Tuesday, January 31, 2012

Moratorium Hutan Dan Harga Saham

Medan Bisnis,23 Mei 2011
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menandatangani Instruksi Presiden No 10/2011 tentang penundaan perizinan baru bagi Hutan Alam Primer dan Gambut serta Penyempurnaan Tata Kelola Hutan dan Gambut. Dan pada hari yang sama Presiden juga menandatangani Perpres Nomor 28/2011 tentang penggunaan Kawasan Lindung Hutan Bawah.

Tujuan dari diterbitkannya Inpres tersebut adalah menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, serta berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca melalui penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Namun, Perusahaan-perusahaan sawit besar yang terhimpun dalam Gabungan Pengusaha

Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprotes Instruksi Presiden (Inpres) No 10 Tahun 2011. Dan Gapki mendesak presiden agar melakukan penundaan terhadap keputusan. Terlepas dari itu semua, kebhijakan Presiden RI tersebut memiliki dampak positif terhadap harga saham di bursa, khususnya saham-saham sektor perkebunan.

Tren permintaan akan CPO (Crude Palm oil) yang terus bertambah diyakini akan membuat harga CPO itu sendiri mengalami kenaikan, Terlebih bila diringi dengan ekspektasi produksi yang cenderung turun. Namun Emiten yang masih akan melakukan ekspansi namun memiliki keterbatasan seperti lahan yang belum ditanami kelapa sawit dan belum memiliki izin untuk penggunaan lahan akan membebani Industrinya sendiri, dan berpeluang menekan harga saham emiten tersebut.

Namun, bagi emiten yang memiliki lahan luas dan telah memiliki izin, moratorium tersebut diperkirakan tidak akan berdampak terhadap kinerja emiten. Oleh karena itu, harga saham yang menghasilkan CPO berpeluang untuk naik dalam bulan ini. Tren permintaan dari China dan India yang terus naik akan berpengaruh pada peningkatan harga saham emiten sawit.

Selain itu, Sentimen dari Inpres No 28/2011 itu akan memberikan dampak psikologis bagi para pelaku pasar. Tentunya pelaku pasar akan tergerak untuk mengoleksi saham-saham berbasis CPO karena tren permintaan tidak diiringi dengan ekspektasi produksi yang meningkat dalam jangka panjang, sehingga harganya berpeluang naik.

Padahal sebelumnya banyak analis yang memperediksi bahwa harga CPO berpeluang turun menjelang semester II ini, seiring dengan meningkatnya produksi serta tingginya produksi minyak kedelai di Amerika Selatan, dan turunnya impor minyak kedelai dari India. Akan tetapi harga CPO yang diasumsikan sebesar US$ 925/ton (CIF Rotterdam) untuk tahun ini diperkirakan akan masih akan berubah dengan kecenderungan naik.

Namun perlu juga diwaspadai bila ada emiten yang memiliki kebun sawit yang masa produksinya segara berakhir atau tua. Terlebih jika masa panennya hanya tinggal 3-5 tahun lagi, tentunya ini akan menjadi masalah khusus bagi emiten secara fundamental. Dan semakin lama harga lahan sawit tentunya akan semakin mahal yang nantinya juga akan menambah biaya bagi perusahaan sawit dalam melakukan ekspansinya.

Di kuartal 1 tahun 2011 ini memang perusahaan sawit banyak yang diuntungkan dari kenaikan harga CPO. Dimana harga CPO naik 54% dalam kurun waktu setahun atau rata-rata di harga $1.238/ton. Akan tetapi untuk mengantisipasi dampak negative dari moratorium, maka investor disarankan untuk memperhatikan saham emiten PT. BW Plantation Tbk.

Untuk tahun 2011 ini, produksi minyak sawit dunia diperkirakan masih akan meningkat tajam sebesar 3,0 juta ton hingga 48,6 juta ton (dibandingkan pertumbuhan di tahun 2010 sebesar 0,5 juta ton). Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca yang membaik di sebagian besar wilayah negara penghasil CPO.

PT.BWPT (BW Plantation) merupakan perkebunan yang memiliki kinerja solid, oleh karena margin keuntungannya lebih tinggi dari industri dan sebagai produsen CPO. Selain itu PT BW Plantaion juga memiliki biaya produksi yang sangat rendah.

No comments: