Monday, January 30, 2012

Urgensi Penguatan Rupiah Untuk Imbangi Kenaikan Harga Minyak


Medan Binis, 11 April 2011

Harga minyak dunia telah bertengger di atas $110/barel. Sementara asumsi harga minyak dunia dalam APBN masih sebesar $80/barel. Menteri keuangan menilai kita harus mengevaluasi sejauh mana tren kenaikan harga minyak. Menkeu menjelaskan bahwa harga minyak tidak bisa langsung dinaikan karena ada momentum kenaikan harga minyak seperti saat ini. Menkeu akan melihat kenaikan harga minyak dalam periode waktu tertentu dan bukan berlandaskan momentum kenaikan sementara.

Sementara itu beberapa Negara di asia tenggara telah menaikan harga BBM di negaranya seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Sementara itu Indonesia berpeluang untuk merubah asumsi harga minyak dalam APBN P 2011 mendatang. Pemerintah menjelaskan bahwa defisit akan timbul saat harga minyak menyentuh $90/barel dan pastinya defisit semakin terus membesar tatkala harga minyak dunia naik di atas $90/barel.

Kondisi geopolitik di timur tengah jelas memberikan ketidakpastian akan kenaikan harga minyak dunia. Namun belum bisa diperkirakan sampai kapan kerusuhan di timur tengah akan mereda. Sehingga ketidakpastian itu akan mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam menentukan opsi yang diambil untuk mengurangi defisit akibat subsidi harga BBM.

Opsi yang akan diambil pemerintah adalah menaikkan harga BBM. Besaran kenaikan belum dipastikan. Ide pembatasan BBM sebelumnya merupakan kebijakan yang kurang tepat meskipun bertujuan agar subsidi benar-benar tepat sasaran. Akan tetapi, kebijakan pembatasan BBM tidak menjamin ketepatan subsidi karena dinilai akan menuai masalah.
Selain dikarenakan permasalahan kenaikan harga minyak dunia yang mempengaruhi harga BBM di dalam negeri. Permasalahan yang lain adalah pertumbuhan konsumsi BBM itu sendiri. Laju pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia yang cenderung naik nantinya juga akan menambah beban defisit yang lebih besar lagi.

Ada beberapa kebijakan yang bisa diambil pemerintah untuk mengatasi defisit. Yang pertama adalah dengan tetap mempertahankan agar lifting produksi minyak tidak berkurang. Dan tentunya lifting minyak terus dinaikkan. Kebijakan yang lainnya adalah dengan membiarkan rupiah menguat terhadap mata uang US$, bila perlu dilakukan intervensi agar nilai tukar Rupiah menguat sehingga defisit tidak lebih dari 3%. Selain itu, pemerintah juga tengah menggalakkan agar lebih menggunakan BBM non subsidi dalam bentuk himbauan-himbauan. Belum diketahui secara pasti dampak lanjutan dari himbauan tersebut, tapi memang tidak ada salahnya dicoba.

Terkait dengan nilai tukar Rupiah yang menguat akhir-akhir ini. Rupiah diperdagangkan di kisaran Rp.8700/$. Penguatan rupiah tentunya akan membuat kebutuhan akan US$ bisa diminimalisir seiring kenaikan harga Minyak dunia itu sendiri. Penguatan Rupiah inilah yang membuat pemerintah masih optimis bahwa harga BBM belum perlu dinaikkan dalam waktu dekat ini.

Selain itu, kita juga harus melihat pola konsumsi minyak di Amerika Serikat. AS merupakan Negara dengan konsumsi minyak terbesar sehingga menjadi penting karenanya bila kita melihat berapa besar cadangan minyak di AS yang digunakan untuk konsumsi masyarakatnya. Karena data cadangan minyak yang cukup berpotensi membuat harga minyak tersebut turun.

Dari semuanya itu, penguatan nilai tukar Rupiah menjadi andalan di saat harga minyak naik. Rupiah harus bergerak berlawanan terhadap harga minyak dunia agar defisit lebih dapat dikendalikan. Meskipun penguatan rupiah itu akan membebani ekspor kita, namun urgensi penguatan Rupiah ditengah kenaikan harga minyak yang ekstreem harus di prioritaskan.

Bila pemerintah melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah, maka tentunya pemerintah akan mengambil opsi penggunaan biaya yang lebih kecil, misal apakah dengan mengintervensi Rupiah atau langsung membeli minyak di pasar.

No comments: