Tuesday, January 31, 2012

Rating Utang Naik, Pengawasan Pengelolaan Utang Dinaikan

Medan Bisnis, 25 April 2011
Kabar gembira kembali menyelimuti negeri ini. Setelah beberapa lembaga pemeringkat utang dunia seperti Moody’s dan S&P (Standar and Poor’s) menaikan utang jangka panjang Negara kita satu level di bawah investment grade atau dengan outlook positif. Kenaikan tersebut mencerminkan fundamental ekonomi kita yang dinilai semakin kuat.

Terbukti di saat ekonomi global mengalami resesi di tahun 2008 silam, Indonesia masih membukukan kenaikan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Kenaikan PDB sekaligus membuktikan bahwa Indonesia mampu bertahan dari gejolak krisis bahkan jika dibandingkan dengan Negara lainnya di kawasan ASEAN.

Kenaikan rating utang ini merupakan yang tertinggi dalam kurun waktu 12 tahun terakhir. Dengan kenaikan hutang ini tentunya biaya untuk mencari sumber pembiayaan tentunya semakin murah. Berarti ekspektasi kedepan ekonomi kita berpeluang tumbuh seiring dengan meningkatnya kepercayaan investor terhadap Indonesia.

Pengelolaan APBN, pengendalian laju inflasi, serta mampu mengelola aliran dana yang masuk merupakan kunci utama agar rating kita bisa dinaikan terus hingga masuk dalam kategori layak investasi atau investment grade. Pemerintah dan Bank Indonesia harus mampu membangun kerjasama yang baik sehingga perekonomian kita tetap tumbuh secara konsisten.

Tak ubahnya seperti rating hutang yang diberikan kepada Emiten/Perusahaan di negeri ini oleh pemeringkat efek Indonesia (PEFINDO). Salah satunya, PEFINDO berperan penting dalam menentukan sebuah perusahaan yang akan menerbitkan obligasi (surat utang), seperti dengan memberikan kriteria atau peringkat yang tidak jauh berbeda dengan lembaga pemeringkat sekelas Fitch rating, Moody’s atau S&P.

Dimana untuk menerbitkan hutang jangka panjang yang masuk ke dalam layak investasi, PEFINDO memberikan minimal peringkat BBB dan yang tertinggi AAA. Bila sebuah perusahaan masuk dalam kriteria tersebut maka si emiten tersebut memiliki kesempatan untuk menerbitkan obligasi dengan biaya atau bunga yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan emiten yang masuk dalam kriteria tidak layak investasi atau non investment grade.

Dengan kata lain, bila ada perusahaan A memiliki peringkat AAA, sementara ada perusahaan B yang memiliki peringkat CCC (lebih rendah dari peringkat BBB). Maka perusahaan A memiliki peluang yang lebih besar untuk menerbitkan obligasi dengan bunga yang lebih rendah dari perusahaan B. Atau semakin tinggi peringkat yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka semakin rendah bunga yang di tawarkan dan sebaliknya.

Nah demikian halnya dengan Indonesia, semakin tinggi ratingnya maka utang yang akan diterbitkan tentunya memiliki biaya/bunga yang lebih rendah. Hal ini akan memberikan peluang bagi pemerintah agar dapat mengelola utangnya lebih baik lagi. Beban APBN kita dalam membayar utang tentunya akan lebih ringan.

Namun, pemerintah harus tetap waspada dengan bentuk peningkatan rating. Capital inflow akan terus mengalir deras ke negeri ini, dampaknya sulit dibayangkan jika uang tersebut justru berbalik (reversal). Dengan meningkatnya rating utang Indonesia seperti saat ini pemerintah jangan terperangkap untuk terus berutang meskipun banyak Negara kreditor yang menawarkannya.

Hutang merupakan alat yang efektip untuk mengintervensi kedaulatan sebuah Negara. Dengan hutang, Negara debitur akan lebih terbuka dan mudah dipengaruhi dalam pengelolaan sumber dayanya. Negara-negara kreditor yang biasanya melalui Bank Dunia (World Bank) atau IMF (International Monetery Fund) mampu mengintervensi kita dengan perumusan kebijakan melalui hutang sesuai dengan kepentingan mereka. Belajar di saat rezim Suharto meminjam dari IMF.

Untuk itu, ketergantungan utang dari luar negeri sudah seharusnya tidak dimasukan dalam skala prioritas untuk membangun ekonomi bangsa ini. Kemandirian menjadi kunci utama, pemerintah sebaiknya mencari jalan dengan meminjam dari masyarakatnya sendiri. Penerbitan ORI atau SUKUK harus lebih diprioritaskan.

No comments: