Friday, June 15, 2012

Seorang Wanita (Ekonomi) Yang Menginginkan Kepastian


Medan Bisnis, 7 May 2012
Ketidakpastian arah terhadap rencana kenaikan harga BBM masih membayangi kondisi perekonomian kita akhir-akhir ini. Sementara itu, pemerintah terus melakukan upaya-upaya penghematan guna menghindari defisit APBN yang kian besar. Dan cara yang ditempuh belakangan ini adalah dengan memberlakukan kebijakan pembatasan BBM kepada mobil plat merah (pemerintah).

Kebijakan tersebut agak lucu, karena yang dibatasi adalah mobil-mobil plat merah. Sehingga analoginya adalah pemerintah mengeluarkan uang yang lebih banyak, namun masuk lagi ke kantong pemerintah. Ini ibarat memindahkan uang dari satu kantong ke kantong yang lain. Namun, dampak posistifnya adalah adanya semacam contoh dari pemerintah yang menggunakan BBM non subsidi.

Langkah tersebut ditempuh karena harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dalam 6 bulan terakhir belum mencapai ambang batas 15% dari harga yang diasumsikan di APBN sebesar $105/barel. Seperti yang pernah ditulis oleh penulis sebelumnya, dimana harga minyak menjelang pertengahan tahun ini tidak akan banyak berubah bahkan mengalami tren penurunan harga. Sehingga BBM tidak jadi dinaikkan dalam waktu dekat.

Beberapa solusi yang bagus lainnya adalah konversi penggunaan BBM ke LPG. Ada alat yang namanya konverter kit yang bisa dipasang di mobil-mobil. Hal tersebut merupakan langkah positif, hanya saja mungkin penerapannya oleh masyarakat saat ini tidak begitu maksimal. Namun, disaat nantinya BBM dinaikkan maka minat masyarakat akan lebih baik untuk mengganti konsumsi BBMnya ke LPG.

Untuk sementara waktu ini memang ada ketidakpastian yang membuat orang lebih banyak spekulasi. Satu yang menjadi kepastian adalah harga BBM itu akan naik walupun sulit diprediksikan kapan waktunya. Ketidakpastian saat ini memicu munculnya pemikiran yang menduga-duga hingga aksi spekulasi yang berlebihan.

Di pasar saham, harga saham-saham akan bergerak liar dan tidak memiliki arah yang pasti. Sejumlah perusahaan yang menghasilkan barang-barang konsumsi dan rentan akan perubahan inflasi menjadi sangat rapuh dan syarat dengan aksi profit taking dalam jangka pendek. Ketidak pastian tersebut membuat para investor kesulitan dalam membentuk portfolio investasinya.

Analyst dalam memproyeksikan pergerakan harga saham dengan sekmea kenaikan inflasi yang pasling ekstrim. Hal tersebut membuat sejumlah harga saham yang diproyeksikan naik namun tidak kenaikannya tidak optimal karena ada ancaman dari kenaikan laju inflasi akibat kenaikan harga BBM nantinya.

Dipasar keuangan, nilai tukar Rupiah bisa diperdagangkan melemah seiring dengan memburuknya laji inflasi nantinya. Pelemahan nilai tukar Rupiah tersebut bahakan diperkirakan akan mencapai Rp. 9.300 atau bahkan lebih per US$ nantinya. Belajar bagaimana spekulan yang di Singapura beberapa waktu yang lalu melakukan spekulasi dengan menggunakan produk derivatif sehingga membuat Rupiah melemah.

Dampak lanjutan dari ketidakpastian tersebut akan membuat cadangan devisa kita terkuras cukup signifikan. Karena operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia menggunakan cadangan devisanya dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah. Bisa ditarik kesimpulan Inflasi yang tinggi berpeluang membuat cadangan devisa kita menurun.

Dari sisi pengusaha juga tidak diuntungkan dengan ketidakpastian dari rencana kenaikan harga BBM. Pengusaha jadi lebih sulit dalam memprediksikan penjualan, kemungkinan kenaikan bahan baku atau berapa kebesar kemungkinan kenaikan harga jual barang yang diproduksikan nantinya. Selain itu, kalaupun nantinya produksi menurun, berapa besar lagi karyawan yang akan dikurangi. Dan masih banyak lagi.
Ekonomi Indonesia saat ini bagaikan seorang wanita yang menginginkan kepastian dari kekasihnya untuk segera dinikahi. Sang wanita memberikan ultimatum bila kepastian tersebut batal dilakukan. Seperti halnya S&P yang batal menaikkan peringkat hutang kita karena ketidakpastian kenaikan harga BBM di dalam negeri.

No comments: