Wednesday, January 25, 2012

Minyak, Minyak dan Minyak

Medan Bisnis, 7 Maret 2011

Untuk kesekian kalinya rencana pemerintah membatasi subsidi BBM kembali ditunda. Sebelumnya pemerintah sempat berencana untuk membatasi BBM bulan januari kemarin, setelah itu diundur hingga bulan April. Dan sejauh ini pemerintah kembali menunda pembatasan BBM hingga pertengahan tahun ini. Pemerintah sepertinya ragu-ragu untuk menerapkan kebijakan tersebut.

Ada begitu banyak alasan yang muncul. Kenaikan harga minyak dunia yang terus melambung tinggi menjadi salah satu alasan mengapa Pemerintah harus segera mengurangi beban subsidi BBM yang terus membengkak. Namun, kondisi geopolitik di timur tengah yang tak kunjung membaik diyakini sebagai alasan kenapa pemerintah terlihat ragu-ragu untuk segera melakukan pembatasan BBM.

Opsi mengurangi beban subsidi memang bisa dilakukan dengan cara membatasi pemakaian BBM bersubsidi masyarakat, menaikkan harga minyak, atau yang paling tidak mungkin dilakukan adalah dengan cara tidak mengintervensi harga minyak. Maksudnya adalah dengan membiarkan harga minyak bergerak sesuai dengan mekanisme pasar. Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator? Tidak mungkin untuk saat ini.

Dampak positif dari pembatasan BBM dari sisi pemerintah adalah beban subsidi APBN yang bisa di minimalisir. Namun sisi negatifnya tidak kalah banyak. Industri otomotif diperkirakan akan terpukul bila pembatsan BBM di lakukan. Padahal industri ini sempat menikmati pertumbuhan bisnisnya sebesar 40% selama tahun 2010.

Kemungkinan yang lain adalah para pengguna kendaraan yang terkena pembatasan subsidi BBM akan beralih ke Pertamax. Ada peluang kebocoran saat penyalurannya. Selisih harga BBM subsidi dan non subsidi akan banyak digunakan pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan. Dunia usaha akan mengalami pukulan keras bila rencana pemerintah itu benar-benar terwujud.

Belum lagi inflasi yang bisa kembali menekan ekonomi kita. Minyak benar-benar telah menjadi barang yang sangat menakutan bagi ekonomi kita tatkala harganya terus naik. Namun, Indonesia harus menerima konsekuensi dari ketidak mampuan memproduksi minyak secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan nasional. Karena harga minyak internasional ditentukan dengan mekanisme pasar. Sementara opsi pemerintah kita adalah melakukan intervensi agar harga minyak tidak mengganggu anggaran serta tetap terjangkau masyarakat.

Bila kebutuhan minyak dipenuhi dengan melalui mekanisme pasar seperti saat ini, maka opsi tersebut tidak akan pernah bisa memuaskan baik bagi pemerintah dan masyarakat. Yang pas adalah membiarkan harga minyak domestik juga mengikuti mekanisme pasar. Lagi-lagi bukan opsi yang bagus buat masyarakat kita terlebih masyarakat dengan pendapatan rendah.

Harga minyak dunia yang terus merangkak naik akhir-akhir ini sebenarnya bisa diimbangi dengan pelemahan nilai tukar US$ terhadap Rupiah. Berarti kita membutuhkan aliran modal masuk ke negeri ini. Namun, ada komplikasi pengelolaan kebijakan makro yang ditimbulkan oleh derasnya arus masuk modal jangka pendek. Permasalahan ini juga dihadapi oleh sebagian besar emerging market (Negara berkembang).

Menunda dan mensosialisasikan kebijakan tersebut menjadi penting disaat sekarang. Pemerintah harus benar-benar mampu membangun komunikasi 2 arah dengan masyarakatnya. Pertimbangkan juga kondisi geopolitik diluar, jangan sampai menular ke sini dikarenakan pembatasan subsidi BBM. Karena kenaikan harga minyak benar-benar menjadi penyakit serius bagi perekonomian, dan bisa menyebar ke masalah social layaknya penyakit mematikan yang mudah menular.

No comments: