Wednesday, May 21, 2008

Janji Kebijakan Ekonomi Yang Hanya Berisi Estimasi

Medan Bisnis, 19 Mei 2008

Dengan pertimbangan serta analisis yang cukup mendalam dari para pakar, terhadap segala bentuk estimasi dari perubahan ekonomi (Internal) yang akan datang, selalu dituangkan dalam rancangan anggaran yang biasa disebut dengan RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), serta dapat dilakukan perubahan sesuai dengan jadwal, apabila terjadi perubahan asumsi atau estimasi, maka akan ada rancangan anggaran perubahan atau diistilahkan dengan RAPBN – P (Perubahan).

Dalam perumusan tersebut tentunya anggaran telah disiapkan dan akan digunakan untuk kepentingan strategis pemerintah. Namun, dalam perjalanannya anggaran bisa saja kurang mencukupi sehingga berpotensi defisit. Kejadian tersebut tidak sepenuhnya dikarenakan ketidak akuratan si pembuat kebijakan namun dapat dikarenakan oleh faktor-faktor yang bersifat unpredictable (sulit diprediksi).

Dalam kasus yang terjadi sekarang ini, asumsi mengenai Inflasi dan Harga Minyak dalam RAPBN menjadi tidak realistis karena realitasnya jauh dari asumsi pemerintah. Namun kejadian tersebut bukan hanya terjadi disini (Indonesia), banyak Negara lain di belahan dunia yang juga mengalami hal serupa. Sehingga komentar-komentar yang berbau ekonomi selalu meralat sejumlah asumsi yang telah dibuat.

Belum lepas dari ingatan kita, pada saat pemerintah menjamin bahwa harga minyak tidak akan dinaikan selama tahun 2008 ini. Namun, baru-baru ini telah terdengar rencana kenaikan BBM yang mungkin terjadi di awal bulan Juni mendatang. Janji yang sebelumnya pernah terucap menjadi pepesan kosong yang membuat orang untuk tidak mempercayai kembali apabila ada janji-janji lain yang nantinya terdengar dari sang penguasa negeri ini.

Namun, janji yang dikeluarkan tersebut sebenarnya berlandaskan pada suatu hal yang masuk akal atau bahkan cukup rasional. Kestabilan nilai tukar rupiah, stabilnya harga minyak dunia, asumsi masih solidnya perekonomian Amerika, Inflasi yang terkendali serta membaiknya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, tentunya membuat pemerintah pada saat itu sangat percaya diri, untuk menjamin tidak akan ada kebijakan ekonomi yang akan menyesengsarakan rakyatnya (kenaikan BBM).

Akan tetapi, waktu terus berlalu. Kebijakan maupun komentar atau bahkan janji pemerintah memasuki tahap diuji untuk dikatakan bahwa kerangka kebijakan tersebut benar-benar berhasil. Dalam prosesnya, kebijakan tersebut dihadapkan pada sebuah kondisi diluar prediksi sebelumnya. Dimana, sebuah Negara dengan ekonomi terbesar didunia (AS) mengalami keterpurukan, harga minyak dunia naik diluar ekspektasi baik disebabkan oleh diversifikasi investasi, alam, hingga ke permasalahan politis.

Inflasi kembali bergejolak liar, harga pangan membumbung tinggi hingga menemui kelangkaannya, defisit belanja negara terus membengkak, sehingga memaksa pemerintah untuk mengurangi/menghilangkan subsidi. Dampaknya jelas, penduduk miskin dan pengangguran bertambah.

Kesimpulan akhir adalah bahwa perekonomian terjebak dalam sebuah lingkaran setan. Dimana setiap kebijakan yang akan diambil tidak akan bisa memberikan solusi pada sisi lain dan tetap berpotensi menimbulkan resistensi (perlawanan) dari seantero penduduk yang berkediaman di negeri ini.

Faktor-faktor alam memang bukan suatu hal yang dapat diprediksikan. Gempa hebat yang melanda China membuat Negara itu mengkonsumsi minyak lebih banyak lagi untuk kembali menggairahkan roda perekonomiannya. Keadaan tersebut juga telah membuat harga minyak naik hingga mencatatkan rekor tertinggi terbaru $127/barel.

Negeri paman sam (amerika) yang biasa mengkonsumsi minyak dalam jumlah yang cukup besar juga menghadapi tekanan hebat. Karena hampir semua minyaknya dibeli dari negeri lain, Amerika kerap meminta negara produsen minyak untuk menambah kapasitas produksinya. Namun, apa boleh dikata, negara pengekspor minyak terbesar Arab Saudi menyatakan ketidak bersediannya untuk menambah kapasitas produksi minyaknya. Kondisi tersebut membuat partai demokrat di AS berang dan mengusulkan untuk dilakukan embargo ke Arab Saudi.

Permasalahan-permasalahan tersebut diatas berpotensi membawa harga minyak bergerak ke level yang lebih buruk lagi. Kondisi tersebut juga sangat membingungkan pemerintah Indonesia untuk menaikan harga BBM karena terpaku pada pergerakan harga minyak global yang terus bergerak liar. Sehingga seberapa besar kenaikan minyak nantinya bukan jaminan bahwa tidak akan terjadi kenaikan BBM lagi.

No comments: