Sunday, May 04, 2008

Terpuruknya US Dolar Mengancam Rezim Demokratis

Medan Bisnis, 21 April 2008
Melemahnya US Dolar belakangan ini, terus menekan harga minyak ke level yang lebih tinggi lagi. Ini disebabkan karena nilai intrinsik dari US Dolar itu sendiri, sehingga pelemahannya akan memicu harga komoditas lain membumbung tinggi. Faktor spekulasi selalu dijadikan biang keladi terhadap krisis keuangan yang melebar menjadi krisis pangan.

Habbit dari para pemegang modal yang terus mencari tempat yang paling aman dan menguntungkan dalam berinvestasi diyakini sebagai penyebab utama melambungnya harga minyak dunia pada saat ini. Namun, belum bisa dipastikan, karena aksi spekulasi memainkan harga minyak dunia juga dipicu oleh langkah pemerintah AS yang terus menurunkan suku bunga.

Salah satu negara anggota OPEC menyatakan bahwa, penambahan kapasitas produksi minyak mentah dunia seharusnya mampu mengimbangi kebutuhan minyak sehingga mampu menstabilkan harga minyak dipasaran. Namun, kondisinya sangat jauh berbeda, dimana pelemahan US Dolar memegang peranan penting dan turut bertanggung jawab terhadap peningkatan harga pangan yang memicu inflasi.

Pada dasarnya pelemahan US Dolar itu sendiri merupakan dampak dari ketidaktertarikan investor untuk terus memegang mata uang dalam US Dolar. Terlebih langkah Bank Sentral Amerika (The FED) yang terus menurunkan suku bunga akibat krisis sektor perumahan. Penurunan suku bunga tersebut kian membuat US Dolar terjun bebas terhadap mata uang lainnya. Sehingga Bank Sentral AS atau The FED juga turut bertanggung jawab terhadap gejolak ekonomi yang mewabah seperti sekarang ini.

Kalau sudah begini, para pemodal tentunya akan melakukan penyelamatan asset dengan menyimpan modalnya pada instrumen keuangan lain yang lebih aman, termasuk komoditas seperti emas dan minyak dunia. Sehingga permintaan akan komoditas tersebut membuat harganya semakin mahal.

Misalnya, harga minyak mentah dunia yang saat ini diperdagangkan mendekati level $115/barel. Kenaikan harga minyak tersebut turut membuat asumsi harga minyak dunia dalam APBN semakin tidak realistis. Sehingga daya tahan APBN tersebut dalam merespon perubahan ekonomi semakin lemah. Dalam banyak hal, melemahnya ketahanan APBN akan memicu pemerintah melakukan penghematan di sana-sini bahkan bila perlu menghapus subsidi.

Banyak negara demokrasi seperti Indonesia, masalah pangan merupakan masalah krusial yang berpotensi menggulingkan sebuah rezim demokratis seperti saat ini. Faktor global seperti fluktuasi harga pangan dibeberapa kebutuhan dasar masyarakat membuat pemerintah Indonesia kian tidak berdaya dalam merumuskan kebijakan, walaupun kebijakan yang sangat baik sekalipun.

Kearifan masyarakat dalam menilai permasalahan menjadi kunci utama dalam menjaga kestabilan sebuah rezim. Akan tetapi, apabila kondisi ini terus berlangsung maka masyarakat akan mencoba mencari pendekatan lain, walau dengan menghancurkan sebuah kekuasaan dan menyuarakan untuk dilakukan sebuah revolusi.

Kekuasaan presiden SBY saat ini benar-benar berada dalam tekanan yang sangat sulit, bahkan dalam ancaman. Sejauh ini, belum ada solusi maupun langkah konkrit yang mampu memberikan penyelesaian bagi semua pihak layaknya obat untuk semua penyakit. Yang ada hanyalah berupa kebijakan menyembuhkan penyakit yang satu walau dengan menahan sakit dari penyakit lainnya, dan mengurangi dampak penularan terhadap organ tubuh lainnya.

Kondisi seperti ini tentunya juga dirasakan oleh banyak negara lainnya. Krisis pangan telah menjadi ancaman serius dibanyak negara khususnya negara yang sedang berkembang. Berbagai langkah tengah diupayakan, pemenuhan kebutuhan pangan tentu menjadi fokus utamanya. Oleh sebab itu, dibanyak negara di ASEAN menjadikan sektor pertanian merupakan sektor yang perlu diselamatkan terebih dahulu.

Kalau Indonesia saat ini tengah mempunyai cadangan beras yang cukup. Maka, pertimbangkan dahulu untuk tidak mengekspornya ke luar negeri, walaupun harus melawan anjuran dari seorang wakil kepala negara sekalipun. Karena, belum ada yang bisa memastikan kapan gejolak pelemahan US Dolar yang memberikan dampak luas bagi negara lain akan berakhir. Dengan sistem keuangan yang terintegrasi seperti sekarang ini, sulit untuk mengelak apalagi mengabaikan faktor eksternal tersebut.

No comments: