Medan Bisnis, 25 Juni 2012
Para pelaku
pasar keuangan pada umumnya mengikuti
perkembangan informasi seputar pasar keuangan dan merespon sesuai dengan
baik atau buruknya informasi tersebut. Proses pengolahan data maupun informasi
menggunakan sejumlah alat analisa yang paling familiar yang kita kenal yaitu
analisa fundamental dan teknikal.
Bila mengacu
pada kedua analisa tersebut tentunya tidak ada yang salah bila mengacu pada
hasil analisa. Perbedaan hasil analisa yang terjadi dikarenakan oleh persepsi
maupun asumsi yang menjadi modal utama bagi seorang analis. Pemahaman,
pengalaman maupun pendidikan menjadi kunci utama kesuksesan analis dalam
melakukan prediksi terhdap pembelian maupun penjualan suatu aset keuangan.
Sayangnya,
seorang analis tidak akan berarti apa-apa bila hasil analisanya tidak
diterapkan dalam pembuatan keputusan oleh para investor. Sehingga peran pelaku
investor justru lebih besar dibandingkan dengan peran seorang analis, karena
investor adalah seorang eksekutor. Meskipun pada umumnya keputusan investor
mengacu pada hasil analisa seorang analis.
Sehingga seorang
analis yang dikatakan jitu adalah analis yang memang memiliki konstituen atau
pengikut (investor) yang memadai. Bila seorang analis tersebut melakukan
analisa terhadap suatu surat berharga (saham maupun obligasi), maka analis
tersebut didukung oleh sejumlah investor yang siap melakukan eksekusi terhadap
apapun rekomendasi dari seorang analis.
Sehingga disini,
yang dijual oleh seorang analis adalah informasi. Penguasaan informasi seorang
analis terhadap pasarnya menjadi kunci utama keberhasilan dari analis tersebut
dalam menjual informasinya. Semakin besar pangsa pasar informasi yang
dikuasainya maka semakin mudah seorang analis tersebut melakukan penetrasi
terhadap sejumlah hasil analisa dari sang analis tersebut.
Hanya saja,
informasi tidak hanya didapatkan dari seorang analis. Media lain yang
memberikan berita seputar dunia keuangan juga dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan investor dalam membuat keputusan. Informasi dari media tersebut akan
ditelaah oleh investor dengan kemampuan maupun persepsinya masing-masing
sehingga membuat beragam aasumsi yang nantinya akan bermuara pada permintaan
maupun penawaran dari suatu surat berharga itu sendiri seperti saham, obligasi,
reksadana maupun sejumlah produk keuangan lainnya.
Beragam persepsi
tersebut lah yang menjadikan harga suatu surat berharga mengalami kenaikan dan
penurunan harga. Bila semua investor memiliki informasi dan pengetahun yang
sama maka harga suatu sekuritas dipastikan tidak akan mengalami perubahan. Nah,
persepsi yang berkembang dibagi adalam dua jenis yaitu rasional dan tidak
rasional. Dan sayangnya baik kedua alasan tersebut sama-sama mampu mempengaruhi
pergerakan suatu surat berharga.
Tidak rasional
bukan berarti dipandang sebagai suatu yang harus tidak diikuti oleh investor.
Tidak rasional justru mampu memberikan keuntungan bagi si investor bila sang
investor tersebut mampu memanfaatkan momentum yang terjadi di pasar. Seperti
saat salah satu Bank yang ada di Eropa yang diturunkan peringkatnya akhir-akhir
ini. Spontan harga saham Bank tersebut turun dan memicu sejumlah investor di
eropa melakukan aksi jual sekuritas.
Aksi jual
tersebut berujung pada melemahnya indeks bursa di eropa. Wajarkah yang merka
lakukan itu? Sekali lagi tatanan wajar atau tidak merupakan persepsi dari kita
masing-masing dalam memberikan sudut pandang. Nah, selanjutnya investor di
Indonesia juga mengalami kekhawatiran yang sama. Banyak investor disini
melakukan aksi jual karena sejumlah saham Perbankan di luar sana tengah
mengalami penurunan.
Padahal kondisi
Bank di Indonesia masih bisa dikatakan baik-baik saja. Sehingga tidak rasional
bila kita melakukan aksi serupa sementara jelas ada perbedaan kondisi
fundamental yang terjadi di luar dan di Indonesia. Tapi itulah pasar, tidak ada
yang mampu mengendalikannya 100%. Persepsi yang beredar tersebut tidak bisa
diseragamkan. Dan sayangnya persepsi pelaku pasar hampir semuanya sama.
Pelaku pasar
bergerak bagaikan air yang mengalir mengikuti perilaku kebanyakan investor
lainnya. Walaupun tidak mengetahui secara benar entah mau dibawa kemana
nantinya. Sehingga pelaku investor kebanyakan bagai gambar piramida seperti
pada umumnya. Tidak-rasionalitas menjadi bagian hidup investor dalam melakukan
sejumlah keputusan strategis.
“Monkeys Did, Monkeys Do”, begitulah ilustrasi yang dapat digambarkan bagi pelaku pasar di pasar keuangan di belahan dunia manapun. Sehingga hanya sebagai kecil saja yang dapat dikatakan sebagai The Real Investor. Sehingga tidak berlebihan bila kita menyebut bahwa sebenarnya banyak orang”gila” di pasar keuangan khususnya pasar modal. Di bagian manakah kita?. Kita sendiri pasti bingung membedakannya.
No comments:
Post a Comment