Wednesday, January 25, 2012

Inflasi vs Deflasi


Medan Bisnis, 4 April 2011

Deflasi merupakan suatu kondisi yang menggambarkan penurunan tingkat harga-harga yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Indonesia merupakan Negara yang baru saja mengalami deflasi di bulan maret setelah di bulan januari mengalami tingkat inflasi yang tinggi seiring dengan kenaikan harga bahan pangan seperti cabe dan beras.

Namun harga kebutuhan pangan tersebut justru turun di bulan Maret sehingga memicu deflasi. Jika inflasi menjadi suatu hal yang menakutkan karena berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan berpotensi menimbulkan defisit neraca perdagangan. Maka deflasi juga memiliki dampak buruk bagi perekonomian seperti Jepang yang dilanda kredit macet raksasa di sektor perbankan. Namun, china memiliki cerita lain, ekonominya tumbuh setelah mengalami deflasi.

Penduduknya yang besar serta tenaga kerjanya yang murah menjadi pemicu meningkatnya ekspor China ke Negara lain serta membuat Negara tersebut menjadi kekuatan ekonomi baru dunia. Meskipun pada saat ini China juga mengalami inflasi layaknya Negara berkembang lainnya seperti Indonesia. Deflasi yang terjadi di China secara teori menggambarkan perekonomian di China sebelumnya berada pada sebuah fenomena dimana PDB potensial jauh di atas realisasi PDB sebenarnya.

Ketidakstabilan kegiatan ekonomi yang menimbulkan deflasi ditandai saat ekonomi masuk dalam jurang resesi atau masa kontraksi. Kondisi tersebut berada di saat ekonomi telah berada pada suatu titik yang mengakhiri suatu ekspansi (titik puncak pertumbuhan ekonomi). Nah di saat ekonomi sudah berada di titik nadir maka ekonomi akan kembali bergerak naik dan masuk dalam proses pemulihan atau recovery. Indonesia merupakan salah satu contohnya dimana saat ini ekonomi Indonesia memasuki masa pemulihan setelah sempat terpuruk di tahun 1997 – 1998.

Tapi kenapa ya? Di saat ekonomi kita sedang menunjukan proses laju pertumbuhan ekonomi namun kenapa timbul deflasi, malah bukan inflasi. Tidak perlu di khawatirkan, deflasi yang terjadi di bulan maret merupakan titik balik dari tingginya inflasi yang ekstreem di bulan-bulan sebelumnya. Alam menjadi kambing hitam tingginya inflasi di bulan januari. Di saat itu banyak petani yang mengalami gangguan manakala iklim telah mengganggu pasokan padi, cabe dan bahan pangan lainnya.

Sehingga di bulan-bulan selanjutnya, Inflasi masih akan menjadi masalah yang akan diperangi pemeritah baik melalui kebijakan moneter dan fiskal. Pemerintah tidak akan menurunkan suku bunga karena deflasi di bulan maret kemarin atau justru mengeluarkan banyak anggaran guna melawan deflasi. Karena deflasi di bulan maret hanya akan lewat begitu saja.

Selain itu, Deflasi yang terjadi bukan dikarenakan daya beli masyarakat kita yang turun sehingga memicu harga barang cenderung turun. Namun dikarenakan suplai yang banyak sehingga membuat persediaan bergerak naik melebihi permintaan dan memicu harganya kembali turun. Dan bukan dikarenakan permintaan akan barang tersebut yang turun akibat daya beli masyarakat yang berkurang.

Selain itu, ada rencana pemerintah yang berubah dari membatasi penggunaan BBM menjadi menaikan harga BBM. Hal tersebut nantinya akan memicu inflasi di masyarakat kita dan sangat kecil kemungkinannya akan berdampak pada permasalahan deflasi. Baik inflasi dan deflasi mempunyai dampak buruk bagi perekonomian. Untuk itu, bukan berarti kita harus bersuka ria manakala inflasi justru datang. Karena juga turut mengganggu ke stabilan ekonomi dalam sebuah tingkat kesimbangan (equilibrium).

Nah kesimpulan hingga akhir tahun 2011 nanti, IHSG masih berpeluang naik, Nilai tukar Rupiah masih memiliki ruang penguatan meskipun ada intervensi bank sentral untuk membuatnya stabil di dalam level tertentu. Melalui kebijakan moneter pemerintah tetap akan menjual surat-sutar berharga serta memberlakukan kebijakan uang ketat. Sementara itu dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah masih akan terus berhemat.

No comments: