Monday, January 22, 2007

Gejolak Pasar Finansial Asia

Medan Bisnis, 22 Januari 2007
Bank Sentral Jepang atau yang lebih dikenal dengan BOJ kembali mempertahankan besaran suku bunga Yen di level 0.25%. Keputusan tersebut membawa mata uang Yen Jepang kembali terpuruk terhadap US Dolar dan beberapa mata uang hard currency lainnya seperti Euro.

Melemahnya sektor konsumsi yang tidak diiringi dengan kenaikan gaji pegawai memaksa BOJ mempertahankan suku bunga acuannya. Sementara itu, data perekonomian lainnya seperti consumer price index (CPI) diperkirakan juga tidak akan mengalami kenaikan selama bulan Januari ini, seiring dengan melemahnya harga minyak dunia.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa Bank Sentral Jepang masih akan mempertahankan suku bunga dalam waktu yang cukup lama. Namun, data gross domestic product (GDP) Jepang untuk kuartal ke-4 diperkirakan akan mengalami kenaikan. Hal tersebut tentunya berpotensi menimbulkan spekulasi akan kenaikan suku bunga.

Akan tetapi, kenaikan GDP yang didominasi oleh sektor konsumsi tersebut belumlah cukup untuk menjadi stimulan. Karena kenaikan GDP kuartal ke-4 hanya dibandingkan dengan GDP kuartal ke-3 yang justru merupakan level terendah.

Hampir tidak ada lagi sentimen yang mampu menjadi isu bagi kenaikan suku bunga Yen. Walaupun Gubernur Bank Sentral Jepang Toshihiko Fukui menyatakan bahwa konsumsi masih menunjukan tren penguatan, namun, tren kenaikan tersebut masih berjalan sangat moderat.

Laju inflasi di Jepang sendiri masih sangat lambat. Diantara negara anggota G-7, Jepang merupakan negara dengan laju inflasi yang paling rendah yakni sebesar 0.3% selama tahun 2006. Bahkan, Jepang juga menjadi negara dengan penyerapan tenaga kerja yang paling sedikit (sebesar 4%) diantara negara anggota G-7 lainnya.

Menjelang Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Jepang, sebelumnya mata uang Yen sempat rebound (menguat) setelah sebuah data menunjukan bahwa terjadi peningkatan permintaan permesinan di Jepang. Namun, lagi-lagi data tersebut tidak mampu menopang runtuhnya mata uang Yen lebih jauh.

Nah, Bagaimana dengan mata uang Asia lainnya?, stabil, itu adalah realita yang terjadi saat ini. Sejumlah mata uang di Asia justru masih relatif stabil terhadap US Dolar. Kecuali mata uang Bath Thailand yang masih melemah akibat kontrol devisa yang di berlakukan sejak pertengahan Desember lalu.

Anomali yang terjadi di pasar finansial di Asia tidak terlepas dari serangkaian isu yang masih simpang-siur di beberapa negara ekonomi besar seperti Amerika, Jepang dan kawasan Eropa. Pelaku pasar kembali masuk ke pasar negara berkembang (emerging market) menyusul tidak kembali dinaikkannya suku bunga di Eropa dan Jepang, yang berbuntut pada melemahnya mata uang kedua negara tersebut.

Bahkan US Dolar yang sebelumnya sempat diperkirakan melemah, justru kembali menguat setelah Bank Sentral AS masih mempertahanan suku bunga di level 5.25%. lagi-lagi pasar di buat bingung.

Namun, mata uang Yen Jepang diperkirakan akan menjadi “primadona” selama tahun 2007 ini (selain Euro dan Poundsterling), walaupun momentum perekonomian Jepang masih melambat. Sejauh ini, komentar yang dilontarkan BOJ masih bersifat hawkish, dimana BOJ masih memberikan sinyal kenaikan suku bunga BOJ secara gradual.

Komentar yang dilontarkan BOJ tersebut cukup beralasan, mengingat laju inflasi inti (core CPI) dari tahun ke tahun masih mengalami kenaikan. Namun, apa jadinya kalau fakta justru berbicara lain, tentunya US Dolar berpotensi menjadi “primdona” dibandingkan dengan mata uang lainnya khususnya Yen Jepang. Bahkan, Rupiah yang menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik selama tahun 2006, tentunya akan mengalami tekanan yang semakin berat saja, apalagi ditambah dengan demand dari korporasi yang akan mengimpor BBM.

No comments: