Monday, June 30, 2008

Kebijakan The FED Picu Inflasi

Medan Bisnis, 30 Juni 2008
Bank Sentral AS atau yang lebih dikenal dengan sebutan The FED kembali mempertahankan besaran suku bunga sebesar 2%. Kebijakan tersebut sesuai dengan ekspektasi pasar, namun tetap menyisakan masalah karena The FED tidak memberikan sinyal kapan suku bunga akan kembali dinaikkan. Padahal Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke sebelumnya sempat menunjukan sikap akan pentingnya pengendalian inflasi dan memberikan sinyal bahwa tekanan ekonomi yang diakibatkan oleh tren pertumbuhan yang menurun sudah mulai berkurang.

Sikap Ben Bernanke sebelumnya sempat membuat US Dolar menguat terhadap mata uang Euro. Namun, penguatan tersebut hanya bertahan sementara karena Bank Sentral Eropa diperkirakan akan kembali menaikan besaran suku bunganya dalam ECB meeting (rapat bank sentral Eropa) pada tanggal 3 Juli mendatang.

Keputusan The FED tersebut telah memicu harga minyak dunia kembali naik di atas level $142/barel, yang sekaligus merupakan rekor harga minyak tertinggi yang baru. Dan akan berdampak terhadap tingginya tekanan laju inflasi. Kenaikan harga minyak tersebut juga telah menggerus indeks bursa saham di beberapa negara termasuk indeks bursa Dow Jones. Terkait dengan keputusan The FED, harga komoditas diperkirakan akan kembali merangkak naik dan akan memangkas daya beli masyarakat dunia.

Meski demikian, US Dolar masih tetap mendapatkan sentimen positif dari laporan bahwa tingkat belanja masyarakat AS secara personal naik sebesar 0.8% dan pendapatan nasional naik sebesar 1.9%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa meskipun ekonomi AS kebanyakan di gambarkan dengan catatan data perekonomian yang buram, namun tetap masih ada peluang adanya pertumbuhan.

Akan tetapi tetap perlu dicermati bahwa stimulus kebijakan ekonomi AS yang menggelontorkan banyak dana untuk masyarakat AS (semacam BLT di Indonesia) yang telah mengirimkan angin segar serta menahan US Dolar untuk terpuruk lebih dalam lagi. Yang dipertanyakan adalah sampai sejauh mana bahwa pemerintah AS akan terus melakukan kebijakan yang sama guna mendorong peningkatan konsumsi masyarakat AS.

Di Indonesia, keputusan The FED yang mempertahankan suku bunga sempat membuat Rupiah perkasa dan diperdagangkan di bawah level 9200/US Dolar. Namun, kondisi tersebut hanya bertahan sementara, karena pelemahan US Dolar justru berakibat sebaliknya terhadap harga minyak dunia yang kembali merangkak naik. Sehingga dampak dari sisi lain pelemahan US Dolar justru kembali menekan mata uang Rupiah.

Fundamental ekonomi Indonesia yang belum cukup kokoh memang tidak memberikan jaminan akan stabilitas terhadap pergerakan nilai tukar yang tidak stabil seperti saat ini. Di saat sejumlah mata uang negara di Asia kebanyakan menguat terhadap US Dolar. Rupiah tetap saja mengalami anomali.

Sejauh ini, pemerintah berkeyakinan bahwa gejolak ekonomi global seperti sekarang akan tetap memberikan angin segar terhadap perdagangan di SUN (surat utang negara). Dengan tetap memberikan pengecualian bahwa tidak akan terjadi kejutan-kejutan baru terutama harga minyak dan relatif stabilnya laju inflasi. Padahal, gejolak harga minyak dunia yang masih berfluktuasi liar dan ada yang memperkirakan akan naik hingga ke level $170/barel akan menjadi ancaman dan berpotensi memupuskan harapan pemerintah tersebut.

Pergerakan harga minyak kedepan diyakini masih akan sangat dipengaruhi oleh pergerakan mata uang US Dolar. Saat ini memang tren pelemahannya lebih mendominasi dan masih tetap menjadi sentimen negatif bagi harga komoditas dunia. Namun demikian bukan berarti akan terus berlanjut dan pelemahan US Dolar akan terus mencatatkan rekor pelemahan yang baru.

Penguatan US Dolar sendiri nantinya akan tertolong oleh sejumlah faktor teknikal. Sementara tekanan laju inflasi yang terus meningkat serta tren penurunan suku bunga yang dipastikan sudah berhenti nantinya akan berdampak positif bagi pergerakan mata uang US Dolar. Sehingga tren kembali menguatnya US Dolar bisa diperhitungkan meskipun dalam kurun waktu yang cukup singkat. Sementara itu, penguatan US Dolar itu nantinya akan mengurangi laju tekanan inflasi yang disebabkan oleh tren kenaikan harga minyak dunia.

No comments: