Sunday, May 11, 2008

The FED Turun, Harga Pangan Tetap Akan Naik

Medan Bisnis, 5 Mei 2008
Bank Sentral Amerika atau The FED kembali memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 2%. Keputusan tersebut bertujuan untuk mengurangi dampak krisis dari kredit di sektor perumahan serta menjadi stimulus agar konsumsi masyarakat di AS kembali membaik. Selain itu, penurunan suku bunga The FED juga dibarengi dengan penyuntikan likuiditas agar permintaan kredit tetap meningkat.

Dampak dari keputusan The Fed tersebut sangat terasa di pasar keuangan khususnya Bursa Saham dan Pasar Uang. Keputusan The FED telah mengangkat indeks saham di BEI (Bursa Efek Indonesia) serta beberapa indeks bursa lain seperti Nikkei (Jepang) maupun HangSeng (Hongkong).

Selain itu, membaiknya indeks bursa saham juga dipengaruhi oleh membaiknya harga minyak dunia yang sempat turun dikisaran harga $112/barel. Namun, sejauh ini penguatan harga minyak tersebut hanya akan berfluktuasi sementara dan tetap akan menjadi pemicu bagi kenaikan sejumlah harga komoditas lainnya.

Suku bunga global dimana acuannya adalah suku bunga The FED memang mengalami tren penurunan. Akan tetapi, tren penurunan suku bunga tersebut sepertinya akan terus memicu konsumsi karena penurunan suku bunga akan berdampak pada tingginya permintaan kredit serta konsumsi. Sehingga harga pangan diperkirakan akan terus naik, dan bahkan akan lebih buruk lagi karena dibarengi dengan tingginya inflasi.

Beberapa negara yang mengalami laju pertumbuhan tercepat saat ini telah menciptakan permintaan akan komoditas yang cukup signifikan. Dan diyakini sebagai salah satu pemicu memburuknya krisis pangan dunia. Beberapa negara tersebut yaitu China, India dan juga termasuk Malaysia. Padahal dibeberapa belahan negara lain mengalami kesulitan akan pangan karena faktor cuaca maupun dikarenakan oleh pelemahan mata uang US Dolar.

Konversi kebutuhan pangan seperti sawit (CPO), Jagung, maupun komoditas lain menjadi sumber energi seperti bahan bakar minyak juga menjadi sumbangsih terhadap kenaikan harga komoditas global yang terus berfluktuasi secara tajam. Di Amerika yang biasanya surplus pangan, kini beramai-ramai menjual komoditasnya keluar, karena lebih mahal serta diikuti dengan melemahnya nilai tukar US Dolar.

Penurunan suku bunga The FED sepertinya tidak akan menyelamatkan ekonomi AS dari keterpurukan dan akan mengalami recovery/penyelamatan yang lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Penurunan suku bunga The FED akan terus menekan pasar keuangan di AS, yang hingga saat ini terus mengalami pembalikan modal keluar (sudden reversal).

Terlebih The FED saat ini tidak memberikan sinyal yang jelas akan gambaran keputusannya dimasa yang akan datang. Pernyataan The FED “Kita Akan Bergerak Jika Diperlukan” mempunyai penafsiran yang beragam dan tidak memberikan kepastian. The Fed sepertinya ragu untuk menentukan pilihan apakah menaikan atau menurunkan suku bunganya, ditengah gejolak ekonomi global seperti sekarang ini.

Namun, satu hal yang pasti, The FED akan sulit untuk kembali menaikkan suku bunganya apabila kondisi perekonomian AS dan Global masih mengalami perlambatan seperti yang terjadi pada saat ini. Tingginya harga energi yang dibarengi dengan tingginya inflasi dan diperburuk oleh krisis keuangan yang berkepanjangan, tentunya akan memaksa The FED untuk tidak menaikkan suku bunga.

Di Indonesia, suku bunga masih dipertahankan meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan pada suku bunga The FED. Inflasi yang tinggi di dalam negeri sepertinya tetap menjadi fokus utama seakan-akan mengabaikan perkembangan suku bunga global. Fokus utama pemerintah masih tertuju pada penstabilan harga pangan dalam negeri.

Pemerintah melalui Presiden SBY telah menyatakan pentingnya untuk berhemat energi. Tingginya harga minyak dunia telah membuat APBN terseok-seok menanggung beban subsidi yang kian membesar. Pemerintah juga telah menawarkan solusi yakni dengan penggunaan smart card atau menaikan harga BBM bersubsidi rata-rata 28.7%.
Menurut hemat penulis, lebih baik memilih smart card yang bertujuan mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi oleh mereka yang memiliki daya beli lebih baik (ekonomi menengah keatas). Kenapa, karena apabila pemerintah menaikan harga minyak subsidi secara menyeluruh, hal tersebut akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan akan berpotensi menjadi pemicu terhadap permasalahan sosial.

No comments: