Saturday, February 06, 2010

Indonesia Ditengah Gunjang Ganjing Pasar Keuangan

Medan Bisnis, 01 Februari 2010
US Dolar kembali menguat terhadap mata uang dunia termasuk Rupiah. Negeri para dewa - Yunani yang dilanda krisis membuat orang semakin ragu dengan prospek pemulihan ekonomi global, dan kembali memburu US Dolar sebagai safe heaven. Sehingga membuat mata uang US$ mengalami penguatan paling signifikan terhadap Euro.

Yunani sejauh ini belum meminta bantuan Negara sekawasan – Uni Eropa untuk menyelamatkan perekonomiannya dari keterpurukan. Yunani menuding masalah krisis dinegaranya disebabkan oleh aksi spekulan yang memanfaatkan yunani. Hal tersebut terjadi karena yunani merupakan Negara yang paling lemah diantara Negara eropa lainnya.

Pasar juga merespon negatif pasar modal diseluruh dunia. Dalam beberapa hari perdagangan terakhir indeks bursa global tertekan yang diakibatkan oleh krisis yang masih melanda sejumlah Negara tersebut. Hal ini sangat memukul pasar keuangan dunia, akibat permasalahan di seputar dunia keuangan yang begitu kompleks. Kebijakan China dan negeri paman sam baru-baru ini sebenarnya juga masih menjadi sentimen negatif yang dapat membuat keuangan global terkoreksi.

Keadaan tersebut diperburuk dengan krisis di Yunani serta penurunan harga minyak mentah secara tajam. Nilai tukar Rupiah dan IHSG juga mengalami pukulan kuat, nilai tukar Rupiah kembali melemah di atas Rp.9.300/US$, sementara IHSG juga berkutat dikisaran 2.600 dengan kecenderungan turun. Minimnya sentimen pasar serta permasalahan politik dalam negeri membuat fluktuasi pasar finansial di Indonesia bergerak liar.

Seperti peringatan 100 hari kinerja kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh presiden susilo bambang yudhoyono. Beberapa hari sebelum dilaksanakan demo besar-besaran tersebut (28/01), telah membuat panik para pelaku pasar sebelumnya. Dan sekalipun aksi demo tetap berjalan lancar, namun keadaan tersebut tidak mampu membuat pasar finansial kita menggeliat. Sejmlah faktor eksternal masih tetap saja menghantui pasar keuangan kita.

Ada begitu banyak sentimen negatif yang akan membanjiri pasar keuangan kita dalam beberapa minggu kedepan. Permasalahan Bank Century yang berlarut-larut menjadi salah satu contohnya. Sementara itu, ekspektasi rendahnya laju inflasi selama tahun 2010 yang diperkirakan akan berada di kisaran 6%, sebenarnya merupakan angin segar, setidaknya BI rate akan tetap sama sepanjang tahun 2010 ini.

Namun perkiraan tersebut tidak selamanya benar, kenapa? Fluktuasi harga minyak mentah dunia yang berkutat pada harga $80/Barel saat ini yang menjadi salah satu indikatornya. Selain itu, kebijakan China yang membatasi penyaluran kredit perbankan juga akan menahan laju pertumbuhan ekonomi China yang akan mempengaruhi konsumsi minyak negara tersebut.

Melihat kejadian Yunani, Harga Minyak serta kebijakan yang sangat hati-hati dari 2 negara ekonomi besar seperti AS dan China, seakan memberi kesan bahwa tahun 2010 sebagai tahun pemulihan masih sebatas wacana saja.

Pasar masih melihat bahwa gunjang-ganjing di pasar keuangan dunia masih akan tetap terjadi. Ketidakpastian arah pemulihan ekonomi global juga masih terlihat. Ekonomi dunia masih berkutat mencari titik keseimbangan baru. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa Negara justru bertolak belakang.

Dari yang sebelumnya untuk melakukan pemulihan, menjadi kebijakan yang dibuat untuk mengurangi resiko akan terjadinya krisis yang lebih besar lagi. Indikator ekonomi negara kita sebenarnya masih cukup solid. Namun tidak menggaransi bahwa pasar finansial tetap bullish.

Ditopang dengan konsumsi dalam negeri yang signifikan, Pasar keuangan kita seharusnya tetap menjadi pilihan menarik bagi investor. Akan tetapi, dengan ketidak pastian arah pergerakan ekonomi global, sepertinya tren bullish yang dibentuk akan lebih banyak dibanjiri oleh dana jangka pendek (Hot Money) sehingga belum dapat menghindarkan kita dari gunjang ganjing di pasar keuangan yang akan datang.

No comments: