Medan Bisnis, 7 May 2012
Ketidakpastian
arah terhadap rencana kenaikan harga BBM masih membayangi kondisi perekonomian
kita akhir-akhir ini. Sementara itu, pemerintah terus melakukan upaya-upaya
penghematan guna menghindari defisit APBN yang kian besar. Dan cara yang
ditempuh belakangan ini adalah dengan memberlakukan kebijakan pembatasan BBM
kepada mobil plat merah (pemerintah).
Kebijakan
tersebut agak lucu, karena yang dibatasi adalah mobil-mobil plat merah.
Sehingga analoginya adalah pemerintah mengeluarkan uang yang lebih banyak,
namun masuk lagi ke kantong pemerintah. Ini ibarat memindahkan uang dari satu
kantong ke kantong yang lain. Namun, dampak posistifnya adalah adanya semacam
contoh dari pemerintah yang menggunakan BBM non subsidi.
Langkah
tersebut ditempuh karena harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dalam 6
bulan terakhir belum mencapai ambang batas 15% dari harga yang diasumsikan di
APBN sebesar $105/barel. Seperti yang pernah ditulis oleh penulis sebelumnya,
dimana harga minyak menjelang pertengahan tahun ini tidak akan banyak berubah
bahkan mengalami tren penurunan harga. Sehingga BBM tidak jadi dinaikkan dalam
waktu dekat.
Beberapa
solusi yang bagus lainnya adalah konversi penggunaan BBM ke LPG. Ada alat yang
namanya konverter kit yang bisa dipasang di mobil-mobil. Hal tersebut merupakan
langkah positif, hanya saja mungkin penerapannya oleh masyarakat saat ini tidak
begitu maksimal. Namun, disaat nantinya BBM dinaikkan maka minat masyarakat
akan lebih baik untuk mengganti konsumsi BBMnya ke LPG.
Untuk
sementara waktu ini memang ada ketidakpastian yang membuat orang lebih banyak
spekulasi. Satu yang menjadi kepastian adalah harga BBM itu akan naik walupun
sulit diprediksikan kapan waktunya. Ketidakpastian saat ini memicu munculnya
pemikiran yang menduga-duga hingga aksi spekulasi yang berlebihan.
Di
pasar saham, harga saham-saham akan bergerak liar dan tidak memiliki arah yang
pasti. Sejumlah perusahaan yang menghasilkan barang-barang konsumsi dan rentan
akan perubahan inflasi menjadi sangat rapuh dan syarat dengan aksi profit taking dalam jangka pendek.
Ketidak pastian tersebut membuat para investor kesulitan dalam membentuk
portfolio investasinya.
Analyst
dalam memproyeksikan pergerakan harga saham dengan sekmea kenaikan inflasi yang
pasling ekstrim. Hal tersebut membuat sejumlah harga saham yang diproyeksikan
naik namun tidak kenaikannya tidak optimal karena ada ancaman dari kenaikan
laju inflasi akibat kenaikan harga BBM nantinya.
Dipasar
keuangan, nilai tukar Rupiah bisa diperdagangkan melemah seiring dengan
memburuknya laji inflasi nantinya. Pelemahan nilai tukar Rupiah tersebut
bahakan diperkirakan akan mencapai Rp. 9.300 atau bahkan lebih per US$ nantinya.
Belajar bagaimana spekulan yang di Singapura beberapa waktu yang lalu melakukan
spekulasi dengan menggunakan produk derivatif sehingga membuat Rupiah melemah.
Dampak
lanjutan dari ketidakpastian tersebut akan membuat cadangan devisa kita
terkuras cukup signifikan. Karena operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia
menggunakan cadangan devisanya dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah. Bisa
ditarik kesimpulan Inflasi yang tinggi berpeluang membuat cadangan devisa kita
menurun.
Dari
sisi pengusaha juga tidak diuntungkan dengan ketidakpastian dari rencana kenaikan
harga BBM. Pengusaha jadi lebih sulit dalam memprediksikan penjualan, kemungkinan
kenaikan bahan baku atau berapa kebesar kemungkinan kenaikan harga jual barang
yang diproduksikan nantinya. Selain itu, kalaupun nantinya produksi menurun,
berapa besar lagi karyawan yang akan dikurangi. Dan masih banyak lagi.
Ekonomi
Indonesia saat ini bagaikan seorang wanita yang menginginkan kepastian dari
kekasihnya untuk segera dinikahi. Sang wanita memberikan ultimatum bila
kepastian tersebut batal dilakukan. Seperti halnya S&P yang batal menaikkan
peringkat hutang kita karena ketidakpastian kenaikan harga BBM di dalam negeri.
No comments:
Post a Comment