Monday, March 26, 2012

Tetap Bersikap Baik Meskipun Harga Minyak Naik

Medan Bisnis, 12 Maret 2012
Kebingungan mungkin itu yang sedang dialami pemerintah kita sebelum menaikkan harga BBM di dalam negeri. Keputusan tersebut memang bukan merupakan keputusan yang mudah diambil dan disetujui oleh semua kalangan masyarakat. Rencana kenaikan harga BBM ini juga menuai kritik bahkan dari partai yang masuk koalisi pemerintahan sekalipun. Konon katanya partai yang berseberangan (oposisi), sudah pasti memanfaatkan kesempatan ini sebagai wahana untuk menyudutkan pemerintah dengan beragam tujuan dan tentunya sarat bermuatan politis.

Apa memang benar pemerintah itu takut untuk menaikan harga minyak?, jawaban pastinya adalah Iya. Kenaikan harga minyak yang tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat yang mumpuni tentunya sangat membebani masyarakat golongan miskin. Kalau pemerintah dikatakan tidak berpihak kepada rakyatnya, rasa-rasanya tidak mungkin. Tapi memang saat ini Pemerintah harus benar-benar realistis sebelum masuk kedalam jurang resesi seperti tahun 1997-1998 silam.

Pemerintah bisa saja menaikan jumlah hutangnya guna menambal defisit karena kenaikan harga minyak dunia. Lho apa hubungannya harga minyak dunia dengan harga BBM di dalam negeri?. Perlu kita ketahui bahwa untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional pemerintah harus juga mengimpor karena keterbatasan kemampuan negeri kita dalam memproduksi minyak.

Sehingga bila harga minyak dunia naik, maka harga BBM di dalam negeri harusnya menyesuaikan. Sehingga alternatif dengan meminjam (hutang) bukan menyelesaikan masalah. Karena bunga hutang tersebut nantinya harus dibayar dan dianggarkan di APBN yang ujung-ujungnya membebani masyarakat. Kalau hutangnya makin menumpuk maka peluang untuk mengikuti jejak negara Eropa yang sedang dilanda krisis terbuka lebar.

Walaupun sesaat terlihat bahwa dengan berhutang masyarakat sepertinya tidak akan dirugikan karena tidak menanggung beban secara langsung. Namun, yakinilah jika pemerintah berfokus pada berhutang dari pada menaikan harga BBM maka sebenarnya kita tengah menggali lubang untuk mengubur kita semua.

Resistensi dalam bentuk aksi demonstrasi akan menjadi pemandangan yang akan sering terlihat dalam beberapa waktu kedepan nantinya. Bentuk ketidak puasan masyarakat tersebut terkait dengan kenaikan harga BBM turut di cederai oleh terungkapnya sejumlah korupsi besar yang sangat tidak berprikemanusiaan. Sehingga realita yang terjadi adalah masyarakat dihadapkan dengan kesulitan seiring tingginya beban hidup, sementara disisi lain ada tontonan dari segelintir orang yang menikmati uang secara tidak halal (korupsi) namun hidup bergelimangan harta.

Ini sebuah Ironi kehidupan. Mayarakat kecil seperti tidak berdaya menghadapi ketidakadilan ini dan terkadang muncul jalan pintas untuk melakukan “balasan”. Namun balasan seperti apa?, apapun yang bisa dilakukan. Mulai dengan cara mengkritik pemerintah hingga menggunakan ketidakadilan ini dengan cara-cara yang tidak lazim dan menentang hukum. Cara yang terakhir tersebut biasa disebut dengan gejolak sosial dari masyarakat akibat besarnya tekanan hidup.

Tingginya angka kriminalitas merupakan salah satu tolak ukur. Kriminalitas memiliki banyak rupa seperti pencurian, perampokan, penjarahan, pembunuhan dan apapun bentuk ekspresi akibat frustasi dalam menjalani sulitnya kehidupan. Lho kok bisa? Gampang lha karena ga bisa korupsi. Orang-orang besar yang korupsi itu sama atau bahkan lebih buruk dari kita (pelaku kriminal).

Seolah-olah sikap buruk dari penguasa yang korup menjadi tolak ukur untuk melegalkan tindakan kejahatan dari masyarakat pelaku kriminal. Apakah itu menyelesaikan masalah?, bagi pelaku kriminal itu tidak menyelesaikan masalah. Itu menambah masalah bagi si pelaku dan juga pemerintah. Bila jumlah pelaku tersebut banyak dan signifikan maka akan mengganggu keamanan nasional seperti tahun 1997-1998 silam. Sehingga, membalas dengan kejahatan serupa tidak menyelesaikan masalah.

Pemerintah punya jurus lain yakni menyalurkan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Uang gratis yang diperuntukkan bagi kalangan miskin tersebut menjadi senjata pemerintah untuk menanggulangi kesulitan bagi golongan miskin. Ya walaupun seharusnya memberi pekerjaan lebih baik daripada uang, namun kita harus syukurin.

Setidaknya kita berpikir positif aja, berpikir bahwa menciptakan lapangan pekerjaan memang lebih sulit dari pada memberikan uang tunai untuk saat ini. Daripada memikirkan kenapa ya pemerintah ga bisa menciptakan lapangan kerja buat kita? Apa karena pemerintah tidak mampu? atau jangan-jangan karena pemerintah malas? Atau…?. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu hanya akan membuat kita frustasi. Lebih baik tetap bersyukur, terus berkarya dan mencoba tetap berbahagia.

No comments: