Monday, August 28, 2006

Mengantisipasi Exposure Transaksi dalam Valas

Medan Bisnis, 28 Agustus 2006
Dalam kurun waktu 1 bulan terakhir, rupiah mampu bergerak dalam range yang cukup terkendali dalam rentang antara 9050 hingga 9300. sebagian pelaku pasar bahkan meyakini kalau rupiah akan bergerak stabil dikisaran harga 9000 hinggga 9500 sesuai dengan asumsi maupun pernyataan dari pejabat yang berwenang di negeri ini.

Tentunya ini kabar baik, apabila rupiah nantinya benar-benar bergerak sesuai dengan asumsi tersebut. Setidak-tidaknya pelaku bisnis akan lebih mudah dalam menentukan keputusan pembiayaan maupun investasi. Khususnya pelaku bisnis yang terkait dengan bisnis Global.

Umumnya perusahaan Global atau yang biasa dikenal dengan MNC (Multinational Company) maupun TNC (Transnational Company) selalu mempunyai kaitan erat dengan transaksi valas (valuta asing). Karena jenis perusahaan tersebut biasanya beroperasi di dua atau lebih negara, dan menggunakan lebih dari satu mata uang dalam operasionalnya.

Apabila sebagian besar kekayaan perusahaan didominasi dalam valas, maka dampak negatif resiko valas yang mungkin terjadi juga akan semakin besar, terlebih apabila nilai mata uang dalam valas tersebut berfluktuasi secara tajam.

Dalam kajian resiko valas, segala bentuk pengaruh yang diakibatkan oleh perubahan kurs valas biasa disebut dengan Exposure.

Dalam mengantisipasi kemungkinan exposure tersebut, biasanya investor akan mengambil tindakan hedging (lindung nilai atas kekayaan/utang dalam valas agar terhindar dari gejolak yang terjadi dalam valas). Dengan asumsi investor mempunyai informasi yang komplit serta mampu memprediksi arah pergerakan kurs secara akurat.

Namun, selayaknya tindakan hedging tidak dilakukan apabila investor justru diasumsikan sebaliknya. Karena kerugian yang timbul akan berdampak signifikan apabila tindakan hedging tersebut justru bertolak belakang dengan ekspektasi investor sebelumnya.

Dengan menggunakan teknik kontraktual, seorang investor umumnya menggunakan transaksi Forward, Swap maupun Option. Selain itu, investor juga dapat melakukan tindakan leading (mempercepat pembayaran ketika valas masih lebih murah dibandingkan dengan mata uang domestik, misal Rp), atau melakukan tindakan lagging (memperlambat pembayaran ketika mata uang domestik lebih murah dari valas).

Transaksi Forward
Seorang eksportir yang mendapatkan valas dari hasil ekspornya ke luar negeri, biasanya akan melakukan transaksi forward jual valas. Karena investor mendapatkan pemasukan dalam mata uang asing. Sementara importir akan melakukan sebaliknya, yakni melakukan transaksi forward beli valas.

Sebagai ilustrasi, seorang eksportir melakukan transaski forward jual valas (misal US$). Kurs US$/Rp saat ini (spot) 9000. Sementara kurs forward jual US$ satu bulan adalah 9050 (Kurs Spot 9000 ditambah premi forward satu bulan sebesar 50). Dalam hal ini investor mempunyai harapan bahwa kurs satu bulan yang akan datang nantinya lebih kecil dari kurs forward (9050).

Apabila kurs US$/Rp satu bulan yang akan datang sebesar 8950, maka investor telah mendapatkan keuntungan sebesar 100 poin (9050 – 8950). Namun apabila kurs US$/Rp satu bulan lebih besar dari kurs saat kontrak forward dibuat (9050) maka investor akan mengalami kerugian, karena harus menjual US$ di harga yang lebih rendah dari harga sebenarnya (misal 9100).

Transaksi Swap
Umumnya transaksi swap dilakukan dengan melakukan tindakan beli/jual valas dan akan melakukan transaksi jual/beli valas pada saat yang akan datang. Sehingga transaksi swap mempunyai dua arah yaitu beli dan jual atau jual dan beli.

Misalkan seorang importir membeli US Dolar pada harga saat ini di level 9000. dan akan berniat menjualnya kembali satu bulan yang akan datang. Apabila harga kurs satu bulan yang akan datang lebih besar dari 9000, maka importir mendapatkan keuntungan dengan melakukan hedging menggunakan transaksi Swap.

Namun importir juga akan mendapatkan kerugian apabila harga kurs US$/Rp nantinya lebih kecil dari kurs transaksi Swap disepakati (9000).

Transaksi Option
Meskipun belum begitu dikenal, namun transaksi option tidaklah jauh berbeda dengan transaksi Swap. Namun, Option memberikan fleksibilitas dibandingkan bentuk transaksi lainnya.

Misalkan seorang investor membeli US Dolar sebesar $10.000,- di level 9000, dan akan menjualnya kembali satu bulan yang akan datang. Sementara itu, harga pada saat satu bulan yang akan datang di sepakati sebesar 9100. Selain itu, investor juga diminta untuk membayar premi selama satu bulan, misal sebesar $10.

Apabila pada saat satu bulan yang akan datang kurs berada di level 9110, maka investor mempunyai hak untuk menjual di level 9110, meskipun kontrak transaksi option disepakati di level 9100. Namun apabila kurs satu bulan yang akan datang lebih kecil dari kurs saat transaksi option dibuat (9100). Maka, investor memilki hak untuk tidak menjual US$ nya, dan hanya dikenakan biaya sebesar $10 (premi satu bulan).

Tentunya, ada beberapa alternatif lainnya yang tersedia bagi investor untuk melakukan tindakan hedging. Namun, apapun bentuk transaksinya seorang calon investor harus memiliki tujuan yang jelas, dan tetap berhati-hati dalam melakukan transaksi.

Namun tidak selamanya exposure perlu untuk diantisipasi guna menghindari gejolak fluktuasi di pasar uang. Misalkan seorang importir tidak melakukan hedging atas utang-utangnya (dalam mata uang asing/valas), apabila investor mempunyai ekspektasi kuat bahwa terjadi pelemahan terhadap mata uang asing yang mendominasi utangnya tersebut.

Selain itu, berdasarkan pergerakan kurs satu bulan terakhir yang berada dalam kisaran 9050 hingga 9300, dan diprediksi akan terus bergerak sama hingga akhir tahun ini, maka exposure juga tidak berpengaruh signifikan terhadap suatu perusahaan. Sehingga resiko valas yang akan terjadi masih dapat diminimalisir tanpa harus melakukan transaksi hedging.

Tuesday, August 01, 2006

Pajak ORI Bersifat Final dan Tidak Ada Batas Penjatahan

Medan,(Analisa),01 Agustus 2006
Kekuatiran adanya pengenaan pajak yang bersifat tidak final dan batas penjatahan maksimal Rp 50 juta terhadap calon investor Obligasi Ritel Negara (ORI) seri 001, adalah tidak benar.

Demikian dikatakan pemerhati pasar uang Gunawan dari salah satu bank BUMN, Senin (31/7) bahwa ketegasan itu secara jelas telah disampaikan pemerintah sehubungan dengan besarnya peminat ORI. "Pemerintah pada dasarnya tidak membatasi jumlah maksimum pemesanan, demikian pula pengenaan pajak atas bunga kupon sebesar 20% dan pajak capital gain 20% juga sudah final, berapapun besarnya jumlah investasi yang ditanamkan," kata Gunawan.

Adanya kekuatiran pembatasan maksimal Rp 50 juta, katanya, merupakan komitmen pemerintah untuk memberikan kepastian penjatahan. Terhadap agen penjual, pemerintah memberikan keleluasaan untuk menentukan urutan prioritas dengan minimal pemesanan Rp 5 juta dan harus mampu mengutamakan pemesanan hingga Rp 50 juta, sementara kepada investor sama sekali tidak dibatasi besarnya jumlah pemesanan.

Hal senada juga diungkapkan Rusdi, Pimpinan Cabang Trimegah Medan, bahwa sesuai dengan keputusan Depkeu yang tidak membatasi jumlah maksimum pemesanan ORI maka pihaknya juga tidak melakukan pembatasan terhadap calon investor. Adanya kesalahpahaman mengenai memorandum sebelumnya, yang mengutarakan mengenai pembatasan pemesanan telah disalahartikan oleh calon investor.

Hanya saja, kata Rusdi, yang ditegaskan bagi calon investor haruslah mereka yang berkewarganegaraan Indonesia dan mengisi formulir selambatlambatnya sebelum batas akhir pemesanan pada 4 Agustus mendatang. Artinya, selambatlambatnya pada 3 Agustus, calon investor telah harus membereskan semua dana yang masuk (good fund) ke rekening agen penjual untuk diproses.

Sementara mengenai perhitungan besarnya suku bunga ORI sebesar 12% yang tidak jauh berbeda dengan suku bunga deposito saat ini, Gunawan mengatakan sebetulnya tidak benar. Karena saat ini, pemerintah telah menegaskan akan menurunkan suku bunga perbankan seiring dengan menguatnya Rupiah dan menurunnya inflasi. "Memang saat ini kelihatan tidak jauh berbeda, tetapi bagaimanapun ORI jauh lebih menguntungkan, selain karena perhitungan suku bunga yang telah final, pemberian suku bunga juga tetap selama tiga tahun," kata Gunawan seraya memberikan perbandingan antara investasi ke dalam bentuk deposito dan ORI, masing masing Rp 100 juta.

Karena merupakan instrumen yang aman, maka jumlah peminat ORI meningkat pesat. Dikatakannya, ada kemungkinan penawaran ORI yang ditargetkan akan melebihi dari permintaan di masyarakat. "Tentu saja, karena investor pemula cukup dengan modal Rp 5 juta telah diperkenankan membeli obligasi, dan memang di Medan cukup banyak investor demikian," katanya. (fin)

Memahami Obligasi Pemerintah bernama ORI

Medan Bisnis, 17 Juli 2006
Ditengah kecenderungan suku bunga akan turun, saat ini ditengah masyarakat hadir produk investasi baru bernama ORI. ORI adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau perorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual, dengan jumlah nominal yang telah ditetapkan.

Tujuan penerbitan ORI tidak lain adalah untuk membiayai anggaran negara, diversifikasi sumber pembiayaan, mengelola portofolio utang negara dan memperluas basis investor. Dasar hukum penerbitan ORI sendiri sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan tentang penjualan obligasi negara ritel dipasar perdana maupun UU No.24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

ORI merupakan Goverment Bond (Obligasi Pemerintah) karena diterbitkan oleh pemerintah. Oleh karena itu pembayaran kupon dan pokok juga dijamin pemerintah. Untuk mengetahui apa itu ORI lebih jauh, ada baiknya kita simak ilustrasi berikut ini.

Misalkan ada seorang peternak sukses bernama Sunardi yang ingin menginvestasikan uangnya sejumlah Rp 70 Juta ke dalam bentuk investasi surat berharga bernama ORI. Maka yang pertama dilakukan Sunardi adalah menghubungi Agen penjual yang telah ditetapkan pemerintah seperti, Bank Mandiri, Citibank, Mega, Bukopin, Danamon, Panin, Permata, NISP, maupun sejumlah perusahaan sekuritas seperti Tri Megah, Valbury dan Danareksa.

Syarat yang pertama adalah Sunardi benar-benar WNI, dibuktikan dengan menunjukan KTP atau SIM. Selanjutnya, Sunardi akan diminta untuk membuka rekening tabungan serta rekening surat berharga (kustodian).

Setelah itu, Sunardi kini tinggal menunggu penawaran ORI oleh pemerintah. Yakni dimulai tanggal 17 Juli hingga 4 Agustus 2006 (penjadwalan transaksi ORI selengkapnya dapat dilihat pada gambar). Namun, sebelum membeli ORI sejumlah faktor resiko harus diketahui oleh Sunardi terlebih dahulu.

Beberapa resiko tersebut antara lain yaitu Sovereign Risk (Keadaan dimana pemerintah gagal membayar kupon dan pokok), Liquidity Risk (Investor tidak menemukan lawan transaksi jual/beli di pasar sekunder), maupun Interest Rate Risk (Resiko yang ditimbulkan akibat adanya perubahan suku bunga di pasar uang).

Namun, sejumlah faktor resiko tersebut diperkirakan tidak akan terjadi; dengan asumsi Negara dalam keadaan Stabil (baik Politik, Ekonomi dan Keamanan) serta tidak ada kenaikan suku bunga yang signifikan.

Setelah semua syarat dipenuhi, dan ketika telah tiba masa penawaran, ORI dipatok dengan harga Rp1 Juta/unit dengan minimal pembelian sebesar Rp 5 Juta dan maksimal sejumlah Rp 50 Juta. Kupon atau suku bunga ORI sebesar 12.05%/tahun dibayarkan setiap bulan.

Akan tetapi, Uang Sunardi sejumlah Rp 70 Juta masih akan tetap diterima selama masih dalam masa penawaran. Namun, keputusan berapa besar uang Sunardi yang berhak diinvestasikan akan diumumkan pada tanggal 7 Agustus 2006 oleh pemerintah (atau lebih dikenal dengan istilah penjatahan).

Tiba saatnya pada tanggal 7 Agustus, Sunardi diasumsikan hanya diberi jatah sebesar Rp 50 Juta yang berhak untuk diinvestasikan ke ORI. Jadi sisanya sebesar Rp 20 Juta dikembalikan.

Selang beberapa hari selanjutnya, tepatnya pada tanggal 09 agustus ORI diterbitkan dan pada tanggal 10 Agustus Sunardi sudah mendapat konfirmasi kepemilikan ORI. Sunardi mendapatkan 50 Unit ORI (50 Juta/1 Juta). Bahkan ORI milik Sunardi juga sudah bisa diperdagangkan dipasar sekunder.

Setelah melakukan pembelian di pasar Perdana, Sunardi mulai menghitung keuntungan yang akan didapat per bulan dari modalnya yang diinvestasikan ke ORI sebesar Rp 50 Juta, dengan suku bunga 12.05%/tahun, serta pajak atas kupon sebesar 20 %, maka :

Bunga yang diterima Sunardi/Bulan = Rp 50 Juta x 12.05% : 12 bulan = Rp 500.000
Bunga/Kupon dipotong pajak 20 % = Rp 500.000 x 20% = Rp 100.000 -
Bunga/kupon bersih yang diterima Sunardi/bulan adalah = Rp 400.000

Dengan demikian, Sunardi mendapatkan bunga bersih sebesar Rp 400.000/bulan setiap tanggal 09 (sesuai dengan tanggal penerbitan ORI di pasar perdana) selama tiga tahun. Nah, pada saat jatuh tempo pembayaran pokok (3 tahun yang akan datang), Pemerintah akan membayar semua modal Sunardi sebesar Rp 50 Juta (100%).

Namun, sebelum masa jatuh tempo tepatnya pada tanggal 22 Mei 2007 Sunardi berencana menjual semua kepemilikan ORI nya. Ternyata harga 1 Unit ORI sudah naik menjadi Rp 1.100.000 (sebelumnya Rp 1 Juta) atau naik Rp 100 Ribu/unit.

Jadi, 50 Unit ORI milik Sunardi mendapatkan Capital Gain sebanyak Rp 5 Juta (Rp100 Ribu x 50 Unit). Dipotong pajak Capital Gain sebesar 20%, maka Capital Gain bersih diterima Sunardi adalah Rp 5 Juta – (Rp 5 Juta x 20%) = Rp 4 Juta

Kita mengetahui bahwa Sunardi selalu mendapatkan bunga sebesar Rp 400 ribu setiap tanggal 9 dan setiap bulan. Maka ada selisih 13 hari antara tanggal 09 Mei hingga tanggal 22 Mei (tanggal dimana Sunardi menjual seluruh kepemilikan ORI nya).

Sementara itu, jumlah hari pada bulan Mei adalah 31 hari. Maka rumus untuk mencari bunga selama 13 hari (09 Mei s/d 22 Mei) tersebut adalah 13/31 x (12.05%/12) x Rp 50 Juta = Rp 209.677. Bunga tersebut masih harus dipotong pajak sebesar 20%, Maka bunga bersih yang diterima Sunardi selama 13 hari adalah Rp 167.742 (Rp 209.677 - (Rp 209.677 x 20%)).

Jadi total keseluruhan uang yang diterima Sunardi pada saat menjual semua ORI miliknya pada tanggal 22 Mei adalah

Rp 50 Juta + Rp 4 Juta (Capital Gain) + Rp 167.742 (Bunga 13 Hari) = Rp 54.167.142

Disini terlihat bahwa selain mendapat bunga tetap per bulan, Sunardi sebagai investor juga mendapatkan Capital Gain. Namun pendapatan Sunardi tersebut diasumsikan tanpa ada biaya administrasi yang pastinya berbeda-beda antara satu agen penjual dengan agen penjual lainnya.

Setelah membaca ilustrasi tersebut anda tentunya dapat dengan mudah memahami ORI. Semua simulasi yang dijelaskan sebelumnya juga berlaku untuk kemungkinan resiko yang terjadi seperti Capital Loss. Kaidah-kaidah yang dijelaskan sebelumnya juga berlaku untuk semua bentuk transaksi di pasar sekunder. Untuk Capital Loss tidak dikenakan pajak apapun apabila jumlah Capital Loss lebih besar dari bunga yang diterima.

Namun, para investor harus jeli dalam memilih agen penjual. Karena biaya yang ditetapkan setiap agen penjual berbeda, bahkan ada bank ”plat merah” yang membebaskan beberapa biaya administrasi seperti pembukaan rekening kustodian, penyimpanan surat berharga serta biaya transfer kupon.

Jadi, Jangan sampai investasi yang kita miliki tidak optimal dalam memberikan keuntungan nantinya. Karena belum tentu ada investor yang seberuntung Sunardi (tokoh fiktif) yang selama berinvestasi dibebaskan dari biaya administrasi. Semoga sukses.

Minat Investor ORI Masih Sulit Dipantau

Medan, (Analisa), 19 Juli 2006
Masih sulit memantau minat investor dari kalangan ritel yang tertarik untuk berinvestasi Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI) seri 001 hingga resmi dijual oleh pemerintah pada awal Agustus nanti.

"ORI diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai anggaran negara atau defisit APBN, memenuhi kebutuhan dana tunai jangka pendek maupun sebagai instrumen pengelolaan portofolio utang negara. Jadi besarnya minat investasi dari kalangan ritel sejauh ini belum terpantau hingga pada saat penawaran perdana oleh pemerintah awal agustus nanti," kata pemerhati pasar uang Gunawan dari salah satu bank BUMN, Senin (17/7).

Penjualan obligasi untuk ritel yang pertama ini, menurutnya akan menarik banyak deposan dalam negeri. Karena pada umumnya metode pengenaan pajak dan minimun investasi cukup kecil dimulai dari Rp 5 juta. Untuk pengenaan biaya pengenaan pajak, investor dikenakan pajak atas bunga kupon sebesar 20% dan pajak atas capital gain juga sebesar 20%.

"Mengenai besaran pajak, belum bisa dinilai apakah terlalu mahal atau tidak, tergantung dari persepsi investor itu sendiri," paparnya. Meskipun demikian, kemungkinan terjadinya capital loss jauh lebih kecil daripada kemungkinan perolehan capital gain. Hal ini disebabkan suku bunga perbankan diprediksikan akan terus menurun. "Capital gain dan capital loss kemungkinan pasti akan terjadi di pasar sekunder, namun jika suku bunga perbankan terus menurun maka minat orang untuk berinvestasi ke obligasi akan semakin tinggi," katanya.

Sementara pimpinan Trimegah Medan Rusdi yang didampingi Rachmat waluyanto (Depkeu) di sela-sela seminar Trim-ORI, Sabtu kemarin mengatakan resiko investasi ORI sangat kecil.
Sejauh ini peraturan mengenai ORI tercakup dalam UU No.24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, maupun Peraturan menteri Keuangan Nomor 06/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Ritel di Pasar Perdana. Menurut rencana, obligasi ini akan diterbitkan 9 Agustus 2006. "Selain itu, biaya pembelian kepada agen penjual misalnya melalui Trimegah hingga kini masih bebas. Karena untuk penjualan ORI pemerintah telah menunjuk 11 agen penjual yang terdiri dari lembaga keuangan bank dan non bank ," katanya.

Walaupun masa jatuh tempo ORI, kata Rachmat adalah tiga tahun, namun sebelum habis masa jatuh tempo, investor juga dapat menjual kembali ORI kepada pasar sekunder.

Hanya saja, Gunawan menyarankan agar investor jeli dalam memilih agen penjual. Sejumlah agen menetapkan biaya administrasi yang berbeda. contohnya, beberapa bank kustodian menetapkan biaya pembukaan rekening kustodian rata-rata Rp 60 ribu.
Namun ada juga bank "plat merah" yang membebaskan biaya tersebut untuk nasabahnya yang ingin ikut berinvestasi di ORI."Jadi investor dituntut proaktif sebelum menentukan agen penjual," kata Gunawan. (fin)