Monday, April 16, 2012

BBM Naik Sebuah Keharusan, BBM Turun menjadi Keniscayaan

Medan Bisnis, 2 April 2012
Per tanggal 1 april kemarin harga BBM tidak jadi dinaikkan. Namun, keputusan sidang terseut justru memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM di masa yang akan datang. Seperti yang kita ketahui, hasil voting DPR menyepakati opsi kedua yaitu adanya penambahan ayat pada pasal 7 ayat 6 yang memperbolehkan pemerintah mengubah harga BBM jika harga minyak mentah (Indonesia Crude Price) mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata 15% dalam waktu 6 bulan.

Ini berarti pemerintah diberi kewenangan untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM bila harga minyak mentah dunia yang menjadi acuan mengalami kenaikan atau penurunan sesuai dengan amanah konstitusi. Hal ini berarti, harga BBM nantinya akan mengacu pada mekanisme pasar. Walaupun bukan berarti harga BBM nantinya akan cepat mengalami perubahan, setidaknya dalam satu tahun akan ada perubahan harga BBM mengacu pada harga minyak mentah dunia.

Sehingga, aksi demonstrasi secara besar-besaran menjelang keputusan rapat paripurna yang lalu, bisa dipastikan nyaris sia-sia. Karena suara untuk tidak manaikkan harga BBM jelas tidak terakomodasi dalam jangka panjang. Harga BBM tidak naik sepertinya hanya akan berlaku saat ini saja. Dan peluang harga BBM berubah di masa yang akan datang justru terbuka sangat lebar.

Selain itu, bangsa ini telah membayar mahal sejak wacana kenaikan harga BBM digulirkan. Harga-harga kebutuhan masyarakat sehari-hari sudah mengalami kenaikan padahal harga BBM justru tidak berubah. Masyarakat kita telah dirugikan oleh wacana tersebut, Karena ada yang memanfaatkan untuk melakukan spekulasi terhadap harga-harga barang. Ujung-ujungnya inflasi telah merangkak naik.

Dengan ketetapan tersebut sebenarnya kita turut diuntungkan, bila harga minyak mentah dunia nantinya bergerak turun. Sehingga ada kemungkinan harga BBM di dalam negeri turut menyesuaikan penurunannya. Namun, satu hal yang harus kita pahami bahwa dalam jangka panjang harga minyak mentah dunia akan terus mengalami kenaikan. Sulit untuk mengharapkan bahwa harga minyak mentah dunia mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di bumi serta keterbatasan produksi minyak dari masa ke masa.

Bila kita memproyeksikan harga minyak dalam kurun waktu 6 bulan mendatang. Maka besar kemungkinan harga BBM tidak akan mengalami kenaikan. Hal tersebut bila mengacu pada analisa minyak secara teknikal. Berdasarkan sumber dari http://www.forecasts.org/oil.htm, harga minyak dunia akan mengalami titik tertingginya di level $110/barel dan akan mengalami penurunan di bulan april mendatang.



Namun, itu masih merupakan analisa teknikal, dan bisa dikatakan mengabaikan faktor-faktor fundamental seperti ketegangan antara Iran – Israel dan AS, potensi meningkatnya permintaan minyak akibat tingginya pertumbuhan ekonomi maupun hal-hal lain yang kerap memicu harga minyak naik seperti perubahan cuaca maupun bencana alam. Sehingga harga BBM naik nantinya menjadi sebuah keharusan, dan harga BBM turun menjadi sebuah keniscayaan.

Pemerintah nantinya akan leluasa melakukan penyesuaian harga minyak, karena ungdang-undang yang baru sangat mendukungnya. Pemerintah RI kedepan baik incumbent ataupun pemerintahan baru nantinya juga sangat diuntungkan dengan penambahan pasal tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah substitusi ke sumber energy baru. Undang-undang kita yang baru jelas tidak mengakomodir hal tersebut, karena kenaikan harga BBM justru menyesuaikan. Bukan diganti ke energy yang baru bila harga minyak mentah naik nantinya.

Akan tetapi ini semacam faktor psikologis, dimana bila harga minyak mentah nantinya mengalami kenaikan, maka secara otomatis sumber energy baru nantinya akan menggantikan. Secara politis pemerintah kita sudah berada diposisi yang diuntungkan, oposisi juga sama selain mendapatkan nama, bila oposisi nantinya berkuasa kecil kemungkinan penambahan pasal tersebut akan diganti. MK (mahkamah konstitusi) menjadi benteng terkahir bila mengharapkan BBM murah dalam jangka panjang.

No comments: