Monday, April 16, 2012

Tidak Selamanya Rakyat itu Benar

Medan Bisnis, 9 April 2012
Pada dasarnya manusia menolak perubahan, begitulah setidaknya yang ditulis Rhenald Kasali dalam bukunya. Pada dasarnya manusia memiliki kecendrungan yang sama yakni sulit untuk melakukan perubahan terlebih bila perubahan itu dinilai tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri atau berujung pada ketidakpastian. Sebenarnya, sikap yang menjadi dasar perilaku manusia tersebut merupakan masalah yang sangat besar bagi kelangsungan hidup kita bersama.

Dalam beberapa tahun terakhir, krisis di Eropa menjadi topik hangat yang belum habis-habisnya dan menguras biaya, tenaga serta aspek-aspek sosial. Krisis keuangan yang terjadi membuat masyarakat di belahan Negara eropa tersebut memberikan sejumlah tuntutan seperti ketersediaan lapangan kerja, kesejahteraan atau pemerintah dinilai bersalah karena semakin banyaknya kemiskinan yang merajalela.

Aksi demonstrasi anarkis, kejahatan sosial, serta bentuk ketidakpuasan masyarakat yang merasa dirugikan karena tidak tersedianya lapangan kerja memicu ketidakstabilan nasional. Hal tersebut dengan sendirinya membawa pemerintah yang berkuasa bagaikan tidak memiliki nilai karena dinilai telah gagal mengemban amanah rakyat.

Pemerintahpun berupaya agar masalah krisis keuangan yang mendera banyak masyarakatnya dalam jurang kemiskinan melakukan semua daya dan upaya untuk mengatasinya. Namun, upaya tersebut justru ditentang oleh masyarakatnya sendiri yang jelas-jelas mereka sedang diupayakan agar diselamatkan dari krisis. Seperti yang terlihat sekarang ini adalah politik penghematan anggaran.

Sejumlah Negara di Eropa meminta bantuan kepada Negara lain agar bisa keluar dari jeratan krisis. Namun, Negara lain meminta agar Negara tersebut melakukan sejumlah penghematan agar terciptanya sebuah kepercayaan dari pihak kreditor. Namun, masyarakatnya justru menolak penghematan anggaran karena akan mem-PHK sejumlah pegawai negeri. Hal tersebut ditentang secara habis-habisan dan bila perlu turun ke jalan atau melakukan “balas dendam” dalam bentuk kejahatan sosial – kriminal.

Mereka menuntut agar krisis diselesaikan dengan segera, bila perlu semudah membalikkan telapak tangan. Padahal krisis tersebut bisa diatasi dengan segera bila semua masyarakat eropa memberikan dukungan penuh terhadap pemerintahnya sendiri.

Penghematan anggaran memang pahit karena memakan korban (PHK). Namun, bila itu semua terlaksana dan masyarakatnya menerima, maka pihak kreditor dengan senang hati memberikan pinjaman yang dapat digunakan untuk pembangunan, sehingga pertumbuhan ekonomi tercipta yang nantinya kembali menciptakan lapangan kerja.

Sifat dasar manusia tersebut berlaku disemua Negara tanpa kecuali Indonesia. Pemerintah yang terus berupaya menaikkan harga BBM beberapa waktu yang lalu harus kandas dengan gagasannya tersebut. Padahal ada rencana besar yang lebih menguntungkan bila gagasan menaikkan harga BBM tersebut terealisasi. Untuk menutupi defisit karena kenaikan harga minyak dunia maka pemerintah punya pilihan untuk menambah pinjaman (hutang).

Hutang tersebut digunakan untuk menutupui kekurangan anggaran akibat membengkaknya subsidi BBM. Sejauh ini, wacana harga minyak hanya mengacu pada kenaikan harga minyak dunia, jarang yang memasukan pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi juga turut memicu konsumsi BBM yang terus meningkat. Nah hutang tersebut juga harus kita bayar bunganya atau imbal hasil bila kita menggunakan prinsip syariah. Siapa yang bayar, rakyat tentunya atau kita yang sejauh ini agak gerah bila harga BBM mau dinaikkan.

Hutang yang banyak akan memicu resiko ekonomi yang kian besar. Resiko tersebut nantinya akan berdampak pada suatu siklus ekonomi yang bisa memicu kita pada kodisi Default (gagal bayar). Masalah gagal bayar saat ini sedang dialami oleh sejumlah Negara eropa yang dilanda krisis. Sehingga berhutang bukanlah jalan baik bagi kita semua karena memiliki konsekunsi serius yang pastinya kita semua tidak mau terjebak didalamnya.

Bila kita masuk kedalam jurang krisis, nanti kita juga akan menyalahkan pemerintah karena dinilai gagal mengemban amanah rakyat dan tidak mampu membawa kesejahteraan kita semua. Meskipun pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan itu semua, namun bila kita sebagai stake holder tidak mampu mendukung program kesejahteraan itu sendiri, maka sebaiknya kita juga mengkoreksi diri.

Bila kita telaah baik-baik, baik masalah di Eropa dan di Indonesia saat ini, masyarakat atau rakyat yang memiliki kendali penting untuk menuntaskan masalah2 ekonomi tersebut. Namun, rakyat juga punya persepsi yang beragam dan sangat rentan terjebak dalam isu yang menyesatkan. Pemerintah juga dinilai tidak memiliki kredibilitas dengan semakin banyaknya masalah yang merusak citra dan moral pejabat pemangku kepentingan.

Pada dasarnya masalah ekonomi adalah masalah yang diciptakan oleh manusia, dan jalan keluar dari masalah tersebut selalu terpikirkan oleh manusia, dan karena motivasi serta tujuan manusia itu sendiri yang membuat jalannya semakin rumit.

No comments: