

Ibu Ita (fiktif) adalah seorang penabung di Bank BUMN. Di tahun 2011 Ibu Ita menabung dan mendapatkan bunga sebesar 5%. Namun karena inflasi di tahun 2012 menjadi 7%. Maka jelas bunga yang didapat sebesar 5% sudah tidak layak lagi dia dapat, Karena harga barang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bunga simpanan yang didapat oleh Ibu Ita.Agar Ibu Ita tetap mau menabung, maka Bank BUMN tersebut akan menaikkan bunga simpanannya menjadi 7% (hanya contoh).

Disini jelas sekali bahwa Bunga Bank akan naik bila Inflasi juga naik. Dengan demikian Bunga Kredit juga akan mengalami kenaikan yang serupa. Kita misalkan saja bunga kredit menjadi 13% disaat Bunga Simpanan Bank dinaikan menjadi 7%. Bandingkan dengan Jepang yang memiliki laju Inflasi yang relatif rendah bahkan negatif. Dalam setahun Inflasi di Jepang kita asumsikan saja berkisar 1% per tahun.

Kita asumsikan saja bunga tabungan juga berkisar di angka yang sama yaitu 1% per tahun. Dan bunga kredit kita misalkan saja di angka 2% per tahun. Jauh berbeda dengan bunga kredit di Indonesia yang sebesar 13% per tahun. Bila ada seorang warna negara Jepang yang meminjam uang di Bank yang ada di Jepang, dia dikenakan bunga kredit sebesar 2% per tahun.


Maka masuk akal bila dia (warga Jepang) bisa saja menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan di Indonesia dengan bunga 7%. Kita dibuat bagai “sapi perah”. Begitulah ilustrasi yang mungkin terjadi. Bersifat boros memberikan ‘kutukan” bagi kita semua. Dan masih banyak lagi dampak negatif yang bahkan dapat kita rasakan saat ini. Agama secara jelas menyatakan bahwa boros itu merupakan tindakan setan. Namun apa daya, kemurnian ajaran agama pun seolah tidak mampu membendung hawa nafsu manusia saat ini.

Tidak Selamanya Kita Kalah Dari Negara Tetangga


Medan Bisnis, 16 Juli 2012
Tak lama lagi, tahun 2015 sistem ekonomi negara ASEAN akan tergabung dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dan sejauh ini kita memiliki prestasi yang amat buruk dalam hal investasi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura dan sejumlah negara ASEAN lainnya. Industri di negara kita tidak sepenuhnya mampu bersaing bila dibandingkan dengan industri negara-negara tetangga kita.

Terbukti, meskipun Blackberry memiliki pangsa besar di Indonesia. Namun, pada faktanya Indonesia tidak mampu memikat produsen Blackberry tersebut yang justru lebih memilih membangun pabriknya di Malaysia. Dari masalah Balckberry tersebut terlihat kita kalah menarik bila dibandingkan dengan Malaysia. Ada yang salah tentunya dengan negara kita ini bila dibandingkan dengan Malaysia.

Yang pasti permasalahan terkait dengan investasi di dalam negeri jauh lebih buruk bila dibandingkan dengan investasi dari negara jiran tetangga. Kepastian hukum, infrastruktur dan sumber daya manusia masih menjadi masalah klasik di negeri ini yang tak kunjung mampu diselesaikan oleh pemerintahan kita. Bila melihat indikator tersebut jelas kita jauh berbeda dibandingkan Negara tetangga, dan kita memiliki prestasi yang jauh lebih jelek dibandingkan dengan Negara tetangga.

Bila demikian faktanya, maka di tahun 2015 mendatang, bila ada seorang pengusaha asal Indonesia berniat untuk membangun sebuah industri. Maka bisa saja pengusaha tersebut justru memilih untuk membangun industrinya di Negara tetangga dibandingkan dengan membangun industrinya di negeri sendiri. Karena di Negara sebelah kita di fasilitasi dengan segala bentuk kemudahan yang ditawarkan.

Konsekuensinya adalah bahwa potensi penciptaan lapangan kerja baru justru tercipta di negeri tetangga walaupun pencipta lapangan usaha tersebut justru datang dari Indonesia. Bila berbicara dalam konteks pembangunan ekonomi kita tentunya kalah bila dibandingkan dengan Negara tetangga. Namun apa yang menjadi kelebihan kita bila dibandingkan dengan Negara tetangga kita sendiri?

Walaupun sejauh ini Malaysia memiliki semua kebutuhan dasar yang dimiliki guna menopang perekonomiannya. Namun sejumlah Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand tetap memiliki kelemahan disisi lain bila dibandingkan dengan Indoenesia. Salah satu kelemahan yang mereka miliki adalah demokrasi. Kita jauh lebih baik bila dibandingkan dengan Negara tetangga untuk urusan yang satu ini. Setidaknya kita lebih unggul dari dua Negara yaitu Thailand dan Malaysia.

Walaupun tidak berkorelasi secara langsung, namun demokrasi merupakan bentuk kedewasaan yang mampu menstabilkan kondisi politik dan keamanan yang tercipta di negeri ini. Di Malaysia dan Thailand, demokrasi masih belum berkembang secara baik dan Negara lebih dikendalikan dengan cara yang otoriter.

Seperti di Era 90-an dimana saat itu kita disebut sebagai “Macan Asia” di era kepemimpinan presiden Suharto. Ada kecenderungan yang sama yaitu Negara lebih mudah dikendalikan dengan pola kepemimpinan Pak Suharto tersebut. Terlebih juga dengan masalah investasi di Indonesia. Walaupun ada sejumah masalah lain yang kita nilai sebagai sebuah pelanggaran yang terjadi.

Malaysia dan Thailand tidak jauh berbeda dengan demokrasinya bila dibandingkan dengan era awal tahun 90-an di Indonesia. Walaupun sebenarnya Thailand lebih baik dibandingkan dengan Malaysia. Ada bom waktu yang bisa saja meledak bila Malaysia dan Thailand tidak segera menjadikan negaranya murni sebagai Negara Demokrasi.

Di Bumi ini, tidak ada Negara yang kebal terhadap krisis ekonomi. Bila mengacu pada keyakinan tersebut maka baik Malaysia dan Thailand juga tetap berpeluang menjadi Negara yang masuk dalam kubangan krisis. Belajar dari pengalaman Indonesia yang masuk dalam kubangan krisis, dimana saat itu terjadi revolusi besar-besaran yang terjadi di negeri ini.

Tingkat kamanan yang sangat kacau di tahun 97-an membuat masyarakat Indonesia kehilangan pekerjaan. Industri di Negara kita hancur dan itu dicatatkan sebagai sejarah kelam yang pernah terjadi di Indonesia. Kita tentunya tidak mengharapkan itu terjadi di Malaysia, walaupun sebenarnya kita bisa saja diuntungkan dengan kondisi yang tidak beruntung dari negeri tetangga.

Disaat terjadi pergeseran pemerintahan di Thailand dengan cara-cara kudeta, sejumlah Negara tetangga Thailand termasuk Indonesia di gadang-gadang mendapatkan keuntungan dengan beralihnya sejumlah investasi yang mengalir kenegara tetangga Thailand. Namun, kemungkinan krisis tersebut kecil kemungkinan terjadi bila berkaca pada peforma ekonomi kedua Negara saat ini.

Namun, seharusnya kedua Negara yang menjadi pesaing berat Indonesia dalam hal ekonomi tersebut seharusnya belajar dari pengalaman yang di alami Indonesia. Kalau dibandingkan dengan Singapura, maka kita masih kalah dalam hal investasi. Namun, Singapura justru kesulitan untuk membangun perekonomiannya karena minimnya luas lahan yang tersedia di Singapura.


Namun, kita tidak seharusnya mengharapkan kelemahan di setiap Negara tetangga terjadi, dan menganggapnya sebagai sebuah keberuntungan. Sebaiknya kita tetap fokus terhadap permasalahan yang menjadi penghambat investasi bagi perkembangan industri di Negara kita. Mengingat waktu yang semakin pendek karena MEA diberlakukan tahun 2015 mendatang. 

Efek Titik Balik Krisis Di Eropa Terhadap Indonesia


Medan Bisnis, 2 Juli 2012
Seperti yang terus diberitakan dan terjadi sebelumnya, penyelesaian krisis di Eropa sulit untuk mencapai kesepakatan karena perbedaan pendapat setiap masing-masing negara yang dipicu oleh beragam kepentingan baik finansial maupun politik. Kondisi tersebut membuat penyelesaian di eropa terus berlarut-larut dan diperburuk karena krisis tersebut justru menyebar ke hampir semua negara kecil yang berpotensi mengguncang perekonomian negara yang lebih besar.

Ketidakharmonisan dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi tersebut memunculkan spekulasi akan nasib dari negara-negara di Eropa itu sendiri. Bursa saham dan nilai tukar mata uang Euro menjadi “wajah” negara-negara eropa yang setiap saat berfluktuasi sangat liar mengikuti perkembangan yang terjadi seiring meningkatnya spekulasi dari segala macam bentuk penyelesaian krisis tanpa kepastian.

Namun dalam pertemuan petinggi eropa yang berakhir pada sabtu minggu kemarin. Para petinggi Eropa menghasilkan sejumlah langkah baru dalam penyelesaian krisis. Beberapa diantaranya adalah penyelesaian masalah krisis yang menjangkiti sejumlah perbankan di spanyol, memungkinkan bailout terhadap Italia serta menganggarkan dana untuk memacu pertumbuhan ekonomi di eropa.

Sejumlah langkah tersebut jelas menjadi sebuah kepercayaan baru terhadap penyelesaian krisis di eropa. Walaupun masih dalam tahapan konsep dan belum merupakan hasil dari implementasinya, namun pasar justru merespon semua langkah tersebut dengan apresiasi yang diwujudkan dengan penguatan mata uang euro serta meroketnya kinerja indeks bursa di Eropa hingga 4% dalam satu hari perdagangan.

Itu merupakan bukti nyata bahwa pasar mengharapkan sebuah kepastian kesepakatan bersama dibandingkan harus menunggu bagaimana hasil akhir dari krisis di eropa itu sendiri. Padahal yang dilakukan oleh sejumlah petinggi eropa masih berupa konsep yang selanjutnya untuk diterapkan. Bukan jaminan bahwa konsep tersebut akan efektif dalam menyelesaikan krisis di eropa nantinya.

Tapi sekali lagi itulah pasar. Tidak perlu bagaimana hasil akhir dari penyelesaian krisis. Namun langkah-langkah strategis yang dikeluarkan sudah lebih dari cukup untuk membuat pelaku di pasar keuangan merasa yakin akan masa depan Eropa nantinya. Tanpa adanya konsep jelas memicu ketidakpastian yang bisa saja berujung pada keniscayaan akan penyelesaian krisis di Eropa itu sendiri.

Dampak dari penyelesian krisis di eropa tentunya akan berimbas positif terhadap pergerakan indeks bursa di dunia maupun pergerakan mata uang di dunia. Tanpa terkecuali mata uang Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan. Euphoria terhadap proses penyelesaian krisis di eropa jelas akan kita rasakan hingga di pasar keuangan dalam negeri.

Namun, untuk diketahui bahwa proses penyelesaian krisis yang secara pasti di Eropa nantinya juga akan berimbas negatif bagi pasar keuangan domestik. Hal ini dapat terjadi khususnya di pasar keuangan kita. Di saat Eropa tengah terjangkiti krisis maka banyak pemodal yang memindahkan asetnya kesejumlah negara yang lebih menjanjikan pertumbuhan ekonominya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjanjikan khususnya dalam hal investasi di dalam bentuk portfolio. Bila saat ini kita tengah dibanjiri oleh derasnya aliran dana asing maka sebenarnya di saat ada negara yang lebih menjanjikan maka sebenarnya aliran uang tersebut bisa saja keluar dan pindah kenegara baru tersebut.

Dan bila Eropa kembali mengalami pertumbuhan yang signifikan jelas berpotensi akan membuat pasar keuangan di Indonesia kembali tertekan. Walaupun untuk saat ini Eropa masih harus berjibaku keluar dari krisis tersebut, dan belum menunjukan adanya tanda-tanda proses kenaikan pertumbuhan maka selama itu pula kita masih akan tetap aman dari tekanan capital outflow.


Akan tetapi kita bisa membuat negara kita tetap menarik dengan mengendalikan laju tekanan inflasi maupun masalah lain yang kerap menganggu aktifitas investasi di Indonesia. Tanpa adanya perubahan yang mendasar terhadap perbaikan investasi kita. Maka investasi yang masuk hanya merupakan bentuk invetasi yang sementara menetap dan bukan investasi yang bisa di konversi ke dalam bentuk investasi langsung. Titik balik pemulihan Eropa seharusnya menyadarkan kita akan hal tersebut.

Banyak Orang “Gila” Di Pasar Modal


Medan Bisnis, 25 Juni 2012
Para pelaku pasar keuangan pada umumnya mengikuti  perkembangan informasi seputar pasar keuangan dan merespon sesuai dengan baik atau buruknya informasi tersebut. Proses pengolahan data maupun informasi menggunakan sejumlah alat analisa yang paling familiar yang kita kenal yaitu analisa fundamental dan teknikal.
Bila mengacu pada kedua analisa tersebut tentunya tidak ada yang salah bila mengacu pada hasil analisa. Perbedaan hasil analisa yang terjadi dikarenakan oleh persepsi maupun asumsi yang menjadi modal utama bagi seorang analis. Pemahaman, pengalaman maupun pendidikan menjadi kunci utama kesuksesan analis dalam melakukan prediksi terhdap pembelian maupun penjualan suatu aset keuangan.

Sayangnya, seorang analis tidak akan berarti apa-apa bila hasil analisanya tidak diterapkan dalam pembuatan keputusan oleh para investor. Sehingga peran pelaku investor justru lebih besar dibandingkan dengan peran seorang analis, karena investor adalah seorang eksekutor. Meskipun pada umumnya keputusan investor mengacu pada hasil analisa seorang analis.

Sehingga seorang analis yang dikatakan jitu adalah analis yang memang memiliki konstituen atau pengikut (investor) yang memadai. Bila seorang analis tersebut melakukan analisa terhadap suatu surat berharga (saham maupun obligasi), maka analis tersebut didukung oleh sejumlah investor yang siap melakukan eksekusi terhadap apapun rekomendasi dari seorang analis.

Sehingga disini, yang dijual oleh seorang analis adalah informasi. Penguasaan informasi seorang analis terhadap pasarnya menjadi kunci utama keberhasilan dari analis tersebut dalam menjual informasinya. Semakin besar pangsa pasar informasi yang dikuasainya maka semakin mudah seorang analis tersebut melakukan penetrasi terhadap sejumlah hasil analisa dari sang analis tersebut.

Hanya saja, informasi tidak hanya didapatkan dari seorang analis. Media lain yang memberikan berita seputar dunia keuangan juga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan investor dalam membuat keputusan. Informasi dari media tersebut akan ditelaah oleh investor dengan kemampuan maupun persepsinya masing-masing sehingga membuat beragam aasumsi yang nantinya akan bermuara pada permintaan maupun penawaran dari suatu surat berharga itu sendiri seperti saham, obligasi, reksadana maupun sejumlah produk keuangan lainnya.

Beragam persepsi tersebut lah yang menjadikan harga suatu surat berharga mengalami kenaikan dan penurunan harga. Bila semua investor memiliki informasi dan pengetahun yang sama maka harga suatu sekuritas dipastikan tidak akan mengalami perubahan. Nah, persepsi yang berkembang dibagi adalam dua jenis yaitu rasional dan tidak rasional. Dan sayangnya baik kedua alasan tersebut sama-sama mampu mempengaruhi pergerakan suatu surat berharga.

Tidak rasional bukan berarti dipandang sebagai suatu yang harus tidak diikuti oleh investor. Tidak rasional justru mampu memberikan keuntungan bagi si investor bila sang investor tersebut mampu memanfaatkan momentum yang terjadi di pasar. Seperti saat salah satu Bank yang ada di Eropa yang diturunkan peringkatnya akhir-akhir ini. Spontan harga saham Bank tersebut turun dan memicu sejumlah investor di eropa melakukan aksi jual sekuritas.

Aksi jual tersebut berujung pada melemahnya indeks bursa di eropa. Wajarkah yang merka lakukan itu? Sekali lagi tatanan wajar atau tidak merupakan persepsi dari kita masing-masing dalam memberikan sudut pandang. Nah, selanjutnya investor di Indonesia juga mengalami kekhawatiran yang sama. Banyak investor disini melakukan aksi jual karena sejumlah saham Perbankan di luar sana tengah mengalami penurunan.

Padahal kondisi Bank di Indonesia masih bisa dikatakan baik-baik saja. Sehingga tidak rasional bila kita melakukan aksi serupa sementara jelas ada perbedaan kondisi fundamental yang terjadi di luar dan di Indonesia. Tapi itulah pasar, tidak ada yang mampu mengendalikannya 100%. Persepsi yang beredar tersebut tidak bisa diseragamkan. Dan sayangnya persepsi pelaku pasar hampir semuanya sama.

Pelaku pasar bergerak bagaikan air yang mengalir mengikuti perilaku kebanyakan investor lainnya. Walaupun tidak mengetahui secara benar entah mau dibawa kemana nantinya. Sehingga pelaku investor kebanyakan bagai gambar piramida seperti pada umumnya. Tidak-rasionalitas menjadi bagian hidup investor dalam melakukan sejumlah keputusan strategis.


“Monkeys Did, Monkeys Do”, begitulah ilustrasi yang dapat digambarkan bagi pelaku pasar di pasar keuangan di belahan dunia manapun. Sehingga hanya sebagai kecil saja yang dapat dikatakan sebagai The Real Investor. Sehingga tidak berlebihan bila kita menyebut bahwa sebenarnya banyak orang”gila” di pasar keuangan khususnya pasar modal. Di bagian manakah kita?. Kita sendiri pasti bingung membedakannya.

Apapun Hasilnya Tidak Akan Merubah Nasib dalam Sekejap


Medan Bisnis, 18 Juni 2012
Hari-hari yang ditunggu akhirnya datang juga. Yunani kembali menggelar menggelar pemilihan umum yang menentukan nasib dari Yunani, apakah tetap tinggal dengan mata uang Euro atau kembali ke mata uang asal Yunani bernama Drachma. Keputusan tersebut akan ditentukan pada tanggal 17 Juni kemarin. Sejauh tulisan ini dibuat, belum ada hasil terkait dengan pemilihan yang dilakukan Yunani.

Pelaku pasar keuangan tentunya berharap Yunani akan tetap bersama dengan Euro. Bila nantinya hasil keputusan dari Yunani tersebut justru diluar dari ekspektasi pasar maka kemungkinan besar bursa akan merespon negatif. Selain itu, mata uang Euro akan diperdagangkan melemah terhadap mata uang lain seperti US Dolar dan Yen. Padahal bila dikaji lebih dalam keputusan yunani yang keluar dari Euro akan memberikan dampak positif bagi kinerja bursa global termasuk IHSG.

Krisis ekonomi yang telah terjadi selama dua tahun lebih di Eropa sejauh ini memang kondisinya kian memburuk saja. Dahulu, penggabungan eropa dalam satu mata uang tunggal sempat membuat kekaguman akan superioritas eropa sebagai salah satu perekonomian yang besar dan kuat serta solidaritas antara sesama negara yang sangat baik dibandingkan sejumlah negara lain yang ada di dunia ini.

Namun, saat ini solidaritas tersebut sepertinya telah sirna. Kesepakatan bersama dalam kebijakan fiskal tidak menemui titik temu dan membuat proses penyelesaian krisis menjadi berlarut-larut. Jerman menjadi satu-satunya negara di Eropa yang memiliki fundamental ekonomi sangat kuat saat ini di Eropa. Dan jerman memegang sejumlah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah yang tengah krisis.

Italia dan Spanyol menjadi negara yang terkena imbas selanjutnya dari krisis yang berlangsung saat ini. Bank Sentral Eropa dan IMF yang digadang-gadangkan menjadi bumper terhadap stimulus perbaikan sistem ekonomi juga tidak begitu berfungsi dengan baik manakala krisis telah menghiggapi bagaikan kanker yang terus menyebar.

Apapun hasil yang didapat dari pemilihan umum di Yunani tidak akan berdampak signifikan terhadap proses pemulihan ekonomi eropa. Apapun bentuk penyelesaiannya tidak akan mungkin menyelesaikan permasalahan krisis yang melanda eropa dengan waktu yang relatif singkat.  Proses penyelesaian krisis di Eropa membutuhkan waktu yang tidak sebentar serta komitmen sejumlah pemerintahan kawasan yang seragam.

Selain itu, kepentingan jerman yang ingin menyelematkan Eropa dari krisis keuangan bukan merupakan salah satu alasan murni Jerman ingin membantu Yunani. Namun, karena Jerman menjadi pembeli obligasi yang paling besar diantara negara lain, sehingga terlihat jerman yang begitu bersikeras agar Yunani di bailout.

Keinginan jerman tersebut mengindikasikan bukan berarti Jerman mampu menyelesaikan masalah, namun hanya merupakan bentuk kepentingan jerman terhadap asset yang dimilikinya sendiri. Ketidak harmonisan bukan hanya terjadi di sejumlah negara anggota Euro itu sendiri. Namun ketidakharmonisan juga terjadi di parlemen Yunani sejak dimenangkan oleh presiden yang tidak suka dengan bailout dan memiliki pandangan sosialis. Itulah kenapa masyarakat Yunani diminta untuk menentukan nasibnya sendiri daripada mengandalkan pemerintahnya.
Dalam siklus ekonomi yang kita ketahui, bahwa tidak ada yang mampu mencegah negara yang terperosok dalam krisis dan berbalik naik dalam waktu yang singkat setelah krisis itu terjadi. Proses penyelesaian krisis yang cepat hanya akan terjadi bila baik masyarakat dan pemerintahnya sama-sama memberikan andil positif terhadap penyelesaian krisis secara keseluruhan.

Baik atau buruk hasil pemilihan Yunani sangat bergantung dari bagaimana kita melihatnya. Seorang investor saham akan senang menilai baik bila Yunani tetap bergabung dengan Euro. Importir di negara kita juga sama lebih memilih agar Yunani tetap di Eropa. Namun eksportir di negara kita justru bisa diuntungkan dengan keluarnya Yunani dari zona Eropa. Namun, bagi Yunani tetap atau keluar dari Euro hanya merupakan pilihan yang belum menjanjikan sesuatau apapun.