Tuesday, December 04, 2012

Eropa, Komoditas, Rupiah Dan Bank Indonesia


Medan Bisnis, 29 Oktober 2012
Dalam beberapa minggu kedepan, mata uang Rupiah berpeluang tertekan hebat seiring kian memburuknya data-data perekonomian eropa. Tren penguatan US Dolar di pasar global berpotensi membuat kinerja mat uang Garuda merosot. Banyak sentimen yang membuat US Dollar berpeluang menguat terhadap sejumlah mata uang utama dunia termasuk Rupiah. Salah satu diantaranya datang dari eropa.

Dimana tingkat pengangguran di Spanyol memprihatinkan. Dari 4 orang spanyol, satu diantaranya berstatus pengangguran. Tingkat pengangguran di spanyol mencapai 25%, suatu hal yang dinilai tidak begitu baik bagi perekonomian suatu negara. Tingginya angka pengangguran tersebut membat Spanyol berubah pikiran. Spanyol pun meminta dana talangan kedua (bailout).

Kekhawatiran tersebut akan memaksa pemerintah spanyol untuk menerbitkan obligasi yang bunganya jauh lebih tinggi dari obligasi negara lain. Ada sejumlah faktor resiko yang mengakibatkan bunga obligasi spanyol harus ditebus dengan harga yang sangat mahal. Mata uang Euro pun merosot terhadap mata uang US Dolar.
Keperkasaan US Dolar tidak berhenti disitu, spekulasi mengenai kemungkinan Bank Sental Jepang (BOJ) akan menempuh langkah serupa seperti yang dilakukan Bank Sentral AS (The FED) turut membuat Yen Jepang melemah terhadap US Dolar. USD/Yen saat ini diperdagangkan di kisaran 79.60. Pelemahan Yen tentunya akan membuat amunisi bagi US Dolar untuk terus menguat terhadap sejumlah mata uang dunia lainnya.

Disisi lain, penguatan US Dolar akan membuat harga komoditas dunia mengalami tekanan. Harga emas dan minyak dunia diperkirakan akan terus tertekan seiring dengan penguatan mata uang US Dolar itu sendiri. Harga emas dunia yang saat ini terus merosot dan mendekati level $1700/Troy Ons menegaskan bahwa penguatan US Dolar juga berimbas pada kinerja harga emas dunia.

Sebelumnya emas sempat diprediksikan mengalami penguatan bila Spanyol benar-benar akan menerima dana talangan. Sulitnya proses untuk menerima dana talangan tersebut serta proses tarik ulur yang berkepanjangan membuat sejumlah harga komoditas mengalami penurunan. Harga emas tersebut diperkirakan akan bertahan di level support $1700/Troy Ons, menunggu sinyal dari membaiknya sejumlah indikator proses pemulihan di Eropa agar mampu berbalik naik.

Harga minyak dunia (light sweet) berada dikisaran $86/barel. Harga minyak dunia juga terus mengalami penurunan sejak sempat diperdagangkan naik di kisaran $120/barel awal tahun ini. Faktor musiman sangat mempengaruhi harga minyak dunia. Menjelang akhir tahun tren kebutuhan akan minyak dunia diperkirakan akan naik seiring dengan musim dingin yang melanda sejumlah negara di belahan Eropa dan Amerika.

Dampak penguatan mata uang US Dolar juga berpengaruh terhadap kinerja harga minyak dunia. Meski demikian penguatan US Dolar diyakini hanya berdampak sedikit terhadap perubahan harga minyak dunia.
Bagi Indonesia, penguatan US Dolar akan membuat mata uang rupiah serta sejumlah harga barang lainnya akan berubah seiring dengan tren penguatan US Dolar di pasar dunia. Tekanan terhadap Rupiah masih akan terjadi seiring dengan tingginya ketidakpastian yang terjadi di Eropa maupun sejumlah indikator lain seperti melemahnya kinerja ekonomi di Asia.

Sejauh ini Rupiah diperdagangkan di atas kisaran level 9600/US Dolar. Lebih tepatnya Rupiah sempat diperdagangkan dikisaran 9635/US Dolar. Bila mencermati hara US$/Rupiah dipasar uang, sejumlah Bank menetapkan selisih harga Bid/Offer nya dalam rentang yang sangat lebar. Seperti bila kita ingin menjual 1 Dolar nilai tukarnya ada di kisaran 9550-an, namun bila kita ingin membeli US Dolar maka kisaran harga yang ditawarkan 9620-an.

Sebuah selisih harga yang tidak bersahabat (biasanya 5 atau 10 poin selisihnya). Baik eksportir dan importir sama-sama memiliki posisi yang tidak mengenakkan dalam bertransaksi guna memenuhi kebutuhan ekspor-impornya. Harga US Dolar–rupiah seperti ini kerap terjadi bila Rupiah bergerak dalam volatilitas yang tinggi serta memiliki kecenderungan yang melemah. Bank Indonesia menjadi benteng terakhir guna menghadapi tren pelemahan Rupiah saat ini.

Disatu sisi para eksportir dan importir menginginkan kepastian nilai tukar yang stabil. Padahal kepastian yang mereka hadapi justru ketidakpastian itu sendiri. Sementara itu Bank Indonesia diyakini sulit untuk mengupayakannya, karena ruang gerak BI kian sempit bila US Dolar terus membentuk tren penguatan. Penulis hanya meyakini bahwa akan ada satu pihak (sisi) yang akan dirugikan. Mudah2an semua bisa menerima.

No comments: