Nilai tukar Rupiah
kompak melemah dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama perdagangan
minggu kemarin. Melemahnya Rupiah seiring dengan investor yang lebih memilih
memegang Dolar setelah terjadinya krisis di Eropa membuat pasar panik dan US
Dolar banyak diburu karena Dolar sebagai mata uang yang dinilai paling aman
(safe heaven).
Langkah Bank Indonesia
seperti memberlakukan kebijakan agar eksportir memarkir dananya di dalam negeri
ternyata belum membuahkan hasil maksimal karena pada saat ini Rupiah masih saja
melemah terhadap US Dolar. BI dituntut untuk segera menerbitkan instrumen
keuangan guna menampung valas di dalam negeri.
Minimnya instrumen
tersebut disinyalir sebagai biang keladi memburuknya kinerja nilai tukar Rupiah
terhadap US Dolar. Padahal, yang paling utama penyebab nilai tukar rupiah
melemah akhir-akhir ini adalah kontrak derivative yang ada di Singapura. Dimana
kontrak tersebut menggambarkan bagaimana buramnya kinerja Rupiah yang mendekati
Rp.10.000/$. Al Hasil, Rupiah dipasar domestik ikut terkulai lemas seiring
dengan memburuknya kinerja kontrak Rupiah – Dolar Amerika di pasar derivative singapura.
Bila dikaitkan dengan
penghematan energi ada benarnya juga sih. Namun akhir-akhir ini, tren penurunan
harga minyak dari sebelumnya $120/barel, yang hanya dikisaran $90/Barel saat
ini, seharusnya mampu membuat APBN kita relatif aman dari pembengkakan defisit
akibat kebutuhan impor minyak dunia.
Walaupun bila harga
Dolar terus naik tentunya juga akan menjadi ancaman lain dan berpeluang membuat
defisit yang lebih besar. Untuk saat ini, Rupiah yang melemah masih mampu
diimbangi dengan penurunan harga minyak dunia. Walau demikian, suplai valas
yang terus berkurang akan mengancam impor kita untuk beberapa bulan kedepan.
Dan berpeluang untuk menambah laju tekanan inflasi.
Akan tetapi, penulis
berkeyakinan gejolak yang terjadi di pasar keuangan saat ini hanya akan
bersifat sementara saja. Minimnya pasokan Dolar dikarenakan faktor psikologis
memburuknya kondisi Eropa saat ini. Pasar memburu Dolar karena tidak mau
memegang mata uang lain termasuk uang dari negara berkembang (emerging market).
Namun, adakah negara
lain yang mampu memberikan daya tarik seperti Indonesia?. Tentunya masih ada.
Kita masih mampu menikmati pertumbuhan ekonomi meskipun negara lain sedang
dilanda krisis yang belum berkesudahan. Pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya
memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan investasi di negeri ini.
Sehingga, tidak ada
yang perlu dikuatirkan sangat seirus mengingat kita masih bisa tumbuh ditengah
buramnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia. Pelemahan rupiah saat ini memang
perlu penanganan khusus, saya yakin BI akan mampu mengatasinya. Selain itu,
bukankah Rupiah juga seharusnya melemah terhadap US Dolar guna membentuk
keseimbangan dengan mata uang negara lainnya?. Tentunya Ya, namun besarannya
yang harus disesuaikan. Dan kestabilan Rupiah harus menjadi prioritas utama.
Pelaku pasar nantinya juga akan bersikap realistis dan tetap akan menjadikan
Indonesia sebagai tempat tujuan investasi.
Keseimbangan di pasar
keuangan akan terbentuk nantinya, gunjang-ganjing yang terjadi saat ini
diyakini hanya akan berlaku sementara. Bahkan sekalipun nantinya akan terjadi
guncangan manakala Yunani keluar dari Eropa, guncangan tersebut diyakini hanya
akan berlangsung beberapa saat saja terhadap pasar keuangan domestik.
Mengingat baiknya perekonomian nasional yang
didukung oleh tingginya konsumsi domestik. Maka kita tetap optimis, Rupiah akan
kembali stabil, IHSG akan berbalik menguat setidaknya di mulai pada paruh kedua
tahun 2012 ini.
No comments:
Post a Comment