Sunday, December 02, 2007

Pengalihan Resiko Mata Uang

Medan Bisnis, 26 November 2007
elemahya mata uang US Dolar belakangan ini telah membawa sejumlah pelaku pasar khawatir akan terus berlanjuntnya pelemahan US Dolar dalam jangka panjang. Hal tersebut membuat sejumlah negara arab akan mengganti cadangan devisanya yang semula dalam US Dolar ke dalam sejumlah mata uang termasuk Euro.

Dalam catatan terakhir US Dolar telah melemah terhadap Euro sebanyak 6% seiring dengan pemotongan suku bunga The FED, dan kembali mencatatkan rekor terendah selama 2 tahun terakhir terhadap mata uang Yen Jepang. Aksi carry trade diperkirakan menjadi alasan utama melemahnya mata uang US Dolar terhadap sejumlah mata uang dengan suku bunga yang lebih tinggi.

Pelaku pasar kembali melakukan likuidasi terhadap aset-aset carry trade, hal tersebut membuat permintaan terhadap mata uang Yen Jepang meningkat cukup signifikan. Fundamental ekonomi Amerika yang dinilai rapuh menciptakan ekspektasi akan kembali memburuknya kinerja perekonomian AS dalam waktu yang cukup lama.

Pengalihan resiko (risk aversion) yang terjadi di pasar saat ini diciptakan oleh gejolak fluktuasi harga minyak dunia yang dibarengi dengan memburuknya kinerja perekonomian raksasa dunia Amerika yang terus dihadapkan kepada ketidak pastian.

Banyak Bank Sentral di beberapa negara di belahan dunia yang mengkhawatirkan pergerakan mata uang US Dolar. Hal tersebut sangat berpengaruh karena hampir semua negara di dunia masih menggunakan US Dolar sebagai mata uang utama dalam cadangan terbesar devisa mereka. Hal tersebut juga turut memicu kebijakan sejumlah Bank Sentral yang akan beralih ke mata uang dunia lainnya (diversifikasi). Isu tersebut telah mencuat dan akan memberikan tekanan signifikan bagi pergerakan US$.

Diantara banyak pilihan mata uang, Euro merupakan mata uang yang paling banyak diminati oleh pelaku pasar. Hal tersebut membuat Euro menguat terhadap US$ dan masih akan bergerak naik mendekati 1.5 Euro/US$. Pejabat Bank Sentral Eropa Jean C. Treachet menyatakan bahwa penguatan Euro merupakan pilihan pasar yang percaya terhadap mata uang tersebut.

Nah, bagaimana dengan Rupiah?. Dalam beberapa hari perdagangan terakhir rupiah menunjukan tren penguatan walaupun masih cukup lamban. Pelemahan US Dolar sepertinya tidak serta merta akan diikuti oleh penguatan mata uang Rupiah.

Permintaan US Dolar yang cukup tinggi oleh pemerintah menjelang akhir bulan selalu berimbas negatif terhadap pergerakan Rupiah. Banyak kebutuhan strategis pemerintah di setiap akhir bulan dalam mata uang US Dolar yang selalu memberikan tekanan terhadap Rupiah.
Indonesia yang merupakan negara bukan sepenuhnya pengekspor minyak lagi tentunya membutuhkan banyak dana dalam US$ untuk memenuhi kebutuhan impor minyak dalam negeri. Apabila US Dolar terus menguat dan harga minyak kian tinggi seperti yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir, sudah pasti akan menambah beban pemerintah dan akan memperburuk APBN.

Perlukah risk aversion dalam pengelolaan cadangan devisa negara kita?, atau mungkinkah kita menggunakan mata uang dalam transaksi minyak dunia kita?. Pemerintah sejatinya harus bisa mempertimbangkan semua aspek terkait gejolak keuangan global akhir-akhir ini.

Ada pepatah yang mengatakan bahwa jangan tempatkan semua telur dalam satu keranjang. Maka hendaknya pemerintah juga bisa bertindak arif dengan tidak menyimpan cadangan devisanya dalam satu mata uang saja. Karena, fundamental negara dimana mata uang tersebut diterbitkan akan sangat berpengaruh terhadap mata uangnya.

No comments: