Tuesday, December 04, 2012

Bidang Ekonomi Yang Harus Diperhatikan Calon GUBSU

Medan Bisnis, 26 November 2012
Terkait dengan pencalonan gubernur sumatera utara banyak program yang dicanangkan.
Sebenarnya muara dari semua program calon Gubernur tersebut adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat SUMUT.

Namun pada kenyataannya, untuk melakukan program itu semua dari pemerintahan dahulu hingga saat ini masih terjebak masalah klasik yang belum terselesaikan dengan baik.
Berikut beberapa rekomendasi yang semestinya dapat dilakukan oleh pemimpin terpilih nantinya.

Muara dari program ekonomi adalah pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan.
Untuk mewujudkan itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah terpilih nantinya :

Pertama, perbaiki infrastruktur yang ada di SUMUT.
Pelabuhan merupakan salah satu pintu masuk bagi aktifitas ekonomi di SUMUT. Pelabuhan belawan memiliki masalah klasik seperti lamanya bongkar muat yang dilakukan di pelabuhan tersebut. Walaupun Pelabuhan merupakan domain pekerjaan dari PT. Pelindo. Namun pemerintah dapat memberikan kontribusi dalam bentuk perizinan maupun kemudahan bagi PT Pelindo untuk terus merevitalisasi pelabuhan utama SUMUT tersebut.

Kedua, kualitas jalan yang ada di SUMUT harusnya segera diperbaiki. Sejauh ini kualitas jalan di SUMUT memang mengalami perubahan namun masih jauh dari harapan masyarakat. Konektivitas yang menghubungkan antara wilayah ekonomi strategis di SUMUT belum terhubung dengan cukup baik. Sehingga lalu lintas barang menjadi terganggu dan menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi di SUMUT.

Ketiga, Pemerintah nantinya juga harus mampu merealisasikan program-program ekonomi yang tertuang dalam mega proyek pemerintah seperti MP3EI. Pembangunan kawasan ekonomi khusus mutlak segera dilaksanakan guna pemerataan pembangunan ekonomi di SUMUT. Sei mangke yang tengah digadang-gadangkan menjadi kawasan ekonomi khusus harus dipercepat pembangunannya. Pemerintah juga harus berperan aktif dalam percepatan pembangunan bandara udara kuala namu (Proyek KEMENHUB).

Kelima, Setelah pelabuhan, jalan dan kawasan ekonomi khusus (KEK) maka selanjutnya pemerintah harus mempersiapkan infrastruktur lain berupa penyediaan sumber energi (pasokan listrik) guna mendukung program pemerintah tersebut.

Keenam, lakukan reformasi birokrasi. Peran pemerintah sebagai regulator harus dioptimalkan dalam mendukung iklim investasi yang baik. lakukan budaya kerja yang pro akan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pungli, birokrasi yang rumit maupun tidak responsif menjadi masalah klasik yang mutlak harus segera dibenahi. Iklim investasi yang baik akan mengakselerasi investasi yang berguna khususnya terhadap penghiliran industri unggulan SUMUT seperti perkebunan.

Ketujuh, pemerintahan nantinya harus mampu mempersiapkan SDM yang mumpuni. untuk itu pendidikan dan kesehatan harus direvitalisasi. Ciptakan masyarakat yang dapat mengakses rumah sakit (Puskesmas 24 jam sudah sgt membantu)dan pendidikan yang layak. Sejauh ini pendidikan di SUMUT belum dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja yang profesional di bidang-bidang khusus, jangan sampai nanti tenaga ahli justru didatangkan dari luar.

Kedelapan, lakukan pemberdayaan UMKM. Pemerintah harus mampu membantu perbankan di SUMUT untuk membentuk sebuah asuransi yang menjadi bumper terhadap kemungkinan kegagalam masyarakat SUMUT dalam menjalankan usaha. Sehingga nantinya kredit yang disalurkan ke UMKM tidak perlu menggunakan jaminan namun dapat digaransikan oleh asuransi tersebut. Kerjasama PEMDA dengan Bank Indonesia sebagai regulator bisa lebih dintensifkan lagi.

Pemerintah seharusnya mampu mengembangkan perekonomian SUMUT dengan cara-cara seperti diatas. Bila  konektivitas sudah terhubung dengan baik, infrastruktur memadai, SDM tersedia dan iklim investasi sudah baik. maka dengan sendirinya kemiskinan maupun pengangguran akan berkurang. Sehingga anggaran khusus yang digelontorkan berupa uang tunai kemasyarakat tidak diperlukan lagi. 

Secara keseluruhan yang dibutuhkan oleh pemerintah mendatang adalah akselerasi dan inovasi. Menurut saya program kerja yang ditawarkan oleh semua calon gubernur SUMUT masih sebatas retorika. Belum ada program kerja yang dijelaskan secara lebih spesifik. Seperti misalkan pemerintah akan menyediakan ice box di sejumlah pasar tradisional atau pemerintah akan menghapus pungli di suatu daerah secara mendetail.

Janji calon GUBSU saat ini akan sulit ditagih bila mereka terpilih nantinya. Kerangka pembangunan ekonomi SUMUT masih akan mengikuti kerangka pembangunan ekonomi dari pusat. Tantangan kita kedepan adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berjalan di tahun 2015, sejauh ini belum ada calon GUBSU yang memiliki kerangka ekonomi guna menghadapi tantangan tersebut.

Pemerintah, Buruh dan Pengusaha


Medan Bisnis, 19 Oktober 2012
Tak bisa dihindari lagi, ketika pertumbuhan ekonomi terus dipacu agar tetap mengalami kenaikan, maka disaat itu pula akan muncul inflasi. Dimana ada kenaikan harga barang yang ditimbulkan dari kian menggeliatnya roda perekonomian yang tengah kita bangun sendiri. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator ekonomi yang terus di pacu oleh semua presiden yang pernah memimpin Republik ini. Namun, konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi itu justru menjadi boomerang bagi pemerintah kita saat ini, seperti aksi demonstrasi para buruh yang meminta kenaikan Upah Minimum Regional (UMR).

Logika yang paling sederhana untuk menggambarkannya adalah, bila awalnya seorang buruh bekerja dan dibayar Rp.1.000.000,-. Dengan gaji tersebut kebutuhan buruh cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam waktu setahun kemudian harga-harga barang mengalami kenaikan seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat kita yang ditimbulkan oleh pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Kita misalkan inflasi naik 5% dalam setahun, Maka idealnya gai buruh tersebut seharusnya juga mengalami kenaikan yang sama sebesar 5%.

Jika gaji buruh tetap atau naik dibawah angka inflasi, maka sebenarnya buruh itu mengalami penurunan pendapatan. Gaji yang tak kunjung naik sementara harga barang kebutuhan mengalami kenaikan maka dengan sendirinya dapat disimpulkan bahwa pendapatan kita sebenarnya sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Dan saat ini para buruh tengah melakukan demonstrasi guna menuntut kenaikan upah guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Permasalahan perburuhan di Indonesia masih menjadi masalah klasik. Saat ini buruh memminta kenaikan gaji yang direspon positif oleh pemerintah. Bahkan pemerintah menyatakan bahwa gaji buruh minimal seperti gaji PNS. Rencana kenaikan gaji buruh yang tajam seperti yang dituntut saat ini jelas akan berdampak secara langsung terhadap perekonomian kita. Bahkan rencana kenaikan sebesar itu harus dipertimbangkan matang matang. Karena kenaikan secara tajam maupun tidak dinaikkan sama sekali berpotensi merugikan buruh itu sendiri.

Kita tentunya berharap bahwa kesejahteraan para tenaga kerja di Indonesia harus menjadi prioritas yang melambangan kemakmuran bagi kita bersama. Namun, ada beberapa hal yang harus diwaspadai. bila pemerintah benar-benar menaikkan gaji buruh (seperti yang dituntut) maka besar peluang harga barang kebutuhan akan mengalami kenaikan. Salah satu yang akan mengalami kenaikan paling tajam adalah biaya sewa rumah.

Kenaikan gaji buruh jelas akan memicu kenaikan laju inflasi. Karena jumlah buruh diIndonesia itu tidak sedikit. Sehingga pemerintah harus bijak, jangan samapi kenaikan gaji buruh justru tidak begitu bermanfaat bagi buruh itu sendiri, karena begitu mereka mendapatkan gaji, harga barang-barang kebutuhan juga merangkak naik. Dan bila nantinya kenaikan upah ternyata tidak sebanding dengan kenaikan laju inflasi, maka secara rill buruh kita justru tetap dirugikan oleh kenaikan upahnya sendiri.

Selain itu, Kenaikan harga barang tidak hanya disebabkan oleh sisi permintaannya saja. tetapi disaat ada kepastian bahwa gaji buruh akan dinaikkan, maka besar kemungkinan harga barang akan bergerak naik, karena biasanya para spekulan akan mengantisipasi kemungkinan kenaikan gaji guna mendapatkan keuntungan. Kita harus belajar dari kenaikan gaji PNS yang saban dinaikkan maka kenaikan harga barang juga mengkuti dibelakangnya.

Muncul masalah lainnya yaitu kenaikan gaji justru membuat iklim investasi di Indonesia menjadi kurang menarik.
komponen biaya modal yang dikeluarkan para penguasaha akibat kenaikan gaji buruh akan mengakibatkan produk yang dihasilkan menjadi kalah saing. Untuk itu pemerintah harus jeli menghitung rencana kenaikan gaji buruh itu sendiri. Jangan sampai kenaikan gaji para buruh justru membuat iklim nvestasi menjadi kurang baik dan berdampak buruk bagi perekonomian dan secara nyata akan menurunkan daya saing kita.

Jangan sampai itu terjadi, karena penurunan saya saing bisa berdampak pada hengkangnya sejumlah perusahaan dari Indonesia ke luar. Selain itu, kenaikan upah buruh justru akan membebani industri-industri yang telah dibangun khususnya industri yang justru digerakkan oleh sektor padat karya. Ini yang harus diwaspadai oleh pemerintah, jangan sampai salah langkah.

Sehingga, bila gaji buruh naik maka konsekuensi buruk akibat kenaikan tersebut akan membuat buruh itu kehilangan pekerjaannya. Dan ini bisa membuat pengangguran di Indonesia semakin memburuk.

Untuk itu, keputusan menaikkan gaji buruh seharusnya memikirkan segala kemungkinan yang tidak hanya dari sudut pandang salah satu pihak saja. Dibutuhkan kebijakan yang win-win solution bagi semua pihak.
Karena pada dasarnya kenaikan gaji buruh bisa berdampak negatif yang besar bagi buruh itu sendiri.

Pemerintah seharusnya mampu menjadi penengah atau mediator atas kisruhnya masalah perburuhan kita saat ini. Pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan komentar-komentar yang menyesatkan dengan akan menaikan gaji buruh. Pemerintah seharusnya memiliki ukuran maupun alat yang ideal guna menghitung rencana menaikan gaji buruh. Karena komentar-komentar yang dilontarkan pemerintah bersifat pragmatis dan dinilai menyesatkan bahkan berbau politis.

Pemerintah sebenarnya menyadari bahwa kenaikan upah buruh akan membebani industry diwilayahnya. Kenaikan upah buruh yang tidak masuk akal justru akan merugikan buruh itu sendiri. Bila pemerintah langsung mengatakan iya pada saat buruh menuntut upahnya dinaikkan maka kesan yang muncul adalah pemerintah mencoba untuk menghindar dari masalah dan seperti membangun persepsi seolah-olah pemerintah peduli dengan buruh (pencitraan).

Seharusnya pemerintah mampu menjadi mediator terhadap masalah perburuhan ini. Berdiskusilah kepada para pengusaha buruh dan pemerintah. Jangan sampai salah ambil kebijakan. Karena akan berdampak negatif bagi pemerintahan itu sendiri. Karena selain diberikan kewenangan untuk menaikkan upah buruh (UMR), emerintah juga memiliki tugas untuk menciptakan lapangan kerja.

Bersama Kita Pantau Bank SUMUT


Medan Bisnis, 12 November 2012
Terkait maraknya aksi demonstrasi yang menentang pencalonan sejumlah direksi Bank SUMUT, maka berikut beberapa poin yang seharusnya menjadi perhatian Gubernur maupun Masyarakat SUMUT sebagai pemegang saham Bank SUMUT pada umumnya. Saat pencalonan Direksi maka calon direksi tersebut akan melewati suatu tahapan seleksi yang diberinama Fit And Proper Test.

Fit berarti calon direksi harus memiliki kompetensi yang mumpuni di Perbankan. Harusnya calon direksi tersebut setidaknya memiliki pengalaman 15 tahun di Perbankan dan memiliki pengetahuan yang luas tentang keuangan, perbankan maupun ekonomi.

Dalam kaitannya dengan Fit Test ini maka biasanya calon Direksi yang muncul dari kalangan internal (bank SUMUT) itu sendiri memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan calon yang muncul dari luar Bank SUMUT. Karena kompetensi calon direksi  tersebut lebih meyakinkan meskipun itu bukan merupakan suatu hal yang mutlak.

Nah, Proper Test merupakan tes untuk menguji integritas dari si calon direksi tersebut. Track record di masa lalu menjadi kunci utama untuk bisa melewati tes ini. Sehingga bila ada satu calon melanggar ketentuan perundang-udangan perbankan maka track record nya bisa dikatakan buruk.

Dan bila pelanggaran itu terbukti dimasa lalu, maka besar kemungkinan calon yang diajukan tersebut akan gugur saat diseleksi oleh Bank Indonesia. Sehingga bila masyarakat memiliki bukti yang cukup kuat seorang calon direksi melakukan pelanggaran perbankan dan bisa dibuktikan maka jangan segan-segan untuk menyerahkannya ke Bank Indonesia.

Nah, namun yang digadang-gdangkan saat ini adalah adanya indikasi dugaan korupsi oleh sejumlah calon direksi Bank SUMUT. Sejauh ini saya melihat korupsi bisa memperburuk integritas si calon Direksi. Akan tetapi, saya yakin sekali Bank Indonesia pastinya tidak akan menggunakan wacana tersebut sampai wacana itu bisa dibuktikan di pengadilan.

Untuk kasus korupsi sebaiknya pemegang saham Bank SUMUT merekomendasikannya kepada Gubernur maupun melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) agar lebih selektif dalam memberikan nama-nama calon direksi yang direkomendasikan. Saya yakin, tanpa bukti yang kuat dan tidak diputuskan secara hukum, maka dugaan korupsi sejumlah calon direksi hanya akan menjadi wacana dan tidak akan dipertimbangkan maupun penilaian untuk proses tahapan seleksi Diretur Bank SUMUT.

Bank SUMUT masih ditimpa beberapa masalah lain selain kekosongan sejumlah posisi direksi. Seperti sejumlah pihak yang menilai bahwa kinerja Bank SUMUT yang terus turun. maka baiknya kinerja segera diperbaiki. Besar kemungkinan ini ada kaitannya dengan kekosongan sejumlah direksi di Bank SUMUT.

Sebagai masyarakat SUMUT yang memiliki Bank SUMUT, baiknya kita harus terus memantau kinerja Bank SUMUT saat ini. Bagi komite audit independen yang ada, sebaiknya melakukan pengawasan yang penuh dan memberikan informasi yang independen dan tidak memposisikan pada satu pihak tertentu. Keterbukaan informasi harus diberikan saat ini guna kebaikan kita bersama.

Tidak lama lagi kita akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), itulah tantangan besar perbankan nasional menghadapi kebebasan era perbankan di tahun 2015 mendatang. Dan Bank SUMUT juga tidak akan terlepas dari persaingan regional tersebut. Selain itu, masalah-masalah yang muncul juga sedikit memudarkan rencana Bank SUMUT yang akan Go Publik.

Ada begitu banyak masalah maupun rintangan yang harus di hadapi Bank SUMUT kedepan. Jangan sampai masalah kekosongan sejumlah posisi direksi ini justru akan membuat daya saing Bank SUMUT menjadi menurun. Bank SUMUT yang sejatinya milik masyarakat SUMUT sudah seyogyanya menjadi lokomotif bagi kesejahteraan masyarakat SUMUT. Dan jangan sampai berputar-putar pada masalah internal dan menganggu proses intermediasi bank SUMUT itu sendiri.

Maksimalkan Edukasi Untuk Kurangi Porsi Asing


Medan Bisnis, 5 November 2012
Dalam suatu kesempatan, ketua PIPM (Pusat Informasi Pasar Modal) Medan menyatakan bahw posisi aset milik asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 60%. Posisi investasi asing di Buras Efek Indonesia (BEI) sebesar 60% sangat beresiko bagi bangsa ini. IHSG justru dengan sangat mudah untuk dijadikan ajang spekulasi bagi investor asing. Umumnya, para investor di bursa selalu menjadikan posisi transaksi investor asing sebagai tolak ukur dalam bertransaksi.

Seperti bila Asing melakukan posisi transaksi Net Buy (Beli Bersih), maka biasanya investor lokal akan melakukan pembelian saham mengikuti yang dilakukan asing.
Demikian halnya juga bila asing melakukan posisi transaksi Net Sell (Jual Bersih), akan banyak investor lain yang melakukan hal serupa.

Sehingga ada kecenderungan IHSG akan turun di saat asing melakukan Net Sell, dan akan naik bila Asing melakukan Net Buy. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat Asing memiliki dana yang lebih besar dari investor lokal yakni 60%. Pola transaksi di BEI saat ini belum merepresentasikan pengetahuan masyarakat akan pasar modal. Mungkin hanya 1 s.d. 3% masyarakat kita yang tahu akan pasar modal, selebihnya tidak.
Nah, kondisi ini akan membuat pasar keuangan kita semakin rapuh. Bila investor asing mau membeli saham di BEI, maka mereka harus mengkonversi mata uang yang mereka miliki kedalam bentuk Rupiah. Sehingga akan ada terjadi capital inflow yang bisa saja menyebabkan Rupiah itu menguat.

Selanjutnya saham yang mereka beli dalam jumlah besar tentunya berpeluang mengalami kenaikan. Dan setelah naik mereka (asing) bisa saja menjual sahamnya. Uang yang didapat dari menjual saham tentunya akan mereka bawa kembali ke negara asal. Dengan demikian akan ada permintaan akan valas dan mengakibatkan Rupiah bisa melemah (capital outflow).

Banyak dari kita yang tidak menyadari hal ini. penguasaan asing di Pasar Modal bisa dikatakan sebagai uang panas (hot money) yang bisa saja keluar dan berdampak negatif bagi perekonomian nasional. Keberadaan PIPM didaerah sejatinya menjadi penggerak agar masyarakat kita paham mengenai pasar modal dan mengurangi dominasi asing.

Transaksi di pasar modal merupakan salah satu instrumen dari pasar keuangan. Meskipun sebenarnya hanya masuk dalam kategori pasar keuangan, namun keberadaannya bisa berdampak bagi perekonomia nasioal. Manfaat dari keberadaan Bursa Efek adalah untuk mempertemukan antara para pemodal dan yang membutuhkan modal. Pada hakekatnya bila perusahaan membutuhan modal maka ada beberapa cara yang umum dikenal, yaitu menerbitkan saham atau menerbitkan obligasi.

Disaat sebuah perusahaan menerbitkan saham atau biasa dikenal dengan IPO, disinilah sebenarnya perpindahan modal dari orang yang membutuhkan dengan yang kelebihan modal. Dan IPO ini benar-benar sangat erat kaitannya dengan sektor rill, karena uang (modal) yang dihasilkan dari penerbitan saham akan digunakan untuk membiayai rencana strategis bagi perusahaan itu sendiri.

Namun, tidak sampai disitu. Transaksi saham yang telah dijual ke masyarakat justru akan ditransaksikan (diperjual belikan) oleh sejumlah pemodal atau investor. Transaksi model ini sering dikenal dengan transaksi di pasar skuunder. Nah disini transaksi tersebut dinilai tidak begitu banyak bermanfaat bagi perekonomian khususnya sektor rill.

Investor asing yang memiliki modal besar berpeluang menjadi market leader dan mampu menggerakan harga saham sesuai dengan keinginan. Keluarnya arus modal asing dari negeri tidak terlepas dari peran asing yang juga melakukan langkah serupa yaitu keluar (menjual) saham dan membawa keuntungannya dalam denominasi mata uang negaranya sendiri (asing/US$).

Sehingga penguatan atau pelemahan nilai tukar Rupiah yang merupakan ekses dari transaksi di pasar keuangan justru dapat menganggu stabilitas ekonomi sebenarnya (sektor rill). Meminimalkan peran asing berarti memaksimalkan peran investor lokal. Sayangnya langkah ini tidaklah semudah berwacana. Peran masyarakat harus terus dikembangkan di pasar keuangan. Peran PIPM di daerah sejatinya harus meningkatkan peran masyarakat sekitar dalam berinvestasi di pasar modal. Kalau tidak ingin asing yang justru mengeruk keutungan dari kita.

Eropa, Komoditas, Rupiah Dan Bank Indonesia


Medan Bisnis, 29 Oktober 2012
Dalam beberapa minggu kedepan, mata uang Rupiah berpeluang tertekan hebat seiring kian memburuknya data-data perekonomian eropa. Tren penguatan US Dolar di pasar global berpotensi membuat kinerja mat uang Garuda merosot. Banyak sentimen yang membuat US Dollar berpeluang menguat terhadap sejumlah mata uang utama dunia termasuk Rupiah. Salah satu diantaranya datang dari eropa.

Dimana tingkat pengangguran di Spanyol memprihatinkan. Dari 4 orang spanyol, satu diantaranya berstatus pengangguran. Tingkat pengangguran di spanyol mencapai 25%, suatu hal yang dinilai tidak begitu baik bagi perekonomian suatu negara. Tingginya angka pengangguran tersebut membat Spanyol berubah pikiran. Spanyol pun meminta dana talangan kedua (bailout).

Kekhawatiran tersebut akan memaksa pemerintah spanyol untuk menerbitkan obligasi yang bunganya jauh lebih tinggi dari obligasi negara lain. Ada sejumlah faktor resiko yang mengakibatkan bunga obligasi spanyol harus ditebus dengan harga yang sangat mahal. Mata uang Euro pun merosot terhadap mata uang US Dolar.
Keperkasaan US Dolar tidak berhenti disitu, spekulasi mengenai kemungkinan Bank Sental Jepang (BOJ) akan menempuh langkah serupa seperti yang dilakukan Bank Sentral AS (The FED) turut membuat Yen Jepang melemah terhadap US Dolar. USD/Yen saat ini diperdagangkan di kisaran 79.60. Pelemahan Yen tentunya akan membuat amunisi bagi US Dolar untuk terus menguat terhadap sejumlah mata uang dunia lainnya.

Disisi lain, penguatan US Dolar akan membuat harga komoditas dunia mengalami tekanan. Harga emas dan minyak dunia diperkirakan akan terus tertekan seiring dengan penguatan mata uang US Dolar itu sendiri. Harga emas dunia yang saat ini terus merosot dan mendekati level $1700/Troy Ons menegaskan bahwa penguatan US Dolar juga berimbas pada kinerja harga emas dunia.

Sebelumnya emas sempat diprediksikan mengalami penguatan bila Spanyol benar-benar akan menerima dana talangan. Sulitnya proses untuk menerima dana talangan tersebut serta proses tarik ulur yang berkepanjangan membuat sejumlah harga komoditas mengalami penurunan. Harga emas tersebut diperkirakan akan bertahan di level support $1700/Troy Ons, menunggu sinyal dari membaiknya sejumlah indikator proses pemulihan di Eropa agar mampu berbalik naik.

Harga minyak dunia (light sweet) berada dikisaran $86/barel. Harga minyak dunia juga terus mengalami penurunan sejak sempat diperdagangkan naik di kisaran $120/barel awal tahun ini. Faktor musiman sangat mempengaruhi harga minyak dunia. Menjelang akhir tahun tren kebutuhan akan minyak dunia diperkirakan akan naik seiring dengan musim dingin yang melanda sejumlah negara di belahan Eropa dan Amerika.

Dampak penguatan mata uang US Dolar juga berpengaruh terhadap kinerja harga minyak dunia. Meski demikian penguatan US Dolar diyakini hanya berdampak sedikit terhadap perubahan harga minyak dunia.
Bagi Indonesia, penguatan US Dolar akan membuat mata uang rupiah serta sejumlah harga barang lainnya akan berubah seiring dengan tren penguatan US Dolar di pasar dunia. Tekanan terhadap Rupiah masih akan terjadi seiring dengan tingginya ketidakpastian yang terjadi di Eropa maupun sejumlah indikator lain seperti melemahnya kinerja ekonomi di Asia.

Sejauh ini Rupiah diperdagangkan di atas kisaran level 9600/US Dolar. Lebih tepatnya Rupiah sempat diperdagangkan dikisaran 9635/US Dolar. Bila mencermati hara US$/Rupiah dipasar uang, sejumlah Bank menetapkan selisih harga Bid/Offer nya dalam rentang yang sangat lebar. Seperti bila kita ingin menjual 1 Dolar nilai tukarnya ada di kisaran 9550-an, namun bila kita ingin membeli US Dolar maka kisaran harga yang ditawarkan 9620-an.

Sebuah selisih harga yang tidak bersahabat (biasanya 5 atau 10 poin selisihnya). Baik eksportir dan importir sama-sama memiliki posisi yang tidak mengenakkan dalam bertransaksi guna memenuhi kebutuhan ekspor-impornya. Harga US Dolar–rupiah seperti ini kerap terjadi bila Rupiah bergerak dalam volatilitas yang tinggi serta memiliki kecenderungan yang melemah. Bank Indonesia menjadi benteng terakhir guna menghadapi tren pelemahan Rupiah saat ini.

Disatu sisi para eksportir dan importir menginginkan kepastian nilai tukar yang stabil. Padahal kepastian yang mereka hadapi justru ketidakpastian itu sendiri. Sementara itu Bank Indonesia diyakini sulit untuk mengupayakannya, karena ruang gerak BI kian sempit bila US Dolar terus membentuk tren penguatan. Penulis hanya meyakini bahwa akan ada satu pihak (sisi) yang akan dirugikan. Mudah2an semua bisa menerima.

Petani Akan Tetap Miskin Walaupun Ekspor Sawit Dibatasin


Medan Bisnis, 22 Oktober 2012
Pemerintah berencana untuk melakukan kebijakan pembatasan ekspor sawit seiring dengan turunnya harga sawit mentah (CPO) di pasaran dunia. Petani di SUMUT sebagai penghasil sawit tidak bisa menghindari rontoknya harga sawit saat ini. Tingginya persediaan seiring dengan puncak musim panen membuat pemerintah tak berdaya menahan kejatuhan harga CPO di dalam negeri.

Di Malaysia persediaan CPO mencapai 2.4mn Ton pada bulan september 2012. Persediaan tersebut merupakan tingkat tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Dalam satu bulan persediaan CPO di malaysia naik 17% atau sekitar 0.4mn Ton. Sementara itu, produksi justru terus mengalami kenaikan dalam kurun waktu sebulan sebesar 20% atau sebesar 2mn Ton. Sementara itu laju ekspornya justru hanya naik 1.5mn Ton.

Sehingga persedian CPO di pasar dunia masih sangat tinggi dan berpeluang menekan harga sawit yang saat ini ditingkat level petani kita Rp.700 per Kg. Dan yang paling buruk adalah data yang ditujukan oleh societe generale de surveilence dimana ekspor CPO malaysia dalam 10 hari terkahir di bulan september mengalami penuruan 8.7% dibandingkan 10 hari pertama bulan september lalu.

Untuk menaikkan harga sawit pemerintah di kedua negara yakni Malaysia dan Indonesia sepakat untuk mengendalikan ekspor di bawah kebijakan masing-masing. Indonesia dan Malaysia merupakan negara penghasil CPO terbesar yang menguasai 85% pasokan CPO dunia. Dan Indonesia sendiri menguasai 50% pasokan CPO dunia. Malaysia berencana untuk mengurangi bea keluar menjadi sekitar 8%-10% dari bea keluar saat ini yang sebesar 23%.

Pemerintah Malaysia juga tengah melakukan replanting terhadap 100.000 hektar perkebunan sawit yang usianya melebihi 35 tahun. Kebijakan tersebut akan mengurangi 300.000 ton produksi kelapa sawit. Indonesia dapat melakukan beberapa hal guna menahan pelemahan harga sawit, seperti menetapkan bea keluar murah atau bahkan Rp.0. Melakukan replanting terhadap sawit yang sudah tua, dari sisi moneter dapat melakukan pelemahan terhadap mata uang Rupiah/US Dolar -yang memang sejauh ini terkesan dibiarkan melemah-.

Namun, muncul wacana bahwa pemerintah akan membatasi ekspor agar harga kelapa sawit dapat terdongkrak naik. Sejauh ini, wacana tersebut memang akan berdampak pada kenaikan harga sawit. Akan tetapi, rencana membatasi ekspor sawit tersebut tentunya hanya akan membuat petani sawit semakin terpuruk nasibnya.

Sejauh ini yang menjadi permasalahan murahnya harga sawit adalah tingginya persediaan yang ada di dua negara penghasil sawit dunia (Indonesia dan Malaysia) serta menurunnya permintaan kelapa sawit dari negara luar. Sebenarnya juga ditambah satu masalah lagi, yakni penyerapan CPO yang rendah untuk dijadikan produk turunan kelapa sawit itu sendiri di tanah air.

Melihat dari tingginnya persediaan serta rendahnya permintaan, maka pembatasan ekspor sawit tidak akan memberikan dampak signifikan khususnya bagi petani sawit. Karena pembatasan ekspor sawit justru akan tetap membuat sisi persediaan (supply) akan semakin besar, khususnya di level petani. Sehingga kenaikan harga CPO yang tengah diharapkan tidak akan merubah nasib para petani sawit kita.

Petani akan menghadapi dilema yang luar biasa bila wacana pembatasan ekspor sawit benar-benar dilakukan. Dilema yang dimaksud adalah apakah petani akan memanen dan menjual sawitnya atau tidak melakukan apapun terhadap perkebunan sawitnya sendiri di tengah himpitan harga sawit yang kian murah saat ini. Karena memanen membutuhkan biaya, sementara harga sawit dari hasil panen belum tentu dapat membiayai kehidupan para petani.

Meskipun nantinya harga CPO naik jika pembatasan ekspor dilakukan. Namun, di tingkat petani persediaan justru akan semakin menggunung sehingga harga sawit di level petani tidak akan searah (linier) dengan kenaikan harga CPO di dunia. Harga CPO dunia yang naik hanya akan membuat perbedaan harga dunia dan harga di tingkat petani akan semakin melebar.

Bila mengoptimalisasi produk turunan (hilir) dari sawit maka kesimpulannya adalah kita sudah terlambat. Perlambatan ekonomi dunia tengah memasuki titik paling bawah dan justru akan berpotensi berbalik naik. Bila nantinya sejumlah negara besar tersebut mengalami pertumbuhan, maka dengan sendirinya harga sawit akan berbalik naik.

Sehingga kesimpulannya adalah kita tidak akan bisa melakukan apa-apa untuk menaikan harga sawit di level petani. Namun kita belum terlambat sepenuhnya, optimalisasi penyerapan CPO di dalam negeri untuk pengembangan industri hilir memang akan bermanfaat bagi petani sawit kita dalam jangka panjang. Bagi para petani, percayalah badai ini akan berlalu. Bila pemerintah kita serius membangun industri hilir dan pertumbuhan ekonomi dunia membaik, maka di saat itu petani sawit kita akan menjadi petani paling sejahtera diantara semua jenis petani di Indonesia. 

Mewaspadai Undisbursed Loan SUMUT Sebesar 70.19%


Medan Bisnis, 8 Oktober 2012

Benarkah perekonomian SUMUT tengah berkontraksi?, jawabannya akan kita bahas dalam tulisan kali ini. Undisbursed Loan adalah kredit yang telah diberikan kepada Bank kepada masing-masing nasabahnya, namun justru tidak terserap semuanya oleh para nasabah Bank tersebut.  Di SUMUT ada 70.19% kredit yang tidak diserap. Ini berarti bahwa tidak semua kredit yang diberikan oleh Perbankan di SUMUT diserap oleh para kreditur.

Perekonomian SUMUT yang kaya akan komoditas seperti sawit, karet maupun kopi memang bergantung dari sisi ekspornya. Sehingga perekonomian SUMUT sangat bergantung dari para importir dari negara lain yang menjadi langganan akan komoditas SUMUT. Sejauh ini sawit, karet menjadi komoditas tujuan ekspor ke sejumlah negara seperti China, India maupun Amerika dan Eropa.

Sayangnya perekonomian di Amerika dan Eropa tengah mengalami krisis yang berkepanjangan. Sehingga permintaan akan komoditass SUMUT juga mengalami penurunan. yang berdampak pada melemahnya kemampuan industri SUMUT dalam melakukan ekspansi kedepannya. Itulah mengapa penyerapan kredit di SUMUT menurun. Penurunan tersebut sangat berkaitan erat dengan melambatnya perekonomian dari negara lain.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa SUMUT saat ini benar-benar tengah mengalami kontraksi. Kondisi dimana perekonomian SUMUT tengah mengecil akibat pengaruh dari minimnya permintaan dari negara tujuan ekspor SUMUT sebelumnya. Rendahnya penyerapan kredit menggambarkan bagaimana rendahnya kemampuan ekonomi SUMUT dalam menghadapi tantangan memburuknya perekonomian dunia.

SUMUT tidak mandiri dalam membangun perkonomiannya. Hal ini bisa berdampak serius pada angka kemiskinan dan pengangguran di SUMUT. Banyak petani di SUMUT yang tentunya akan mengalami kerugian bila kejadian ini terus berlangsung. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh para pengusaha maupun petani kita. Patani dan para pengusaha kita diminta harus terus bersabar hingga kondisi perekonomian dunia benar-benar pulih.

Dan apa yang terjadi dengan Perbankan kita? Tentunya perbankan di SUMUT mengalami kelebihan likuiditas yang harus segera diserap guna mengurangi beban ekonomi yang lebih besar lagi. Kelebihan likuiditas seperti ini berpeluang ‘memaksa’ perbankan di SUMUT untuk menyalurkannya ke sektor-sektor konsumsi.

Menyalurkan kredit dengan cara menawarkan kartu kredit maupun kredit tanpa agunan akan menjadi sebuah persaingan baru industri perbankan kita. Dengan tingginya likuiditas perbankan di SUMUT maka ada potensi Perbankan kita akan menyalurkannya dalam bentuk kredit yang berkualitas rendah dan sangat rawan akan resiko. Kartu kredit dan KTA memiliki peluang gagal bayar yang tinggi. Dan ini perlu diwaspadai.

Bila mengharapkan Bank Indonesia menjadi ‘bumper’, maka BI juga memiliki instrumen yang terbatas dan tidak akan mampu sepenuhnya menyerap kelebihan likuiditas perbankan kita. Kelebihan likuiditas sepenuhnya tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Dan SUMUT sepertinya tidak akan mampu menghindar dari aktifitas ekonomi yang kurang bersahabat seperti saat ini.

Ada beberapa hal yang menjadi prioritas utama guna mengantisipasi penyerapan kredit yang rendah ini. Pertama PEMDA dan pemerintah pusat harus bersinergi membangun perekonomiannya dengan segera melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur yang tertuang dalam MP3EI. Pembangunan infrastruktur dapat menjadi alternatif dalam jangka pendek guna meminimalisir dampak negatif dari penyerapan kredit yang rendah seperti saat ini.

Pemerintah dituntut untuk bisa menciptakan iklim investasi yang bersahabat bagi investasi asing guna menggantikan posisi permintaan kredit pengusaha SUMUT yang terus menurun. Hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan namun bisa disegerakan mengingat ada ancaman kian memburuknya perekonomian SUMUT.

Perbankan di SUMUT juga jangan terjebak dalam menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang tidak berkualitas dan tinggi resikonya. Karena hal tersebut akan memperburuk perekonomian di SUMUT. Sektor konsumsi yang menjadi basis andalan perekonomian Indonesia akan meminimalisir munculnya dampak negatif perekonomian di SUMUT. Kita harapkan undisbursed loan yang terjadi saat ini bukanlah pertanda yang mutlak terhadap gejala krisis ekonomi yang baru. Namun kita juga harus waspada akan kondisi yang memprihatinkan ini. 

Peluang Indonesia Di Tengah Konflik China-Jepang

Medan Bisnis, 1 oktober 2012

Jepang dan China dilanda perselisihan, Baik Beijing dan Tokyo mengklaim gugusan pulau di Laut China Selatan. Perselisihan tersebut, walaupun belum menganggu investasi Indonesia, namun dikhawatirkan Rupiah akan mengalami goncangan terhadap konflik yang terjadi. Namun, benarkah Indonesia akan dirugikan secara finansial akibat terjadinya konflik tersebut?, maka jawabannya adalah belum tentu Indonesia benar-benar dirugikan akibat konflik tersebut.

Gelombang unjuk rasa anti-Jepang di China yang terjadi sebelumnya membuat sejumlah investor Jepang yang ada di China diperkirakan akan merelokasikan investasinya ke Negara lain. Indonesia tentunya memiliki peluang untuk menjadi Negara tujuan investor Jepang di China yang tengah dilanda perseteruan tersebut.

China memang diunggulkan dalam hal perdagangan bila dibandingkan Jepang. Karena Jepang justru sangat bergantung pada ekonomi Negara luar seperti China. Hal inilah yang diyakini oleh China sebagai kekalahan jepang dalam perdagangan bila nantinya konflik China-Jepang semakin memanas. China menilai posisinya diatas angin bila dibandingkan dengan Jepang. Dan secara politis, perekonomian China yang sangat besar pada hari ini akan meningkatkan posisi tawar China terhadap wilayah yang menjadi perselisihan.

Aksi demonstrasi anarkis yang sempat berlangsung di hampir semua wilayah di China membuat sejumlah produsen mobil jepang memilih untuk meliburkan seluruh karyawannya. Kondisi ini tentunya berpotensi memicu aliran investasi keluar dari China. Terbukti Penanaman modal asing (PMA) di China turun pada Agustus 2012 sebesar 1,4% dari periode yang sama tahun lalu dan menjadi US$8,33 miliar.

Walaupun belum bisa dipastikan penurunan tersebut dikarenakan konflik yang terjadi atau karena memang perlambatan ekonomi yang terjadi di belahan dunia saat ini. Namun pastinya konflik yang tengah terjadi tersebut berpotensi memicu aliran investasi keluar dari China. Termasuk penarikan investasi oleh para pengusaha Jepang tentunya.

Hal yang menjadi fokus perhatian Dunia dan menjadi kekhawatiran bila investasi di China justru mengganggu perekonomian China secara keseluruhan. Mengingat China adalah motor penggerak pertumbuhan ekonomi saat ini, maka kontraksi yang kemungkinan terjadi dari gejolak yang timbul di China saat ini  justru menekan pertumbuhan ekonomi China.

Sehingga konflik yang bisa saja meluas tersebut akan memangkas laju pertumbuhan ekonomi dunia. Dan tentunya akan menjadi beban bagi penyelesaian krisis yang belum terselesaikan hingga saat ini. Itulah kemungkinan negatif dari konflik yang terjadi antara Jepang dan China pada saat ini.

Nah, bagaimana dengan posisi Indonesia?. Indonesia bisa dirugikan dari konflik tersebut seperti melemahnya laju ekspor ataupun melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar. Namun, di sisi lain Indonesia justru diuntungkan dengan terjadinya konflik tersebut. Mengapa? Indonesia bisa menjadi Negara basis industri jepang yang direlokasikan dari China. Walaupun tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Indonesia yang tetap memacu pertumbuhannya walaupun sejumlah Negara lain tengah menghadapi krisis tentunya menjadi magnet bagi investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu pemerintah harus segera melakukan pendekatan-pendekatan secara diplomatis terhadap pemerintah Jepang.

Dan pemerintah harus segera menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi penghambat inevstasi di negeri ini. Pemerintah bisa menawarkan kemudahan investasi baik melalui keringanan pajak maupun ikut melibatkan Jepang dalam mega proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Kita harus mampu melihat peluang ditengah krisis yang terjadi di Negara luar. Indonesia harus bias menjadi Negara yang lebih menarik dalam hal investasi dan kita harus mampu mengimbangi dan memperbaiki saya saing kita khususnya terhadap Negara yang selalu menjadi pesaing dalam hal investasi seperti Thailand, Malaysia maupun Vietnam.

ORI dan Patriotisme Bangsa

Medan Bisnis, 24 September 2012

Pemerintah telah menawarkan ORI (Obligasi Negara Ritel) seri 009 kepada masyarakat Indonesia. ORI tersebut dijual di harga Rp. 1 juta per lembarnya. Namun, bagi masyarakat yang berminat disyaratkan untuk membeli ORI minimal 5 lembar atau kelipatannya. ORI tersebut memberikan bunga sebesar 6.2% per tahun dengan masa tempo 3 tahun.
 
Obligas adalah surat pengakuan utang. Sehingga bila pemerintah menerbitkan Obligasi (ORI) maka dengan kata lain pemerintah mau berhutang. Hutang yang dimaksud ditujukan kepada masyarakatnya sendiri. Sehingga, masyarakatlah yang akan menjadi pihak kreditur bagi pemerintah. Penerbitan ORI menjadi alternatif peerintah dalam menyerap dana yang ada di masyarakat yang nantinya digunakan untuk membangun perekonomian masyarakat kita.
 
Pernah terbesit pertanyaan dari masyarakat awam yang menyatakan kenapa pemerintah kita suka berhutang ke luar negeri?. tentuntya hal tersebut sangatr erat kaitannya dengan kebutuhan pemerintah dalam memutar roda perekonomian di negeri ini. Dan telah berulang kali pemerintah menerbitkan ORI namun sayangnya ORI belum menjadi alternatif investasi bagi masyarakat kita yang sejauh ini lebih familiar dengan tabungan.
 
Selain sebagai instrumen hutang, seharusnya ORI juga difahami sebagai instrumen yang digunakan untuk meningkatkan semangat kebangsaan melalui instrumen keuangan tersebut.
Karena ORI merupakan bentuk kepedulian kita terhadap kondisi keuangan negara dan bisa membebaskan negara kita dari cengkaraman hutang luar negeri yang syarat dengan intervensi dan kepentingan.
 
Kenapa ORI bisa dikatakan sebagai instrumen yang memupuk semangat kebangsaan?. jawabannya akan dijelaskan dalam ilustrasi berikut ini. Seperti yang sering kita dengar sebelumnya, pemerintah selalu mengalami defisit neraca. defisit tersebut bisa atau terkadang harus ditambal dengan hutang.
 
salah satu yang menyebabkan defisit antara lain tingginya harga minyak duunia yang berdampak pada memburuknya keuangan negara karena harus menanggung beban subsisi yang sangat besar. Untuk itu pemerintah pun mengeluarkan sejumlah jurus andalan guna menghadapi kebocoran anggaran tersebut. Mulai dengan menerbitkan instrumen hutang atau menempuh cara-cara yang tidak populer seperti kenaikan harga BBM di dalam negeri.
 
Karena ORI merupakan instrumen hutang maka ORI diterbitkan untuk mengurangi beban APBN dengan cara berhutang. ORI dijual kepada masyarakat dengan pecahan nominal yang sangat terjangkau (Rp.1.000.000,- per lembar). Uang yang berhasil dikumpulkan masyarakat tersebut digunakan untuk membeli minyak di luar sehingga harga minyak (BBM) di dalam negeri tidak mengalami kenaikan.
 
Itu keuntungan pertama yang bisa dinikmati oleh masyarakat kita. Yang kedua adalah pemerintah membayar bunga (imbal hasil) lebih besar dari bunga deposito saat ORI diterbitkan. Sehingga keuntungan yang kedua tersebut juga dinikmati oleh masyarakat kita. Kalau disimpulkan pemerintah harus bayar bunga kemasyarakatnya sendiri kemudian masyarakatnya juga diuntungkan dengan harga bensin (BBM) yang tidak mengalami kenaikan.
 
Kok mau pemerintah melakukan seperti itu ya?, terkadang sebagai masyarakat kita tidak melihat sisi baik dari langkah pemerintah dalam mengendalikan ekonomi. Itu diakibatkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat kita tentang instrumen pemerintah tersebut. Padahal dengan membeli ORI masyarakat sebenarnya sangat diuntungkan baik secara finansial maupun tatanan ekonomi yang terbebas dari intervensi asing.
 
Hanya saja keputusan pemerintah menerbitkan ORI tidak diketahui oleh masyarakat kita secara keseluruhan. Hal utama yang menyebabkan hal tersebut adalah karena batasan hutang pemerintah yang bisa diserap melalui sejumlah masayarakat saja. atau dengan kata lain tidak perlu disosilaisaikan hingga ke pelosok daerah untuk mengumpulkan kebutuhan dana pemerintah itu sendiri.
 
Seharusnya pemerintah dapat mengoptimalkan fungsi dari masyarakat kita untuk dilibatkan dalam masalah keuangan negara. Selain itu, masyarakat kita juga diedukasi akan pentingnya keterlibatan merka dalam membangun bangsa ini. Melalui pendidikan dan sosialiasi secara terus menerus, ORI maupun surat utang pemerintah lainnya dapat dijadikan sebagai alat untuk memupuk semangat patriotisme banga kita.

Stimulus AS Dan Perekonomian SUMUT


Medan Bisnis, 17 September 2012

Sejumlah bursa didunia menyambut baik langkah The FED (Bank Sentral AS) yang menggelontorkan stimulus sebesar $ 40 Milyar setiap bulan untuk membeli hutang hipotek. Sejumlah bursa larut dalam euphoria yang membuat indeks bursa dunia melesat tajam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ikut menguat di atas 2% mendengar kabar baik tersebut. Buntut dari stimulus juga membuat nilai tukar US Dolar melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia termasuk Rupiah.

Stimulus oleh pelau pasar modal dinilai sebagai langkah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Dengan stimulus diharapkan masyarakat AS akan membaik daya belinya sehingga akan meningkatkan permintaan akan barang yang termasuk sejumlah komoditas yang ada di Indonesia maupun barang-barang jenis lainnya. Stimulus menjadi awal baru bagi kinerja emiten di Bursa yang selama akhir-akhir ini diperdagangkan relatif tidak bergerak.

Apakah semua menyambut baik stimulus tersebut?. Tentunya tidak. Resiko mata uang US Dolar semakin membesar dengan diterbitkannya stimulus tersebut. Selain itu stimulus juga akan menambah jumlah uang beredar (US Dolar) semakin berlimpah yang akan mengakibatkan likuiditas akan semakin membesar dan bia berkaibat pada tingginya laju inflasi. Namun, untuk saat ini inflasi yang terjadi justru lebih dinantikan karena besaran inflasi menggambarkan adanya pertumbuhan ekonomi.

Khusus untuk Sumatera Utara, Simulus AS bisa memberikan dampak baik negatif dan positif. Sisi positifnya yaitu stimulus AS akan berdampak pada pemulihan daya beli masyarakat disana. Sejumlah komoditas yang biasa diekspor dari SUMUT seperti karet tentunya berpeluang untuk mengalami kenaikan. Sejumlah komoditas dari SUMUT lainnya juga berpeluang naik bila stimulus itu benar-benar efektif dalam memperbaiki ekonomi di Amerika.

SUMUT merupakan wilayah yang memiliki keunggulan sumber daya alam khususnya sawit, karet maupun kopi. Sehingga wajar ekonomi SUMUT sangat dipengaruhi oleh permintaan sejumlah komoditas oleh negara lainnya termasuk Eropa dan Amerika. Walaupun sejauh ini ekspor sawit Indonesia sudah beralih ke dua negara besar asia seperti China dan India. Kedua negara di Asia tersebut saat ini menjadi importir tebesar sawit terbesar Indonesia selanjutnya diikuti oleh Eropa dan Amerika.

Sehingga sisi negatif yang bisa menekan harga komoditas di SUMUT terkait dengan stimulus di AS adalah penguatan nilai tukar Rupiah itu sendiri. Sebelumnya, Rupiah sempat bertengger di kisaran Rp.9.600/US Dolar sebelum stimulus dikeluarkan. Saat ini, pasca dikeluarkannya stimulus AS, Rupiah menguat tajam dan berada di kisaran Rp.9.540/US Dolar. Penguatan tajam tersebut jelas akan menjerumuskan harga komoditas SUMUT bila tidak diikuti oleh permintaan yang tinggi di negara importir.

Tentunya eksportir dari SUMUT dirugikan dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Karena devisa hasil ekspor yang diterima akan menjadi lebih kecil bila dikonversikan ke Rupiah. Dan hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada harga komoditas pada tingkatan level petani. Petani SUMUT yang sudah mengeluh karena rendahnya harga karet maupun sawit harus terus lebih bersabar lagi karena kondisi perekonomian global tengah tidak bersahabat.

Bila mengharapkan harga komoditas membaik maka satu harapannya adalah adanya perbaikan harga komoditas di tingkat internasional. Tingginya permintaan komoditas akan memicu naiknya harga komoditas tersebut sehingga mampu mengimbangi penguatan nilai tukar Rupiah, yang secara jelas dari sisi lain akan membebani harga komoditas di level petani. Namun, bila itu harapannya dan terjadi dalam waktu singkat sepertinya tidak akan mungkin.

Kenapa?, karena efektifitas dari Stimulus AS belum teruji. Langkah pemerintah AS yang juga pernah menerbitkan stimulus sebelumnya (I dan II) juga tidak berdampak signifikan bagi perekonomian AS itu sendiri. Sehingga dibutuhkan waktu untuk menguji efektifitas dari stimulus AS sebelum menyimpulkan bahwa AS benar-benar pulih dan keluar dari krisis keuangan.

Di sisi yang lain, ekonomi Eropa juga belum menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih baik dan pasti. Gunjang-ganjing ekonomi Eropa masih akan terus membayangi perekonomian SUMUT. Di saat ekonomi Indonesia tengah menghadapi krisis (97/98) harga komoditas dari SUMUT mampu bertahan karena ekspor komoditas SUMUT tidak begitu terganggu seiring masih tumbuhnya perekonomian negara luar.

Untuk saat ini, seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian global. Gangguan terhadap ekonomi SUMUT masih akan begitu terasa walaupun sejumlah indikator ekonomi dari luar menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Pemerintah daerah harus mampu membentuk kreatifitas guna memaksimalkan SDA yang dimiliki. Salah satunya dengan memacu pertumbuhan industri di sektor hilir yang akan lebih mengoptimalkan produk-produk komoditas SUMUT. 

Indonesia Masih Kuat Hadapi Krisis Eropa Dan Amerika


Medan Bisnis, 10 September 2012

Ada begitu banyak pihak yang merasa cemas dan mengkhawatirkan perkembangan perekonomian global akhir-akhir ini yang dikaitkan dengan kondisi perekonomian nasional. Kecemasan tersebut tentunya sangat wajar mengingat Indonesia juga bergantung dengan Negara lain dalam memutar roda perekonomiannya. Sehingga kekhawatiran akan pengaruh krisis di Eropa dan Amerika terhadap Indonesia cukup beralasan.

Namun, perlukah kita mengkhawatirkannya secara berlebihan pada saat ini?, kekhawatiran tersebut tentunya wajar-wajar saja, namun sebaiknya kita tidak hanya terpaku menjadi saksi perubahan krisis ekonomi saat ini dan berharap terselesaikan untuk selanjutnya baru melakukan tindakan. Dengan kondisi ekonomi kita yang memang turut mengalami kontraksi kecil, akan tetapi bentuk antisipasi serta tetap menjaga momentum pertumbuhan itu menjadi suatu hal yang lebih penting lagi.

Indonesia masih memasuki tahapan ekspansi sehingga tidak perlu mengkhawatirkan dampak krisis di Eropa dengan kondisi perekonomian kita saat ini. Setidaknya perekonomian kita masih tetap tumbuh, dan ketergantungan perekonomian kita terhadap perekonomian global juga semakin mengecil.

Rendahnya rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto nasional yang terus mengalami penurunan menjadi pertanda bagus bagi ekonomi kita. Menurut sumber Bank Dunia di tahun 2004 rasio ekspor terhadap PDB Indonesia sebesar 32..2%, dan di tahun 2011 angka tersebut mengecil menjadi hanya 26.3%. Dan di tahun 2009, dimana ekonomi Eropa dan Amerika terperosok dalam, rasio ekspor terhadap PDB kita hanya sebesar 24.2%. Oleh karena itu kita tetap mampu tumbuh ditengah terpaan krisis hebat.

Dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi tersebut adalah terjadinya defisit transaksi berjalan. Data menunjukan bahwa semakin cepat perekonomian kita tumbuh, maka semakin besar defisit transaksi yang dibukukan. Defisit yang terjadi di kuartal 2 tahun 2012 mencatatkan rekor angka 3.13% terhadap produk domestik bruto. Namun, berita baiknya adalah terjadi impor barang-barang modal yang nantinya akan menambah output perekonomian kita.

Walaupun terlihat sekilas ekonomi kita berekspansi lebih kencang, namun hal ini perlu diwaspadai dengan melakukan serangkaian kebijakan fiskal dan moneter guna mengerem ekonomi kita agar tidak kepanasan. Di era tahun 1990 – 1996 ekonomi Indonesia pernah tumbuh rata-rata 7% setahun. Pertumbuhan tersebut menciptakan kesejahteraan, walupun sayangnya pertumbuhan tersebut justru membuat kita masuk kedalam jurang krisis di tahun 1997/98.

Indonesia tengah masuk dalam era pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan periode tersebut. Akan tetapi pemerintah kita berupaya menjaga kestabilan fiskal dan moneter yang sejauh ini penulis nilai cukup baik. Laju inflasi yang relatif terkendali yang menciptakan rendahnya suku bunga dan menopang pertumbuhan ekonomi.

Rasio hutang terhadap PDB yang terus mengalami penurunan juga merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang berhati-hati. Di tahun 2005 rasio hutang terhadap PDB sebesar 47%, amgka tersebut terus mengecil setiap tahunnya dan di tahun 2012 rasio hutang to GDP tersebutu hanya menjadi 24%.

Walaupun kita tengah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun kita juga menghadapi resiko untuk jatuh kejurang yang lebih dalam. Kita harus banyak belajar dari krisis di tahun 1997/98 silam, dan sepertinya kita sudah berpengalaman dalam mencari solusinya. Pemerintah harus terus menjaga momentum tersebut dengan kebijakan yang hati-hati serta dengan kreatifitas yang tinggi. Jangan sampai pertumbuhan ini hanya bisa kita nikmati sesaat, setelah itu kita masuk kedalam jurang yang sama.

Gunjang Ganjing Rupiah Belum Akan Berakhir


Medan Bisnis, 3 September 2012

Nilai tukar Rupiah dalam perdagangan setelah liburan panjang kemarin terus mengalami tekanan. Dari kisaran 9.500 an per US Dolar di hari pertama perdagangan (setelah idul fitri), rupiah saat ini sempat diperdagangkan dikisaran level 9.580 hingga 9.600. Banyak alasan yang membuat nilai tukar Rupiah melemah, salah satunya adalah proes penyelesaian krisis di Eropa yang tak kunjung selesai. Sehingga memicu menguatya nilaii tukar US Dolar.

Pelemahan Rupiah juuga diikuti oleh pelemahan yang terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sepertinya Rupiah akan masih melanjutkan perdagangan dengan volatilitas yang tinggi serta memiliki arah pergerakan yang masih sulit untuk diperkirakan. Mengapa? Karena ada campur tangan (intervensi) dari otoritas bursa sehingga memungkinkan Rupiah untuk tertahan di level tertentu.

Permintaan komoditas dari pasar domestik menurun seiring dengan krisis yang terjadi di sejumlah negara maju seperti Eropa dan Amerika. Hal ini tentunya akan mengurangi jumlah pasokan valas di dalam negeri, yang bisa berbuntut pada melemahnya nilai tukar Rupiah. Indonesia masih mengandalkan komoditas pertanian seperti sawit dan karet sebagai komoditas ekspor.

Semetara itu, memburuknya kondisi perekonomian di sejumlah negara seperti Eropa, China, Amerika dan Jepang membuat permintaan akan komoditas lokal menurun. Yang paling buruk adalah permintaan akan karet alam. Harga karet pun merosot hingga 40% akibat permintaan turun. Pelemahan nilai tukar Rupiah akhir-akhir ini memang menolong harga karet di tingkat petani, namun tajamnya penurunan permintaan akan karet tidak mampu membawa harga karet kembali ke level normal.

Tidak seburuk dengan harga karet, harga sawit juga mengalami penurunan meskipun masih relatif lebih baik dibandingkan dengan karet. Pelemahan US Dolar memberikan angin segar terhadap kinerja ekpsor CPO. Namun, kekhwatiran justru muncul pada sisi impor. Tingginya impor saat ini telah membuat defisit yang melebar dan menekan nilai tukar Rupiah.

Walaupun sejumlah menteri menyatakan bahwa peningkatan impor barang disebabkan oleh barang barang modal. Namun, pelemahan Rupiah seharusnya tidak dibiarkan terlalu dalam mengingat peningkatan impor barang modal tersebut berpotensi menambah laju tekanan inflasi. Tingginya impor yang dibarengi dengan penguatan US Dolar terhadap sejumlah mata uang asing akan menambah tekanan terhadap Rupiah.

Bila hal ini terjadi secara terus menerus, maka besar kemungkinan Rupiah akan terus tertekan dan bisa saja melewati level psikologis 9.600 dan menuju ke level yang lebih tinggi. Bila BI melakuan intervensi, maka hal tersebut bisa saja sia sia dengan catatan sebagai berikut : Tren penguatan US Dolar berlanjut di pasar internasional, defisit tidak mampu dikurangi, semakin memburuknya perekonomian di sejumlah negara di Asia seperti China, India dan Jepang serta tingginya ancaman inflasi.

Namun, di akhir perdagangan miinggu kemarin, Rupiah diperdagangkan menguat tipis. Penguatan dipicu oleh tren pelemahan US Dolar terhadap sejumlah mata uang utama dunia. Kenapa? Karena Bank Sentral AS memberikan pernyataan akan berbuat sesuatu terhadap memburuknya perekonomian AS akhir-akhir ini.

Pelaku pasar menterjemahkan pernyataan tersebut dengan adanya kemungkinan stimulus (quantitative easing) jilid 3. Sayangnya itu masih spekulasi saja. Belum ada keputusan konkrit mengenai apa yang akan dilakukan The FED ssecara pastinya. Sehingga otoritas keuangan kita jangan terlalu berharap terlebih dahulu terhadap penguatan Rupiah sseiring dengan rncana The FED nantinya.

Karena sejumlah data perekonomian AS justru merealiasikan data yang cukup bagus. Sehingga akan berpengaruh terhadap keputusan-keputusan yang tidak akan menggelontorkan stimulus. Dan bila itu terjadi maka Rupiah bisa terpuruk lebih dalam lagi. Sehingga wajar kiranya bila Bank Indonesia menyatakan bahwa Rupiah menuju ke titik keseimbangan baru.

Kedepan, Rupiah masih akan diperdagangkan dibawah tekanan. Membaiknya nilai tukar Rupiah sangat bergntung dengan aliran investasi yang masuk ke Indonesia (capital inflow). Dengan memburuknya sejumlah indikator ekonomi baik di negara eropa, amerika dan asia. Maka besar kemungkinan Rupiah akan terus menyesuaikan (mengalami penurunan) terhadap US Dolar. Sementara itu sentimen-sentimen yang mampu mendongkrak Rupiah belum kunjung datang, kecuali Bank Indonesia melakukan intervensi yang bisa saja menggerus cadangan devisa kita.