Wednesday, February 13, 2008

Gambaran Perekonomian AS Kian Buram

Medan Bisnis, 4 Februari 2008
Federal Reserve atau lebih dikenal dengan The FED sebagai sebutan untuk Bank Sentral Amerika Serikat, baru-baru ini kembali menurunkan suku bunga menjadi 3% pada saat ini. Keputusan tersebut dilatar belakangi dengan masih memburuknya kredit macet sektor perumahan Amerika serta anjloknya data tenaga kerja diluar sektor pertanian atau biasa disebut dengan Non-Farm Payroll.

Non-Farm Payroll AS turun menjadi sebesar 17.000 jiwa pada bulan januari 2008 setelah sempat naik sebanyak 82.000 jiwa pada bulan desember 2007. Hal tersebut sangat jauh berbeda dengan analisa banyak pengamat keuangan yang justru memperkirakan adanya pertumbuhan pada jumlah tenaga kerja baru yang terserap pada bulan Januari kemarin.

Kebijakan uang ketat atau Tight Money Policy The FED pada masa Alan Greenspan sepertinya sudah mulai pudar eksistensinya dan lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, disinyalir memburuknya kinerja perekonomian AS tidak terlepas dari besarnya utang negara Amerika, dimana lebih fokus untuk mengkampanyekan program melawan teroris di belahan dunia selama pemerintahan presiden George W. Bush.

Memburuknya perekonomian AS juga diperparah dengan semakin tingginya harga minyak mentah dunia. Apabila harga minyak dunia kembali naik signifikan bisa dipastikan bahwa Amerika lagi-lagi akan menghadapi masalah sulit karena harus membeli dengan nominal yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

Dalam setiap kebijakan mengenai suku bunganya The FED selalu memberikan komentar yang biasanya digunakan untuk memprediksi arah pergerakan suku bunga ke depan. Sejauh ini, pasar lebih optimis bahwa The FED masih akan memotong besaran suku bunganya dalam pertemuan FOMC (federal open market committee) bulan mendatang.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa The FED masih mengkhawatirkan sektor perumahan yang mengalami kredit macet serta lebih menekankan pada laju pertumbuhan untuk mendorong konsumsi masyarakat disana. Dan oleh karena itu, mata uang US Dolar kembali terpuruk cukup dalam terhadap semua mata uang dunia.

Untuk mengatasi dampak negatif dari memburuknya perekonomian Amerika, negara Eropa seperti Inggris kembali mengeluarkan regulasi perbankan yang lebih melindungi deposan serta menjaga pasar finansial dari volatilitas yang cukup tinggi. Dampak negatif dari memburuknya perekonomian AS juga dapat dirasakan diseluruh belahan dunia dengan mengeluarkan sebuah kebijakan untuk menghadapi skenario stres (stress scenario).

Stress scenario yang paling mungkin terjadi adalah terpuruknya nilai tukar US Dolar (sharp decoupling), stagnasi akibat inflasi tinggi (stagflation) dan stagnasi akibat kelesuan ekonomi (stagnation). Sehingga bisa diperkirakan bahwa ekonomi global akan terus mencoba untuk mencapai titik keseimbangan (equilibrium) selama tahun 2008 – 2009. Walaupun beberapa kekuatan ekonomi dunia yang baru (China dan India) diperkirakan mampu untuk mengimbangi kelesuan ekonomi global saat ini, namun kekuatan ekonomi AS sepertinya masih akan tetap mendominasi serta akan mempengaruhi ekonomi global dari segala aspeknya.

Dalam negeri
Indonesia merupakan negara yang juga terintegrasi dalam sistem keuangan global. Keterpurukan ekonomi AS juga membuat Indonesia terkena dampaknya seperti kenaikan harga bahan pangan baru-baru ini. Sulit untuk mengatakan apakah kita secara mandiri dapat menghindari dari gejala resesi yang diawali dengan memburuknya perekonomian AS.

Amerika bukan negara tujuan ekspor utama Indonesia, namun karena Amerika menguasai hampir seperempat (¼) produk domestik bruto (PDB) dunia, jadi sangatlah sulit untuk terhindar dari efek awal resesi perekonomian dunia pada saat ini. Bukan mustahil apabila Amerika mengalami krisis ekonomi maka akan diikuti oleh Indonesia.

Suku bunga atau BI rate juga dipertahankan sama di level 8% pada saat ini. Hal tersebut dikarenakan masih tingginya inflasi pada bulan januari yang dirilis BPS (badan pusat statistik) sebesar 1.7%. Hal tersebut akan membuat pemerintah dan otoritas moneter negara kita bekerja ekstra keras karena target inflasi tahun 2008 ini adalah sebesar 5% plus minus 1%.

Ruang penurunan BI rate semakin kecil, sehingga perbankan diperkirakan masih akan tetap memberlakukan suku bunga tinggi sehingga berdampak pada stagnasi penyaluran kredit. Dunia bisnis pun akan mengalami hal yang sama yaitu stagnasi. Siapapun pemerintahan sekarang ini pastilah akan sulit untuk mengatasi perekonomian Indonesia yang tidak mengalami gejala perubahan yang lebih baik secara signifikan.

Sejumlah faktor baik Internal maupun Eksternal bukan perkara mudah untuk dikendalikan. Faktor eksternal (global) sangat rentan dengan permasalahan global dan sifatnya juga sangat sulit untuk diprediksi (unpredictable). Namun, tidak jauh berbeda dengan permasalahan internal, melambungnya harga bahan makanan pokok merupakan hasil dari reaksi perubahan perekonomian global. Sehingga siklus perputaran ekonomi tak ubahnya seperti lingkaran. Dimana akan lebih nyaman berada diatas dari pada tergilas pada saat di bawah.

No comments: