Thursday, February 25, 2010

Bearish Membayangi Pasar

Medan Bisnis, 15 Februari 2010
Pimpinan Bank Sentral (Federal Reserves) Amerika Serikat Ben S. Bernanke menyampaikan bahwa AS siap untuk menaikkan suku bunga acuan, meskipun tidak merinci kapan tepatnya. Namun yang pasti tidak dalam waktu segera. Apabila suku bunga acuan dinaikkan maka akan terjadi kenaikan serupa terhadap bunga kartu kredit maupun kredit property.

Menimang pernyataan Ben S. Bernanke tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa tanda-tanda ekonomi AS membaik telah muncul, namun sejauh ini ekonomi AS belum sangat kuat untuk mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga. Ben S. Bernanke sepertinya hanya berupaya memulihkan keyakinan investor global dan juga Kongres AS. Jika perekonomian AS cukup kuat maka The Fed memiliki instrumen untuk meningkatkan suku bunga acuan serta menarik stimulus dari perekonomian.

Kebijakan suku bunga AS yang hampir mendekati 0% tentunya mampu menjadi pendorong membaiknya daya beli masyarakat AS. Meski demikian kebijakan tersebut masih harus ditopang dengan stimulus untuk menggiatkan kembali perekonomian. Ditengah memburuknya di Eropa khususnya Yunani, tentunya telah menyebarkan aura negatif dan memunculkan spekulasi bagaimana pemulihan bisa akan tetap berjalan.

Bukankah stimulus juga mengakibatkan likuiditas membanjiri masyarakat ditambah dengan tingkat suku bunga yang rendah. Dan terbayangkan, bagaimana kalau likuiditas tersebut nantinya tidak dapat berputar alias macet. Krisis yang lebih parah tentunya menjadi hal yang sesuai dengan perkiraan sebelumnya.

Kebijakan menaikkan suku bunga ditujukan untuk mencegah terjadinya asset bubble pada pasar saham dan komoditi serta untuk mengendalikan inflasi. Kekhawatirab serupa juga muncul di pasar bursa kita (BEI), dimana koreksi yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir disinyalir sebagai gelembung ekonomi yang berpotensi pecah.

Dengan keluarnya pernyataan tersebut akan membawa angin segar pada mata uang US Dollar. Spekulasi akan bermunculan. Sejauh ini pasar saham dan komoditi sedang dilanda penyakit sentimen fundamental yang negatif. Seiring dengan masih belum adanya kejelasan pada permasalahan utang publik di Yunani.

Proses pemulihan yang sebelumnya menebarkan optimisme, kini menjadi tidak stabil prosesnya. Banyak Negara yang kustru mengalami penurunan pertumbuhan seperti kebanyakan Negara eropa. China, yang diharapkan mampu menggantikan perekonomian AS justru memperketat likuiditas serta menambah cadangan devisa. Ini merupakan sinyal kehati-hatian yang bisa membumi hanguskan pasar saham.

Kalau mengandalkan data perekonomian dalam negeri. Solidnya data yang ditunjukan oleh perekonomian nasional sepertinya tidak akan mampu menahan derasnya arus/sentiment negatif eksternal. IHSG juga membukukan kinerja yang paling buruk dalam 2 pekan terakhir jika dibandingkan dengan kinerja indeks regional.
Ancaman lain juga muncul dari lembaga pemeringkat yang bisa saja menurunkan peringkat Indonesia seiring dengan permasalahan Bank Century. Saat ini investor dan lembaga pemeringkat (rating agency) masih wait and see terhadap hasil akhir pansus hak angket bank Century oleh DPR-RI.

Permasalahan Bank Century bisa saja menimbulkan polemik politik, yang secara umum adalah politisasi kebijakan ekonomi dan corporate action yang bisa mengganggu kepastian bisnis di Indonesia. Kalau semua sentimen yang tidak dapat diterima tersebut belum bisa membelikan arah penyelesaian yang jelas, maka saatnya telah datang bahwa koreksi di pasar saham, komoditas dan keuangan di depan mata.

No comments: