Thursday, November 30, 2006

Tren Bullish yang Masih Akan Menggeliat

Medan Bisnis, 28 November 2007
Setelah kunjungan Presiden AS George W. Bush senin lalu, IHSG pada hari rabu (22/11) mencatatkan rekor tertinggi baru dalam sejarah Indeks Bursa Jakarta dan menembus level psikologis 1700, tepatnya di level 1705.44.

Kenaikan indeks tersebut menepis sejumlah anggapan yang sebelumnya menyebutkan bahwa Rupiah dan IHSG akan berada dibawah tekanan terkait dengan kunjungan Presiden Amerika. Asumsi tersebut sangat bertolak belakang dengan antusias pelaku pasar yang justru menilai bahwa kunjungan Presiden AS nantinya akan mengundang para pemodal khususnya investor asing, untuk berinvestasi di Indonesia.

Namun, apa benar demikian?, bukankan penguatan Rupiah dan IHSG karena ditopang oleh ekspektasi fundamental ekonomi Indonesia yang lebih baik dimasa yang akan datang?, bisa juga demikian. Yang pasti, pelaku pasar lebih optimis terhadap gambaran perekonomian Indonesia kedepan.

Dalam economic outlook 2007 yang baru digelar belum lama ini, pemerintah memberikan gambaran yang cukup realistis terhadap perekonomian Indonesia kedepan. Meski demikian, ekspektasi tersebut tidak terlepas dari pengaruh Global seperti dihentikannya siklus kebijakan uang ketat di Amerika serta melemahnya harga minyak dunia. Dan tentunya masih ada faktor eksternal lain yang turut mendukung membaiknya kinerja ekonomi Indonesia.

Beberapa asumsi dasar yang paling ditekankan pemerintah adalah laju inflasi yang ditargetkan akan tumbuh dibawah 6% di tahun 2007. Dengan laju inflasi yang rendah BI diharapkan mampu mengeluarkan kebijakan yang pro-pertumbuhan. Akan tetapi, perlu diwaspadai bahwa kenaikan gaji PNS di tahun 2007 juga berpotensi menambah tekanan terhadap laju inflasi. Karena laju inflasi yang tinggi akan membuat laju pertumbuhan ekonomi akan menjadi sia-sia.

Sejauh ini, ekspektasi yang optimis tersebut langsung maupun tidak langsung telah membawa IHSG maupun Rupiah merangkak naik dan diperdagangkan dalam jalur hijau. Kenaikan Indeks Bursa Wall Street serta menguatnya sejumlah mata uang asia turut memberikan kontribusi positif bagi pergerakan IHSG maupun Rupiah. Namun sejauh ini, kekhawatiran akan kembali melemahnya IHSG dan Rupiah secara teknikal bermunculan.

Secara fundamental, rupiah masih berpotensi melemah. Terlebih lagi, apabila BI kembali memotong suku bunga Rupiah dalam Rapat Dewan Gubernur BI awal Desember mendatang. Tentunya perbedaan suku bunga atau interest rate differential akan semakin kecil, hal inilah yang selalu membuat pelaku pasar melarikan dananya keluar negeri.

Tapi tunggu dulu, bukankah Bank Sentral Amerika diperkirakan tidak akan menaikan suku bunganya. Bahkan beberapa kalangan menilai bahwa The FED Fund Rate (suku bunga US Dollar) berpotensi untuk kembali dipangkas. Kalau memang suku bunga US Dollar akan dipotong, maka, tekanan terhadap rupiah secara sistematis akan berkurang.

Tidak hanya itu, prospek ekonomi AS kedepan juga tidak akan cukup menopang mata uang US Dollar melewati masa keterpurukannya seperti sekarang ini. Melemahnya daya beli masyarakat AS, melambatnya laju pertumbuhan Amerika, serta meningkatnya laju tekanan inflasi yang ditambah dengan defisit neraca perdagangan AS yang terus membengkak, kiranya akan menambah tekanan terhadap US Dollar, yang hingga saat ini masih melemah terhadap sejumlah mata uang dunia, dan diperkirakan akan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.

Jadi, walaupun BI nantinya kembali memotong suku bunga, cukup beralasan kiranya kita berasumsi bahwa hal tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Rupiah.

Bagaimana dengan IHSG?, Sejauh ini, kenaikan IHSG tidak terlepas dengan ekspektasi penurunan BI Rate serta ditambah faktor eksternal lain seperti melemahnya harga minyak dunia dan kenaikan indeks di beberapa lantai bursa di Asia dan Amerika.

Harga minyak dunia kembali turun seiring dengan melemahnya permintaan akan minyak dunia. Ekspektasi laju pertumbuhan ekonomi di negara Asia telah membawa investor asing kembali memburu saham-saham di lantai bursa Regional.

Banyak kalangan menilai, harga saham saat ini masih relatif murah apabila dibandingkan dengan prospek kenaikan IHSG di tahun 2007. Sejumlah saham multifinance maupun ritel diperkirakan akan menjadi primadona seiring dengan daya beli masyarakat yang semakin membaik.

Bahkan dalam beberapa perdagangan IHSG sempat mengalami anomali, yakni menguat ditengah memburuknya sejumlah indeks bursa Asia. Pada perdagangan hari jumat (24/11) IHSG kembali menguat di level 1717.73 walaupun sejumlah indeks bursa Asia terjungkal. IHSG seperti terdorong oleh sentimen positif dalam negeri serta mengabaikan sejumlah sentimen negatif eksternal.
Dengan menggambarkan bahwa sejumlah faktor non-ekonomi (keamanan, politik) dalam keadaan kondusif, maka Rupiah dan IHSG masih akan menunjukan tren bullish yang masih akan menggeliat di tahun 2007.

No comments: