Friday, June 15, 2012

Tetap Optimis Walau Rupiah Kritis

Medan Bisnis, 4 Juni 2012

Nilai tukar Rupiah kompak melemah dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama perdagangan minggu kemarin. Melemahnya Rupiah seiring dengan investor yang lebih memilih memegang Dolar setelah terjadinya krisis di Eropa membuat pasar panik dan US Dolar banyak diburu karena Dolar sebagai mata uang yang dinilai paling aman (safe heaven).

Langkah Bank Indonesia seperti memberlakukan kebijakan agar eksportir memarkir dananya di dalam negeri ternyata belum membuahkan hasil maksimal karena pada saat ini Rupiah masih saja melemah terhadap US Dolar. BI dituntut untuk segera menerbitkan instrumen keuangan guna menampung valas di dalam negeri.

Minimnya instrumen tersebut disinyalir sebagai biang keladi memburuknya kinerja nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar. Padahal, yang paling utama penyebab nilai tukar rupiah melemah akhir-akhir ini adalah kontrak derivative yang ada di Singapura. Dimana kontrak tersebut menggambarkan bagaimana buramnya kinerja Rupiah yang mendekati Rp.10.000/$. Al Hasil, Rupiah dipasar domestik ikut terkulai lemas seiring dengan memburuknya kinerja kontrak Rupiah – Dolar Amerika di pasar derivative singapura.

Bila dikaitkan dengan penghematan energi ada benarnya juga sih. Namun akhir-akhir ini, tren penurunan harga minyak dari sebelumnya $120/barel, yang hanya dikisaran $90/Barel saat ini, seharusnya mampu membuat APBN kita relatif aman dari pembengkakan defisit akibat kebutuhan impor minyak dunia.

Walaupun bila harga Dolar terus naik tentunya juga akan menjadi ancaman lain dan berpeluang membuat defisit yang lebih besar. Untuk saat ini, Rupiah yang melemah masih mampu diimbangi dengan penurunan harga minyak dunia. Walau demikian, suplai valas yang terus berkurang akan mengancam impor kita untuk beberapa bulan kedepan. Dan berpeluang untuk menambah laju tekanan inflasi.

Akan tetapi, penulis berkeyakinan gejolak yang terjadi di pasar keuangan saat ini hanya akan bersifat sementara saja. Minimnya pasokan Dolar dikarenakan faktor psikologis memburuknya kondisi Eropa saat ini. Pasar memburu Dolar karena tidak mau memegang mata uang lain termasuk uang dari negara berkembang (emerging market).

Namun, adakah negara lain yang mampu memberikan daya tarik seperti Indonesia?. Tentunya masih ada. Kita masih mampu menikmati pertumbuhan ekonomi meskipun negara lain sedang dilanda krisis yang belum berkesudahan. Pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan investasi di negeri ini.

Sehingga, tidak ada yang perlu dikuatirkan sangat seirus mengingat kita masih bisa tumbuh ditengah buramnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia. Pelemahan rupiah saat ini memang perlu penanganan khusus, saya yakin BI akan mampu mengatasinya. Selain itu, bukankah Rupiah juga seharusnya melemah terhadap US Dolar guna membentuk keseimbangan dengan mata uang negara lainnya?. Tentunya Ya, namun besarannya yang harus disesuaikan. Dan kestabilan Rupiah harus menjadi prioritas utama. Pelaku pasar nantinya juga akan bersikap realistis dan tetap akan menjadikan Indonesia sebagai tempat tujuan investasi.

Keseimbangan di pasar keuangan akan terbentuk nantinya, gunjang-ganjing yang terjadi saat ini diyakini hanya akan berlaku sementara. Bahkan sekalipun nantinya akan terjadi guncangan manakala Yunani keluar dari Eropa, guncangan tersebut diyakini hanya akan berlangsung beberapa saat saja terhadap pasar keuangan domestik.
Mengingat baiknya perekonomian nasional yang didukung oleh tingginya konsumsi domestik. Maka kita tetap optimis, Rupiah akan kembali stabil, IHSG akan berbalik menguat setidaknya di mulai pada paruh kedua tahun 2012 ini.

No comments: