Medan Bisnis, 26 November 2012
Terkait dengan pencalonan gubernur sumatera utara banyak program yang dicanangkan.
Sebenarnya muara dari semua program calon Gubernur tersebut adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat SUMUT.
Namun pada kenyataannya, untuk melakukan program itu semua dari pemerintahan dahulu hingga saat ini masih terjebak masalah klasik yang belum terselesaikan dengan baik.
Berikut beberapa rekomendasi yang semestinya dapat dilakukan oleh pemimpin terpilih nantinya.
Muara dari program ekonomi adalah pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan.
Untuk mewujudkan itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah terpilih nantinya :
Pertama, perbaiki infrastruktur yang ada di SUMUT.
Pelabuhan merupakan salah satu pintu masuk bagi aktifitas ekonomi di SUMUT. Pelabuhan belawan memiliki masalah klasik seperti lamanya bongkar muat yang dilakukan di pelabuhan tersebut. Walaupun Pelabuhan merupakan domain pekerjaan dari PT. Pelindo. Namun pemerintah dapat memberikan kontribusi dalam bentuk perizinan maupun kemudahan bagi PT Pelindo untuk terus merevitalisasi pelabuhan utama SUMUT tersebut.
Kedua, kualitas jalan yang ada di SUMUT harusnya segera diperbaiki. Sejauh ini kualitas jalan di SUMUT memang mengalami perubahan namun masih jauh dari harapan masyarakat. Konektivitas yang menghubungkan antara wilayah ekonomi strategis di SUMUT belum terhubung dengan cukup baik. Sehingga lalu lintas barang menjadi terganggu dan menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi di SUMUT.
Ketiga, Pemerintah nantinya juga harus mampu merealisasikan program-program ekonomi yang tertuang dalam mega proyek pemerintah seperti MP3EI. Pembangunan kawasan ekonomi khusus mutlak segera dilaksanakan guna pemerataan pembangunan ekonomi di SUMUT. Sei mangke yang tengah digadang-gadangkan menjadi kawasan ekonomi khusus harus dipercepat pembangunannya. Pemerintah juga harus berperan aktif dalam percepatan pembangunan bandara udara kuala namu (Proyek KEMENHUB).
Kelima, Setelah pelabuhan, jalan dan kawasan ekonomi khusus (KEK) maka selanjutnya pemerintah harus mempersiapkan infrastruktur lain berupa penyediaan sumber energi (pasokan listrik) guna mendukung program pemerintah tersebut.
Keenam, lakukan reformasi birokrasi. Peran pemerintah sebagai regulator harus dioptimalkan dalam mendukung iklim investasi yang baik. lakukan budaya kerja yang pro akan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pungli, birokrasi yang rumit maupun tidak responsif menjadi masalah klasik yang mutlak harus segera dibenahi. Iklim investasi yang baik akan mengakselerasi investasi yang berguna khususnya terhadap penghiliran industri unggulan SUMUT seperti perkebunan.
Ketujuh, pemerintahan nantinya harus mampu mempersiapkan SDM yang mumpuni. untuk itu pendidikan dan kesehatan harus direvitalisasi. Ciptakan masyarakat yang dapat mengakses rumah sakit (Puskesmas 24 jam sudah sgt membantu)dan pendidikan yang layak. Sejauh ini pendidikan di SUMUT belum dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja yang profesional di bidang-bidang khusus, jangan sampai nanti tenaga ahli justru didatangkan dari luar.
Kedelapan, lakukan pemberdayaan UMKM. Pemerintah harus mampu membantu perbankan di SUMUT untuk membentuk sebuah asuransi yang menjadi bumper terhadap kemungkinan kegagalam masyarakat SUMUT dalam menjalankan usaha. Sehingga nantinya kredit yang disalurkan ke UMKM tidak perlu menggunakan jaminan namun dapat digaransikan oleh asuransi tersebut. Kerjasama PEMDA dengan Bank Indonesia sebagai regulator bisa lebih dintensifkan lagi.
Pemerintah seharusnya mampu mengembangkan perekonomian SUMUT dengan cara-cara seperti diatas. Bila konektivitas sudah terhubung dengan baik, infrastruktur memadai, SDM tersedia dan iklim investasi sudah baik. maka dengan sendirinya kemiskinan maupun pengangguran akan berkurang. Sehingga anggaran khusus yang digelontorkan berupa uang tunai kemasyarakat tidak diperlukan lagi.
Secara keseluruhan yang dibutuhkan oleh pemerintah mendatang adalah akselerasi dan inovasi. Menurut saya program kerja yang ditawarkan oleh semua calon gubernur SUMUT masih sebatas retorika. Belum ada program kerja yang dijelaskan secara lebih spesifik. Seperti misalkan pemerintah akan menyediakan ice box di sejumlah pasar tradisional atau pemerintah akan menghapus pungli di suatu daerah secara mendetail.
Janji calon GUBSU saat ini akan sulit ditagih bila mereka terpilih nantinya. Kerangka pembangunan ekonomi SUMUT masih akan mengikuti kerangka pembangunan ekonomi dari pusat. Tantangan kita kedepan adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berjalan di tahun 2015, sejauh ini belum ada calon GUBSU yang memiliki kerangka ekonomi guna menghadapi tantangan tersebut.
Semua yang disajikan didalam Blog ini merupakan artikel yang dimuat dibeberapa Media Cetak dalam negeri. Merupakan opini pribadi dan tidak merefleksikan pandangan dari institusi dimana penulis bekerja saat ini. Semoga Bermanfaat.
Tuesday, December 04, 2012
Pemerintah, Buruh dan Pengusaha
Medan Bisnis, 19 Oktober 2012
Tak bisa dihindari lagi, ketika pertumbuhan ekonomi
terus dipacu agar tetap mengalami kenaikan, maka disaat itu pula akan muncul
inflasi. Dimana ada kenaikan harga barang yang ditimbulkan dari kian
menggeliatnya roda perekonomian yang tengah kita bangun sendiri. Pertumbuhan
ekonomi merupakan indikator ekonomi yang terus di pacu oleh semua presiden yang
pernah memimpin Republik ini. Namun, konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi itu
justru menjadi boomerang bagi pemerintah kita saat ini, seperti aksi
demonstrasi para buruh yang meminta kenaikan Upah Minimum Regional (UMR).
Logika yang paling sederhana untuk menggambarkannya
adalah, bila awalnya seorang buruh bekerja dan dibayar Rp.1.000.000,-. Dengan
gaji tersebut kebutuhan buruh cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun
dalam waktu setahun kemudian harga-harga barang mengalami kenaikan seiring
dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat kita yang ditimbulkan oleh
pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Kita misalkan inflasi naik 5% dalam setahun,
Maka idealnya gai buruh tersebut seharusnya juga mengalami kenaikan yang sama
sebesar 5%.
Jika gaji buruh tetap atau naik dibawah angka inflasi,
maka sebenarnya buruh itu mengalami penurunan pendapatan. Gaji yang tak kunjung
naik sementara harga barang kebutuhan mengalami kenaikan maka dengan sendirinya
dapat disimpulkan bahwa pendapatan kita sebenarnya sudah tidak cukup lagi untuk
memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Dan saat ini para buruh tengah melakukan
demonstrasi guna menuntut kenaikan upah guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Permasalahan perburuhan di Indonesia masih menjadi
masalah klasik. Saat ini buruh memminta kenaikan gaji yang direspon positif
oleh pemerintah. Bahkan pemerintah menyatakan bahwa gaji buruh minimal seperti
gaji PNS. Rencana kenaikan gaji buruh yang tajam seperti yang dituntut saat ini
jelas akan berdampak secara langsung terhadap perekonomian kita. Bahkan rencana
kenaikan sebesar itu harus dipertimbangkan matang matang. Karena kenaikan
secara tajam maupun tidak dinaikkan sama sekali berpotensi merugikan buruh itu
sendiri.
Kita tentunya berharap bahwa kesejahteraan para tenaga
kerja di Indonesia harus menjadi prioritas yang melambangan kemakmuran bagi
kita bersama. Namun, ada beberapa hal yang harus diwaspadai. bila pemerintah benar-benar menaikkan gaji buruh (seperti yang dituntut) maka
besar peluang harga barang kebutuhan akan mengalami kenaikan. Salah satu yang
akan mengalami kenaikan paling tajam adalah biaya sewa rumah.
Kenaikan gaji buruh jelas akan memicu kenaikan laju
inflasi. Karena jumlah buruh diIndonesia itu tidak sedikit. Sehingga pemerintah
harus bijak, jangan samapi kenaikan gaji buruh justru tidak begitu bermanfaat
bagi buruh itu sendiri, karena begitu mereka mendapatkan gaji, harga barang-barang
kebutuhan juga merangkak naik. Dan bila nantinya kenaikan upah ternyata tidak
sebanding dengan kenaikan laju inflasi, maka secara rill buruh kita justru
tetap dirugikan oleh kenaikan upahnya sendiri.
Selain itu, Kenaikan harga barang tidak hanya
disebabkan oleh sisi permintaannya saja. tetapi disaat ada kepastian bahwa gaji
buruh akan dinaikkan, maka besar kemungkinan harga barang akan bergerak naik,
karena biasanya para spekulan akan mengantisipasi kemungkinan kenaikan gaji
guna mendapatkan keuntungan. Kita harus belajar dari kenaikan gaji PNS yang
saban dinaikkan maka kenaikan harga barang juga mengkuti dibelakangnya.
Muncul masalah lainnya yaitu kenaikan gaji justru
membuat iklim investasi di Indonesia menjadi kurang menarik.
komponen biaya modal yang dikeluarkan para penguasaha akibat kenaikan gaji buruh akan mengakibatkan produk yang dihasilkan menjadi kalah saing. Untuk itu pemerintah harus jeli menghitung rencana kenaikan gaji buruh itu sendiri. Jangan sampai kenaikan gaji para buruh justru membuat iklim nvestasi menjadi kurang baik dan berdampak buruk bagi perekonomian dan secara nyata akan menurunkan daya saing kita.
komponen biaya modal yang dikeluarkan para penguasaha akibat kenaikan gaji buruh akan mengakibatkan produk yang dihasilkan menjadi kalah saing. Untuk itu pemerintah harus jeli menghitung rencana kenaikan gaji buruh itu sendiri. Jangan sampai kenaikan gaji para buruh justru membuat iklim nvestasi menjadi kurang baik dan berdampak buruk bagi perekonomian dan secara nyata akan menurunkan daya saing kita.
Jangan sampai itu terjadi, karena penurunan saya saing
bisa berdampak pada hengkangnya sejumlah perusahaan dari Indonesia ke luar.
Selain itu, kenaikan upah buruh justru akan membebani industri-industri yang
telah dibangun khususnya industri yang justru digerakkan oleh sektor padat
karya. Ini yang harus diwaspadai oleh pemerintah, jangan sampai salah langkah.
Sehingga, bila gaji buruh naik maka konsekuensi buruk
akibat kenaikan tersebut akan membuat buruh itu kehilangan pekerjaannya. Dan
ini bisa membuat pengangguran di Indonesia semakin memburuk.
Untuk itu, keputusan menaikkan gaji buruh seharusnya memikirkan segala
kemungkinan yang tidak hanya dari sudut pandang salah satu pihak saja. Dibutuhkan
kebijakan yang win-win solution bagi
semua pihak.
Karena pada dasarnya kenaikan gaji buruh bisa berdampak negatif yang besar bagi buruh itu sendiri.
Karena pada dasarnya kenaikan gaji buruh bisa berdampak negatif yang besar bagi buruh itu sendiri.
Pemerintah seharusnya mampu menjadi penengah atau mediator
atas kisruhnya masalah perburuhan kita saat ini. Pemerintah seharusnya tidak
mengeluarkan komentar-komentar yang menyesatkan dengan akan menaikan gaji
buruh. Pemerintah seharusnya memiliki ukuran maupun alat yang ideal guna
menghitung rencana menaikan gaji buruh. Karena komentar-komentar yang
dilontarkan pemerintah bersifat pragmatis dan dinilai menyesatkan bahkan berbau
politis.
Pemerintah sebenarnya menyadari bahwa kenaikan upah
buruh akan membebani industry diwilayahnya. Kenaikan upah buruh yang tidak
masuk akal justru akan merugikan buruh itu sendiri. Bila pemerintah langsung
mengatakan iya pada saat buruh menuntut upahnya dinaikkan maka kesan yang
muncul adalah pemerintah mencoba untuk menghindar dari masalah dan seperti
membangun persepsi seolah-olah pemerintah peduli dengan buruh (pencitraan).
Seharusnya pemerintah mampu menjadi mediator terhadap masalah perburuhan ini. Berdiskusilah kepada para pengusaha buruh dan pemerintah. Jangan sampai salah ambil kebijakan. Karena akan berdampak negatif bagi pemerintahan itu sendiri. Karena selain diberikan kewenangan untuk menaikkan upah buruh (UMR), emerintah juga memiliki tugas untuk menciptakan lapangan kerja.
Bersama Kita Pantau Bank SUMUT
Medan Bisnis, 12 November 2012
Terkait maraknya aksi demonstrasi yang menentang pencalonan
sejumlah direksi Bank SUMUT, maka berikut beberapa poin yang seharusnya menjadi
perhatian Gubernur maupun Masyarakat SUMUT sebagai pemegang saham Bank SUMUT
pada umumnya. Saat pencalonan Direksi maka calon direksi tersebut akan melewati
suatu tahapan seleksi yang diberinama Fit
And Proper Test.
Fit berarti calon direksi harus memiliki kompetensi yang
mumpuni di Perbankan. Harusnya calon direksi tersebut setidaknya memiliki
pengalaman 15 tahun di Perbankan dan memiliki pengetahuan yang luas tentang
keuangan, perbankan maupun ekonomi.
Dalam kaitannya dengan Fit Test ini maka biasanya calon
Direksi yang muncul dari kalangan internal (bank SUMUT) itu sendiri memiliki
peluang yang lebih baik dibandingkan calon yang muncul dari luar Bank SUMUT.
Karena kompetensi calon direksi tersebut
lebih meyakinkan meskipun itu bukan merupakan suatu hal yang mutlak.
Nah, Proper Test merupakan tes untuk menguji integritas dari
si calon direksi tersebut. Track record
di masa lalu menjadi kunci utama untuk bisa melewati tes ini. Sehingga bila ada
satu calon melanggar ketentuan perundang-udangan perbankan maka track record nya bisa dikatakan buruk.
Dan bila pelanggaran itu terbukti dimasa lalu, maka besar kemungkinan calon yang diajukan tersebut akan gugur saat diseleksi oleh Bank Indonesia. Sehingga bila masyarakat memiliki bukti yang cukup kuat seorang calon direksi melakukan pelanggaran perbankan dan bisa dibuktikan maka jangan segan-segan untuk menyerahkannya ke Bank Indonesia.
Dan bila pelanggaran itu terbukti dimasa lalu, maka besar kemungkinan calon yang diajukan tersebut akan gugur saat diseleksi oleh Bank Indonesia. Sehingga bila masyarakat memiliki bukti yang cukup kuat seorang calon direksi melakukan pelanggaran perbankan dan bisa dibuktikan maka jangan segan-segan untuk menyerahkannya ke Bank Indonesia.
Nah, namun yang digadang-gdangkan saat ini adalah adanya indikasi
dugaan korupsi oleh sejumlah calon direksi Bank SUMUT. Sejauh ini saya melihat
korupsi bisa memperburuk integritas si calon Direksi. Akan tetapi, saya yakin
sekali Bank Indonesia pastinya tidak akan menggunakan wacana tersebut sampai
wacana itu bisa dibuktikan di pengadilan.
Untuk kasus korupsi sebaiknya pemegang saham Bank SUMUT
merekomendasikannya kepada Gubernur maupun melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) agar lebih selektif dalam memberikan nama-nama calon direksi yang
direkomendasikan. Saya yakin, tanpa bukti yang kuat dan tidak diputuskan secara
hukum, maka dugaan korupsi sejumlah calon direksi hanya akan menjadi wacana dan
tidak akan dipertimbangkan maupun penilaian untuk proses tahapan seleksi
Diretur Bank SUMUT.
Bank SUMUT masih ditimpa beberapa masalah lain selain
kekosongan sejumlah posisi direksi. Seperti sejumlah pihak yang menilai bahwa
kinerja Bank SUMUT yang terus turun. maka baiknya kinerja segera diperbaiki.
Besar kemungkinan ini ada kaitannya dengan kekosongan sejumlah direksi di Bank
SUMUT.
Sebagai masyarakat SUMUT yang memiliki Bank SUMUT, baiknya
kita harus terus memantau kinerja Bank SUMUT saat ini. Bagi komite audit
independen yang ada, sebaiknya melakukan pengawasan yang penuh dan memberikan
informasi yang independen dan tidak memposisikan pada satu pihak tertentu.
Keterbukaan informasi harus diberikan saat ini guna kebaikan kita bersama.
Tidak lama lagi kita akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA), itulah tantangan besar perbankan nasional menghadapi kebebasan era
perbankan di tahun 2015 mendatang. Dan Bank SUMUT juga tidak akan terlepas dari
persaingan regional tersebut. Selain itu, masalah-masalah yang muncul juga sedikit
memudarkan rencana Bank SUMUT yang akan Go Publik.
Ada begitu banyak masalah maupun rintangan yang harus di hadapi Bank SUMUT kedepan. Jangan sampai masalah kekosongan sejumlah posisi direksi ini justru akan membuat daya saing Bank SUMUT menjadi menurun. Bank SUMUT yang sejatinya milik masyarakat SUMUT sudah seyogyanya menjadi lokomotif bagi kesejahteraan masyarakat SUMUT. Dan jangan sampai berputar-putar pada masalah internal dan menganggu proses intermediasi bank SUMUT itu sendiri.
Maksimalkan Edukasi Untuk Kurangi Porsi Asing
Medan Bisnis, 5 November 2012
Dalam
suatu kesempatan, ketua PIPM (Pusat Informasi Pasar Modal) Medan menyatakan
bahw posisi aset milik asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 60%. Posisi
investasi asing di Buras Efek Indonesia (BEI) sebesar 60% sangat beresiko bagi
bangsa ini. IHSG justru dengan sangat mudah untuk dijadikan ajang spekulasi
bagi investor asing. Umumnya, para investor di bursa selalu menjadikan posisi transaksi
investor asing sebagai tolak ukur dalam bertransaksi.
Seperti bila
Asing melakukan posisi transaksi Net Buy
(Beli Bersih), maka biasanya investor lokal akan melakukan pembelian saham
mengikuti yang dilakukan asing.
Demikian halnya juga bila asing melakukan posisi transaksi Net Sell (Jual Bersih), akan banyak investor lain yang melakukan hal serupa.
Demikian halnya juga bila asing melakukan posisi transaksi Net Sell (Jual Bersih), akan banyak investor lain yang melakukan hal serupa.
Sehingga ada
kecenderungan IHSG akan turun di saat asing melakukan Net Sell, dan akan naik
bila Asing melakukan Net Buy. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat Asing
memiliki dana yang lebih besar dari investor lokal yakni 60%. Pola transaksi di
BEI saat ini belum merepresentasikan pengetahuan masyarakat akan pasar modal. Mungkin
hanya 1 s.d. 3% masyarakat kita yang tahu akan pasar modal, selebihnya tidak.
Nah, kondisi ini
akan membuat pasar keuangan kita semakin rapuh. Bila investor asing mau membeli
saham di BEI, maka mereka harus mengkonversi mata uang yang mereka miliki
kedalam bentuk Rupiah. Sehingga akan ada terjadi capital inflow yang bisa saja menyebabkan Rupiah itu menguat.
Selanjutnya
saham yang mereka beli dalam jumlah besar tentunya berpeluang mengalami
kenaikan. Dan setelah naik mereka (asing) bisa saja menjual sahamnya. Uang yang
didapat dari menjual saham tentunya akan mereka bawa kembali ke negara asal. Dengan
demikian akan ada permintaan akan valas dan mengakibatkan Rupiah bisa melemah (capital outflow).
Banyak dari kita
yang tidak menyadari hal ini. penguasaan asing di Pasar Modal bisa dikatakan
sebagai uang panas (hot money) yang
bisa saja keluar dan berdampak negatif bagi perekonomian nasional. Keberadaan
PIPM didaerah sejatinya menjadi penggerak agar masyarakat kita paham mengenai
pasar modal dan mengurangi dominasi asing.
Transaksi di
pasar modal merupakan salah satu instrumen dari pasar keuangan. Meskipun
sebenarnya hanya masuk dalam kategori pasar keuangan, namun keberadaannya bisa
berdampak bagi perekonomia nasioal. Manfaat dari keberadaan Bursa Efek adalah
untuk mempertemukan antara para pemodal dan yang membutuhkan modal. Pada
hakekatnya bila perusahaan membutuhan modal maka ada beberapa cara yang umum dikenal,
yaitu menerbitkan saham atau menerbitkan obligasi.
Disaat sebuah
perusahaan menerbitkan saham atau biasa dikenal dengan IPO, disinilah
sebenarnya perpindahan modal dari orang yang membutuhkan dengan yang kelebihan
modal. Dan IPO ini benar-benar sangat erat kaitannya dengan sektor rill, karena
uang (modal) yang dihasilkan dari penerbitan saham akan digunakan untuk
membiayai rencana strategis bagi perusahaan itu sendiri.
Namun, tidak
sampai disitu. Transaksi saham yang telah dijual ke masyarakat justru akan
ditransaksikan (diperjual belikan) oleh sejumlah pemodal atau investor. Transaksi
model ini sering dikenal dengan transaksi di pasar skuunder. Nah disini
transaksi tersebut dinilai tidak begitu banyak bermanfaat bagi perekonomian
khususnya sektor rill.
Investor asing
yang memiliki modal besar berpeluang menjadi market leader dan mampu
menggerakan harga saham sesuai dengan keinginan. Keluarnya arus modal asing
dari negeri tidak terlepas dari peran asing yang juga melakukan langkah serupa
yaitu keluar (menjual) saham dan membawa keuntungannya dalam denominasi mata
uang negaranya sendiri (asing/US$).
Sehingga penguatan atau pelemahan nilai tukar Rupiah yang merupakan ekses dari transaksi di pasar keuangan justru dapat menganggu stabilitas ekonomi sebenarnya (sektor rill). Meminimalkan peran asing berarti memaksimalkan peran investor lokal. Sayangnya langkah ini tidaklah semudah berwacana. Peran masyarakat harus terus dikembangkan di pasar keuangan. Peran PIPM di daerah sejatinya harus meningkatkan peran masyarakat sekitar dalam berinvestasi di pasar modal. Kalau tidak ingin asing yang justru mengeruk keutungan dari kita.
Eropa, Komoditas, Rupiah Dan Bank Indonesia
Medan Bisnis, 29 Oktober 2012
Dalam beberapa
minggu kedepan, mata uang Rupiah berpeluang tertekan hebat seiring kian
memburuknya data-data perekonomian eropa. Tren penguatan US Dolar di pasar
global berpotensi membuat kinerja mat uang Garuda merosot. Banyak sentimen yang
membuat US Dollar berpeluang menguat terhadap sejumlah mata uang utama dunia
termasuk Rupiah. Salah satu diantaranya datang dari eropa.
Dimana tingkat
pengangguran di Spanyol memprihatinkan. Dari 4 orang spanyol, satu diantaranya
berstatus pengangguran. Tingkat pengangguran di spanyol mencapai 25%, suatu hal
yang dinilai tidak begitu baik bagi perekonomian suatu negara. Tingginya angka
pengangguran tersebut membat Spanyol berubah pikiran. Spanyol pun meminta dana
talangan kedua (bailout).
Kekhawatiran
tersebut akan memaksa pemerintah spanyol untuk menerbitkan obligasi yang
bunganya jauh lebih tinggi dari obligasi negara lain. Ada sejumlah faktor
resiko yang mengakibatkan bunga obligasi spanyol harus ditebus dengan harga
yang sangat mahal. Mata uang Euro pun merosot terhadap mata uang US Dolar.
Keperkasaan US
Dolar tidak berhenti disitu, spekulasi mengenai kemungkinan Bank Sental Jepang
(BOJ) akan menempuh langkah serupa seperti yang dilakukan Bank Sentral AS (The
FED) turut membuat Yen Jepang melemah terhadap US Dolar. USD/Yen saat ini
diperdagangkan di kisaran 79.60. Pelemahan Yen tentunya akan membuat amunisi
bagi US Dolar untuk terus menguat terhadap sejumlah mata uang dunia lainnya.
Disisi lain,
penguatan US Dolar akan membuat harga komoditas dunia mengalami tekanan. Harga
emas dan minyak dunia diperkirakan akan terus tertekan seiring dengan penguatan
mata uang US Dolar itu sendiri. Harga emas dunia yang saat ini terus merosot
dan mendekati level $1700/Troy Ons menegaskan bahwa penguatan US Dolar juga
berimbas pada kinerja harga emas dunia.
Sebelumnya emas
sempat diprediksikan mengalami penguatan bila Spanyol benar-benar akan menerima
dana talangan. Sulitnya proses untuk menerima dana talangan tersebut serta
proses tarik ulur yang berkepanjangan membuat sejumlah harga komoditas
mengalami penurunan. Harga emas tersebut diperkirakan akan bertahan di level
support $1700/Troy Ons, menunggu sinyal dari membaiknya sejumlah indikator
proses pemulihan di Eropa agar mampu berbalik naik.
Harga minyak
dunia (light sweet) berada dikisaran $86/barel. Harga minyak dunia juga terus
mengalami penurunan sejak sempat diperdagangkan naik di kisaran $120/barel awal
tahun ini. Faktor musiman sangat mempengaruhi harga minyak dunia. Menjelang
akhir tahun tren kebutuhan akan minyak dunia diperkirakan akan naik seiring
dengan musim dingin yang melanda sejumlah negara di belahan Eropa dan Amerika.
Dampak penguatan
mata uang US Dolar juga berpengaruh terhadap kinerja harga minyak dunia. Meski
demikian penguatan US Dolar diyakini hanya berdampak sedikit terhadap perubahan
harga minyak dunia.
Bagi Indonesia,
penguatan US Dolar akan membuat mata uang rupiah serta sejumlah harga barang
lainnya akan berubah seiring dengan tren penguatan US Dolar di pasar dunia. Tekanan
terhadap Rupiah masih akan terjadi seiring dengan tingginya ketidakpastian yang
terjadi di Eropa maupun sejumlah indikator lain seperti melemahnya kinerja
ekonomi di Asia.
Sejauh ini
Rupiah diperdagangkan di atas kisaran level 9600/US Dolar. Lebih tepatnya
Rupiah sempat diperdagangkan dikisaran 9635/US Dolar. Bila mencermati hara
US$/Rupiah dipasar uang, sejumlah Bank menetapkan selisih harga Bid/Offer nya
dalam rentang yang sangat lebar. Seperti bila kita ingin menjual 1 Dolar nilai
tukarnya ada di kisaran 9550-an, namun bila kita ingin membeli US Dolar maka
kisaran harga yang ditawarkan 9620-an.
Sebuah selisih
harga yang tidak bersahabat (biasanya 5 atau 10 poin selisihnya). Baik
eksportir dan importir sama-sama memiliki posisi yang tidak mengenakkan dalam
bertransaksi guna memenuhi kebutuhan ekspor-impornya. Harga US Dolar–rupiah
seperti ini kerap terjadi bila Rupiah bergerak dalam volatilitas yang tinggi
serta memiliki kecenderungan yang melemah. Bank Indonesia menjadi benteng
terakhir guna menghadapi tren pelemahan Rupiah saat ini.
Disatu sisi para eksportir dan importir menginginkan kepastian nilai tukar yang stabil. Padahal kepastian yang mereka hadapi justru ketidakpastian itu sendiri. Sementara itu Bank Indonesia diyakini sulit untuk mengupayakannya, karena ruang gerak BI kian sempit bila US Dolar terus membentuk tren penguatan. Penulis hanya meyakini bahwa akan ada satu pihak (sisi) yang akan dirugikan. Mudah2an semua bisa menerima.
Petani Akan Tetap Miskin Walaupun Ekspor Sawit Dibatasin
Medan Bisnis, 22 Oktober 2012
Pemerintah
berencana untuk melakukan kebijakan pembatasan ekspor sawit seiring dengan
turunnya harga sawit mentah (CPO) di pasaran dunia. Petani di SUMUT sebagai
penghasil sawit tidak bisa menghindari rontoknya harga sawit saat ini.
Tingginya persediaan seiring dengan puncak musim panen membuat pemerintah tak
berdaya menahan kejatuhan harga CPO di dalam negeri.
Di Malaysia persediaan CPO mencapai 2.4mn Ton pada
bulan september 2012. Persediaan tersebut merupakan tingkat tertinggi dalam 5
tahun terakhir. Dalam satu bulan persediaan CPO di malaysia naik 17% atau
sekitar 0.4mn Ton. Sementara itu, produksi justru terus mengalami kenaikan
dalam kurun waktu sebulan sebesar 20% atau sebesar 2mn Ton. Sementara itu laju
ekspornya justru hanya naik 1.5mn Ton.
Sehingga persedian CPO di pasar dunia masih sangat tinggi dan
berpeluang menekan harga sawit yang saat ini ditingkat level petani kita Rp.700
per Kg. Dan yang paling buruk adalah data yang ditujukan oleh societe generale
de surveilence dimana ekspor CPO malaysia dalam 10 hari terkahir di bulan
september mengalami penuruan 8.7% dibandingkan 10 hari pertama bulan september
lalu.
Untuk
menaikkan harga sawit pemerintah di kedua negara yakni Malaysia dan Indonesia
sepakat untuk mengendalikan ekspor di bawah kebijakan masing-masing. Indonesia
dan Malaysia merupakan negara penghasil CPO terbesar yang menguasai 85% pasokan
CPO dunia. Dan Indonesia sendiri menguasai 50% pasokan CPO dunia. Malaysia
berencana untuk mengurangi bea keluar menjadi sekitar 8%-10% dari bea keluar
saat ini yang sebesar 23%.
Pemerintah Malaysia juga tengah melakukan replanting terhadap
100.000 hektar perkebunan sawit yang usianya melebihi 35 tahun. Kebijakan
tersebut akan mengurangi 300.000 ton produksi kelapa sawit. Indonesia dapat melakukan beberapa hal guna menahan
pelemahan harga sawit, seperti menetapkan bea keluar murah atau bahkan Rp.0. Melakukan
replanting terhadap sawit yang sudah tua, dari sisi moneter dapat melakukan
pelemahan terhadap mata uang Rupiah/US Dolar -yang memang sejauh ini terkesan
dibiarkan melemah-.
Namun,
muncul wacana bahwa pemerintah akan membatasi ekspor agar harga kelapa sawit
dapat terdongkrak naik. Sejauh ini, wacana tersebut memang akan berdampak pada
kenaikan harga sawit. Akan tetapi, rencana membatasi ekspor sawit tersebut
tentunya hanya akan membuat petani sawit semakin terpuruk nasibnya.
Sejauh
ini yang menjadi permasalahan murahnya harga sawit adalah tingginya persediaan
yang ada di dua negara penghasil sawit dunia (Indonesia dan Malaysia) serta
menurunnya permintaan kelapa sawit dari negara luar. Sebenarnya juga ditambah
satu masalah lagi, yakni penyerapan CPO yang rendah untuk dijadikan produk
turunan kelapa sawit itu sendiri di tanah air.
Melihat
dari tingginnya persediaan serta rendahnya permintaan, maka pembatasan ekspor
sawit tidak akan memberikan dampak signifikan khususnya bagi petani sawit.
Karena pembatasan ekspor sawit justru akan tetap membuat sisi persediaan
(supply) akan semakin besar, khususnya di level petani. Sehingga kenaikan harga
CPO yang tengah diharapkan tidak akan merubah nasib para petani sawit kita.
Petani
akan menghadapi dilema yang luar biasa bila wacana pembatasan ekspor sawit
benar-benar dilakukan. Dilema yang dimaksud adalah apakah petani akan memanen
dan menjual sawitnya atau tidak melakukan apapun terhadap perkebunan sawitnya
sendiri di tengah himpitan harga sawit yang kian murah saat ini. Karena memanen
membutuhkan biaya, sementara harga sawit dari hasil panen belum tentu dapat membiayai
kehidupan para petani.
Meskipun
nantinya harga CPO naik jika pembatasan ekspor dilakukan. Namun, di tingkat
petani persediaan justru akan semakin menggunung sehingga harga sawit di level
petani tidak akan searah (linier) dengan kenaikan harga CPO di dunia. Harga CPO
dunia yang naik hanya akan membuat perbedaan harga dunia dan harga di tingkat
petani akan semakin melebar.
Bila
mengoptimalisasi produk turunan (hilir) dari sawit maka kesimpulannya adalah
kita sudah terlambat. Perlambatan ekonomi dunia tengah memasuki titik paling
bawah dan justru akan berpotensi berbalik naik. Bila nantinya sejumlah negara
besar tersebut mengalami pertumbuhan, maka dengan sendirinya harga sawit akan
berbalik naik.
Sehingga kesimpulannya adalah kita tidak akan bisa melakukan apa-apa untuk menaikan harga sawit di level petani. Namun kita belum terlambat sepenuhnya, optimalisasi penyerapan CPO di dalam negeri untuk pengembangan industri hilir memang akan bermanfaat bagi petani sawit kita dalam jangka panjang. Bagi para petani, percayalah badai ini akan berlalu. Bila pemerintah kita serius membangun industri hilir dan pertumbuhan ekonomi dunia membaik, maka di saat itu petani sawit kita akan menjadi petani paling sejahtera diantara semua jenis petani di Indonesia.
Mewaspadai Undisbursed Loan SUMUT Sebesar 70.19%
Medan Bisnis, 8 Oktober 2012
Benarkah
perekonomian SUMUT tengah berkontraksi?, jawabannya akan kita bahas dalam
tulisan kali ini. Undisbursed Loan
adalah kredit yang telah diberikan kepada Bank kepada masing-masing nasabahnya,
namun justru tidak terserap semuanya oleh para nasabah Bank tersebut. Di SUMUT ada 70.19% kredit yang tidak
diserap. Ini berarti bahwa tidak semua kredit yang diberikan oleh Perbankan di
SUMUT diserap oleh para kreditur.
Perekonomian
SUMUT yang kaya akan komoditas seperti sawit, karet maupun kopi memang
bergantung dari sisi ekspornya. Sehingga perekonomian SUMUT sangat bergantung
dari para importir dari negara lain yang menjadi langganan akan komoditas
SUMUT. Sejauh ini sawit, karet menjadi komoditas tujuan ekspor ke sejumlah
negara seperti China, India maupun Amerika dan Eropa.
Sayangnya
perekonomian di Amerika dan Eropa tengah mengalami krisis yang berkepanjangan.
Sehingga permintaan akan komoditass SUMUT juga mengalami penurunan. yang
berdampak pada melemahnya kemampuan industri SUMUT dalam melakukan ekspansi
kedepannya. Itulah mengapa penyerapan kredit di SUMUT menurun. Penurunan
tersebut sangat berkaitan erat dengan melambatnya perekonomian dari negara
lain.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa SUMUT saat ini benar-benar tengah mengalami kontraksi.
Kondisi dimana perekonomian SUMUT tengah mengecil akibat pengaruh dari minimnya
permintaan dari negara tujuan ekspor SUMUT sebelumnya. Rendahnya penyerapan
kredit menggambarkan bagaimana rendahnya kemampuan ekonomi SUMUT dalam
menghadapi tantangan memburuknya perekonomian dunia.
SUMUT tidak
mandiri dalam membangun perkonomiannya. Hal ini bisa berdampak serius pada
angka kemiskinan dan pengangguran di SUMUT. Banyak petani di SUMUT yang
tentunya akan mengalami kerugian bila kejadian ini terus berlangsung. Tidak banyak
yang bisa dilakukan oleh para pengusaha maupun petani kita. Patani dan para
pengusaha kita diminta harus terus bersabar hingga kondisi perekonomian dunia
benar-benar pulih.
Dan apa yang
terjadi dengan Perbankan kita? Tentunya perbankan di SUMUT mengalami kelebihan
likuiditas yang harus segera diserap guna mengurangi beban ekonomi yang lebih
besar lagi. Kelebihan likuiditas seperti ini berpeluang ‘memaksa’ perbankan di
SUMUT untuk menyalurkannya ke sektor-sektor konsumsi.
Menyalurkan
kredit dengan cara menawarkan kartu kredit maupun kredit tanpa agunan akan
menjadi sebuah persaingan baru industri perbankan kita. Dengan tingginya
likuiditas perbankan di SUMUT maka ada potensi Perbankan kita akan
menyalurkannya dalam bentuk kredit yang berkualitas rendah dan sangat rawan
akan resiko. Kartu kredit dan KTA memiliki peluang gagal bayar yang tinggi. Dan
ini perlu diwaspadai.
Bila
mengharapkan Bank Indonesia menjadi ‘bumper’, maka BI juga memiliki instrumen
yang terbatas dan tidak akan mampu sepenuhnya menyerap kelebihan likuiditas
perbankan kita. Kelebihan likuiditas sepenuhnya tidak boleh dibiarkan
berlarut-larut. Dan SUMUT sepertinya tidak akan mampu menghindar dari aktifitas
ekonomi yang kurang bersahabat seperti saat ini.
Ada beberapa hal
yang menjadi prioritas utama guna mengantisipasi penyerapan kredit yang rendah
ini. Pertama PEMDA dan pemerintah pusat harus bersinergi membangun
perekonomiannya dengan segera melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur
yang tertuang dalam MP3EI. Pembangunan infrastruktur dapat menjadi alternatif
dalam jangka pendek guna meminimalisir dampak negatif dari penyerapan kredit
yang rendah seperti saat ini.
Pemerintah
dituntut untuk bisa menciptakan iklim investasi yang bersahabat bagi investasi
asing guna menggantikan posisi permintaan kredit pengusaha SUMUT yang terus
menurun. Hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan namun bisa
disegerakan mengingat ada ancaman kian memburuknya perekonomian SUMUT.
Perbankan di SUMUT juga jangan terjebak dalam menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang tidak berkualitas dan tinggi resikonya. Karena hal tersebut akan memperburuk perekonomian di SUMUT. Sektor konsumsi yang menjadi basis andalan perekonomian Indonesia akan meminimalisir munculnya dampak negatif perekonomian di SUMUT. Kita harapkan undisbursed loan yang terjadi saat ini bukanlah pertanda yang mutlak terhadap gejala krisis ekonomi yang baru. Namun kita juga harus waspada akan kondisi yang memprihatinkan ini.
Peluang Indonesia Di Tengah Konflik China-Jepang
Medan Bisnis, 1 oktober 2012
Jepang dan China
dilanda perselisihan, Baik Beijing dan Tokyo mengklaim gugusan pulau di Laut
China Selatan. Perselisihan tersebut, walaupun belum menganggu investasi
Indonesia, namun dikhawatirkan Rupiah akan mengalami goncangan terhadap konflik
yang terjadi. Namun, benarkah Indonesia akan dirugikan secara finansial akibat
terjadinya konflik tersebut?, maka jawabannya adalah belum tentu Indonesia
benar-benar dirugikan akibat konflik tersebut.
Gelombang unjuk rasa anti-Jepang di China yang
terjadi sebelumnya membuat sejumlah investor Jepang yang ada di China
diperkirakan akan merelokasikan investasinya ke Negara lain. Indonesia tentunya
memiliki peluang untuk menjadi Negara tujuan investor Jepang di China yang
tengah dilanda perseteruan tersebut.
China memang diunggulkan dalam hal perdagangan
bila dibandingkan Jepang. Karena Jepang justru sangat bergantung pada ekonomi
Negara luar seperti China. Hal inilah yang diyakini oleh China sebagai
kekalahan jepang dalam perdagangan bila nantinya konflik China-Jepang semakin
memanas. China menilai posisinya diatas angin bila dibandingkan dengan Jepang.
Dan secara politis, perekonomian China yang sangat besar pada hari ini akan
meningkatkan posisi tawar China terhadap wilayah yang menjadi perselisihan.
Aksi demonstrasi anarkis yang sempat berlangsung
di hampir semua wilayah di China membuat sejumlah produsen mobil jepang memilih
untuk meliburkan seluruh karyawannya. Kondisi ini tentunya berpotensi memicu
aliran investasi keluar dari China. Terbukti Penanaman modal asing (PMA) di
China turun pada Agustus 2012 sebesar 1,4% dari periode yang sama tahun lalu dan
menjadi US$8,33 miliar.
Walaupun belum bisa dipastikan penurunan tersebut
dikarenakan konflik yang terjadi atau karena memang perlambatan ekonomi yang
terjadi di belahan dunia saat ini. Namun pastinya konflik yang tengah terjadi
tersebut berpotensi memicu aliran investasi keluar dari China. Termasuk
penarikan investasi oleh para pengusaha Jepang tentunya.
Hal yang menjadi fokus perhatian Dunia dan
menjadi kekhawatiran bila investasi di China justru mengganggu perekonomian
China secara keseluruhan. Mengingat China adalah motor penggerak pertumbuhan
ekonomi saat ini, maka kontraksi yang kemungkinan terjadi dari gejolak yang timbul
di China saat ini justru menekan
pertumbuhan ekonomi China.
Sehingga konflik yang bisa saja meluas tersebut
akan memangkas laju pertumbuhan ekonomi dunia. Dan tentunya akan menjadi beban
bagi penyelesaian krisis yang belum terselesaikan hingga saat ini. Itulah
kemungkinan negatif dari konflik yang terjadi antara Jepang dan China pada saat
ini.
Nah, bagaimana dengan posisi Indonesia?.
Indonesia bisa dirugikan dari konflik tersebut seperti melemahnya laju ekspor
ataupun melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar. Namun, di sisi lain
Indonesia justru diuntungkan dengan terjadinya konflik tersebut. Mengapa?
Indonesia bisa menjadi Negara basis industri jepang yang direlokasikan dari
China. Walaupun tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Indonesia yang tetap memacu pertumbuhannya
walaupun sejumlah Negara lain tengah menghadapi krisis tentunya menjadi magnet
bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu
pemerintah harus segera melakukan pendekatan-pendekatan secara diplomatis
terhadap pemerintah Jepang.
Dan pemerintah harus segera menyelesaikan
masalah-masalah yang menjadi penghambat inevstasi di negeri ini. Pemerintah
bisa menawarkan kemudahan investasi baik melalui keringanan pajak maupun ikut
melibatkan Jepang dalam mega proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.
ORI dan Patriotisme Bangsa
Medan Bisnis, 24 September 2012
Pemerintah telah menawarkan ORI (Obligasi Negara Ritel) seri 009 kepada masyarakat Indonesia. ORI tersebut dijual di harga Rp. 1 juta per lembarnya. Namun, bagi masyarakat yang berminat disyaratkan untuk membeli ORI minimal 5 lembar atau kelipatannya. ORI tersebut memberikan bunga sebesar 6.2% per tahun dengan masa tempo 3 tahun.
Obligas adalah surat pengakuan utang. Sehingga bila pemerintah menerbitkan Obligasi (ORI) maka dengan kata lain pemerintah mau berhutang. Hutang yang dimaksud ditujukan kepada masyarakatnya sendiri. Sehingga, masyarakatlah yang akan menjadi pihak kreditur bagi pemerintah. Penerbitan ORI menjadi alternatif peerintah dalam menyerap dana yang ada di masyarakat yang nantinya digunakan untuk membangun perekonomian masyarakat kita.
Pernah terbesit pertanyaan dari masyarakat awam yang menyatakan kenapa pemerintah kita suka berhutang ke luar negeri?. tentuntya hal tersebut sangatr erat kaitannya dengan kebutuhan pemerintah dalam memutar roda perekonomian di negeri ini. Dan telah berulang kali pemerintah menerbitkan ORI namun sayangnya ORI belum menjadi alternatif investasi bagi masyarakat kita yang sejauh ini lebih familiar dengan tabungan.
Selain sebagai instrumen hutang, seharusnya ORI juga difahami sebagai instrumen yang digunakan untuk meningkatkan semangat kebangsaan melalui instrumen keuangan tersebut.
Karena ORI merupakan bentuk kepedulian kita terhadap kondisi keuangan negara dan bisa membebaskan negara kita dari cengkaraman hutang luar negeri yang syarat dengan intervensi dan kepentingan.
Kenapa ORI bisa dikatakan sebagai instrumen yang memupuk semangat kebangsaan?. jawabannya akan dijelaskan dalam ilustrasi berikut ini. Seperti yang sering kita dengar sebelumnya, pemerintah selalu mengalami defisit neraca. defisit tersebut bisa atau terkadang harus ditambal dengan hutang.
salah satu yang menyebabkan defisit antara lain tingginya harga minyak duunia yang berdampak pada memburuknya keuangan negara karena harus menanggung beban subsisi yang sangat besar. Untuk itu pemerintah pun mengeluarkan sejumlah jurus andalan guna menghadapi kebocoran anggaran tersebut. Mulai dengan menerbitkan instrumen hutang atau menempuh cara-cara yang tidak populer seperti kenaikan harga BBM di dalam negeri.
Karena ORI merupakan instrumen hutang maka ORI diterbitkan untuk mengurangi beban APBN dengan cara berhutang. ORI dijual kepada masyarakat dengan pecahan nominal yang sangat terjangkau (Rp.1.000.000,- per lembar). Uang yang berhasil dikumpulkan masyarakat tersebut digunakan untuk membeli minyak di luar sehingga harga minyak (BBM) di dalam negeri tidak mengalami kenaikan.
Itu keuntungan pertama yang bisa dinikmati oleh masyarakat kita. Yang kedua adalah pemerintah membayar bunga (imbal hasil) lebih besar dari bunga deposito saat ORI diterbitkan. Sehingga keuntungan yang kedua tersebut juga dinikmati oleh masyarakat kita. Kalau disimpulkan pemerintah harus bayar bunga kemasyarakatnya sendiri kemudian masyarakatnya juga diuntungkan dengan harga bensin (BBM) yang tidak mengalami kenaikan.
Kok mau pemerintah melakukan seperti itu ya?, terkadang sebagai masyarakat kita tidak melihat sisi baik dari langkah pemerintah dalam mengendalikan ekonomi. Itu diakibatkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat kita tentang instrumen pemerintah tersebut. Padahal dengan membeli ORI masyarakat sebenarnya sangat diuntungkan baik secara finansial maupun tatanan ekonomi yang terbebas dari intervensi asing.
Hanya saja keputusan pemerintah menerbitkan ORI tidak diketahui oleh masyarakat kita secara keseluruhan. Hal utama yang menyebabkan hal tersebut adalah karena batasan hutang pemerintah yang bisa diserap melalui sejumlah masayarakat saja. atau dengan kata lain tidak perlu disosilaisaikan hingga ke pelosok daerah untuk mengumpulkan kebutuhan dana pemerintah itu sendiri.
Seharusnya pemerintah dapat mengoptimalkan fungsi dari masyarakat kita untuk dilibatkan dalam masalah keuangan negara. Selain itu, masyarakat kita juga diedukasi akan pentingnya keterlibatan merka dalam membangun bangsa ini. Melalui pendidikan dan sosialiasi secara terus menerus, ORI maupun surat utang pemerintah lainnya dapat dijadikan sebagai alat untuk memupuk semangat patriotisme banga kita.
Stimulus AS Dan Perekonomian SUMUT
Medan Bisnis, 17 September 2012
Sejumlah bursa
didunia menyambut baik langkah The FED (Bank Sentral AS) yang menggelontorkan
stimulus sebesar $ 40 Milyar setiap bulan untuk membeli hutang hipotek.
Sejumlah bursa larut dalam euphoria yang membuat indeks bursa dunia melesat
tajam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ikut menguat di atas 2%
mendengar kabar baik tersebut. Buntut dari stimulus juga membuat nilai tukar US
Dolar melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia termasuk Rupiah.
Stimulus oleh pelau
pasar modal dinilai sebagai langkah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Dengan stimulus diharapkan masyarakat AS akan membaik daya belinya sehingga
akan meningkatkan permintaan akan barang yang termasuk sejumlah komoditas yang
ada di Indonesia maupun barang-barang jenis lainnya. Stimulus menjadi awal baru
bagi kinerja emiten di Bursa yang selama akhir-akhir ini diperdagangkan relatif
tidak bergerak.
Apakah semua
menyambut baik stimulus tersebut?. Tentunya tidak. Resiko mata uang US Dolar
semakin membesar dengan diterbitkannya stimulus tersebut. Selain itu stimulus
juga akan menambah jumlah uang beredar (US Dolar) semakin berlimpah yang akan
mengakibatkan likuiditas akan semakin membesar dan bia berkaibat pada tingginya
laju inflasi. Namun, untuk saat ini inflasi yang terjadi justru lebih
dinantikan karena besaran inflasi menggambarkan adanya pertumbuhan ekonomi.
Khusus untuk
Sumatera Utara, Simulus AS bisa memberikan dampak baik negatif dan positif.
Sisi positifnya yaitu stimulus AS akan berdampak pada pemulihan daya beli
masyarakat disana. Sejumlah komoditas yang biasa diekspor dari SUMUT seperti
karet tentunya berpeluang untuk mengalami kenaikan. Sejumlah komoditas dari
SUMUT lainnya juga berpeluang naik bila stimulus itu benar-benar efektif dalam memperbaiki
ekonomi di Amerika.
SUMUT
merupakan wilayah yang memiliki keunggulan sumber daya alam khususnya sawit,
karet maupun kopi. Sehingga wajar ekonomi SUMUT sangat dipengaruhi oleh
permintaan sejumlah komoditas oleh negara lainnya termasuk Eropa dan Amerika.
Walaupun sejauh ini ekspor sawit Indonesia sudah beralih ke dua negara besar
asia seperti China dan India. Kedua negara di Asia tersebut saat ini menjadi
importir tebesar sawit terbesar Indonesia selanjutnya diikuti oleh Eropa dan
Amerika.
Sehingga sisi
negatif yang bisa menekan harga komoditas di SUMUT terkait dengan stimulus di
AS adalah penguatan nilai tukar Rupiah itu sendiri. Sebelumnya, Rupiah sempat
bertengger di kisaran Rp.9.600/US Dolar sebelum stimulus dikeluarkan. Saat ini,
pasca dikeluarkannya stimulus AS, Rupiah menguat tajam dan berada di kisaran
Rp.9.540/US Dolar. Penguatan tajam tersebut jelas akan menjerumuskan harga
komoditas SUMUT bila tidak diikuti oleh permintaan yang tinggi di negara
importir.
Tentunya
eksportir dari SUMUT dirugikan dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Karena
devisa hasil ekspor yang diterima akan menjadi lebih kecil bila dikonversikan
ke Rupiah. Dan hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada harga komoditas pada
tingkatan level petani. Petani SUMUT yang sudah mengeluh karena rendahnya harga
karet maupun sawit harus terus lebih bersabar lagi karena kondisi perekonomian
global tengah tidak bersahabat.
Bila
mengharapkan harga komoditas membaik maka satu harapannya adalah adanya
perbaikan harga komoditas di tingkat internasional. Tingginya permintaan
komoditas akan memicu naiknya harga komoditas tersebut sehingga mampu
mengimbangi penguatan nilai tukar Rupiah, yang secara jelas dari sisi lain akan
membebani harga komoditas di level petani. Namun, bila itu harapannya dan
terjadi dalam waktu singkat sepertinya tidak akan mungkin.
Kenapa?,
karena efektifitas dari Stimulus AS belum teruji. Langkah pemerintah AS yang
juga pernah menerbitkan stimulus sebelumnya (I dan II) juga tidak berdampak
signifikan bagi perekonomian AS itu sendiri. Sehingga dibutuhkan waktu untuk
menguji efektifitas dari stimulus AS sebelum menyimpulkan bahwa AS benar-benar
pulih dan keluar dari krisis keuangan.
Di sisi yang
lain, ekonomi Eropa juga belum menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih
baik dan pasti. Gunjang-ganjing ekonomi Eropa masih akan terus membayangi
perekonomian SUMUT. Di saat ekonomi Indonesia tengah menghadapi krisis (97/98)
harga komoditas dari SUMUT mampu bertahan karena ekspor komoditas SUMUT tidak
begitu terganggu seiring masih tumbuhnya perekonomian negara luar.
Untuk saat ini, seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian global. Gangguan terhadap ekonomi SUMUT masih akan begitu terasa walaupun sejumlah indikator ekonomi dari luar menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Pemerintah daerah harus mampu membentuk kreatifitas guna memaksimalkan SDA yang dimiliki. Salah satunya dengan memacu pertumbuhan industri di sektor hilir yang akan lebih mengoptimalkan produk-produk komoditas SUMUT.
Indonesia Masih Kuat Hadapi Krisis Eropa Dan Amerika
Medan Bisnis, 10 September 2012
Ada begitu banyak pihak
yang merasa cemas dan mengkhawatirkan perkembangan perekonomian global
akhir-akhir ini yang dikaitkan dengan kondisi perekonomian nasional. Kecemasan
tersebut tentunya sangat wajar mengingat Indonesia juga bergantung dengan
Negara lain dalam memutar roda perekonomiannya. Sehingga kekhawatiran akan
pengaruh krisis di Eropa dan Amerika terhadap Indonesia cukup beralasan.
Namun, perlukah kita
mengkhawatirkannya secara berlebihan pada saat ini?, kekhawatiran tersebut
tentunya wajar-wajar saja, namun sebaiknya kita tidak hanya terpaku menjadi
saksi perubahan krisis ekonomi saat ini dan berharap terselesaikan untuk
selanjutnya baru melakukan tindakan. Dengan kondisi ekonomi kita yang memang
turut mengalami kontraksi kecil, akan tetapi bentuk antisipasi serta tetap
menjaga momentum pertumbuhan itu menjadi suatu hal yang lebih penting lagi.
Indonesia masih
memasuki tahapan ekspansi sehingga tidak perlu mengkhawatirkan dampak krisis di
Eropa dengan kondisi perekonomian kita saat ini. Setidaknya perekonomian kita
masih tetap tumbuh, dan ketergantungan perekonomian kita terhadap perekonomian
global juga semakin mengecil.
Rendahnya rasio ekspor
terhadap Produk Domestik Bruto nasional yang terus mengalami penurunan menjadi
pertanda bagus bagi ekonomi kita. Menurut sumber Bank Dunia di tahun 2004 rasio
ekspor terhadap PDB Indonesia sebesar 32..2%, dan di tahun 2011 angka tersebut
mengecil menjadi hanya 26.3%. Dan di tahun 2009, dimana ekonomi Eropa dan
Amerika terperosok dalam, rasio ekspor terhadap PDB kita hanya sebesar 24.2%.
Oleh karena itu kita tetap mampu tumbuh ditengah terpaan krisis hebat.
Dampak negatif dari
pertumbuhan ekonomi tersebut adalah terjadinya defisit transaksi berjalan. Data
menunjukan bahwa semakin cepat perekonomian kita tumbuh, maka semakin besar
defisit transaksi yang dibukukan. Defisit yang terjadi di kuartal 2 tahun 2012
mencatatkan rekor angka 3.13% terhadap produk domestik bruto. Namun, berita
baiknya adalah terjadi impor barang-barang modal yang nantinya akan menambah
output perekonomian kita.
Walaupun terlihat
sekilas ekonomi kita berekspansi lebih kencang, namun hal ini perlu diwaspadai
dengan melakukan serangkaian kebijakan fiskal dan moneter guna mengerem ekonomi
kita agar tidak kepanasan. Di era tahun 1990 – 1996 ekonomi Indonesia pernah
tumbuh rata-rata 7% setahun. Pertumbuhan tersebut menciptakan kesejahteraan,
walupun sayangnya pertumbuhan tersebut justru membuat kita masuk kedalam jurang
krisis di tahun 1997/98.
Indonesia tengah masuk
dalam era pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan periode tersebut. Akan
tetapi pemerintah kita berupaya menjaga kestabilan fiskal dan moneter yang
sejauh ini penulis nilai cukup baik. Laju inflasi yang relatif terkendali yang
menciptakan rendahnya suku bunga dan menopang pertumbuhan ekonomi.
Rasio hutang terhadap
PDB yang terus mengalami penurunan juga merupakan salah satu kebijakan
pemerintah yang berhati-hati. Di tahun 2005 rasio hutang terhadap PDB sebesar
47%, amgka tersebut terus mengecil setiap tahunnya dan di tahun 2012 rasio
hutang to GDP tersebutu hanya menjadi 24%.
Walaupun kita tengah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun kita juga menghadapi resiko untuk jatuh kejurang yang lebih dalam. Kita harus banyak belajar dari krisis di tahun 1997/98 silam, dan sepertinya kita sudah berpengalaman dalam mencari solusinya. Pemerintah harus terus menjaga momentum tersebut dengan kebijakan yang hati-hati serta dengan kreatifitas yang tinggi. Jangan sampai pertumbuhan ini hanya bisa kita nikmati sesaat, setelah itu kita masuk kedalam jurang yang sama.
Gunjang Ganjing Rupiah Belum Akan Berakhir
Medan Bisnis, 3 September 2012
Nilai tukar
Rupiah dalam perdagangan setelah liburan panjang kemarin terus mengalami
tekanan. Dari kisaran 9.500 an per US Dolar di hari pertama perdagangan
(setelah idul fitri), rupiah saat ini sempat diperdagangkan dikisaran level
9.580 hingga 9.600. Banyak alasan yang membuat nilai tukar Rupiah melemah,
salah satunya adalah proes penyelesaian krisis di Eropa yang tak kunjung
selesai. Sehingga memicu menguatya nilaii tukar US Dolar.
Pelemahan Rupiah
juuga diikuti oleh pelemahan yang terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Sepertinya Rupiah akan masih melanjutkan perdagangan dengan volatilitas
yang tinggi serta memiliki arah pergerakan yang masih sulit untuk diperkirakan.
Mengapa? Karena ada campur tangan (intervensi) dari otoritas bursa sehingga
memungkinkan Rupiah untuk tertahan di level tertentu.
Permintaan
komoditas dari pasar domestik menurun seiring dengan krisis yang terjadi di
sejumlah negara maju seperti Eropa dan Amerika. Hal ini tentunya akan mengurangi
jumlah pasokan valas di dalam negeri, yang bisa berbuntut pada melemahnya nilai
tukar Rupiah. Indonesia masih mengandalkan komoditas pertanian seperti sawit
dan karet sebagai komoditas ekspor.
Semetara itu,
memburuknya kondisi perekonomian di sejumlah negara seperti Eropa, China,
Amerika dan Jepang membuat permintaan akan komoditas lokal menurun. Yang paling
buruk adalah permintaan akan karet alam. Harga karet pun merosot hingga 40%
akibat permintaan turun. Pelemahan nilai tukar Rupiah akhir-akhir ini memang
menolong harga karet di tingkat petani, namun tajamnya penurunan permintaan
akan karet tidak mampu membawa harga karet kembali ke level normal.
Tidak seburuk
dengan harga karet, harga sawit juga mengalami penurunan meskipun masih relatif
lebih baik dibandingkan dengan karet. Pelemahan US Dolar memberikan angin segar
terhadap kinerja ekpsor CPO. Namun, kekhwatiran justru muncul pada sisi impor.
Tingginya impor saat ini telah membuat defisit yang melebar dan menekan nilai
tukar Rupiah.
Walaupun sejumlah
menteri menyatakan bahwa peningkatan impor barang disebabkan oleh barang barang
modal. Namun, pelemahan Rupiah seharusnya tidak dibiarkan terlalu dalam
mengingat peningkatan impor barang modal tersebut berpotensi menambah laju
tekanan inflasi. Tingginya impor yang dibarengi dengan penguatan US Dolar
terhadap sejumlah mata uang asing akan menambah tekanan terhadap Rupiah.
Bila hal ini
terjadi secara terus menerus, maka besar kemungkinan Rupiah akan terus tertekan
dan bisa saja melewati level psikologis 9.600 dan menuju ke level yang lebih
tinggi. Bila BI melakuan intervensi, maka hal tersebut bisa saja sia sia dengan
catatan sebagai berikut : Tren penguatan US Dolar berlanjut di pasar
internasional, defisit tidak mampu dikurangi, semakin memburuknya perekonomian
di sejumlah negara di Asia seperti China, India dan Jepang serta tingginya
ancaman inflasi.
Namun, di akhir
perdagangan miinggu kemarin, Rupiah diperdagangkan menguat tipis. Penguatan
dipicu oleh tren pelemahan US Dolar terhadap sejumlah mata uang utama dunia.
Kenapa? Karena Bank Sentral AS memberikan pernyataan akan berbuat sesuatu
terhadap memburuknya perekonomian AS akhir-akhir ini.
Pelaku pasar
menterjemahkan pernyataan tersebut dengan adanya kemungkinan stimulus
(quantitative easing) jilid 3. Sayangnya itu masih spekulasi saja. Belum ada
keputusan konkrit mengenai apa yang akan dilakukan The FED ssecara pastinya.
Sehingga otoritas keuangan kita jangan terlalu berharap terlebih dahulu
terhadap penguatan Rupiah sseiring dengan rncana The FED nantinya.
Karena sejumlah
data perekonomian AS justru merealiasikan data yang cukup bagus. Sehingga akan
berpengaruh terhadap keputusan-keputusan yang tidak akan menggelontorkan
stimulus. Dan bila itu terjadi maka Rupiah bisa terpuruk lebih dalam lagi.
Sehingga wajar kiranya bila Bank Indonesia menyatakan bahwa Rupiah menuju ke
titik keseimbangan baru.
Kedepan, Rupiah masih akan diperdagangkan dibawah tekanan. Membaiknya nilai tukar Rupiah sangat bergntung dengan aliran investasi yang masuk ke Indonesia (capital inflow). Dengan memburuknya sejumlah indikator ekonomi baik di negara eropa, amerika dan asia. Maka besar kemungkinan Rupiah akan terus menyesuaikan (mengalami penurunan) terhadap US Dolar. Sementara itu sentimen-sentimen yang mampu mendongkrak Rupiah belum kunjung datang, kecuali Bank Indonesia melakukan intervensi yang bisa saja menggerus cadangan devisa kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)