Sunday, June 01, 2008

Dampak Kenaikan BBM

Medan Bisnis, 26 May 2008

Pemerintah telah memutuskan untuk menaikan harga BBM rata-rata sebesar 28.7%. Keputusan tersebut diambil guna mengamankan APBN serta menyelamatkan program-program sosial pemerintah. Kompensasi dari kenaikan tersebut adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Pertanyaan yang kerap muncul adalah sejauh mana BLT mampu memperbaiki daya beli masyarakat yang kian merosot?. Ditengah tingginya inflasi akibat kenaikan BBM, BLT hanya akan bersifat mempertahankan daya beli.

Para penerima BLT tidak semuanya akan terlindungi dari kenaikan harga barang akibat melambungnya harga BBM. Bagi para penerima BLT yang bekerja diluar sektor pertanian seperti jasa (tukang becak, ojek, maupun buruh), akan sangat merasakan dampaknya dibandingkan dengan mereka yang mengandalkan sektor pertanian dan penerima BLT. Karena, para petani akan lebih terlindungi karena mampu memproduksi makanan pokok mereka sendiri.

Disini terlihat bahwa BLT sebenarnya kurang efektif karena belum mampu meng-cover semua lapisan masyarakat. Karena program BLT yang memberikan uang tunai dengan nominal yang sama dan tidak memperhitungkan disektor manasaja para penerima BLT itu bekerja. Sehingga para penerima BLT yang bermukim di perkotaan kurang terlindungi dari dampak kenaikan harga BBM, sehingga daya beli tetap merosot.

Dampak sosial pun kerap menerpa dari kenaikan BBM. Bersyukur Indonesia tidak mengalami demikian, namun pada dasarnya kenaikan BBM akan memberikan dampak pada tingginya angka kriminalitas, putus sekolah, keputus asa-an, hingga kerawanan sosial yang lebih luas seperti demonstrasi, dan aksi terorisme.

Dampak ke Pasar Keuangan

Kenaikan BBM nantinya akan membuat inflasi kurang terkendali. Banyak pakar yang memperkirakan inflasi akan berada dilevel 10%, jauh dari asumsi pemerintah dalam RAPBN yang memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 6%. Apabila kenaikan inflasi tidak dibarengi kenaikan suku bunga, maka akan terjadi pembalikan modal keluar (sudden reversal).

Obligasi yang memberikan imbal hasil tetap, akan menjadi obligasi yang tidak menarik terlebih bunga yang diberikan lebih rendah daripada laju inflasi. Apabila ada obligasi yang memberikan suku bunga dikisaran 7 hingga 9%. Maka dapat diprediksikan harga dari obligasi tersebut akan terjun bebas karena inflasi (misal 10%) jauh berada diatas rata-rata bunga obligasi. Sehingga potensi kerugian yang ditanggung investor sebesar 1 hingga 3%.

Untuk menghindari hal tersebut investor tentunya akan melakukan diversifikasi investasi (mencari investasi yang lebih menguntungkan). Yang dikhawatirkan adalah dimana investor menanamkan modalnya untuk belanja komoditas – minyak. Sehingga berdampak pada kelebihan permintaan dan berpotensi membawa minyak ke harga yang lebih tinggi lagi.

Pasar saham juga demikian. Perusahaan yang lebih mengandalkan investasinya pada modal perbankan akan kesulitan dalam mempertahankan maupun mengembangkan bisnis karena tersangkut oleh tingginya suku bunga kredit perbankan. Sehingga berpotensi menggerus keuntungan dari perusahaan tersebut, dan membuat harga sahamnya diperdagangkan lebih murah (jatuh).

Tidak ubahnya nilai tukar Rupiah. Kenaikan BBM akan membuat masyarakat membelanjakan uang lebih banyak sehingga menambah banyaknya uang beredar. Kenaikan harga minyak dunia membuat pemerintah membelanjakan uangnya lebih banyak sehingga membuat nilai tukar Rupiah cenderung lebih murah dibandingkan dengan mata uang lainnya, seperti US Dolar. Namun, kekhawatiran akan memburuknya nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar tidak perlu dikhawatirkan mengingat nilai tukar US Dolar juga masih sangat murah dibandingkan dengan pergerakan mata uang lainnya.

Secara keseluruhan dampak kenaikan BBM akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter yang ketat oleh BI (tight money policy) akan menghambat akses masyarakat dalam membuat pusat-pusat bisnis baru. Sehingga penyerapan angkatan kerja akan mengecil dan membuat angka pengangguran meningkat.

Krisis yang terjadi saat ini memang dirasakan di semua negara di dunia, mulai dari yang kaya hingga ke yang miskin. Tidak hanya Indonesia namun juga negara besar seperti Amerika. Walaupun sepertinya krisis berawal dari negeri Paman Sam, namun bukan berarti AS yang menyelesaikan masalah kita disini.

1 comment:

Saham said...

Karena hal inilah maka BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga.