Tuesday, January 31, 2012

Belajarlah Hingga Ke Indonesia


Medan Bisnis, 18 April 2011
China masih akan memberlakukan kebijakan tight money policy (uang ketat) dalam beberapa waktu kedepan. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB/GDP) china yang signifikan pada kuartal I tahun 2011 ini menjadi salah satu pemicunya. Pertumbuhan ekonomi China mencatatkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 9.7% lebih tinggi dari estimasi kebanyakan analis sebelumnya.

Sementara itu inflasi selama bulan maret juga mengalami kenaikan 5.4%. Untuk menekan laju kenaikan inflasi tersebut pemerintah China akan menaikan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan di China selain menaikan suku bunga. Bank sentral china atau People’s Bank of China telah menaikan suku bunga sebanyak 4 kali dan menaikan GWM sebanyak 6 kali sejak kuartal ke tiga tahun lalu.

Kenaikan inflasi di china memicu pengetatan kebijakan moneter di Negara asia lainnya dan berpeluang memicu kenaikan harga minyak dunia. Sementara itu, pertumbuhan kredit di China juga tumbuh melebihi ekspektasi. Pertumbuhan kredit tersebut jelas berkontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi China itu sendiri.

Akan tetapi pertumbuhan ekonomi tidak selalu berkembang secara teratur dan mengalami masa pasang dan surut. Dalam suatu periode pertumbuhan ekonomi bisa mengalami kenaikan yang sangat cepat sehingga memicu kenaikan harga-harga. Dalam dalam periode tertentu bergerak turun sehingga bisa menimbulkan masalah serius pada tenaga kerja/pengangguran.

Ekonomi China yang terus tumbuh seperti yang terjadi saat ini dikhawatirkan akan menemui titik atau berada dititik paling bawah di masa resesi (trough).
Namun belajar dari Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum tahun 1997/1998 yang mengalami lonjakan kenaikan rata-rata 7% dinilai sebuah prestasi pada masa pemerintahan Suharto dulu. Sebuah prestasi tentunya Iya, namun masih menyisahkan masalah disisi lain yaitu permasalahan politik yang otoriter.

China saat ini juga mengalami hal yang serupa, pertumbuhan ekonominya yang pesat belum dibarengi dengan kondisi politik yang demokratis. Kemakmuran terkadang memang mampu menutup semua permasalahan seperti pemerintahan yang otoriter maupun korup. Masyarakat yang makmur selalu terbuai dengan semua fasilitas hidup yang ada dan menutup mata akan kesalahan yang dibuat penguasanya selama penguasa tersebut masih memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Namun, bila melihat pada pertumbuhan ekonomi itu sendiri yang mengalami masa naik dan turun. Seharusnya keyakinan tersebut tetap dipertahankan karena semua Negara juga pernah mengalaminya. Meskipun dengan siklus pertumbuhan yang tentunya berbeda di setiap Negara. Akan tetapi, masyarakat pada umumnya akan melihat kenyataan yang ada dan menjustifikasi siapa yang berhak diberikan penghargaan ataupun disalahkan dari kondisi yang ada.

Bila pertumbuhan ekonomi sudah berada di titik puncak dan berpeluang menuju ke masa resesi maka ada peluang penurunan kesejahteraan yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Dampak sosialnya yang penting untuk dicermati. Aksi demonstrasi secara besar-besaran dan diiringi dengan kerusuhan adalah kemungkinan terbesar yang sulit dielakan.

Mosi tidak percaya kepada pemerintah dan menganggap pemerintah gagal dalam memakmurkan masyarakatnya akan berujung pada proses penggulingan kekuasaan. Seperti yang terjadi di beberapa Negara di timur tengah, meskipun ada juga Negara yang dinilai hanya terkena dampak dari aksi serupa yang sebelumnya menimpa Negara tetangganya.

Perkembangan ekonomi china yang pesat serta mampu mengangkat banyak orang dari kemiskinan patut ditiru Indonesia. Namun, pemerintah china juga harus belajar ke Indonesia bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia itu terbentuk dan tentunya sebagai modal yang kuat dalam menopang pertumbuhan ekonomi kedepan.

Semakin kita bergerak menuju ke suatu titik puncak pertumbuhan ekonomi maka semakin besar potensi kita untuk masuk ke jurang resesi. Dan tentunya semakin besar kemungkinan dampak sosial yang ditimbulkan dari penurunan aktifitas ekonomi tersebut. Dan sistem politik turut memberikan kontribusi yang besar bagi pemulihan atau justru memperparah keadaan.

No comments: