Monday, September 22, 2008

Pelemahan Ekonomi Eropa Sentimen Baik Bagi Komoditas

Medan Bisnis, 11 Agustus 2008
Pergerakan mata uang Euro kembali melemah cukup tajam terhadap mata uang US$ dikisaran 1.501/US$. Pelemahan tersebut dipicu oleh pernyataan Gubernur Bank Sentral Eropa Jean Claude Treachet mengenai kemungkinan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi zona Euro, pada kuartal keempat tahun ini. Hal tersebut sekaligus menimbulkan spekulasi mengenai kemungkinan bahwa Bank Sentral Eropa tidak menaikan suku bunganya.

Dampaknya kian terasa terhadap penguatan mata uang US$ yang tentunya lebih diminati seiring dengan pernyataan tersebut. Selain itu, harga komoditas seperti minyak dunia juga kembali mereda hingga mendekati level $100/barel, seiring dengan penguatan mata uang US$. Penguatan mata uang US$ berhasil mengabaikan sentimen negatif data dari departemen tenaga kerja AS yang merilis bahwa sektor manufaktur justru turun sebesar 1.4%.

Ekonomi Eropa menghadapi perekonomian kian sulit setelah Produk Domestik Bruto Italia mengalami penurunan yang diringi dengan kebijakan ECB (European Central Bank) yang menahan suku bunga Euro di level 4.25%. Padahal keputusan tersebut diambil ditengah ancaman tingginya tekanan inflasi dalam beberapa waktu kedepan.

Sehingga ekspektasi kemungkinan akan kembali diturunkannya suku bunga oleh ECB dan BoE (Bank of England) masih cukup terbuka lebar. Sementara Bank Sentral AS atau biasa disebut dengan The FED masih tetap menunjukan gelagat akan menaikan kembali suku bunganya. Sehingga kemungkinan US$ menguat terhadap mata uang global cukup besar.

Kondisi tersebut akan membuat tekanan harga pada beberapa komoditas diperkirakan akan terus melemah. Minyak misalnya yang sempat diperdagangkan mendekati level $150/Barel, pada saat ini telah mereda dan berada dikisaran level $113/barel. Sementara itu harga emas turun dalam posisi terendah selama 3 bulan terakhir diposisi $851/ troy ounce. Demikian halnya dengan perak yang juga turun drastis sebanyak 5%.

Kembali menguatnya US Dolar juga membuat harga komoditas seperti CPO turun signifikan. Hal tersebut tercermin dengan semakin terkendalinya harga pasaran minyak goreng di dalam negeri. Banyak hal positif yang dapat diambil dari penguatan US Dolar, tak terkecuali terhadap laju mata uang Rupiah yang kembali sedikit tertekan oleh penguatan US$.

Secara keseluruhan harga minyak mentah dunia telah turun sebanyak 20% setelah sempat mencapai titik puncaknya di level $147/Barel pada tanggal 11 Juli lalu. Selain itu, eksplorasi minyak yang akan dilakukan Iraq setelah 20 tahun tertunda akibat sanski oleh PBB diharapkan mampu menambah kapasitas minyak menjadi dua kalilipat. Nantinya hal tersebut akan menjadi berita bagus bagi perdagangan komoditas karena akan ada tambahan pada pasokan minyak dunia.

Pasar kedepan akan lebih fokus pada perkembangan data di zona Eropa dan Inggris ketimbang memburuknya data perekonomian di AS. Beberapa hal yang akan menjadi penekanan disini adalah keputusan Bank Sentral seperti ECB dan BoE. Dimana langkah yang akan diambil menjadi tolak ukur untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh menguatnya US$ secara signifikan dalam beberapa hari belakangan ini. Dan diperkirakan US$ akan melanjutkan tren penguatannya dalam pekan ini dan harga komoditas juga akan kembali mengalami penguatan serupa seiring dengan penguatan US$.

Di dalam negeri kenaikan BBM serta penurunan harga minyak dunia pada saat ini akan menjadi sebuah kesempatan untuk APBN agar bisa sedikit bernapas, karena sebelumnya sempat tertekan dan mengalami defisit yang diakibatkan oleh kenaikan minyak mentah dunia.

Ekspektasi akan kembali menguatnya harga minyak dunia juga tetap ada. Kemungkinan akan terpilihnya calon presiden AS Barrack Obama yang selalu diasumsikan sebagai sentimen positif. Karena Obama mempunyai perhatian yang lebih terhadap masalah Iraq. Sehingga secara politis akan mengurangi tekanan harga minyak.

Namun bukan berarti harapan minyak turun tanpa ada kemungkinan sebaliknya. Harga minyak dunia sangat dipengaruhi oleh masalah Demand & Supply, Politik, Spekulasi, maupun Iklim. Sehingga kestabilan harga minyak itu sendiri akan sangat tergantung pada kestabilan faktor yang mempengaruhinya.

No comments: