Sunday, April 06, 2008

Panik Harga Minyak

Medan Bisnis, 24 Maret 2008

Dalam perdagangan 2 minggu terakhir, harga minyak dunia sempat diperdagangkan naik di kisaran level $110/barel. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi dan telah memberikan kekhawatiran baru bagi pasar finansial global. Harga minyak yang tinggi telah menimbulkan kepanikan karena akan membuat laju inflasi tak terkendali. Keterpurukan US Dolar di pasar disinyalir menjadi pemicu melambungnya harga minyak dunia.

Walaupun pada saat ini harga minyak dunia kembali diperdagangkan turun diatas $93/barel, namun penurunan tersebut merupakan imbas dari faktor teknikal belaka. Melemahnya laju pertumbuhan ekonomi AS telah menjadi isu di pasar, dan telah menyebarkan wacana bahwa konsumsi minyak di negara adidaya tersebut akan berkurang. Akan tetapi tetap saja harga minyak dunia diperkirakan akan terus bergerak naik dan akan mencoba menembus level psikologis yang baru.

Pada dasarnya harga minyak dunia mempunyai nilai intrinsik, yang juga dimiliki oleh beberapa komoditas lainnya. Di saat US Dolar melemah tajam maka harga minyak akan relatif lebih murah terhadap mata uang kuat selain US Dolar seperti Euro dan Yen Jepang. Oleh karena itu, walaupun harga minyak dunia mengalami kenaikan hal tersebut tidak akan secara langsung membuat ketertarikan akan minyak berkurang.

Terlebih China dan beberapa negara berkembang lainnya diperkirakan masih akan menunjukan kenaikan terhadap konsumsi minyak dalam negerinya, khususnya guna mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sehingga bisa diprediksikan bagaimana harga minyak dunia kedepan akan terus mengalami kenaikan secara konsisten.

Kenaikan harga minyak juga telah membuat sejumlah komoditas pangan naik secara signifikan, yang menimbulkan dampak pada tingginya laju inflasi dan menggiring banyak bank sentral di dunia mempertahankan suku bunganya. Bank sentral Australia (RBA) menyatakan pentingnya kebijakan suku bunga tinggi guna meredam tingginya laju inflasi yang dibarengi dengan pertumbuhan perekonomian global yang masih dibawah trend.

Bank sentral Inggris atau biasa disebut dengan BOE, juga masih terus berjuang guna menaklukan tingginya laju inflasi. Harga minyak, makanan dan komoditas telah menjadi faktor utama kenaikan inflasi di negara tersebut. Sejauh ini, Bank of England akan lebih memprioritaskan pada pertumbuhan ekonomi guna memenuhi permintaan konsumen. Namun, keputusan tersebut juga akan tetap menyisakan masalah karena akan berdampak pada meningkatnya laju tekanan inflasi.

Dikepung dengan 2 hal yang saling tidak menguntungkan, pemerintah Indonesia juga mengalami hal yang sama. Sejauh ini kenaikan harga minyak telah membuat panitia anggaran DPR mencari cara guna menyelamatkan negara dari defisit yang kian besar. Asumsi harga minyak dalam APBN sebesar $83/barel sepertinya tidak menyelamatkan pemerintah dari defisit yang kian menganga.

Sejauh ini, pemerintah hanya berkutat pada solusi bagaimana mensiasati subsidi BBM yang kian membesar, tanpa ada keberanian untuk memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan besaran suku bunga acuan atau BI rate, meskipun kesempatan tersebut masih terbuka lebar. Keputusan pemerintah yang terkesan lebih menekankan pada aspek moneter mencerminkan pemerintah kurang berani dalam menerima resiko. Proses penyelesaian defisit pada saat ini lebih tertuju pada pemenuhan hasil jangka pendek.

Menaikan harga minyak merupakan salah satu opsi pemerintah dalam mensiasati tingginya harga minyak dunia belakangan ini. Beberapa opsi yang lain seperti menaikan cukai premium serta membatasi penjualan minyak bersubsidi juga akan diajukan pemerintah ke parlemen. Namun, opsi tersebut nantinya tetap berujung pada melemahnya daya beli masyarakat atau bisa jadi gagal pada tahap impelementasi dilapangan.

Kebijakan dengan menurunkan suku bunga secara signifikan sepertinya belum menjadi alternatif terhadap gejolak harga minyak dunia di tengah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global. Padahal laju pertumbuhan ekonomi dapat didorong dengan mengambil langkah tersebut. Pada saat ini, langkah yang diambil pemerintah Indonesia dinilai belum menyentuh dan berpihak pada penyelesaian masalah kesejahteraan bangsa ini seperti penanggulangan pengangguran dan kemiskinan.

No comments: