Sunday, January 06, 2008

Ramalan di Tahun 2008

Medan Bisnis, 31 Desember 2007
Jujur saja, Indonesia bergerak maju. Itulah pernyataan Presiden SBY beberapa hari yang lalu menjelang akhir tahun 2007. Pernyataan tersebut seakan menepis pernyataan para lawan partai politik SBY yang saat ini secara terus menerus melontarkan kritik terhadap pemerintahan SBY, yang notabene dinilai gagal dalam mengentaskan kemiskinan.

Presiden mengatakan bahwa dalam metodologi penghitungan mengenai angka kemiskinan pemerintah menggunakan BPS sebagai tolak ukur, sementara pihak yang menyatakan angka kemiskinan masih reklatif tinggi menggunakan institusi lain seperti Bank Dunia. Sehingga tidak ditemukan korelasi diantara sekian banyak pernyataan tersebut.

Sebagai rakyat biasa tentunya kita harus bijak dalam menilai manakah pernyataan yang dapat menggambarkan secara lebih realistis tentang negeri ini. Jangan pernah terjebak dalam pernyataan yang bersifat provokatif, dan jangan pernah juga untuk menomorduakan segala kekurangan terhadap pemerintahan yang berkuasa.

Kita harus lebih sensitif terhadap semua pernyataan yang keluar baik dari penguasa maupun dari elit politik yang sengaja mengusung sebuah permasalahan sebagai retorika untuk merebut kekuasaan. Kalau saat ini ada elit politik yang menyatakan bahwa kepedulian terhadap wong cilik termarjinalkan, maka lakukan analisa sebaliknya apakah selama elit politik tersebut berkuasa juga mempunyai kepedulian terhadap hal yang sama.

Secara ringkas, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007 memang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Pergerakan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil, meningkatnya cadangan devisa (diatas 52 Milyar US Dolar), surplus neraca pembayaran serta terkendalinya laju inflasi.

Kalau laju pertumbuhan ekonomi merealisasikan kenaikan sudah sepantasnya hal tersebut akan dikompensasi dengan penyerapan jumlah tenaga kerja baru yang berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Namun, kalaupun masih ada keluhan tentang tingginya angka pengangguran dan kemiskinan maka penyebaran dari laju pertumbuhan ekonomi itu sendiri yang dipertanyakan.

Namun tantangan di tahun 2008 sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik dari dalam negeri maupun sejumlah faktor eksternal. Menjelang Pemilu tahun 2009 pemerintah diperkirakan akan kembali menggunakan dana APBN yang cukup besar dalam menyelenggarakan Pemilu.

Dampak rencana kenaikan harga minyak domestik seiring dengan kenaikan harga minyak dunia juga perlu dipertimbangkan di tahun 2008 nanti. Kenaikan harga minyak akan menimbulkan resistant dari masyarakat dan akan menjadi permasalahan yang sangat sensitif karena dibarengi dengan kampanye politik. Dimana, kondisi yang tidak kondusif selama kampanye akan menjadi senjata yang ampuh bagi terciptanya ketidakstabilan ekonomi.

Sejumlah faktor eksternal seperti ketidakstabilan politik maupun laju pertumbuhan ekonomi global, fluktuasi harga minyak dunia, maupun pergerakan suku bunga global masih akan menjadi permasalahan yang secara langsung akan menyebabkan kontraksi di pasar domestik.

Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi di Amerika akan berdampak pada berkuranganya ekspor negara kita ke negara tersebut. Walaupun di Asia masih terjadi kenaikan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, namun kemampuan negara kita masih akan diuji dalam melakukan diversifikasi ekspor yang akan lebih tertuju pada negara-negara di kawasan Asia.

Fluktuasi harga minyak dunia memegang peranan penting dalam dinamika ekonomi. Gejolak harga minyak dunia yang hampir menyentuh level $100/barel pada triwulan IV 2007 diperkirakan masih akan terjadi di tahun 2008 nanti. Ketidakstabilan politik, tingginya permintaan hingga aksi spekulasi membuat harga komoditas ini menjadi sangat rentan terhadap isu yang mempengaruhinya.

Tren pergerakan suku bunga juga turut diwaspadai pada tahun 2008 nanti. Sejauh ini, pergerakan suku bunga The FED selalu menjadi acuan dalam pengambilan keputusan suku bunga Rupiah. Padahal ada kekuatan ekonomi dunia baru seperti China yang harus diperhitungkan juga dalam setiap pengambilan keputusannya.

Sejauh ini, keputusan The Fed yang menurunkan suku bunga tidak serta merta diikuti oleh Bank Sentral China (PBOC) yang justru melakukan tindakan sebaliknya. Hal tersebut tentunya sangat beresiko bagi Indonesia apabila turut melakukan hal yang serupa dengan Bank Sentral Amerika. Karena, Indonesia kehilangan kesempatan untuk menyerap likuiditas yang keluar dari Amerika, karena investor akan melirik negara lain yang lebih menarik dan menguntungkan untuk menanamkan modalnya.

Di tahun 2008 nanti, nilai tukar Rupiah masih berpotensi mengalami tekanan walaupun nilai tukar US Dolar melemah terhadap mata uang global. Inflasi diperkirakan masih akan bergerak stabil kendati berpeluang naik apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia, bencana alam, maupun tidak terkendalinya harga kebutuhan pokok.

Untuk menghindari dampak negatif dari dinamika ekonomi, pemerintah harus mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang berbasis konsumsi dalam negeri daripada hanya bergantung pada kemampuan ekspor yang jelas-jelas sangat dipengaruhi oleh penyerapan negara-negara tujuan ekspor yang beberapa diantaranya saat ini sedang “sakit”.

No comments: