Wednesday, February 13, 2008

Ditengah Ketidakpastian Pertumbuhan

Medan Bisnis, 11 Februari 2008
Bank Sentral Inggris atau BOE kembali memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% pada saat ini. keputusan tersebut diambil menyusul membaiknya laju pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Keputusan itu juga sepertinya untuk mengimbangi besaran suku bunga The FED yang juga turun akhir-akhir ini.

Selain itu, kepercayaan akan pertumbuhan ekonomi di zona euro seperti yang diungkapkan baru-baru ini sepertinya sangat bertolak belakang dengan prediksi IMF (International Monetery Fund) yang justru merevisi prediksi laju pertumbuhan untuk zona euro sebesar 1.6% pada tahun 2008 ini.

Krisis sektor perumahan AS telah membawa perubahan yang cukup signifikan bagi laju pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Amerika seperti negara di kawasan Eropa. Gubernur bank sentral eropa (ECB) Jean C. Trichet mengeluarkan statement bahwa tanda-tanda pertumbuhan ekonomi di Eropa masih cukup solid sehingga kemungkinan suku bunga akan turun tetap terbuka. Namun, hal tersebut ditanggapi dengan melemahnya mata uang Euro di pasar keuangan.

Dalam pertemuan negara anggota G-7 baru-baru ini, kelompok G-7 menyatakan bahwa laju pertumbuhan di Amerika serikat sepertinya masih akan memburuk dalam waktu yang cukup lama. Hal ini mengindikasikan bahwa ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi global akan tetap terjadi dalam kurun waktu yang belum bisa dipastikan.

Dalam statementnya negara anggota G-7 bertekad untuk menekan dampak buruk dari krisis yang berlangsung pada saat ini. Namun, lebih jauh tidak dijelaskan dengan jelas instrumen apa yang akan digunakan untuk meredam gejolak ketidakpastian ekonomi yang terjadi pada saat ini. Yang tentunya akan memunculkan kekhawatiran baru atas kredibilitas negara ekonomi besar dunia yang dinilai tidak kompeten.

Memburuknya perekonomian AS sepertinya sudah menjadi ancaman di pasar keuangan global, sehingga tidak banyak yang dapat dilakukan pemerintah Amerika untuk meredam dampak negatifnya pada saat ini. Pemangkasan suku bunga seperti yang dilakukan Bank Sentral Amerika atau The FED akhir-akhir ini sepertinya tidak berpengaruh signifikan dan hanya mengangkat harga komoditas ke level yang lebih tinggi lagi.

Kongres Amerika akhirnya membuat sebuah kebijakan (solusi) guna mempercepat perbaikan dalam ekonomi AS. Kebijakan tersebut diantaranya menyetujui paket stimulus ekonomi yang intinya memberikan dana bagi setiap warga AS guna meningkatkan konsumsi yang diharapkan mampu meningkatkan produk domestik bruto (PDB) AS. 130 juta warga Amerika diperkirakan akan mendapatkan dana tersebut.

Dana tersebut dibagikan bagi warga yang mempunyai penghasilan dibawah $3.000/tahun. Dengan ketentuan $600 untuk setiap orang, atau $1.200 bagi pasangan dan $300 untuk masing-masing anak. Termasuk para pensiunan yang mendapat jaminan sosial juga mendapatkan dana tersebut. Presiden AS George W. Bush menyatakan bahwa langkah tersebut cukup efektif guna menghindari Amerika dari resesi.

Sementara itu, seiring dengan tren penurunan suku bunga di Amerika, pasar keuangan Indonesia kembali dibanjiri oleh dana -dana asing atau lebih dikenal dengan Hot Money. Dana tersebut masuk melalui pasar keuangan maupun saham. Sejauh ini, BI selaku pemegang otoritas keuangan tertinggi tidak merisaukan arus dana masuk tersebut, yang tercermin dengan menguatnya nilai tukar rupiah belakangan ini.

BI bisa saja menurunkan besaran bunga acuan atau BI rate yang saat ini masih bertahan di level 8%. Penguatan rupiah sepertinya akan tetap bermanfaat bagi stabilitas harga pangan di dalam negeri khususnya kedelai dan gandum. Harga kedelai yang melambung telah membuat pemerintah membayar mahal untuk mengimpor kedelai dengan harga sekitar Rp. 6.000,- dan dijual dengan harga Rp. 3.000. Entah apa lagi yang akan dilakukan pemerintah guna menambal defisit APBN kedepan.

Dengan penguatan nilai tukar Rupiah setidaknya mengurangi beban pemerintah dalam menghimpun dana untuk mengimpor kedelai. Walaupun sebenarnya keadaan tersebut sangat mengkhawatirkan bagi pergerakan rupiah dalam jangka panjang. Apabila dana dana yang masuk saat ini (Hot Money) keluar secara tiba-tiba akibat volatilitas yang cukup tinggi di pasar global maka nilai tukar rupiah akan terjun bebas dan menggerus cadangan devisa. Kalau hal tersebut terjadi maka rakyat yang saat ini disubsidi dengan harga kedelai murah tentunya tetap akan membayar apabila Rupiah kembali begerak liar.

No comments: