Monday, April 16, 2012

China Sebagai “Penjajah” Baru

Medan Bisnis, 16 April 2012
Dalam beberapa kesempatan yang pernah kita liat dalam sebuah aksi demonstrasi atau debat terbuka maupun dalam suatu perkuliahan, sering sekali seseorang berpendapat bahwa asing lha yang sebenarnya memberikan pengaruh terhadap perputaran roda perekonomian kita. Beberapa kalangan bahkan dengan sangat tegas dan berani menyatakan bahwa Pemerintah kita lebih berpihak pada orang asing dalam sejumlah kebijakan yang diambil.

Keinginan untuk lepas dari pengaruh orang asing menjadi pilihan utama dan lebih memfokuskan kepada sikap kemandirian bangsa sebenarnya bukan hanya keinginan dari segellintir masyarakat, namun juga menjadi keinginan pemangku jabatan dan seluruh elemen bangsa ini. Namun, permasalahan yang timbul bukan karena kita tidak mampu untuk mandiri secara penuh, akan tetapi banyak aspek yang memang menguntungkan bila ada kerjasama yang bisa kita lakukan dengan pihak asing, sekalipun memang pada dasarnya kita belum siap 100%.

Sering kita menggambarkan bahwa kepemilikan asing terhdap sejumlah asset vital negeri ini membuat sengsara bangsa ini. Terlepas dari Benar atau Salah, kita bisa mengambil contoh negara Korea Utara yang menutup kerjasama terhadap negara asing, secara ekonomi negara tersebut tidak lebih sejahtera bila dibandingkan dengan negara tetangganya Korea Selatan yang membuka pintu terhadap investasi asing.

Belajar dari China, negara dengan cadangan devisa terbesar tesebut di era sebelum tahun 80-an masih menjadi negara miskin. Namun saat ini negara tersebut berpeluang menjadi negara adidaya dan siap menjadi “penjajah” baru dalam sistem perekonomian Dunia. Kisah ini berawal dari krisis yang melanda kawasan Amerika Serikat dan menyebar ke negara sekutu AS di belahan benua Eropa.

Sun Yongfu, Kepala departemen yang bertugas untuk urusan Eropa di Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa saat ini bayak perusahaan-perusahaan besar China yang masuk ke Eropa. Kok bisa ya!!!. Jawabannya sederhana, disaat negara eropa dilanda krisis maka perusahaan di Eropa menghadapi satu hal masalah utama yaitu pembiayaan. Disaat negaranya tidak mampu menjadi penyedia uang melalui sistem perbankan, maka perusahaan tersebut sedang menuju kebangkrutan yang nantinya berimbas pada pengangguran dan kemiskinan.

Gejolak sosial yang rentan timbul di Eropa tersebut tentunya tidak diinginkan oleh semua elemen yang ada di suatu negara. Singkat kata, Eropa pun akhirnya memberikan kesempatan kepada siapa saja yang ingin menghidupkan kembali roda perekonomian Eropa dengan tujuan yang sangat mulia yaitu meminimalisir angka pengangguran dan kemiskinan akibat krisis yang berkepanjangan.

Dan China menjadi salah satu negara dengan kekuatan finansial yang sangat besar. Sejumlah perusahaan manufaktur China tidak menyia-yiakan kesempatan ini untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan di Eropa. Data dari kementerian perdagangan China menunjukkan bahwa di tahun 2011, investasi China di benua Eropa naik 94,1 persen. Sepertinya Eropa menjadi magnet terbesar bagi China untuk terus mengembangkan kekuatannya dalam model “penjajahan” baru.

Bentuk “penjajahan” seperti itu tentunya legal. Kata “penjajahan” sering diutarakan oleh sejumlah orang yang menganggap penguasaan finansial orang asing terhadap suatu asset merupakan suatu hal yang dilarang, menyengsarakan, tidak bersifat lokal serta dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan masih banyak lagi tudingan miring lainnya.

Padahal kalau kita mau jujur, model “penjajahan” tersebut sebenarnya muncul karena ketidakmampuan kita sendiri dalam mengelola asset. Banyaknya kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi sementara kemampuan kita yang sangat terbatas. Itu merupakan kesenjangan yang harus segara ditutup agar tidak muncul bentuk “penjajahan” seperti itu.

Indonesia menurut sejumlah analis dunia memiliki peluang untuk menjad negara dengan PDB besar serta berpeluang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi baru. Kalau kita tetap optimis dan berusaha, menjadi kekuatan ekonomi Dunia bukan merupakan mimpi yang sulit direalisasikan. Fokuskan kebijakan kepada hal-hal yang mendukung hal tersebut.

Seperti mengurangi Inefisiensi Birokrasi, Pembangunan Infrastruktur yang berkelanjutan, Kepastian Hukum, Pengendalian hutang dan sejumlah indikator Makro Ekonomi, dan jangan lupa terus mengedepankan kebijakan yang prudent (hati-hati). Ingat bila eropa saat ini menjadi “ladang” emas China, bukan karena Eropa yang tidak siap, namun karena Eropa kurang hati-hati dalam menjalankan kebijakan ekonominya termasuk kebijakan pengendalian Utang.

No comments: