Monday, September 22, 2008

Biaya Penyelematan Krisis Yang Sangat Mahal

Medan Bisnis, 22 September 2008
Meskipun saat ini Bank Sentral AS memberlakukan kebijakan suku bunga acuan yang cukup moderat hanya sekitar 2%, namun kebijakan tersebut ternyata tidak cukup untuk melindungi masyarakat AS yang kian terpuruk daya belinya. Konsumsi masyarakat AS kian hari kian menurun yang diakibatkan oleh melemahnya ekonomi AS.

Amerika sejauh ini masih terjebak dalam asset-asset bermasalah yang menyebabkan krisis di sektor kredit. Sektor peumahan merupakan sektor yang menjadi prioritas utama untuk diselamatkan dimana krisis keuangan di AS dimulai dari sektor tersebut. Kekhawatiran yang muncul belakangan ini dari bangkrutnya Bank investasi terbesar AS Lehman Brothers serta bailout perusahaan asuransi terbesar AS AIG (American International Group).

Krisis di sektor perbankan tersebut telah menimbulkan ketidak percayaan Bank untuk meminjamkan modalnya ke Bank lain. Sehingga Bank yang mengalami kesulitan likuiditas akan kian terpuruk dan berujung pada kebangkrutan. Ketegangan di dunia perbankan tersebut telah memaksa The FED (bank sentral AS) menginjeksi milyaran dolar guna menyelamatkan pasar dari tekanan pembiayaan.

Demi menyelamatkan sektor keuangan AS dari krisis yang mungkin muncul seperti yang terjadi di Asia pada tahun 1997. Pada sabtu malam pemerintah AS melalui menteri keuangan Henry Paulson meminta kongres untuk menyetujui program penyelamatan krisis finansial senilai $700 Milyar.

Langkah pemerintah AS tersebut akan meningkatkan porsi hutang negeri paman sam. Dan akan menghabiskan dana lebih besar dari dana tahunan yang dibutuhkan oleh 3 departemen sekaligus seperti Departemen Pertahanan AS, Pendidikan dan Kesehatan serta Human Service. Dan oleh karena itu proposal pengajuan penyelamatan dari krisis finansial menghabiskan dana diluar dari biasanya dan bahkan belum pernah terjadi sebelumnya.

Pasar pun merespon positif terhadap langkah AS tersebut. Hal tersebut terbukti dari membaiknya nilai tukar US Dolar terhadap hampir semua mata uang rivalnya. Sentimen positif yang datang dari pemerintah AS tersebut mengkukuhkan US Dolar sebagai mata uang yang paling kuat untuk sementara ini. Penguatan US Dolar juga didorong oleh minimnya sentimen global.

Pasar boleh saja bernafas lega. Kucuran dana yang akan dikeluarkan pemerintah AS tersebut telah memberikan harapan akan kembali bergairahnya perdagangan di pasar finansial. Serta memberikan rasa aman bahwa krisis lebih dapat dikendalikan. Hal senada juga dikemukakan oleh senator AS Charles Schumer yang menyatakan bahwa kesalahan pemerintah AS dalam mendukung sistem keuangan akan membawa AS kedalam jurang depresi.

Selain itu, Schumer juga menyatakan bahwa tidak melakukan apa-apa akan meningkatkan resiko ekonomi yang terus menunjukan tren penurunan dan tidak pernah terlihat sebelumnya dalam 60 tahun terakhir. Hal tersebut mengindikasikan kuatnya komitmen pemerintah AS dalam menstabilkan pasar keuangan dan sinyal kuat bahwa penyelamatan krisis dengan dana besar berpotensi untuk dilakukan.

Namun, benarkah dana tersebut akan mampu mengcover kredit-kredit bermasalah di AS? Karena banyak ahli justru berpendapat bahwa penyelamatan krisis finansial di AS akan menghabiskan dana sampai $1 Trilyun. Sebuah dana yang fantastis yang belum akan mungkin terjadi di Indonesia.

Akan tetapi, langkah pemerintah AS tersebut meskipun berupa sederetan langkah positif namun tetap memiliki imbas negatif di pasar keuangan Indonesia. Coba liat nilai tukar Rupiah yang kian terpuruk. Hal tersebut akan menambah beban berat pada pemerintah khususnya dalam hal pengendalian inflasi.

Sejauh ini, inflasi yang kian tinggi telah membuat pemerintah Indonesia melakukan kebijakan yang terus meningkatkan suku bunga. Apabila rakyat Indonesia mulai terjebak dengan suku bunga tinggi, maka akan menimbulkan resiko kemungkinan gagal bayar yang lebih besar. Mungkinkah pemerintah akan menggelontorkan dana untuk membeli asset-asset rakyat yang bermasalah!. Atau tetap melakukan langkah tradisional dengan tetap memberlakukan kebijakan uang ketat. Entahlah.

No comments: