Sunday, March 02, 2008

Krisis Pangan Kembali Mengancam

Medan Bisnis, 24 Februari 2008
Harga sejumlah komoditas seperti minyak mentah dunia kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan seiring dengan melemahnya mata uang US Dolar. Selain itu, laju inflasi yang cukup tinggi di beberapa negara seperti China, India, Indonesia maupun Filiphina juga akan berdampak sangat buruk bagi pemenuhan kebutuhan pangan.

Harga minyak mentah dunia pada perdagangan hari rabu sempat melebihi harga $100 per barel atau tepatnya di level $100,700 per barel. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi harga sejumlah komoditas lainnya seperti emas, perak dan gandum. Selain itu, memburuknya kinerja perekonomian Amerika turut memberikan andil besar terhadap kenaikan harga sejumlah komoditas.

Di China laju inflasi berlari lebih dari 7%. Kenaikan tersebut tentunya akan membuat biaya hidup masyarakat disana akan meningkat, dan akan berimbas pada kenaikan gaji buruh. Kalau gaji buruh mulai menunjukan peningkatan tentunya akan dikompensasi dengan kenaikan harga produksi, yang akan berujung pada kenaikan harga dimana barang tersebut dipasarkan.
Inflasi sepertinya akan menjadi ancaman serius bagi perekonomian global kedepan. Selain dikarenakan stagnasi perekonomian AS, inflasi tinggi juga disebabkan oleh tren penurunan suku bunga. Indonesia juga akan sulit menghindari ancaman inflasi dunia yang diperkirakan akan berimbas pada kenaikan harga bahan pangan di dalam negeri.

Sejauh ini pemerintah lebih memilih untuk mengambil opsi subsidi untuk bahan pangan maupun minyak. Kebijakan pemerintah tersebut akan memberikan dampak pada membengkaknya defisit APBN dan akan menguras cadangan devisa. Selain itu, pola stabilisasi harga dengan subsidi juga berpotensi menambah utang luar negeri pemerintah.

Disaat sulit untuk menaikan laju pertumbuhan perekonomian seperti sekarang ini, pemerintah Indonesia sepertinya sudah terjepit ditengah memburuknya perekonomian global. Harga minyak diperkirakan akan terus menghantui karena masih berpotensi untuk naik lebih tinggi lagi. Asumsi APBN yang mematok harga minyak dilevel $83 per barel sepertinya juga akan meleset.

Walaupun ada penguatan pada nilai tukar Rupiah, namun belum bisa dipastikan apakah penguatan Rupiah dapat meng-cover kenaikan harga minyak dunia seperti yang terjadi pada saat ini. Selain itu, kenaikan harga minyak juga telah merubah pola produksi minyak Pertamina yang sebelumnya membeli minyak mentah untuk dilakukan penyulingan sebelum menjadi bahan bakar, menjadi membeli barang jadi minyak untuk dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar.

Berita menggembirakan sempat menyelimuti perdagangan komoditas ini di New York Merchantile Exchange (NYMEX). Yakni berita dari departemen energi AS mengenai melemahnya permintaan minyak oleh Amerika, yang dikarenakan meningkatnya pasokan minyak di negara tersebut. Harga minyak pun langsung turun dikisaran level $97 per barel.

Namun, belum diketahui sampai kapan harga minyak akan bertahan dibawah level $100 per barel, karena banyak pengamat dan lembaga yang memperkirakan bahwa harga minyak diatas $100 per barel hanyalah masalah waktu. Hal tersebut dilandasi oleh kebutuhan minyak beberapa negara seperti China dan India yang diperkirakan akan “minum” minyak lebih banyak lagi dalam beberapa tahun kedepan. Di beberapa negara di Eropa juga mengalami tekanan inflasi tertinggi sejak diberlakukannya mata uang Euro pada tahun 1999, Inflasi sebesar 2,6% pada saat ini.

Sejumlah komoditas seperti kacang kedelai diperkirakan akan terus mengalami tekanan di pasar domestik. Kebijakan pemerintah yang melakukan subsidi diperkirakan akan terbebani apabila harga kacang kedelai kembali naik di pasar global.

Mendekati Pemilu di tahun 2009 mendatang, kenaikan sejumlah harga barang akan menjadi isu penting dalam kampanye politik. Pemerintahan SBY akan mengalami guncangan hebat semasa beliau menjabat sebagai Presiden RI. Alasan ketidakmampuan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan akan menjadi isu yang nyata dan mempunyai realita seperti yang terjadi pada saat ini.

Harga komoditas yang melambung akan menjadi menu utama yang cukup efektif dalam kampanye nantinya. Walaupun pemerintah SBY masih melakukan subsidi guna meredam harga, namun pasti ada celah lain seperti Hutang yang membengkak atau defisit APBN yang kian membesar yang dapat dijadikan bumerang untuk menjatuhkannya.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pernyataan SBY yang menyatakan kelangkaan pangan merupakan masalah global benar adanya. Namun, kenaikan harga pangan sangat erat kaitannya dengan masalah perut. Ancaman serius dari harga pangan sepertinya tidak akan mampu tertutupi oleh retorika seorang pejabat kuat seperti SBY sekalipun.

No comments: