Tuesday, January 31, 2012

BBM Dibatasi Atau Harganya Naik, Inflasi Pasti Naik

Medan Bisnis, 16 Mei 2011
Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate), walaupun dalam dua bulan sebelumnya telah terjadi deflasi. Kekhawatiran akan tingginya inflasi di masa yang akan datang menjadi pertimbangan BI dalam menentukan arah kebijakan suku bunganya. Salah satunya terkait dengan keputusan pemerintah terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Inflasi memang masih menjadi fokus perhatian bukan hanya di Indonesia, tetapi dua Negara besar China dan Amerika juga mengalamai hal yang serupa, meskipun kedua Negara tersebut memiliki kepetingan yang berbeda terhadap pengendalian inflasi.

Di Indonesia, masalah subsidi BBM menjadi polemik yang belum terselesaikan oleh para pembuat kebijakan di negeri ini. Berita yang berkembang dimana dua kementerian bersebrangan dimana yang satu ingin subsidi dicabut dan yang lain sebaliknya. Semakin berlarut masalah tersebut tak terselesaikan maka semakin besar peluang inflasi bergerak liar.

Dua kementerian yang dimaksud adalah antara Menteri perekonomian Hatta Rajasa yang tidak ingin mencabut subsidi dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang ingin mencabut subsidi. BBM benar-benar menjadi bahan yang sering diperbincangkan tatkala harga melonjak signifikan pasca kerusuhan di Libya.

Belum ada skema kebijakan yang pas untuk mengatasi masalah BBM itu sendiri. Selain dikarenakan Indonesia tidak dapat terhindar dari fluktuasi harga minyak. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah dengan mempersiapkan cadangan devisa agar mampu mengintervensi nilai tukar Rupiah guna mengimbangi fluktuasi harga minyak yang saat ini memiliki tren naik.

Memang akan sangat berbeda bila kita mampu mengekspor minyak dan tidak tergantung dengan minyak dari Negara lain. Tapi itu cerita dulu, saat ini pemerintah harus lebih transparan kepada masyarakat di saat minyak terus menjulang tinggi dan menggerogoti APBN kita. Rasionalisasi diperlukan guna menyelamatkan APBN yang berpeluang jebol.

Menghindari laju tekanan inflasi merupakan tindakan yang sulit dilakukan nantinya. Sehebat apapun Negara kita merumuskan formula kebijakan, inflasi akan tetap datang karena memang BBM merupakan sumber energi yang dibutuhkan semua lapisan masyarakat. Cepat atau lambat Inflasi akan menjadi masalah pokok dan berpotensi menggerus daya beli masyarakat.

Tidak ada pilihan lain untuk menghindarinya, masalah inflasi yang paling mendasar saat ini adalah Inflasi dipicu oleh kenaikan harga dunia karena krisis di timur tengah, serta diiringi dengan laju pertumbuhan ekonomi China yang sangat fantastis, serta Amerika Serikat yang memberlakukan kebijakan bunga rendah agar mendorong masyarakatnya untuk lebih meningkatkan belanja / spending.

Depertemen Tenaga Kerja AS mengatakan Indeks Harga Konsumen (Index Consumers Price/ICP) bulan April 0,4% dari 0,5% pada bulan Maret. Sementara itu di China, tingkat inflasi lebih dari 5%. Tingginya tingkat inflasi tersebut merupakan dampak dari laju pertumbuhan ekonomi China yang secara tersu menerus akan bermpak pada permintaan akan minyak dunia dan berujung pada melonjaknya harga minyak dunia.

APBN kita mendapat tekanan baik dari dalam maupun dari luar. Ditambah lagi para penguasa dinegeri ini tentunya tidak menginginkan BBM itu dinaikan ataupun bahkan dihilangkan. Karena secara politis dapat merugikan pemegang kekuasaan. Bila semua cara ditempuh, yang pasti harga BBM harus rasional menghadapi perubahan harga minyak dunia itu nantinya.

Dengan cara apa? Menaikan harga atau membatasi BBM itu sendiri. Keduanya memiliki nilai positif dan negatifnya. Bila tidak dinaikan atau dibatasi maka kita akan berbalik bertanya seberapa jauh lifting minyak kita dinaikan dan di level berapa Rupiah itu harus menguat. Pastinya Inflasi akan datang bagaikan bencana alam yang tidak akan bisa dihindari.

No comments: