Tuesday, June 05, 2007

Kekhawatiran yang Mendorong Penguatan Valuta

Medan Bisnis, 03 Juni 2007
Pemerintah China kembali mengeluarkan kebijakan di sektor keuangan dengan menaikan pajak atas perdagangan saham menjadi 0.3% dari sebelumnya sebesar 0.1%. Kebijakan tersebut memicu melemahnya sejumlah indeks bursa di Asia bahkan di dunia. Kebijakan pemerintah China tersebut dilandaskan atas kekhawatiran akan adanya pembalikan modal seiring dengan penguatan pasar ekuitas di China belakangan ini.

Namun, kebijakan pemerintah China tersebut membuat mata uang Yen Jepang kembali menguat. Bahkan mata uang Euro harus mengalami koreksi yang paling dalam setelah mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah terhadap mata uang Yen Jepang. Pengumuman aturan baru oleh pemerintah China tersebut telah memicu kekhawatiran akan resiko yang ditimbulkan dari transaksi carry trade dengan cara meminjam mata uang Yen Jepang.

Tidak hanya itu, imbas dari kebijakan tersebut juga dirasakan pada fokus pasar yang mulai tertuju pada performa pasar saham dunia. Korelasi positif pun terlihat dalam beberapa minggu perdagangan terakhir, dimana ketika pasar saham mengalami koreksi, maka hal serupa juga terjadi pada pergerakan sejumlah mata uang.

Perubahan trenpun diperkirakan akan terjadi. Dimana pada saat sebelumnya Yen Jepang akan melemah apabila terjadi penguatan di pasar saham, maka pada saat ini perubahan porsi dalam transaksi carry trade akan sangat menguntungkan mata uang Yen Jepang, karena ada tren pelemahan pasar saham dunia.

Namun, beberapa data penting dari Amerika seperti Gross Domestic Product (GDP) dan data Non-Farm Payrolls akan berpeluang besar menahan laju penguatan mata uang secara signifikan. Beberapa angka aktual positif serta FOMC (Federal Open Market Committee) minutes juga berpotensi membuat mata uang US Dolar menguat.

Sejauh ini pernyataan hawkish dari pejabat Federal Reserve memberikan gambaran bahwa kemungkinan akan diturunkannya bunga The FED semakin kecil. Bahkan ekspektasi akan kembali dinaikkannya bunga The FED masih bermunculan. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dimana Bank Sentral Amerika tetap mengkhawatirkan akan tingginya laju inflasi di Amerika.

Kemungkinan tersebut diperkuat dengan adanya kemungkinan kenaikan suku bunga di beberapa Bank Sentral seperti ECB (Zona Euro), BoE (Inggris), dan BoC (kanada) yang diperkirakan masih akan menaikan suku bunga sekali lagi dalam tahun ini.

Sementara itu, mata uang Rupiah juga mengikuti langkah yang sama terhadap pergerakan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Melemahnya bursa saham di China juga menjadi alasan utama melemahnya IHSG serta mata uang Rupiah. Namun, hal tersebut dinilai sebagai gejolak keuangan Global, yang diperkirakan tidak akan berlangsung dalam waktu yang lama. Karena memang kebijakan menaikan pajak atas perdagangan saham akan memicu pelemahan indeks bursa dalam beberapa minggu kedepan.

No comments: