Medan Bisnis, 17 September 2012
Sejumlah bursa
didunia menyambut baik langkah The FED (Bank Sentral AS) yang menggelontorkan
stimulus sebesar $ 40 Milyar setiap bulan untuk membeli hutang hipotek.
Sejumlah bursa larut dalam euphoria yang membuat indeks bursa dunia melesat
tajam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ikut menguat di atas 2%
mendengar kabar baik tersebut. Buntut dari stimulus juga membuat nilai tukar US
Dolar melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia termasuk Rupiah.
Stimulus oleh pelau
pasar modal dinilai sebagai langkah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Dengan stimulus diharapkan masyarakat AS akan membaik daya belinya sehingga
akan meningkatkan permintaan akan barang yang termasuk sejumlah komoditas yang
ada di Indonesia maupun barang-barang jenis lainnya. Stimulus menjadi awal baru
bagi kinerja emiten di Bursa yang selama akhir-akhir ini diperdagangkan relatif
tidak bergerak.
Apakah semua
menyambut baik stimulus tersebut?. Tentunya tidak. Resiko mata uang US Dolar
semakin membesar dengan diterbitkannya stimulus tersebut. Selain itu stimulus
juga akan menambah jumlah uang beredar (US Dolar) semakin berlimpah yang akan
mengakibatkan likuiditas akan semakin membesar dan bia berkaibat pada tingginya
laju inflasi. Namun, untuk saat ini inflasi yang terjadi justru lebih
dinantikan karena besaran inflasi menggambarkan adanya pertumbuhan ekonomi.
Khusus untuk
Sumatera Utara, Simulus AS bisa memberikan dampak baik negatif dan positif.
Sisi positifnya yaitu stimulus AS akan berdampak pada pemulihan daya beli
masyarakat disana. Sejumlah komoditas yang biasa diekspor dari SUMUT seperti
karet tentunya berpeluang untuk mengalami kenaikan. Sejumlah komoditas dari
SUMUT lainnya juga berpeluang naik bila stimulus itu benar-benar efektif dalam memperbaiki
ekonomi di Amerika.
SUMUT
merupakan wilayah yang memiliki keunggulan sumber daya alam khususnya sawit,
karet maupun kopi. Sehingga wajar ekonomi SUMUT sangat dipengaruhi oleh
permintaan sejumlah komoditas oleh negara lainnya termasuk Eropa dan Amerika.
Walaupun sejauh ini ekspor sawit Indonesia sudah beralih ke dua negara besar
asia seperti China dan India. Kedua negara di Asia tersebut saat ini menjadi
importir tebesar sawit terbesar Indonesia selanjutnya diikuti oleh Eropa dan
Amerika.
Sehingga sisi
negatif yang bisa menekan harga komoditas di SUMUT terkait dengan stimulus di
AS adalah penguatan nilai tukar Rupiah itu sendiri. Sebelumnya, Rupiah sempat
bertengger di kisaran Rp.9.600/US Dolar sebelum stimulus dikeluarkan. Saat ini,
pasca dikeluarkannya stimulus AS, Rupiah menguat tajam dan berada di kisaran
Rp.9.540/US Dolar. Penguatan tajam tersebut jelas akan menjerumuskan harga
komoditas SUMUT bila tidak diikuti oleh permintaan yang tinggi di negara
importir.
Tentunya
eksportir dari SUMUT dirugikan dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Karena
devisa hasil ekspor yang diterima akan menjadi lebih kecil bila dikonversikan
ke Rupiah. Dan hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada harga komoditas pada
tingkatan level petani. Petani SUMUT yang sudah mengeluh karena rendahnya harga
karet maupun sawit harus terus lebih bersabar lagi karena kondisi perekonomian
global tengah tidak bersahabat.
Bila
mengharapkan harga komoditas membaik maka satu harapannya adalah adanya
perbaikan harga komoditas di tingkat internasional. Tingginya permintaan
komoditas akan memicu naiknya harga komoditas tersebut sehingga mampu
mengimbangi penguatan nilai tukar Rupiah, yang secara jelas dari sisi lain akan
membebani harga komoditas di level petani. Namun, bila itu harapannya dan
terjadi dalam waktu singkat sepertinya tidak akan mungkin.
Kenapa?,
karena efektifitas dari Stimulus AS belum teruji. Langkah pemerintah AS yang
juga pernah menerbitkan stimulus sebelumnya (I dan II) juga tidak berdampak
signifikan bagi perekonomian AS itu sendiri. Sehingga dibutuhkan waktu untuk
menguji efektifitas dari stimulus AS sebelum menyimpulkan bahwa AS benar-benar
pulih dan keluar dari krisis keuangan.
Di sisi yang
lain, ekonomi Eropa juga belum menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih
baik dan pasti. Gunjang-ganjing ekonomi Eropa masih akan terus membayangi
perekonomian SUMUT. Di saat ekonomi Indonesia tengah menghadapi krisis (97/98)
harga komoditas dari SUMUT mampu bertahan karena ekspor komoditas SUMUT tidak
begitu terganggu seiring masih tumbuhnya perekonomian negara luar.
Untuk saat ini, seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian global. Gangguan terhadap ekonomi SUMUT masih akan begitu terasa walaupun sejumlah indikator ekonomi dari luar menunjukan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Pemerintah daerah harus mampu membentuk kreatifitas guna memaksimalkan SDA yang dimiliki. Salah satunya dengan memacu pertumbuhan industri di sektor hilir yang akan lebih mengoptimalkan produk-produk komoditas SUMUT.
No comments:
Post a Comment