Tuesday, June 19, 2007

Rupiah Under Pressure

Medan Bisnis, 18 Juni 2007
Selama sesi perdagangan minggu kemarin, Rupiah diperdagangkan dalam fluktuasi yang sangat lebar dan sempat menyentuh level terendah dikisaran harga 9110. Namun laju pelemahan Rupiah sepertinya terhenti dan selanjutnya bergerak terbatas dalam range 8900 hingga 9100. Diturunkannya BI rate sebesar 25 basis poin dinilai menjadi salah satu pemicu utama melemahnya Rupiah terhadap US Dolar.

Padahal di Amerika, The FED masih menyatakan bahwa tingginya laju tekanan inflasi masih menjadi isu penting, sehingga menimbulkan ekspektasi bahwa bunga The FED masih akan bertahan dan dimungkinkan akan kembali dinaikan. Pernyataan hawkish yang dilontarkan beberapa pejabat federal reserve tersebut sempat membuat US Dolar menguat terhadap hampir semua mata uang hard currency lainnya. Meski demikian, aktifitas perdagangan terpantau minim dengan sebagian besar mata uang bergerak dalam kisaran yang sempit.

Sementara itu, BI masih memberikan sinyal bahwa suku bunga masih akan diturunkan lagi hingga ke level 8% sampai akhir tahun ini. Pernyataan tersebut tentunya sangat bertolak belakang dengan langkah sejumlah Bank Sentral termasuk Amerika yang justru diekspektasikan akan menaikan suku bunga acuannya.

Sejauh ini, transaksi model carry trade masih menjadi faktor penggerak utama pasar. Namun minat investor terhadap Rupiah tentunya akan berkurang seiring dengan tren penurunan suku bunga Rupiah. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat BI merasa khawatir dengan melemahnya Rupiah belakangan ini, karena masih somewhere around 9000 dan menurut BI melemahnya Rupiah juga dikarenakan faktor Global. Over confidence mungkin itu yang dirasakan BI saat ini.

Sangat berbeda dengan Selandia Baru, Bank sentral selandia baru atau RBNZ melakukan intervensi dengan membuat mata uang Dolar selandia melemah terhadap mata uang yang memberikan yield lebih rendah, terutama terhadap Yen Jepang dan Franc Swiss. Kebijakan tersebut diambil 4 hari setelah RBNZ menaikan suku bunga menjadi 8% (merupakan suku bunga tertinggi diantara Negara maju lainnya). RBNZ meyakini bahwa penguatan mata uang Dolar Selandia Baru tidak terlepas dari aksi carry trade pelaku pasar.

Kebijakan tersebut menegaskan bahwa RBNZ sangat keberatan dengan terlalu menguatnya mata uang Dolar Selandia Baru. Bukan tidak mungkin langkah serupa juga akan diikuti oleh Negara lainnya yang mengkhawatirkan dampak negatif dari transaksi carry trade.

Tekanan terhadap mata uang Asia, khususnya Rupiah diperkirakan masih akan terus berlanjut seiring dengan dirilisnya beberapa data perekonomian AS, yang akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan-perkembangan yang melebihi ekspektasi. Data-data tersebut membuat pasar berkesimpulan bahwa inflasi masih menjadi masalah utama dan mungkin akan memaksa The Fed mengambil sikap yang bertendensi terhadap kenaikan suku bunga atau hawkish.

Kalau ekspektasi pasar menyebutkan hal seperti itu, maka bisa diperkirakan bahwa ruang penguatan Rupiah akan semakin kecil tentunya, seiring dengan adanya tren kenaikan suku bunga global serta adanya tren penurunan suku bunga di dalam negeri.

No comments: