Monday, September 22, 2008

Rapor Merah Pergerakan Indeks

Medan Bisnis 15 September 2008
Daya beli masyarakat dunia yang terus menurun telah mempengaruhi pergerakan indeks global telah terjadi koreksi yang cukup dalam di hampir semua indeks di Asia. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan pergerakan harga saham di bursa Wall Street di AS. Penguatan US Dolar turut disinyalir sebagai pemicu melemahnya pergerakan indeks harga saham dunia.

Tingginya harga minyak dunia beberapa waktu lalu yang turut dibarengi dengan melemahnya konsumsi masyarakat AS seiring dengan memburuknya sektor property telah menghancurkan fundamental perekonomian dunia. Inflasi yang tinggi telah membuat laju pertumbuhan ekonomi tertekan dan pengetatan kebijakan moneter bank sentral pada umumnya turut menekan harga saham dunia.

Saat ini, harga minyak terus mengalami koreksi yang cukup tajam setelah meroket pada pertengahan bulan Juli lalu. Kondisi tersebut tidak membuat perdagangan di lantai bursa bergeliat, karena penurunan tersebut justru diyakini sebagai melemahnya konsumsi masyarakat dunia yang mengindikasikan telah terjadi perlambatan terhadap pertumbuhan ekonomi global.

Hal yang paling mungkin terjadi yang akan membuat indeks bursa saham kembali menggeliat adalah kemungkinan rebound secara teknikal. Psikologis pasar yang telah jenuh mengalami aksi jual menjadi kesempatan bagi para pelaku pasar untuk membuka posisi beli yang baru. Walaupun, kondisi secara teknikal tersebut kemungkinan hanya berlangsung dalam tempo yang singkat sehingga hanya memberikan peluang rebound atau menguat sementara.

Harga saham di sektor manufaktur dan transportasi yang sangat sensitif terhadap perubahan harga minyak dunia juga belum menunjukan peforma yang lebih baik meskipun biaya produksi sudah di tekan akibat penurunan harga minyak dunia. Kendala utama yang dihadapai yakni justru dari melemahnya daya beli msyarakat sehingga produk yang dijual tidak laku dan menurunkan pendapatan perusahaan di sektor tersebut.

Gejala penurunan daya beli juga diperparah oleh data yang dikeluarkan pemerintah AS dimana telah terjadi penurunan penjualan ritel di bulan agustus seiring dengan berakhirnya musim panas di AS. Kondisi melemahnya daya beli masyarakat AS juga diyakini sebagai salah satu pemicunya. Harapan yang masih dinanti adalah data penjualan perumahan di AS yang diharapkan akan kembali membaik, pasca diakuisisinya perusahaan properti AS terbesar Fannie Mae dan Freddi Mac oleh pemerintah AS.

Selain itu, ada beberapa hal yang tidak lazim yang jarang terjadi dan mempengaruhi pengerakan harga saham pada umumnya dan minyak khususnya. Yakni badai yang melanda teluk mexico yang mengancam produksi minyak AS. Uniknya badai tersebut seharusnya mampu menjadi pemicu melambungnya harga minyak dunia.

Dan sekali lagi pasar komoditas justru terus memperdagangkan minyak yang terus berusaha bergerak turun dibawah level $100/barel. Padahal pasokan minyak diperkirakan akan terus menurun apalagi OPEC juga berkomitmen untuk menurunkan produksi minyaknya guna mengimbangi harga dan kebutuhan minyak global.

Kondisi pasar keuangan dan saham yang tidak menentu itu saat ini telah terfokus pada pelemahan pertumbuhan ekonomi yang terjebak oleh tingginya suku bunga kredit. Penurunan harga minyak yang telah terkoreksi cukup signifikan bahkan tidak mampu menjadi stimulus bagi kembali bergeliatnya konsumsi masyarakat dunia. Dan sekaligus mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi global sedang terjepit oleh ketidak pastian pertumbuhan.

Pelaku pasar juga terus berupaya mencari lahan yang lebih menguntungkan dengan memanfaatkan kondisi yang serba tidak pasti. Sehingga menjadi pemicu semakin maraknya aksi spekulasi dikalangan pelaku pasar. Ketidakpastian ekonomi global tersebut juga akan berbanding lurus terhadap pergerakan indeks dan pasar keuangan, serta mempengaruhi kondisi perekonomian di negeri ini, meskipun negeri ini sedikit diuntungkan oleh penurunan harga minyak dunia.

No comments: