Monday, September 22, 2008

Stimulan Kredit Untuk Recovery

Medan Bisnis, 25 Agustus 2008
Setelah sempat digoyang oleh gonjang ganjing harga minyak, pada saat ini pasar sedikit lebih tenang karena fluktuasi harga minyak cukup stabil dan memiliki kecenderungan turun. Kondisi yang paling mudah untuk dilihat adalah tanda adanya penguatan nilai tukar US Dolar terhadap major currency. Hal tersebut menandakan bahwa harga komoditas mulai terkendali meskipun tidak menutup kemungkinan masih ada tekanan laju inflasi.

Pertumbuhan yang cukup lamban seiring dengan melonjaknya harga komoditas seharusnya menjadi stimulan bagi kestabilan harga dan inflasi. Meski demikian, masih terdapat sejumlah faktor penting yang berpotensi menjadi pemicu kembali melambungnya harga komoditas, sehingga tetap saja masih terbuka kemungkinan bahwa komoditas khususnya minyak belum akan mencapai kestabilan ditengah tingginya permintaan oleh negara-negara yang mencetak angka pertumbuhan tinggi seperti China dan India.

Dari sisi persediaan memang telah terjadi peningkatan terhadap produksi minyak oleh negara anggota OPEC. Namun, lifting produksi minyak tersebut belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan minyak dunia. Terlebih menjelang akhir tahun ini, harga minyak kemungkinan saja masih akan naik lagi seiring dengan tingginya permintaan menjelang musim dingin.

Untuk Indonesia, perayaan keagamaan seperti lebaran yang jatuh sedikit lebih awal dibulan Oktober diperkirakan akan mengurangi beban pemerintah sehingga laju inflasi nantinya masih relatif terkendali. Bayangkan saja, apabila lebaran justru jatuh berdekatan dengan perayaan Natal dan musim dingin di belahan negara lain. Sudah tentunya pemerintah akan mendapatkan tekanan dahsyat akibat melambungnya permintaan serta banyaknya jumlah uang beredar.

Walaupun bersifat musiman dan hanya berlangsung beberapa hari dalam setahun, namun kontribusi yang diberikan terhadap tekanan inflasi secara tahunan akan sangat terasa dampaknya. Dan tentunya akan mempersulit Bank Indonesia dalam melakukan kontrol terhadap laju tekanan inflasi.

Di beberapa negara besar seperti Amerika Serikat, kondisi ekonomi yang menuju ke lubang resesi telah memaksa pejabat di negara tersebut untuk menyalurkan dana segar guna menyelamatkan perekonomian. Sektor yang mendapat perhatian serius sebelumnya adalah sektor energi. Namun, saat ini telah bergulir usulan agar sektor otomotif juga membutuhkan adanya kucuran dana untuk menyelamatkan industri otomotif.

Perusahaan terbesar otomotif AS General Motor yang mengalami kerugian sebesar $15.5 Milyar memang membutuhkan kucuran dana segar. Dana tersebut nantinya akan berguna untuk merehabilitasi perusahaan dengan membeli mesin-mesin baru serta penilitian untuk membuat kendaraan yang hemat enerji.

Langkah yang diambil pemerintah AS terbilang cukup berani dengan memberikan stimulan kredit. Bahkan sektor perumahan AS yang dijadikan kambing hitam pemicu memburuknya perekonomian dunia diperkirakan akan segera berakhir. Seorang milyader bernama Warren Buffet menyatakan bahwa kedua perusahaan finansial terkemuka bernama Fannie Mae dan Fraddie Mac akan menerima kucuran dana sebesar $12 Trilliun guna menyelamatkan kedua perusahaan tersebut dari masa sulit seperti sekarang ini.

Indonesia juga mengalami masalah yang tak jauh berbeda dengan AS. Hanya saja langkah yang diambil Indonesia lebih bersifat pengendalian moneter dengan tetap menjaga kestabilan harga dan laju inflasi. Sehingga, kalaupun ada laju pertumbuhan yang disebabkan kondisi tersebut, namun pertumbuhan itu bukan yang bersifat padat karya, sehingga menimbulkan sebuah pertumbuhan semu.

Program pemerintah untuk menumbuhkan jiwa wiraswasta dengan KUR (kredit usaha rakyat) dinilai juga belum maksimal. Karena perbankan juga enggan menyalurkan kredit dengan jumlah besar apabila tidak tersedia jaminan. Sehingga akses untuk mendapatkan KUR masih sangat terbatas. Dibutuhkan langkah konkrit serta keberanian pemerintah dalam mengambil resiko. Karena untuk kembali meningkatkan daya beli serta mendongkrak laju pertumbuhan salah satunya dilakukan dengan mengalokasikan dana dengan akses yang lebih mudah untuk sektor riil atau padat karya.

No comments: